Anda di halaman 1dari 8

CRITICAL BOOK REPORT

Dosen Pengampu :

Dra. Armaini Rambe, M.Si


NIP: 196405161989032001

OLEH :

ENJELI RAHMADANI PUTRI

5193343010

TATA BUSANA ’19 B

PRODI PENDIDIKAN TATA BUSANA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Berkat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Critical Book Report ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga Critical Book Report ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi
pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan kami semoga Critical Book Report ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
Critical Book Report ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Critical Book Report ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Critical Book
Report ini.

Medan, 8 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar belakang...........................................................................................................................4
B. Tujuan........................................................................................................................................4
C. Manfaat......................................................................................................................................4
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU.....................................................................................................................5
BAB III
PENUTUP.............................................................................................................................................7
A. KESIMPULAN.........................................................................................................................7
B. SARAN.....................................................................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan
pahami. Terkadang kita memi lih s atu buku, namun kurang memuaskan
hati kita. Misalnya dari segi analisis bahasa, pembahasan tentang Etnik Batak
Toba. Oleh karena itu, penulis membuat critical b o o k r e p o r t i n i u n t u k
m e m p e r m u d a h p e m b a c a d a l a m m e m i l i h referensi, terkhusus pada pokok
bahasan tentang Etnik Bata Toba.

B. Tujuan
Mengkritisi atau mereview buku dengan topik Etnik Batak Toba.

C. Manfaat
Pembaca mengetahui isi dari buku yang di review
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU


Ulos adalah pakaian berupa kain, yang ditenun oleh wanita Batak dengan pelbagai
pola, dan biasanya dijual di pekan-pekan. Menenun kain ulos memerlukan kordinasi yang
baik terhadap sejumlah besar benang menjadi sepotong kain utuh yang digunakan untuk
melindungi tubuh. Menurut konsep orang Batak, ulos adalah suatu tindakan yang diresapi
oleh suatu kualitas religius dan magis. Oleh karena itu, dalam pembuatan dan pemungsiannya
disertai sejumlah pantanga. Dalam kepercayaan masyaakat Batak, ulos dianggap sebagai
benda yang diberkati oleh kekuatan supernatural. Panjangnya harus tepat, kalau tidak dapat
membawa kematian dan kehancuran pada tondi (roh) si penenun. Jika ulos dibuat dengan
pola tertentu maka ia dapat digunakan sebagai pembimbing dalam kehidupan.Ulos adalah
salah satu sarana yang dipakai oleh hula-hula (pihak pemberi isteri) untuk mengalihkan
sahala (kekuatan diri)nya kepada boru (pihak penerima isteri). Ulos memancarkan pengaruh
yang melindungi tidak hanya badan tetapi juga tondi (ruh) orang yang dikenakan ulos. Kata
ulos juga menjadi istilah yang digunakan untuk pemberian berupa barang selain kain,
misalnya tanah. Jika selembar kain yang terbentang, ulos herbang diberikan, maka ulos
itu pun dibentangkan menutupi badan bagian atas dari si penerima, diiringi dengan kata-kata
yang bersesuaian seperti: “Sai horas ma helanami maruloshon ulos on, tumpahon ni
Ompunta martua Debata dohot tumpahon ni sahala nami. Artinya: “Selamat sejahteralah kau
menantu kami, semoga peruntungan baik menjadi milikmu dengan memakai kain ini dan
semoga berkat Tuhan Yang Maha Pengasih dan sahala kami menopangmu.”
Ulos yang memiliki nilai budaya paling tinggi adalah ulos ni tondi (ulos roh),
biasanya diberikan orang tua kepada anak perempuannya, pada saat menunggu bayinya yang
pertama, dan orang tua datang untuk mangupa (memberkati)nya.
Di Toba, Mandailing, dan Angkola disebut ulos, di Simalungun disebut hiou, di Karo
disebut uis dan di Pakpak disebut oles. Dalam masyarakat tersebut penggunaan istilah yang
hampir sama ini memiliki makna yang juga hampir sama. Ulos adalah kain tenun khas Batak
berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-
anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat Batak
yang berbunyi ijuk pengihot ni hodong. Ulos penghit ni halong, yang artinya ijuk pengikat
pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang di antara sesama.
Dalam konteks budaya etnik natif Batak Sumatera Utara, pada mulanya fungsi ulos
adalah untuk menghangatkan badan, tetapi kini ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal
lain dalam segala aspek kehidupan orang Batak. Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
orang Batak. Setiap ulos mempunyai sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau
benda tertentu. Dalam pandangan suku Batak, ada tiga unsur yang mendasarkan dalam
kehidupan manusia, yaitu darah, nafas, dan panas. Dua unsur terdahulu adalah pemberian
Tuhan, sedangkan unsur ketiga tidaklah demikian. Panas yang diberikan matahari tidaklah
cukup untuk menangkis udara dingin dipemukiman suku bangsa Batak, terutama di waktu
malam. Dalam persepsi masyarakat Batak, ada tiga sumber yang memberi panas kepada
tubuh manusia, yaitu matahari, api, dan ulos. Ulos berfungsi memberi panas yang
menyehatkan badan. Dikalangan orang Batak sering terdengar istilah mengulosi yang artinya
memberi ulos, atau menghangatkan dengan ulos. Dalam kepercayaan orang-orang Batak,
tondi (jiwa) pun perlu diulosi, sehingga kaum pria yang berjiwa keras mempunyai sifat-sifat
kejantanan dan kepahlawanan, dan orang perempuan mempunyai sifat-sifat ketahanan untuk
melawan guna-guna.

1. Ulos ragi idup, yang tertinggi darjatnya, sangat sulit pembuatannya. Ulos ini terdiri atas
tiga bahagian, yaitu dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bahagian tengah yang ditenum
tersendiri dengan sangat rumit. Bahagian tengahnya terdiri ata tiga unsur, yaitu bahagian
tengah atau badan, dan dua bahagian lainnya sebagai ujung tempat pigura lelaki (pinarhalak
hana) dan ujung tempat pigura perempuan (pinarhalak boru-boru). Setiap pigura diberi
beraneka ragam lukisan, antara lain antiganting sigumang, batuhi ansimun, dan lainnya..
Warna, lukisan, serta corak (ragi) memberi kesan seolah-olah ulos benar-benar hidup,
sehingga orang menyebutnya ragi idup, yaitu lambang kehidupan. Setiap rumah tangga Batak
Toba mempunyai ulos ragi idup. Selain lambang kehidupan, ulos ini juga lambang doa restu
untuk kebahagian dalam kehidupan, terutama dalam hal keturunan, yakni banyak anak (gabe)
bagi setiap keluarga dan panjang umur (saur sarimatua). Hal ini selaras dengan tujuan orang
Batak Toba hidup di dunia yaitu memiliki harta, keturunan, dan jabatan, yang lazim disebut
dengan tiga ha yaitu, hagabeon (keturunan), hasangapon (harta), dan hamoraon (strata
sosial). Dalam upacara adat perkawinan, ulos ragidup diberikan oleh orng tua pengantin
perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai ulos pargomgom yang maknanya agar
besannya ini atas izin Tuhan Yang Maha Kuasa tetap dapat melalui bersama sang menantu
anak dari si pemberi ulos tadi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa, ulos adalai kain khas suku
batak yang memiliki banyak arti. Ada yang untuk digunakan pada saat pesta
pernikahan, ada pula yang digunaan pada upacara kematian. Ulos memiliki banyak
motif,dan motif tersebut tergantung dari keinginan si pembuat ataupun sesuai
permintaan.

B. SARAN
Demikian makalah ini kami tulis dengan keterbatasan ilmu yang kami
miliki. Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, oleh
karena itu kami menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun
agar makalah kami edepannya dapat menjadi lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai