Anda di halaman 1dari 17

KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

 
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “PKN”

Dosen Pengampu: Muhlizar, S.H,.M.M,M.H.

Disusun Oleh :

Mhd. Fahrul (2206020029)


Zuhainah Siregar (2206020025)
Bagus Wdiyanto (2206020027)
Rena Putri Febrianti (2206020033)
Reza Surya Maulana (2206030027)

FAKULTAS KEGURUAAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS AL WASLIYAH
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga kami bisa menyusun makalah ini dengan judul
“Keadilan Sosial”.
Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat serta memberikan sumbangan pengetahuan bagi
semua pihak yang ingin mempelajari tentang Keadilan Sosial. Makalah ini juga diharapkan bisa
menjadi penambah literatur (daftar bacaan) khususnya bagi mahasiswa .
Namun demikian, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
                                                                                                           

Medan, 7 november 2022

Penyusun,                              

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1      Latar Belakang 1
1.2      Rumusan Masalah 1
1.3      Tujuan Penulisan 1
1.4      Metode Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1      Konsep Keadilan Sosial 2
2.2      Implementasi Sila Kelima Pancasila dalam Kehidupan Masyarakat di Indonesia 4
2.3      Implementasi Sila Kelima Pancasila dalam Pelayanan Publik di Indonesia 7
2.3.1   Pengertian Birokrasi 8
2.3.2   Karakteristik dan Fungsi Birokasi 8
BAB III PENUTUP 13
DAFTAR PUSTAKA 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
  1.1          Latar Belakang
Tolak ukur keberhasilan pranata publik yang harus diperhatikan setelah bangsa kita
mengalami peningkatan kemakmuran ekonomis yang cukup besar ialah terwujudnya keadilan
sosial. Keadilan sosial merujuk pada masyarakat (society) atau negara yang dapat berfungsi
sebagai subjek maupun objek. Sebagai demikian, konsepsi keadilan sosial di satu pihak
mewajibkan negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum serta membagi beban dan
manfaatnya kepada warga negara secara proporsional seraya membantu anggota-anggota
yang lemah, dan di lain pihak mewajibkan para warga untuk membantu masyarakat atau
negara guna mencapai tujuannya.
Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa pemerintah ditugaskan untuk
“memajukan kesejahteraan umum” serta “mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Selanjutnya butir-butir tentang kesejahteraan rakyat juga dapat dijumpai
Pancasila 45 butir pengamalan Pancasila seperti yang tertuang dalam P4 (Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) pada Tap MPR  No. II/MPR/1978. Jelaslah bahwa
penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang menuju cita-cita kesejahteraan atau
keadilan sosial merupakan kewajiban bagi seluruh aparat negara di setiap jenjang.

  1.2   Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep keadilan sosial?
2. Bagaimana implementasi sila kelima Pancasila dalam kehidupan masyarakat di Indonesia?
3. Bagaimana implementasi sila kelima Pancasila dalam pelayanan publik di Indonesia?

1.3    Tujuan Penulisan


1. Memberikan penjelasan tentang konsepsi keadilan sosial.
2. Memberikan gambaran tentang implementasi sila kelima Pancasila dalam kehidupan
masyarakat di Indonesia.
3. Memberikan gambaran tentang implementasi sila kelima Pancasila dalam pelayanan public di
Indonesia.
  1.4    Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, kami menggunakan literatur
dari studi kepustakaan dan sumber yang berjangkauan luas yaitu internet.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1      Konsep Keadilan Sosial


Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda ataupun orang. Menurut sebagian besar teori keadilan memiliki tingkat
kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf 
politik terkemuka abad-20, menyatakan bahwa “keadilan adalah kelebihan pertama dari
institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran”.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan baik materil maupun spiritual, hal ini berarti keadilan itu tidak hanya berlaku bagi
orang yang kaya saja, tetapi berlaku pula bagi orang miskin, bukan hanya untuk para pejabat,
tetapi untuk rakyat biasa. Seluruh Rakyat Indonesia adalah setiap orang yang menjadi rakyat
Indonesia baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun warga
Negara Indonesia yang berada di Negara lain.
Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum
sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasy machus karena ia menyatakan bahwa keadilan
adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan alasan
bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik: kebijakan,  keberanian,
pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Pengembangan sikap adil terhadap sesama manusia, kesamaan kedudukan terhadap
hukum dan HAM, keseimbangan antara hak dan kewajiban merupakan sikap yang tercermin
dari pengamalan nilai Pancasila yakni sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia”.
Sila-sila dalam Pancasila tidaklah dibuat oleh beberapa golongan dan ditemukan
dalam waktu yang singkat. Lahirnya Pancasila pertama kali disampaikan dalam pidato Bung
Karno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Meski demikian, bukan berarti Pancasila
dibuat oleh Bung Karno, melainkan beliau telah mengangkat sari dari nilai-nilai yang hidup
dalam bangsa Indonesia. Sebagai implementasi dari nilai-nilai Pancasila, dibentuklah UUD
1945 dan disahkan pada 18 Agustus 1945. UUD 1945 diakui sebagai konstitusi tertulis
negara Indonesia. Fungsi dari nilai yang terkandung dalam Pancasila sila kelima ini berfungsi
sebagai tujuan negara.
Adapun lambang dari sila kelima adalah padi dan kapas yang digunakan karena
merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yakni pangan dan sandang sebagai syarat
utama untuk mencapai kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi sila kelima ini.

2
Dalam sila kelima dalam Dasar Negara RI mengandung makna setiap masyarakat
Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu dikembangkan perbuatannya luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu diperlukan
sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan atau Perwakilan. Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai
yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka dalam sila kelima
tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan
sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia yaitu keadilan
dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain , manusia
dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama
meliputi:
1.     Keadilan distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bila hal-hal yang sama
diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlukan tidak sama ( just ice is done
when equelz are treated equally ). Keadilan distributif sendiri yaitu suatu hubungan keadilan
antara Negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta
kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban.
2.       Keadilan Legal ( Keadilan Bertaat )
Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap negara dan dalam masalah
ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam Negara. Plato berpendapat bahwa keadilan dan
hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi
kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat
dasarnya paling cocok baginya ( the man behind the gun ). Pendapat Plato itu disebut
keadilan moral, sedangkan untuk yang lainnya disebut keadilan legal.
3.   Keadilan Komulatif
Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya secara timbal
balik. Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan

3
umum.Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan ases pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidak adilan
dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

2.2      Implementasi Sila Kelima Pancasila dalam Kehidupan Masyarakat di Indonesia


Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan
sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut, antara lain:

a. Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang politik, ekonomi dan
sosial budaya;
b. Perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;
c. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak milik orang lain.

Dalam kehidupan sehari- hari, pengamalan sila kelima Pancasila terkadang tidak
sesuai dengan makna yang terkandung dalam sila tersebut. Hal ini akan berakibat pada
berubahnya sikap masyarakat Indonesia. Jika masyarakat Indonesia bersikap tidak sesuai
nilai dan norma Pancasila, maka bisa dikatakan bangsa tersebut kehilangan jati diri bangsa.
Jika suatu bangsa kehilangan jati diri bangsa, mudah bangsa lain untuk menjajah bangsa
Indonesia.

Dalam implementasi nilai-nilai Pancasila tidak selalu berjalan mulus. Banyak sekali
hambatan-hambatan yang terjadi. Disebutkan bahwa hambatan itu terjadi karena proses
globalisasi yang begitu cepat setelah Perang Dunia II, membawa masyarakat Indonesia
cenderung berorientasi pada nilai yang datang dari luar. Nilai individual, materialistis,
pragmatis semakin kuat, lebih-lebih dengan perkembangan pariwisata yang pesat dan
gelombang hegemoni pasar bebas. 

Buruknya sistem demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari kurangnya implementasi


Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu kurangnya penghayatan
Pancasila di masyarakat. Pancasila dianggap sebagai simbol bukan sebagai pedoman.
Sebenarnya Pancasila tersebut merupakan sebuah dasar negara sekaligus sebagai ideologi
negara. Pancasila juga berfungsi sebagai pedoman hidup. Karena Pancasila diambil dari akar-
akar budaya bangsa Indonesia tentulah sangatcocok dengan iklim kehidupan bangsa kita
sendiri.

Kita dapat menilai dengan mengamati kejadian di sekitar kita. Masih banyak
masyarakat Indonesia yang bersikap tidak sesuai dengan nilai moral Pancasila. Mereka
cenderung bersikap individualis, menghalalkan segala cara walaupun dengan kerja keras,
melemahkan kekuatan hukum, menggunakan sumberdaya dan sumber kekayaan Indonesia

4
dengan berlebihan, menyelewengkan kekuasaan, dan sebagainya. Sungguh ironis memang,
Pancasila yang disepakati bersama sebagai kepribadian bangsa saat ini kenyataan di
lingkungan masyarakat Indonesia bertentangan dengan ajaran Pancasila.

Dan berikut ini merupakan butir-butir pengamalan sila kelima Pancasila seperti yang
tertuang dalam P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) pada Tap MPR No.
II/MPR/1978:
1. Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotong – royong
Sudah menjadi kodrat manusia sebagai mahluk sosial sebaiknya memiliki sikap
tolong menolong antar sesama, gotong- royong, tenggang rasa sesama manusia tanpa
membedakan ras, suku, jenis kelamin dan agama. Namun, dimasa sekarang nampaknya sikap
tersebut sudah meluntur. Banyak orang yang bekerja sehari suntuk hingga ia tidak dapat
bersosialisasi dengan lingkungannya. Hingga timbul sikap acuh tak acuh dan individualis,
sikap yang bertentangan dengan nilai Pancasila. Seharusnya kita sebagai rakyat Indonesia
yang memiliki pandangan hidup Pancasila lebih mementingkan kepentingan sosial diatas
kepentingan pribadi.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama
Penjabaran makna adil yang sesungguhnya terkadang memberikan pro dan kontra
antar manusia. Adil dalam hukum yakni semua rakyat Indonesia memiliki kedudukan yang
sama dimata hukum. Adil terhadap sesama yaitu, memperlakukan manusia sama dengan yang
lain tanpa membedakan suku, ras, agama,jenis kelamin.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
Rakyat Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk membela negaranya.
Rakyat Indonesia juga memiliki jaminan Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam UUD
1945. Hak Asasi Manusia tersebut mencakup hak atas kedudukan yang sama dalam hukum,
hak atas penghidupan yang layak, hak atas kehidupan berserikat dan berkumpul, hak atas
kebebasan mengeluarkan pendapat, hak atas kemerdekaan memeluk agama, hak untuk
mendapatkan pengajaran, dan sebagainya. Dengan dirumuskannya hak asasi dalam UUD
1945, mengandung pengertian bahwa UUD mewajibkan pemerintah dan lain – lain
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur yang bersifat
universal serta memegang teguh cita- cita moral rakyat yang luhur.
4. Menghormati hak orang lain
Setiap manusia memiliki hak. Hak yang telah diperoleh dan dibawanya sejak lahir
yaitu hak asasi manusia. Hak asasi manusia berlaku sejak ia lahir dibumi tanpa perbedaan

5
atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin. Dengan HAM, manusia memperoleh kesempatan
untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.
5. Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri
Untuk mengejar kehidupan yang lebih baik, manusia harus bekerjasama dengan
manusia lain dalam masyarakat. Manusia mustahil dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang
lain. Kenyataan ini menimbulkan kesadaran bahwa segala yang dicapai dan kebahagiaan
yang dirasakan oleh manusia pada dasarnya adalah berkat bantuan dan kerjasama orang lain
di masyarakat.
6. Tidak menggunakan hak milik usaha – usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
Masih sering kita jumpai kasus- kasus suap, pungli, sogokan marak disegala bidang.
Bukan hanya badan usaha milik pererintah, badan usaha milik swasta juga dapat kita jumpai
pungli, suap, sogokan. Hal tersebut sangat merugikan masyarakat dan negara. Masyarakat
dirugikan karena melakukan pengorbanan yang lebih banyak dari pada peratuan yang telah
ditetapkan dan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan
dikarenakan pungli, sogokan dan suap. Sedangkan negara menderita kerugian dikarenakan
sesuatu yang seharusnya benar kelak menjadi salah. Semisal penerimaan pegawai negri,
pemerintah dirugikan oleh karena calon yang diterima berdasar pada banyaknya suap bukan
karena standar penerimaan yang telah ditetapkan. Jika penyelewengan penggunaan hak milik
usaha untuk pemerasan ini tidak dibenahi, boleh jadi hukum kelak bisa di beli.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal – hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
Indonesia memiliki hasil bumi yang sangat melimpah. Dari sektor pertambangan,
perkebunan, pertanian, kelautan, dll. Semua hasil bumi tersebut menjadikan Indonesia kaya
akan hasil bumi.walaupun demikian banyak kekayaan Indonesia, kita sebagai rakyat
Indonesia tidak diperbolehkan menggunakan kekayaan negara tersebut dengan berlebihan
dan gaya hidup mewah. Karena diantara sumber daya alam tersebut ada sebagian yang tidak
dapat diperbaharui dan masih banyak saudara kita yang memiliki kehidupan yang tak layak.
Sedangkan Indonesia memiliki berjuta kekayaan yang seharusnya turut di nikmati seluruh
rakyat Indonesia.
8. Tidak menggunakan hak – hak milik untuk hal – hal yang bertentangan dengan atau
kepentingan umum.
Sering kita mendengar kasus – kasus koruptor yang menjamur di Indonesia. Korupsi
dapat jadi karena koruptor melaksanakan hak – hak asasi manusia cenderung untuk berlebih-
lebihan, sehingga merugikan negara dan masyarakat. Seharusnya, manusia lebih

6
memprioritaskan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Dan kepentingan tersebut
hendaknya tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
Kerja keras kita butuhkan untuk mengupayakan apa yang kita inginkan menjadi
terwujud. Perwujudan itu hendaknya di lakukan dengan langkah yang benar, sesuai dengan
hukum. Namun, banyak orang yang mengupayakan perwujudan keinginannya tersebut
dengan cara yang tidak sesuai dengan ajaran nilai Pancasila. Semisal menyuap. Hendaknya
kita sebagai bangsa Indonesia yang berpedoman Pancasila mengupayakan perwujuan sesuatu
yang ia inginkan dengan kerja keras. Bukan mencari jalan pintas guna keinginannya
terwujud.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama.
Banyak karya anak negeri Indonesia ini yang berprestasi dan berkarya. Hasil karya
anak Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Hendaknya kita hargai dan kita dukung hasil
karya mereka sebagai hasil karya anak bangsa Indonesia yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama serta memberikan motivasi kepada anak negri Indonesia lainnya untuk
tetap terus berkarya. 9
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.
Pemerataan perekonomian di Indonesia masih perlu dilaksanakan. Hal ini perlu
dikarenakan pertumbuhan ekonomi antar daerah masih berbeda. Jika pertumbuhan
peerekonomian Indonesia tidak merata, ini menyebabkan ketertinggalan suatu daerah dengan
daerah lain. Pemerintah dalam mengatasi hal ini menggalakan pemerataan penduduk,
pemerataan perekonomian dengan program pinjaman modal dan lain-lain.

2.3      Implementasi Sila Kelima Pancasila dalam Pelayanan Publik di Indonesia


Dalam suatu negara administratif, pemerintah dengan seluruh jajarannya biasa dikenal
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Dalam bahasa sederhana peranan tersebut
diharapkan terwujud dalam pemberian berbagai jenis pelayanan yang diperlukan oleh seluruh
warga masyarakat. Pelayanan pemerintah pada umumnya dicerminkan oleh kinerja birokrasi
pemerintah. Birokrasi merupakan sarana dan alat dalam menjalankan kegiatan pemerintahan
di era masyarakat yang semakin modern dan kompleks, namun masalah yang dihadapi oleh
masyarakat tersebut adalah bagaimana memperoleh dan melaksanakan pengawasan agar
birokrasi dapat bekerja demi kepentingan rakyat banyak.
7
2.3.1    Pengertian Birokrasi
Birokrasi dalam bahasa Inggris disebut bureaucracy yang berasal dari
kata bureau (meja) dan cratein (kekuasaan), yang berarti kekuasaan berada pada orang-orang
di belakang meja. Di Indonesia, birokrasi tidak berbanding lurus dengan pernyataan Max
Weber yang mengatakan bahwa birokrasi merupakan metode organisasi terbaik dengan
spesialisasi tugas yang berarti disiplin, terampil, taat pada tugas, dan tidak membedakan
orang. Berikut merupakan pengertian birokrasi menurut para ahli:

1.     Max Weber
Birokrasi adalah suatu bentuk organisasi yang penerapannya berhubungan dengan
tujuan yang hendak dicapai. Birokrasi ini dimaksudkan sebagai suatu sistem otorita yang
ditetapkan secara rasional oleh berbagai macam peraturan. Birokrasi ini dimaksudkan untuk
mengorganisasi secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang banyak.

2.     Fritz Morstein Marx


Birokrasi adalah suatu tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk
melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi
dan khususnya oleh aparatur pemerintah.
3.     Peter A. Blau dan Charles H. Page
Birokrasi adalah suatu tipe dari organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-
tugas administratif yang besar, yaitu dengan cara mengkoordinir secara sistematik pekerjaan
yang dilakukan oleh banyak orang.
Jadi, birokrasi merupakan suatu bentuk organisasi yang dipergunakan pemerintah
modern untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialis dengan cara
mengkoordinir secara sistematik pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang.
2.3.2 Karakteristik dan Fungsi Birokasi
A. Karakteristik Birokrasi
Karakteristik birokrasi yang umum adalah yang diajukan oleh Max Weber.
Menurutnya, paling tidak terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu:
1. Organisasi yang disusun secara hirarkis
2. Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus.
3. Pelayanan publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, di
mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan,
atau pengujian (examination).
4. Seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi.
5. Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir.

8
6. Para pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka.
7. Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin.
8. Promosi yang ada didasarkan atas penilaiaj atasan (superior's judgments).
Ditinjau secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal
yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi yang
seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana. Ini
diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan
pemerintah.
B. Fungsi Birokrasi dalam Pemerintahan Modern
Michael G. Roskin, menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi
di dalam suatu pemerintahan modern. Fungsi-fungsi tersebut adalah :
1. Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan,
pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan
bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan Undang-Undang yang telah
disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian,
administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum
itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2. Pelayanan
Birokrasi sesungguhnya diarahkan untuk melayani seluruh lapisan masyarakat tanpa
terkecuali.
3. Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan
kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya
dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat
banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.
4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: apakah suatu kebijaksanaan
mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang
akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Oleh sebab itu, menjadi ujung
tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan
dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya (pungli) ketika
masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut
merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara. Dengan ditemukannya bukti

9
pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak
memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.
Selain Roskin, Andrew Heywood juga mengutarakan sejumlah fungsi yang melekat pada
birokrasi. Bagi Heywood, fungsi dari birokrasi adalah:
1.Pelaksanaan Administrasi.
Fungsi ini serupa dengan yang diutarakan Roskin bahwa fungsi utama birokrasi
adalah mengimplementasikan atau mengeksekusi Undang-Undang dan kebijakan negara.
Sehubungan dengan fungsi ini, Heywood membedakan 2 peran di tubuh pemerintah.
Pertama, peran pembuatan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan politisi. Kedua,
peran pelaksanaan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan birokrat. Fungsi
administrasi, oleh karena itu, merupakan fungsi sentral dari birokrasi negara.

2.Nasehat Kebijakan (Policy Advice)


Birokrasi menempati fungsi sentral dalam pemberian nasehat kebijakan kepada
pemerintah. Ini akibat birokrasi merupakan lini terdepan dalam implementasi suatu
kebijakan, mereka adalah pelaksananya. Sebab itu, masalah dalam suatu kebijakan
informasinya secara otomatis akan terkumpul di birokrasi-birokrasi. Heywood membedakan
3 kategori birokrat yaitu (1) top level civil servants, (2) middle-rangking civil servants, dan
(3) junior-ranking civil servants. Top Level Civil Servant banyak melakukan kontak dengan
politisi, sementara middle dan junior civil servants lebih pada pekerjaan-pekerjaan rutin di
“lapangan.” Top Level Civil Servants dapat bertindak selaku penasehat kebijakan bagi para
politisi, dalam mana informasi pelaksanaan kebijakan mereka peroleh dari middle dan junior
civil servants.
C. Artikulasi Kepentingan
Kendati bukan fungsi utamanya guna mengartikulasi kepentingan (ini fungsi partai
politik), tetapi birokrasi kerap mendukung upaya artikulasi dan agregasi kepentingan. Dalam
tindak keseharian mereka, birokrasi banyak melakukan kontak dengan kelompok-kelompok
kepentingan di suatu negara. Ini membangkitkan kecenderungan “korporatis” dalam mana
terjadi kekaburan antara kepentingan-kepentingan yang terorganisir dengan kantor-kantor
pemerintah (birokrasi). Kelompok-kelompok kepentingan seperti perkumpulan dokter, guru,
petani, dan bisnis kemudian menjadi “kelompok klien” yang dilayani oleh birokrasi negara.
Pada satu ini “klientelisme” ini positif dalam arti birokrasi secara dekat mampu
mengartikulasikan kepentingan kelompok-kelompok tersebut yang notabene adalah “rakyat”
yang harus dilayani. Namun, pada sisi lain “klientelisme” ini berefek negatif, utamanya
ketika birokrasi berhadapan dengan kepentingan-kepentingan bisnis besar.

10
D. Stabilitas Politik
Birokrasi berperan sebagai stabilitator politik dalam arti fokus kerja mereka adalah
stabilitas dan kontinuitas sistem politik. Peran ini utamanya kentara di negara-negara
berkembang dalam mana pelembagaan politik demokrasi mereka masih kurang handal.
Ada beberapa karakteristik dan perilaku birokrat yang akhir-akhir ini menjadi
patologis (penyakit) dalam pemerintahan di Indonesia, diagnosisnya sebagai berikut :

1. Budaya feodalistik masih terasa


2. Kebiasaan menunggu petunjuk pengarahan
3. Loyalitas kepada individu bukan kepada tugas organisasi
4. Belum berorientasi pada prestasi
5. Keinginan untuk melayani masih rendah
6. Belum ditopang teknologi secara menyeluruh
7. Budaya ekonomi biaya tinggi
8. Jumlah pegawai negeri relafit banyak tapi kurang bermutu dan asal jadi.

Misalnya, dalam seleksi kenaikan pangkat dan jabatan atau penerimaan pegawai, yang
berlaku adalah penerimaan dan pengangkatan pegawai sesuai selera pimpinan. Dengan
demikian, terjadi primordialisme yang nepotisme, bukan berdasarkan prestasi kerja.

Begitu pula dalam pelayanan, mereka yang didahulukan dalam pelayanan pembuatan
SIM, KTP, IMB, dan lain-lain adalah mereka yang bersedia memberi uang lebih dengan
istilah “segalanya bisa diatur”. Sudah barang tentu mereka yang tidak memiliki uang dan
dana lebih, akan tersendat-sendat urusannya.

Tentu hal ini bertentangan dengan implementasi sila kelima Pancasila “Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Bahwa seharusnya setiap warga negara Indonesia
mendapatkan pelayanan dari pemerintah yang adil tanpa membeda-bedakan status sosial
ataupun latar belakangnya.

Ketika pelaksanaan birokrasi, hendaknya para pegawai yang bersangkutan tetap


melaksanakan etika profesinya yakni senantiasa melayani masyarakat, bukan seperti yang
terjadi sekarang yakni pegawai dan pejabat lebih mementingkan diri sendiri dan golongan
sehingga pelayanaan terhadap masyarakat pun terbengkalai dan tidak maksimal.

Dalam kaitanya dengan sistem birokrasi. Pancasila yang mengandung sistem nilai
tentulah memberikan pedoman yang baik selain itu pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional. Oleh karena itu, pancasila seharusnya hadir di semua sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

11
Sehingga dapat disumpulkan bahwa implementasi Pancasila juga sangat berpengaruh
kepada keberhasilan birokrasi. Dengan implementasi dan penghayatan yang benar tentang
Pancasila tersebut maka, terciptalah birokrasi yang baik, efektif, efisien, dan melayani
masyarakat.  

12
BAB III
PENUTUP

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan baik materil maupun spiritual, hal ini berarti keadilan itu tidak hanya berlaku bagi
orang yang kaya saja, tetapi berlaku pula bagi orang miskin, bukan hanya untuk para pejabat,
tetapi untuk rakyat biasa.
Dengan terdapatnya butir-butir sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, diharapkan masyarakat Indonesia dapat mengamalkannya
dalam sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia.
Perwujudan dari sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang merupakan
pengamalannya, setiap warga harus mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajibanya serta menghormati hak-hak orang lain.
Tidak hanya rakyat Indonesia yang dituntut untuk mengembangkan sikap adil
terhadap segala aspeknya, namun yang biasa dikenal sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat atau birokrat diharapkan bisa memberikan pelayanan yang adil baik dari segi hak
yang harus diberikan kepada masyarakat maupun kewajiban yang harus dilakukan oleh
masyarakat Indonesia.

Sehingga dapat disumpulkan bahwa implementasi Pancasila juga sangat berpengaruh


kepada keberhasilan birokrasi. Dengan implementasi dan penghayatan yang benar tentang
Pancasila tersebut maka, terciptalah birokrasi yang baik, efektif, efisien, dan melayani
masyarakat.  

13
DAFTAR PUSTAKA

Kumorotomo, Wahyudi. 2009. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.


Syafiie, Inu Kencana. 2014. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
                (SANRI). Jakarta: PT Bumi Aksara.
https://www.unisavi.wordpress.com 
https://www.pusakaIndonesia.org
https://www.imanrivai.blogspot.co.id 
https://www.pengertianpakar.com 
https://www.amikom.ac.id 
https://riztiayu.wordpress.com 
http://www.kompasiana.com 
https://vertydeffian.wordpress.com 

14

Anda mungkin juga menyukai