HSE
HSE adalah sebuah sistem yang wajib dimiliki oleh semua perusahaan untuk memastikan
kegiatan operasional yang mereka lakukan tidak merugikan oleh siapa pun. Umumnya,
untuk mengatur masalah keselamatan kerja dan lingkungan, perusahaan memiliki divisi
atau tenaga pengawas sendiri yang disebut dengan HSE officer.
HSE memiliki beberapa divisi yang memeiliki tugas dan perannya sendiri yang antara
lain HSE officer, HSE supervisor, dan HSE manager. setiap orang dalam bagian HSE di
suatu perusahaan bertanggung jawab atas tugas pokoknya masing-masing terkait
keselamatan kerja seluruh karyawan. Setiap anggota HSE diharapkan mampu mengelola
tugasnya secara cepat dan lugas untuk memastikan bahwa kecelakaan atau kondisi
darurat dapat diatasi tanpa menimbulkan kerugian fisik atau bahkan nyawa.
Adapun peran dan tanggung jawab dari petugas HSE adalah sebagai berikut,
1. Memberi panduan bagi karyawan lain tentang tata cara penanganan kondisi
darurat dasar
2. Memberi penyuluhan terkait kondisi tanggap darurat (kebakaran, persoalan
kelistrikan, dan sebagainya)
3. Menyiapkan diri dalam kondisi darurat apapun dengan cepat dan tanggap
4. Melaksanakan tugasnya dengan komitmen kemanusiaan tinggi
HSE memiliki tujuan atau sasaran yang antra lain :
1. Mencegah Kecelakaan yang Menyebabkan Cedera Fisik
Cedera fisik bisa menurunkan kualitas hidup seseorang dalam jangka
panjang. Adanya penerapan HSE yang baik bisa menghindarkan semua karyawan
dari risiko kecelakaan yang merugikan.
2. Mencegah Penurunan atau Hilangnya Pendapatan
3. Menghindari Tuntutan Hukum
Kelalaian yang terjadi di lingkungan kerja tidak hanya berisiko
mendatangkan kerugian bagi internal perusahaan saja. Kecelakaan kerja yang
menyebabkan karyawan mengalami cacat atau kelalaian proses operasional yang
menyebabkan limbah mengotori lingkungan sekitar berisiko mendatangkan
tuntutan hukum bagi perusahaan.
K3
ERGONOMI
PASIEN SAFETY
A. Pasien safety
Keselamatan pasien merupakan indikator yang paling utama dalam sistem pelayanan
kesehatan, yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam menghasilkan pelayanan kesehatan yang
optimal dan mengurangi insiden bagi pasien (Canadian Patient Safety Institute, 2017). Menurut
Kemenkes RI (2015), keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem yang memastikan
asuhan pada pasien jauh lebih aman. Sistem tersebut meliputi pengkajian risiko, identifikasi
insiden, pengelolaan insiden, pelaporan atau analisis insiden, serta implementasi dan tindak
lanjut suatu insiden untuk meminimalkan terjadinya risiko. Sistem tersebut dimaksudkan untuk
menjadi cara yang efektif untuk mencegah terjadinya cidera atau insiden pada pasien yang
disebabkan oleh kesalahan tindakan
Insiden keselamatan pasien adalah semua kejadian atau situasi yang berpotensi atau
mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian, kerugian dan lain-lain), hal tersebut
dapat dicegah bahkan seharusnya tidak terjadi karena sudah dikategorikan sebagai suatu disiplin.
Dalam Permenkes RI No. 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, insiden keselamatan pasien adalah segala sesuatu yang terjadi secara sengaja atau tidak
sengaja dan kondisi mengakibatkan atau berpotensi untuk menimbulkan cidera pada pasien, yang
terdiri dari Kejadian tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak
Cedera (KTC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC). Insiden keselamatan pasien sewaktu-waktu
dapat terjadi tanpa direncanakan yang dapat membahayakan pasien dan tidak
terpenuhi outcome dalam penyembuhan pasien
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah Terciptanya budaya keselamatan
pasien di Rumah Sakit, Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat, Menurunnya KTD di Rumah Sakit, dan Terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
B. Insiden keselamatan pasien dapat diklasifikasikan sebagai berikut (WHO, 2018):
1. Insiden berbahaya
Insiden yang dapat membahayakan dan merugikan pasien
sehingga planning perawatan tidak sesuai yang diharapkan.
2. Insiden tidak berbahaya
Insiden yang tidak menimbulkan bahaya dan kerugian pada pasien.
3. Insiden nyaris berbahaya
4. Insiden yang tidak membahayakan pasien tetapi memiliki potensi atau resiko untuk
bahaya dan kerugian.
C. Cakupan pasein safety
1. Pengajian resiko
2. Indetifikasi insiden
3. Pengolahan insiden
4. Pelaporan atau anailis insidem
5. Implementasi,dan tindakan lanjut suatu insiden untuk menimalkan terjadinya resiko
D. International pasient safety goals (JCI)
1. Identifikasi pasien secara tepat
Menggunakan minimal 2 identitas pasien dengan kombinasi sebagai berikut :
a. Nama lengkap dan tanggal lahir
b. Nama lengkap dan nomor medical record
c. Nama lengkap dan alamat
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif / improve effective communication
a. Melakukan proses feedback saat menerima instruksi per teleponan
b. Melakukan hand over saat serah terima pasien
c. Melakukan critical result dalam waktu 30 menit
d. Menggunakan singakatan yang dibakukan
3. Meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian /
improve the safety of high alert medications
- Tidak menyimpan elektrolit konsentrasi tinggi diruang perawatan
(termasuk potassium chloride/KCL dan sodium chloride/NACL >0.9%)
- Dalam terapi OT dan TW sangat jarang terjadi, lebih sering terjadi pada
proses operasi
4. Meningkatkan benar lokasi, benar pasien, benar prosedur pembedahan / ensure
correct-site, correct-procedure, correct-patient surgery
a. Melakukan site marking (menandai pasien bagian mana yang mengalami
limitasi)
b. Menggunakan dan melengkapi surgical checklist (apa-apa saja yang harus
dilakukan dalam proses terapi)
c. Melakukan timeout (briefing dalam melakukan terapi)
5. Mengurangi resiko infeksi / reduce the risk of health care-associated infections
Melakukan cuci tangan :
a. Sebelum kontak pasien
b. Sebelum melakukan tindakan aseptic
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan pasien
6. Mengurangi resiko pasien cedera karena jatuh / reduce the risk of patient harm
resulting from fails
a. Melakukan pengkajian awal dan berkala mengenai resiko pasien jatuh
b. Melakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang teridentifikasi
Infeksi nosokomial
A. Infeksi nosocomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat saat berada di rumah sakit karena
alasan lain. Ini juga disebut sebagai infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital-
acquired infection) atau infeksi terkait perawatan kesehatan (health-care associated
infection). infeksi nosokomial terjadi ketika kuman ini membuat seseorang sakit dalam
waktu 48 jam setelah berada rumah sakit. Kamu bisa mendapatkannya di fasilitas
kesehatan mana pun. Jika tidak diobati, infeksi nosokomial dapat menyebabkan masalah
kesehatan yang lebih serius.
B. Jenis Infeksi nosocomial
Ada beberapa jenis infeksi nosokomial yang umum terjadi, antara lain:
Infeksi bakteri: Sebagian besar bakteri tidak berbahaya, tetapi beberapa dapat
menyebabkan penyakit serius. Bakteri adalah penyebab paling umum dari infeksi
nosokomial. Bakteri umum termasuk E. coli Enterococci, Pseudomonas
aeruginosa, dan staphylococcus aereus. Infeksi bakteri ini lebih berbahaya karena
umumnya disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal terhadap antibiotic, misalnya
MRSA atau bakteri penghasil ESBL
Infeksi jamur: Beberapa jamur dapat menyebabkan infeksi menular yang
berbahaya. Jamur yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial
adalah Candida dan Aspergillus.
Infeksi virus: Virus menyebar ke seluruh tubuh dengan meniru kode genetik
alami. Mereka menipu tubuh untuk membuat salinannya, sama seperti tubuh
membuat salinan sel lain. Virus dapat menyebabkan penyakit parah. Infeksi
nosokomial yang umum disebabkan oleh virus adalah influenza dan respiratory
synctial virus (RSV).
C. Gejala Infeksi nosocomial
Gejala infeksi nosokomialakan bervariasi menurut jenisnya. Jenis yang paling umum
adalah: Demam, Batuk, Sesak nafas, Ruam kulit, Denyut nadi cepat, Tubuh terasa ,
lemas, Sakit kepala, Nyeri otot, Mual dan diare, Infeksi saluran kemih (ISK), Infeksi pada
lokasi pembedahan, Gastroenteritis, Meningitis, dan Pneumonia.
D. Penyebab dan faktor risiko
Banyak hal di lingkungan rumah sakit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Di
antaranya:
Antibiotik: Dokter mungkin meresepkan antibiotik untuk mencegah atau
menyingkirkan infeksi yang ada saat kamu berada di rumah sakit. Banyak jenis
bakteri dalam tubuh yang sehat dan membunuh bakteri berbahaya. Karena
antibiotik membunuh bakteri baik maupun bakteri jahat dalam tubuh, maka
meminumnya dapat meningkatkan risiko infeksi nosokomial.
Kateter urine: Ini adalah tabung yang dimasukkan melalui uretra ke dalam
kandung kemih. Kateter dapat membantu selama operasi atau perawatan lain
ketika kamu tidak bisa bangun untuk menggunakan kamar mandi untuk waktu
yang lama. Kateter yang dipasang terlalu lama dapat menyebabkan ISK bakteri.
Ventilator: Ini adalah mesin yang membantu pasien bernapas dengan mendorong
udara masuk dan keluar dari paru-paru. Bakteri dapat hidup di dalam ventilator
dan masuk ke dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan pneumonia.
Alat akses vena sentral (central venous catheter): Ini merupakan adalah tabung
yang menghubungkan leher, dada, lengan, atau selangkangan untuk mengantarkan
obat langsung ke aliran darah. Kuman dapat melewati tabung dan menyebabkan
infeksi aliran darah yang berbahaya. Kuman ini dapat hidup di sarung tangan
medis, di kulit tempat selang dimasukkan, atau di ujung luar tabung.
Tidak membersihkan dengan benar sebelum operasi: Operasi melibatkan
pemotongan ke kulit. Kuman berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh jika kulit
atau rambut atau alat bedah tidak sepenuhnya bersih sebelum operasi.
Faktor risiko
Siapa pun yang dirawat di fasilitas kesehatan berisiko terkena infeksi nosokomial. Untuk
beberapa bakteri, risiko mungkin juga bergantung pada:
1. Berusia lanjut atau masih bayi
2. Memiliki riwayat menggunakan antibiotic jangka panjang
3. Menggunakan infus, kateter urine, dan tabung endotrakeal.
4. Menderita koma, cedera berat, luka bakar, atau syok
5. Memiliki daya tahan tubuh lemah
6. Sering terkena kontak dengan pasien penyakit menular tanpa menggunakan
pelindung sop
7. Menggunakan alat bantu pernafasan
8. Mendapatkan perawatan yang lama di icu
9. Jika dalam kondisi koma.
10. Apabila pernah mengalami syok.
11. Menjalani prosedur operasi, seperti operasi jantung, tulang,tranplantasi organ, dan
operasi implant alat medis
E. Diagnosis dan pengobatan infeksi nosocomial
1. Tes darah
Tes ini biasanya bertujuan untuk mendiagnosis infeksi nosokomial yang
menyerang aliran darah.
2. Tes urine
Untuk mengetahui ada tidaknya infeksi padda saluran kemih, termasuk untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi
3. Kultur dahak
Untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi saluran pernafasan
4. Kultur darah, dahak, atau cairan luka operasi
Digunakan untuk memastikan keberadaan dan jenis dari bakteri, jamur atau
parasite yang menyebabkaninfeksi
5. Tes pencitraan
Terkadang, juga dilakukan tes, seperti x-ray, CT scan, dan MRI, untuk
mendeteksi adanya infeksi di dalam tubuh
F. Komplikasi Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan berbagai komplikasi,
seperti:
Infeksi jantung (endokarditis)
Infeksi tulang (osteomielitis)
Infeksi pada selaput pelindung organ pencernaan (peritonitis)
Infeksi selaput otak (meningitis)
Sepsis
Kumpulan nanah di dalam paru (abses paru)
Kerusakan organ
Pembusukan organ (gangren)
Gagal napas
Penyembuhan luka yang lebih lambat
Gagal ginjal
G. Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab seluruh orang yang
berada di rumah sakit, termasuk pasien, pengunjung, serta petugas kesehatan, seperti
dokter dan perawat. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi ini
adalah:
1. Cuci tangan
Penting bagi semua orang yang berada di rumah sakit untuk mencuci
tangan dengan cara yang benar sesuai rekomendasi WHO. Ada lima kondisi wajib
untuk cuci tangan saat berada di rumah sakit, yaitu:
Sebelum memegang pasien
Sebelum melakukan prosedur dan tindakan kepada pasien
Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urine, atau feses)
Setelah menyentuh pasien
Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pasien
2. Jaga kebersihan lingkungan rumah sakit
Lingkungan rumah sakit perlu dibersihkan dengan cairan pembersih atau
disinfektan. Lantai rumah sakit perlu dibersihkan sebanyak 2–3 kali per hari,
sementara dindingnya perlu dibersihkan setiap 2 minggu.
3. Gunakan alat sesuai dengan prosedur
Tindakan medis dan penggunaan alat atau selang yang menempel di tubuh, seperti
infus, alat bantu napas, atau kateter urine, harus digunakan dan dipasang sesuai
standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di tiap-tiap rumah sakit atau
sarana kesehatan.
4. Tempatkan pasien berisiko di ruang isolasi
Penempatan pasien harus sesuai dengan kondisi dan penyakit yang diderita.
Contohnya, pasien dengan daya tahan tubuh lemah atau pasien yang berisiko
menularkan penyakit ke pasien lain akan ditempatkan di ruang isolasi.
5. Gunakan alat pelindung diri (APD) sesuai SOP
6. taf dan setiap orang yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit perlu
menggunakan alat pelindung diri sesuai SOP, seperti sarung tangan dan masker,
saat melayani pasien.
H. Infection control chain
Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk
menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi.
1. Agen infeksi (infectious agent)
Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada
manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada tiga
faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu:
patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen
infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi, semakin cepat
pula upaya pencegahan dan penanggulangannya bisa dilaksanakan.
2. Reservoir
Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan
penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang,
tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya
3. Portal of exit (pintu keluar)
Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta.
4. Metode Transmisi/Cara Penularan
Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme dari
wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu:
kontak
kontak terdiri dari kontak langsung dan tidak langsung. transmisi langsung
yaitu penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang
sesuai dari pejamu, seperti memandikan pasien, membalikkan pasien saat
memberikan posisi dan menyentuh permukaan tubuh pasien. Sedangkan
Transmisi tidak langsung yaitu penularan mikroba patogen yang
memerlukan adanya “ media perantara “ seperti jarum, peralatan
instrument yang terkontaminasi, tangan terkontaminasi tidak cuci tangan,
dan pemakaian sarung tangan yang tidak diganti diantara pasien.
Droplet (percikan) Percikan (droplet transmission) yaitu penularan
mikroorganismen melalui batuk, bersin, berbicara dan saat melakukan
tindakan khusus.
Airborne Transmisi (melalui udara), transmisi terjadi ketika menghirup
udara yang mengandung mikroorganisme patogen. Mikroorganisme yang
ditransmisikan melaui udara seperti mycobacterium tuberculosis, rubella
dan varicella virus
5. Portal of entry (pintu masuk)
Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang
rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau
melalui kulit yang tidak utuh
6. Susceptible host (Pejamu rentan)
Susceptible host adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun sehingga
tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan
adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.