Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PARADIGMA AL-QUR’AN DAN HADITS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits

Dosen pengampu : Bapak M. Imamuddin, M,A

Disusun oleh :

Ramadhan Tri Nanda (210605110071)


Muhammad Putra Zidannizar (210605110043)
Yuwatsiqul Aqwam (210605110160)

KELAS E
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas rahmat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya terutama hikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kita bisa
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Studi Al-Qur‟an dan Hadits dengan judul
“PARADIGMA Al-QUR‟AN DAN HADITS” dengan lancar.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh
dari buku panduan yang berkaitan dengan Studi Al-Qur‟an dan Hadits, serta informasi dari
media massa yang berhubungan dengan Paradigma Al-Qur‟an dan Hadits, tak lupa
penyusun ucapkan terima kasih kepada Bapak M.Imamuddin, M.A selaku pengajar mata
kuliah Studi Al-Qur‟an dan Hadits atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah
ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon
maaf. Dengan penuh kesadaran hati menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan agar membangun
kesempurnaan dalam makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi almamater, teman
teman, maupun siapa saja yang berkenan membacanya.

Malang, 03 September 2022


Penulis

(……………………………)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................2
DAFTAR ISI .............................................................................................................3
1. PENDAHULUAN.................................................................................................4
1.1. Latar Belakang .................................................................................................4
2. PEMBAHASAN ...................................................................................................5
2.1 Pengertian Al-Qur‟an ........................................................................................5
2.2 Pengertian Hadits ..............................................................................................7
2.2.1 Hadits Qudsi ..............................................................................................9
2.2.2 Hadits Nabawi .........................................................................................10
2.3 Perbedaan Al-Qur‟an, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi ...............................11
2.3.1 Perbedaan Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi .....................................11
2.3.2 Perbedaan Hadits Qudsi dan Al-Qur‟an ..................................................12
2.4 Hubungan Al-Qur‟an dan Hadits ....................................................................12
2.5 Keutamaan Al-Qur‟an.....................................................................................14
2.5.1 Al-Qur‟an Adalah Kalam Allah Yang Diturunkan ..................................14
2.5.2 Al-Qur‟an Adalah Kemuliaan Bagi Bangsa Arab Secara Khusus Dan
Umat Manusia Secara Umum ............................................................................15
2.5.3 Al-Qur‟an Menuntun Ke Jalan Yang Paling Lurus ..................................19
3. PENUTUP ...........................................................................................................20
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................21
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan dan
kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam
meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat dan
kelestarian atau keseimbangan alam. Merunut kembali catatan peradaban umat manusia,
sejarah telah memperlihatkan betapa peradaban yang dijiwai nilai-nilai Islam pernah
mengalami kejayaan selama sekian abad yang terbentang dari Andalusia sampai dataran
Turkistan. Hal tersebut terkait dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
didorong oleh semangat memperluas berbagai aspek pendidikan yang dimotivasi oleh
spirit Al-Qur‟an dan Hadits.

Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lima belas abad silam
dengan sebuah awalan perintah untuk membaca (Iqra‟) yang dalam konteks luas menjadi
seruan untuk membaca, mengkaji, menganalisis, dan meneliti fenomena diri dan sekitar
yang dalam aplikasi turunannya dikemudian hari telah melahirkan sebuah masyarakat
berpendidikan danmenghasilkan sebuah karakter peradaban islami yang kemudian
menjadi titik tolak peradaban Barat yang kini menghegemoniarah sejarah peradaban
manusia masa kini.

Bagi umat Muslim, menjadikan Al-Qur‟an dan hadits sebagai inspirasi sekaligus
paradigm dalam mewujudkan atau mendesain pendidikan bukanlah hal yang bersifat
utopis dan berlebihan justru merupakan suatu keniscayaan mengingat Al-Qur‟an dan
hadits merupakan sumber utama sekaligus menjadi basis referensi dalam perumusan
hukum Islam. Sebagai sebuah paradigma,maka hal tersebut akan terwujud dalam kerangka
yang menjadi tolok ukur sejauh mana semangat dan pesan Al-Qur‟an dan hadits
direalisasikan dalam mengupayakan ilmu pengetahuan islami.
2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur‟an secara bahasa berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qira’atan –


'qur’anan, yakni sesuatu yang dibaca atau bacaan. Sedangkan secara istilah merupakan
Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan sampai kepada kita secara
mutawatir serta membacanya berfungsi sebagai ibadah.1

Penyebutan lafadz Allah dalam pengertian Al-Qur‟an dimaksud untuk


membedakan antara perkataan malaikat, jin, dan manusia dengan kalamullah (Al-Qur‟an)
itu sendiri. Adapun kata al-munazzal maksudnya membedakan Al-Qur‟an dari kalamullah
yang lainnya, karena langit dan bumi beserta isinya juga bagian dari kalamullah.
Sedangkan kalimat „ala Muhammad saw. dimaksud untuk membedakan wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan
Rasul sebelum beliau. Adapun redaksi al-muta‟abbad bi tilawatihi maksudnya Al-Qur‟an
merupakan firman Allah yang dibaca setiap melaksanakan ibadah.2

Sebagian ulama‟ ada yang menambahkan sifat lain dari definisi Al-Qur‟an.
Redaksi tambahan dari Ali ash-Shabuni yaitu al-mu‟jiz bi wasithati alamin Jibril as. Al-
maktub fi al-mushaf, al-mabdu bi surati al-Fatihah wa al makhattam bi surati an-Nas.
Namun, menurut pendapat Yunahar Ilyas pengertian yang disuguhkan oleh ash-Shabuni
lebih tepat kepada pengertian mushaf bukan Al-Qur‟an. Karena yang dimaksud dengan
Al-Qur‟an bukan saja yang tertulis di dalam mushaf, melainkan yang dibaca secara lisan
berdasarkan kemampuan hafalan. Apalagi pada era teknologi saat ini, Al-Qur‟an tidak
hanya berwujud mushaf yang tertulis melainkan juga berbentuk digital, compact disc dan
audio (rekaman).3

1
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Qahirah: Maktabah Wahbah,tt), 14.
2
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Itqan Publising, 2014), 16.
3
Muhammad ‘Ali ash-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Makkah: Nasyru Ihsan, 2003), 6. Lihat juga
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Itqan Publising, 2014), 17.
Selain sebagai firman Allah kepada Nabi saw. Al-Qur‟an juga sebagai mukjizat
daripada Nabi saw. Mukjizat sendiri berarti sesuatu yang melemahkan atau perkara yang
keluar dari kebiasaan (Amru Khariju Lil‟adah). Dikatakan sebagai mukjizat karena pada
saat itu masyarakat Arab Jahiliyah pandai dalam membuat sastra Arab (syair), sastra Arab
pada saat itu berada dalam puncak kejayaan sehingga membuat manusia berbondong-
bondong, berlomba-lomba dalam membuat syair, dan syair yang terbaik akan ditempel di
dinding Ka‟bah dan membuat yang bersangkutan merasa sombong.4

Setelah datangnya Al-Qur‟an kepada Nabi saw. Masyarakat Arab terkagum-kagum


dan takjub akan lantunan yang terdapat pada Al-Qur‟an, mereka mengatakan bahwa Al-
Qur‟an adalah buatan Nabi saw. Bukan firman dari Allah SWT. akan tetapi itu semua
tidak benar karena Nabi adalah seorang yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis)
dan dibantah oleh Al-Qur‟an. Jika memang benar Al-Qur‟an adalah syair buatan manusia
(Muhammad SAW) maka masyarakat jahiliyah dituntut untuk membuat syair yang
seindah seperti al-qur’an, dan terbukti mereka tidak sanggup. Firman Allah SWT.
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al
Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang
yang benar.” (Q.S. al-Baqarah : 23)

Turunnya al-Qur’an tidaklah sekali dalam bentuk mushaf yang terdapat pada saat
ini, melainkan al-Qur’an turun secara periodik atau bertahap. Tujuan dari turunnya yang
bertahap ini dimaksud agar memperbaiki umat manusia, diantaranya sebagai penjelas,
kabar gembira, seruan, sanggahan terhadap musyrikin, teguran dan juga ancaman. Akan
tetapi ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’ berkenaan dengan proses turunnya
alQur’an, ada pendapat yang mengatakan bahwa al-Qur’an turun pada malam hari
(lailatu al-qadar), ada pula pendapat yang mengatakan bahwa turunnya al-Qur’an melalui
tiga proses tahapan. Tahap pertama diturunkan di Lauh al-Mahfudz, kemudian diturunkan
ke langit pertama di Bait al-Izzah, dan terakhir diturunkan kepada Nabi Muhammad

4
Nor Kandir, Al-Qur’an Sumber Segala Ilmu (Pustaka Al-Mandiri, 2016), 10-11.
secara berangsur-angsur dan sesuai kebutuhan serta peristiwa yang sedang terjadi atau
dihadapi oleh Nabi SAW.5
Meskipun terdapat perbedaan mengenai proses turunnya al-Qur’an, amun pada
intinya al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur. Tujuan dari proses tersebut
diantaranya memenuhi kebutuhan nabi dan kaum muslimin, bentuk keperluan yang
dibutuhkan nabi akan proses turunnya al-Qur’an secara beransur-ansur diantaranya
untuk meneguhkan hati nabi karena setiap proses turun ayat disertai dengan suatu
peristiwa tertentu, dan agar mudah untuk dihafal.6 Menurut Ahmad von Denfer, proses
turunnya alQur,an adalah masalah pengalaman yang sulit bagi Nabi, supaya perintah
Allah dapat diterapkan secara bertahap dan lebih mudah untuk dipahami, ringan
diaplikasikan, mudah diingat atau dihafalkan oleh orang mukmin pengikut Rasulullah
saw.7

2.2 Pengertian Hadits


Secara etimologi Hadits berasal dari kata (‫ )حيدث – حدث‬artinya al-jadid “sesuatu
yang baru” atau khabar “kabar”.8 Maksudnya jadid adalah lawan dari al-qadim (lama),
seakan-akan dimaksudkan untuk membedakan Al-Qur‟an yang bersifat qadim.9
Sedangkan khabar maksudnya berita, atau ungkapan, pemberitahuan yang diungkapkan
oleh perawi Hadits dan sanadnya bersambung selalu menggunakan kalimat haddatsana
(memberitakan kepada kami).10

Secara terminologi, definisi Hadits mengalami perbedaan redaksi dari para ahli
Hadits, namun makna yang dimaksud adalah sama. Al-Ghouri memberi definisi sebagai
berikut; “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan, perbuatan,
taqrir, atau sifat.”11

5
Muhammad Abdu al-‘Adzim al-Zarqani, Manahilu al-‘Irfan (al-Qahirah: Dar al-Hadi: 2001), 41- 45.
6
Amroeni Drajat, Ulumu Qur’an: Pengantar Ilmu-Ilmu al-Qur’an (Depok: Kencana, 2017), 35.
7
Ahmad von Denffer, Ilmu al-Qur’an: Pengenalan Dasar, Terj. Ahmad Nasir Budiman (Jakarta: Rajawali
Pers, 1988), 23
8
Abdu al-Majid al-Ghouri, Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2007), 10.
9
Mustafa al-Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature (USA: American Trust Publication,
2012), 1.
10
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2015), 2.
11
Abdu al-Majid al-Ghouri, Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah, 10
Maksud dari qaul (perkataan) adalah ucapan, dan fi‟il (perbuatan) ialah perilaku
Nabi yang bersifat praktis, dan taqrir (keputusan) sesuatu yang tidak dilakukan Nabi tetapi
Nabi tidak mengingkarinya, dan sifat maksudnya adalah ciri khas dari kepribadian Nabi.
Selain pengertian Hadits di atas, istilah Hadits juga sering disamakan dengan istilah
Sunnah, Khabar, dan Atsar, sebagaimana berikut;
a) Sunnah
Kata Sunnah berarti jalan yang terpuji. Sunnah ialah segala sesuatu yang
ditinggalkan oleh Rasulullah saw. berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat fisik,
atau akhlak, serta perilaku kehidupan baik sebelum diangkat menjadi Rasul (seperti
mengasingkan diri yang beliau lakukan di Gua Hira‟) atau setelah kerasulan beliau.
Adapun menurut “Ulama‟ Fiqh”, Sunnah merupakan segala sesuatu yang datang
dari Nabi yang bukan fardhu dan tidak wajib.12
Dari definisi diatas keduanya mempunyai nilai yang sama, yakni sama-
sama disandarkan kepada dan bersumber dari Nabi saw. jika dari fungsinya
Ulama‟ Hadits mempertegas bahwa Nabi saw. sebagai teladan kehidupan. Adapun
Ulama fiqh berpendapat bahwa Nabi saw sebagai syar‟i yakni sumber hukum
Islam.

b) Khabar
Secara bahasa Khabar artinya al-Naba‟ (berita). Selain itu khabar juga
berarti Hadits, sebagai mana telah dijelaskan di atas. Khabar berbeda dengan
Hadits, Hadits adalah sesuatu yang datang dari Nabi, sedangkan khabar ialah berita
yang datang selain dari Nabi. Maka dapat disimpulkan bahwa khabar lebih umum
daripada Hadits.13

c) Atsar
Secara etimologi atsar berarti “sisa atau suatu peninggalan” (baqiyat al-
Syai). Sebagaimana dikatakan di atas bahwa atsar adalah sinonim dari Hadits,
artinya ia mempunyai arti dan makna yang sama. Selain itu atsar adalah sesuatu

12
Musthafa ash-Shiba’i, as-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamiy (Dar al-Waraq, tt), 65
13
Mahmud al-Thahan, Taisir Musthalah al-Hadis (Alexandria: Markaz Huda li al-Dirasat, tt), 16.
yang disandarkan kepada sahabat dan tabi‟in, yang terdiri dari perkataan atau
perbuatan.14
Mayoritas Ulama‟ lebih condong atas pengertian khabar dan atsar untuk
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw dan demikian juga kepada
Sahabat dan tabi‟in.15
Jika ditinjau dari segi makna Hadits, maka hadits dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu Hadits Qauli, Hadits Fi‟li, dan Hadits Taqriri. Adapun macam-macam Hadits
jika ditinjau dari segi penyandarannya maka ada dua macam, yakni Hadits Nabawi
(yang disandarkan kepada Nabi) dan Hadits Qudsi (yang disandarkan kepada
Tuhan/ Allah).

2.2.1 Hadits Qudsi


Kata qudsi dinisbahkan kepada kata quds (kesucian). Nisbah ini
menunjukkan ras ta‟zhim (hormat akan kebesaran dan kesuciannya), oleh karena
kata itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian secara bahasa. Maka kata
taqdis berarti mensucikan Allah. Taqdis sama dengan tathhir, dan taqaddasa
dengan tathahhara (suci, bersih).16 Hadits Qudsi ialah hadits yang oleh Nabi s.a.w
disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi meriwayatkannya bahwa itu adalah
kalam Allah. Maka Rasul menjadi perawi kalam Allah ini dengan lafal dari Nabi
sendiri.17

Ada dua periwayatan Hadits Qudsi18 , yaitu :


1. Rasulullah SAW. bersabda “seperti yang diriwayatkannya dari Allah azza
wa Jalla.”19 Contohnya: Diriwayatkan oleh Imam muslim dalam shahihnya
dari Abu Dzar ra dari Nabi seperti yang diriwayatkan dari Allah,
bahwasannya Allah berfirman: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku

14
Mahmud al-Thahan, Taisir Musthalah al-Hadis, 16
15
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Mutiara Sumber Dewi, 1998), 46.
16
Manna‟ Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta: Litera AntarNusa, 2013), Cet 16,, Hlm, 24.
17
Ibid.
18
Manna‟ Khalil al-Qattan. Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), Cet. Hlm, 25
19
Ibid, Hlm, 24
telah mengharamkan perbuatan zalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula
untuk kalian, maka janganlah saling menganiaya diantara kalian.”
2. Rasulullah bersabda, “Allah berfirman .. ”20. Contohnya: diriwayatkan oleh
Imam bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Allah
Ta‟ala berfirman, „Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku,
dan Aku bersamanya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku
niscaya Aku akan mengingatnya.”

2.2.2 Hadits Nabawi


Hadits Nabawi adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Yang berupa perkataan
seperti perkataan Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan setiap orang
bergantung pada niatnya” . 21
Sedangkan yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya pada sahabat
menganai bagaimana caranya mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan :
“Sholat seperti kamu melihat aku melakukan sholat.”22
Juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji, dalam hal ini Nabi
SAW Berkata :
”Ambilah dari padaku manasik hajimu.”23

Sedang yang berupa persetujuan ialah seperti beliau menyetujui suatu


perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan maupun perbuatan,
baik dilakukan di hadapan beliau atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya.
Misalnya mengenai makan biawak yang dihidangkan kepadanya; dan
persetujuannya dalam sebuah riwayat, Nabi SAW mengutus orang dalam suatu
peperangan. Orang itu membaca suatu bacaan dalam shalat yang diakhiri dengan

20
Ibid
21
Sebagian dari hadits panjang riwayat Bukhari dari Umar bin Khattab
22
Hadits Bukhari.
23
Hadits Muslim, Ahmad dan Nasa‟i.
qul huwallahu ahad. Setelah pulang, mereka menyampaikan hal itu kepada Nabi.
Lalu kata Nabi “Tanyakan kepadanya mengapa dia berbuat demikian!” Mereka
pun menanyakannya. Dan orang itu menjawab: “Kalimat itu adalah sifat Allah dan
aku senang membacanya”. Maka jawab Nabi:
“Katakan kepadanya bahwa Allah pun menyenangi dia.”24

Dan yang berupa sifat adalah riwayat seperti,”bahwa Nabi SAW itu selalu
bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar,
tidak suka berteriak keras, tidak pula berbicara kotor dan tidak juga suka
mencela....”.

2.3 Perbedaan Al-Qur’an, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi


Sebelum mengemukakan tentang perbedaan antara Al-Qur‟an, Hadits
Qudsi dan Hadits Nabawi, maka penulis memandang perlu untuk menjelaskan
kembali secara sepintas tentang definisi daripada hadits qudsi dan hadits nabawi.
Hadits Qudsi adalah perkataan-perkataan yang disabdakan Nabi SAW.
Dengan mengatakan “Allah berfirman..” Nabi menyandarkan perkataan itu kepada
Allah beliau meriwayatkan dari Allah SWT., Menurut Ath Thibi sebagaimana
dikutip M. Hasbi Ash Shiddieqy bahwa hadits qudsi merupakan titah Tuhan yang
disampaikan kepada Nabi didalam mimpi atau dengan jalan ilham, lalu Nabi
menerangkan apa yang dimimpikannya itu, dengan susunan perkataan beliau
sendiri serta menyandarkan kepada Allah. Hadits qudsi disebut juga dengan hadits
ilahi dan hadits rabbani.

2.3.1 Perbedaan Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi


Terdapat perbedaan antara Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi25, yaitu:

24
Hadits Bukhari dan Muslim.
25
Manna‟ Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta: Litera AntarNusa, 2013) Cet. 16, Hlm, 28.
1. Hadits Nabawi bersifat tauqifi, yaitu kandunganya yang diterima oleh
Rasulullah adalah wahyu. Dan ia menjelaskannya kepada manusia dengan
kata katanya sendiri;
2. Hadits Nabawi bersifat taufiqi, yaitu Rasulullah s.a.w. menyimpulkan Al-
Qur‟an menurut pemahamannya dengan pertimbangan dan ijtihad;
3. Hadits Qudsi itu maknanya dari Allah, dan dalam periwayatannya
Rasulullah menyandarkannya kepada Allah.

2.3.2 Perbedaan Hadits Qudsi dan Al-Qur’an


Sementara itu terdapat perbedaan antara Hadits Qudsi dan Al-Qur‟an26,
diantaranya :
1. Kandungan isi dan redaksi Al-Qur‟an merupakan firman Allah s.w.t, tanpa
ada satu huruf pun yang berubah, sedangkan Hadits Qudsi kandungan isi
dari Allah sedangkan lafal (redaksi)nya Nabi SAW;
2. Di dalam Al-Qur‟an dikenal istilah surat dan ayat, sementara dalam Hadits
Qudsi tidak dikenal istilah tersebut;
3. Al-Qur‟an pasti shahih, sementara Hadits Qudsi ada yang shahih dan dhaif;
4. Ayat Al-Qur‟an dapat digunakan sebagai bacaan surat dalam shalat,
sementara Hadits Qudsi tidak;
5. Al-Qur‟an merupakan mukjizat, sementara Hadits Qudsi bukan mukjizat.

2.4 Hubungan Al-Qur’an dan Hadits


Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur‟an sangatlah
berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-
Qur‟an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan
hukum dalam Al-Qur‟an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak
tujuan yang digariskan. Tetapi pengalaman hukum Allah diberi penjelasan oleh Nabi.

26
Manna‟ Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta: Litera AntarNusa, 2013) Cet. 16, Hlm, 26.
Dengan demikian bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah dalam Al-
Qur‟an secara sempurna dapat dilaksanakan oleh umat.

Sebagaimana dalam uraian tentang Al-Qur‟an telah dijelaskan bahwa sebagian


besar ayat hukum dalam Al-Qur‟an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah
belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian keterkaitan
hadits dengan Al-Qur‟an yang utama adalah berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur‟an.
Dengan demikian bila Al-Qur‟an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka
hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani maka dalam
hubungannya dengan Al-Qur‟an, Hadits menjalankan fungsi sebagai berikut:

Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Qur‟an atau


disebut fungsi ta‟kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti mengulangi apa-
apa yang tersebut dalam Al-Qur‟an. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud
dalam Al-Qur‟an dalam hal:
● Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur‟an
● Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur‟an disebutkan secara garis besar
● Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur‟an disebutkan secara umum
● Memperluas maksud dari suatu yang tersebut dalam Al-Qur‟an

Contoh Hadits yang merinci ayat Al-Qur‟an yang masih garis besar, umpamanya
tentang waktu-waktu shalat yang masih secara garis besar disebutkan dalam surat An-Nisa
: 103
Artinya : “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman.”
Contoh hadits yang membatasi maksud ayat Al-Qur‟an yang adatang dalam bentuk
umum, umpamanya hak kewarisan anak laki-laki dan anak perempuan dalam surat An-
Nisa :11
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.
Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”
Ayat itu dibatasi atau dikhususkan kepada anak-anak yang ia bukan penyebab kematian
ayahnya.

Contoh Hadits memperluas apa yang dimaksud oleh Al-Qur‟an, umpamanya firman Allah
yang melarang seorang laki-laki memadu dua orang wanita yang bersaudara dalam surat
An-Nisa ayat 23 yang artinya :
“dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau.” (Q.S An-Nisa :23).

2.5 Keutamaan Al-Qur’an

2.5.1 Al-Qur’an Adalah Kalam Allah Yang Diturunkan


Cukuplah menjadi bukti bahwa Al-Qur'an itu memiliki keutamaan dan kemuliaan,
ketika ia merupakan Kalam (perkataan) Allah SWT yang Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana, Maha Berkah lagi Maha Tinggi. Dari-Nya ia diturunkan dan kepada-Nya pula
ia kembali. Allah SWT berfirman:
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan
kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian
antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum
yang tidak mengetahui.” (Q.S. Al- Taubah: 6).

Ayat ini menerangkan bahwa Al-Qur‟an yang dibaca dan didengar serta tertulis di
lembaran-lembaran mushaf itu adalah Kalam (perkataan) Allah SWT yang sebenarnya. Ia
bukan sekedar penghikayatan bagi Kalam (perkataan) Allah SWT.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa Al-Qur‟an itu juga diturunkan dari sisi Allah
SWT. Maksudnya bahwa Allah SWT berbicara langsung melalui Kalam-Nya, lalu Jibril
„Alaihissalam mendengarkan dari-Nya, kemudian dia menurunkan dan menyampaikannya
kepada Rasulullah SAW, sebagaimana yang dia dengar dari Rabb-nya yang Maha
Tinggi.27

Maka di antara keutamaan Al-Qur'an itu, bahwa sesungguhnya ia adalah


merupakan perkataan Rabb semesta alam, dan ia bukan makhluk. Perkataan yang tidak
ada yang menyerupainya dan sifat (Allah) yang tidak ada bagi-Nya penyerupaan dan
tandingan.

Kalau sekiranya Allah SWT tidak memberikan kekuatan pada hati hamba-hamba-
Nya, niscaya mereka tidak akan sanggup memikulnya. Pastilah hati mereka merasa berat
untuk menanggungnya, bahkan akan menjadi roboh tak berdaya. Lalu dari mana ia bisa
kuat membawanya, sedangkan Allah SWT berfirman:
“Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”
(Q.S. Al-Hasyr : 21).

Lalu di mana kekuatan hati jika dibandingkan dengan kekuatan gunung? Akan
tetapi Allah SWT mengaruniakan kekuatan itu kepada hamba-hamba-Nya agar sanggup
untuk memikulnya. Itulah keutamaan dan rahmat yang diberikan-Nya terhadap mereka.28

2.5.2 Al-Qur’an Adalah Kemuliaan Bagi Bangsa Arab Secara Khusus Dan
Umat Manusia Secara Umum
Secara umum, dahulu Arab hidup dalam kegelapan jahiliyah. Kerusakan
merambah semua kehidupan, mulai dari kerusakan di bidang akidah, ibadah, hukum,
akhlak maupun tatanan hidup sosial. Dengan perantaraan Al-Qur'an, maka mereka telah
merubah jati diri mereka. Al-Qur'an membawa mereka berpindah dari umat yang berada di
lembah kerusakan, kebodohan, dan kejahatan menuju umat yang terangkat derajatnya
27
Lihat Syarh ‘Al-Aqidah Al-Wasithiyyah, Muhammad Khalil Harras, hal. 153-154
28
Lihat Al-Tidzkar fi Afdhal Al-Adzkar, hal. 45
sampai ke puncak kemuliaan dan kesempurnaan. Mereka pun menjadi umat terbaik yang
dikeluarkan untuk manusia. Kemudian mereka meraih izzah (kemuliaan) dan menjadi
pemimpin bagi seluruh umat. Oleh karena itu, Al-Qur'an adalah karunia terbesar bagi
bangsa Arab secara khusus. Mereka telah memelihara eksistensi dan keberadaan mereka
dengan cara menjaga bahasa mereka. Kalau sekiranya Allah SWT tidak memuliakan
mereka dengan menurunkan Al-Qur'an ini kepada mereka, niscaya mereka tetap menjadi
umat yang rusak, seperti yang terjadi pada umat-umat yang lain.

Bahkan Al-Qur'an meluaskan jangkauan kekuasaan bangsa Arab hingga sampai ke


ujung dunia; baik di Asia, Afrika, Eropa (Andalusia) dan lain sebagainya. Sehingga bahasa
Arab menjadi bahasa peradaban yang tinggi dan maju. Dan setiap muslim merasa bahwa
bahasa Arab telah menjadi bahasanya sendiri, karena Allah SWT telah menurunkan Al-
Qur'an dengan bahasa Arab.

Telah menjadi fakta bahwa bahasa Al-Qur‟an merupakan sarana terbesar untuk
mengarabkan (Arabisasi) bangsa-bangsa non Arab, dan juga untuk menyebarkan
pemikiran kaum muslimin dan tsaqafah (wawasan) mereka di tengah-tengah ratusan juta
umat manusia di belahan bumi.

Kaum muslimin khususnya bangsa Arab pada zaman sekarang ini dituntut untuk
menyelamatkan dunia dengan Al-Qur‟an dari kebuasan paham materialisme yang terus
merongrong, merendahkan dan merampas kebaikan umat. Sebagaimana dahulu mereka
(umat Islam) telah membebaskan manusia dari belenggu kekaisaran yang berkasta.29

Terdapat tiga ayat dalam Al-Qur‟an yang menunjukkan dengan terang, bahwa
sesungguhnya Al-Qur‟an itu merupakan kemuliaan dan kebanggaan bagi bangsa Arab
khususnya dan umat Islam pada umumnya. Yaitu:
1. Firman Allah SWT:

29
Lihat Min Asrar ‘Azhamah Al-Qur’an, DR. Sulaiman bin Muhammad Al-Shaghir, hal. 11-13.
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar
bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.”
(Q.S. Az-Zukhruf : 44).

Nash ayat ini sebagaimana disebutkan oleh para pakar tafsir, memiliki dua
pengertian, yaitu:
A. Bahwasanya Al-Qur'an adalah peringatan bagi Nabi Shallallahu `alaihi
wasallam dan kaumnya, yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya
pada hari kiamat, maka tidak ada alasan lagi bagi mereka setelah datang
peringatan ini.
B. Bahwasanya Al-Qur'an telah mengangkat kemuliaan Nabi Shalallahu
`alaihi wasallam dan kaumnya. Dan inilah yang telah benar-benar terjadi.

Adapun bukti bahwa Al-Qur'an telah mengangkat kemuliaan Nabi


Shalallahu `alaihi wasallam, maka ada ratusan juta dari lisan orang-orang yang
beriman melantunkan shalwat dan salam kepada beliau. Menyebutnya dengan
penuh cinta dan kerinduan, di sepanjang malam dan siang sejak 1400 tahun yang
lalu, hingga Allah SWT mewarisi bumi ini dan semua penghuninya.

Adapun mengangkat kemuliaan kaumnya (pengikutnya), maka Al-Qur'an


ini datang kepada mereka ketika manusia sama sekali tidak memandang mereka
berarti, bahkan mereka dianggap tak ubahnya seperti barang yang tak ada
harganya. Lalu Al-Qur'an pun memberikan mereka sebuah peran terbesar dalam
sejarah kemanusiaan ini. Mereka menghadapi dunia dengan Al-Qur'an hingga
seluruh dunia mengenal mereka dan menundukkan dunia kepada mereka dalam
kurun waktu yang panjang ketika mereka berpegang teguh padanya.30

2. Firman Allah SWT:

30
Lihat Fi Zhilal Al-Qur’an, (6/3191)
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya
terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada
memahaminya?” (Q.S. Al-Anbiyaa‟ : 10).

Dan firman-Nya: “Di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu”


maksudnya adalah kemuliaanmu dan kewibawaanmu serta keluhuran
kedudukanmu. Maka jika kamu sekalian mengerjakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi segala apa yang dilarang-Nya, maka akan terangkatlah derajatmu dan
menjadi agunglah segala urusanmu.31

Bangsa Arab tidak memiliki bekal yang memadai untuk mereka


persembahkan kepada manusia selain bekal ini (Al-Qur'an). Dan mereka juga tidak
memiliki pedoman hidup yang dapat mereka berikan kepada manusia, selain
pedoman ini. Sehingga kemanusiaan tidak mengenal mereka, kecuali dengan
Kitab, akidah dan akhlak yang bersumber dari kitab dan akidah ini. Maka mereka
tidak dikenal karena mereka adalah Bangsa Arab saja, karena itu sama sekali tidak
memiliki nilai apa-apa dalam sejarah kemanusiaan.32

3. Firman Allah SWT:


“Shaad, demi Al-Qur’an yang mempunyai keagungan.” (Q.S. Shaad : 1).
Syaikh Al-Sa‟dy rahimahullah mengatakan:
“Maksudnya bahwa ia memiliki nilai yang agung, mulia, sebagai
peringatan bagi hamba-hamba-Nya. Mengajarkan setiap apa yang dibutuhkan oleh
mereka berupa ilmu mengenai nama-nama dan perbuatan Allah SWT, ilmu tentang
hukum-hukum syariat dan pengetahuan tentang hari kiamat dan hari pembalasan.
Ia adalah peringatan bagi mereka tentang prinsip dasar agama dan cabang-
cabangnya.”33

31
Lihat Tafsir Al-Sa’di, (3/269)
32
Lihat Tafsir Al-Sa’di, (4/2370)
33
Tafsir Al-Sa’di, (4/279)
2.5.3 Al-Qur’an Menuntun Ke Jalan Yang Paling Lurus
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih
lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan
amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S. Al-Israa‟ : 9).

Allah SWT menyebutkan pada ayat yang mulia ini, bahwa Al-Qur'an Al-Karim ini
merupakan kitab samawi yang teragung, yang menghimpun semua ilmu, yang diturunkan
paling akhir dari Rabb semesta alam. “Memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus”,
maksudnya memberi petunjuk jalan yang paling lurus, adil dan benar.

Dan ayat ini menerangkan secara global mengenai semua isi kandungan Al-Qur'an;
yaitu berupa petunjuk kepada jalan yang terbaik, adil dan benar. Jika kita ikuti keterangan
rincinya secara menyeluruh, maka kita akan menemukannya pada seluruh Al-Qur'an.
Karena ia mencakup seluruh petunjuk untuk kebaikan hidup di dunia dan akhirat.34

Sehingga semua keadaan yang paling lurus dalam persoalan akidah, akhlak,
perilaku, politik, industri, amal dunia dan akhirat, maka Al-Qur‟an selalu membimbing ke
arahnya, memerintahkan dan memberikan dorongan kepada manusia untuk
menjalankannya.

34
Adhwa’ Al-Bayan, (2/372)
3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hadits ialah sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun penetapan pengakuan. Sedangkan Al-Qur‟an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa arab yang diriwayatkan secara
mutawatir dan membacanya adalah ibadah. Hadits merupakan sumber hukum kedua
setelah al-Quran. Sehingga hadits memiliki berbagai fungsi, yaitu sebagai bayan taqrir,
bayan tafsir, bayan tasyri‟, juga bayan nasakh.

Meskipun demikian, hadits dan al-Quran memiliki beberapa perbandingan.


Diantaranya, al-Quran merupakan kalam Allah yang disampaikan secara mutawatir,
sedangkan hadits adalah dari Nabi yang tidak semuanya diriwayatkan secara mutawatir.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Dausary, Mahmud. (2016). KEUTAMAAN AL-QUR’AN. Malang:


Alukah.

Aji, Septi. (2019). Al-Qur‟an Dan Hadis Sebagai Sumber Hukun Islam.
Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur'an, vol 9, 204-216.

Devina F.A, Gita M, dan Silvia N.S. (2020). Bagaimana Membangun


Paradigma Qur’ani Diakses dari
https://www.academia.edu/44540014/MAKALAH_BAGAIMANA_MEM
BANGUN_PARADIGMA_QURANI_Disusun_Oleh_Kelompok_V

Wisata, Aryo. (2019). Ulumul Qur’an Dan Ulumul Hadits “Perbedaan


Antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi Dan Hadits Nabawi”.Diakses dari
https://www.academia.edu/50820346/Perbedaan_Antara_Al_Qur_an_Hadit
s_Qudsi_dan_Hadits_Nabawi.

Anda mungkin juga menyukai