Anda di halaman 1dari 11

BAGAIMANA MEMBUMIKAN ISLAM DI INDONESIA

Dosen Pengampu:

Di susun oleh :
Kelompok 6
SITI FAHMI RESKIH (220902501022)
MULIATI (220902501028)
MUSKIRA MUSTARI (220902500006)
AULIA YUSUF (220902500001)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan makalah ini  dapat terselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat
serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita,Nabi Muhammad SAW, nabi
yang menjadi rahmatan lilalamin.

Hanya kata syukur yang senantiasa penulis sampaikan sehingga makalah yang
menjadi tugas mata kuliah Analisis Wacana ini bisa terselesaikan sesuai dengan jangka waktu
yang terlah ditentukan. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan,harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun kepada pembaca. Namun demikian tentu saja dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan dan pemilihan
kata yang tepat. Dengan ini, penulis sangat  memohon maaf jika dalam pembuatan makalah
ini banyak kekurangan.

Makassar, 3 september 2022

Penyusun

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................. 2

A. Transformasi Wahyu dan Implikasinya Terhadap Corak Keberagamaan..................2


B. Alasan Perbedaan Ekspresi dan Praktik Keberagamaan............................................3
C. Mengenal Sumber Historis, Sosiologi,Teologi, dan Filosofi tentang Pribumi Islam. .4
D. Membangun Argumen Tentang Urgensi Pribumisasi Islam......................................5

BAB III PENUTUP....................................................................................................................7

A. KESIMPULAN..............................................................................................................7
B. SARAN........................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agam Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasu Nya untuk
dijarkan kepada manusia. Dibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke
generasi selanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat,
hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan mertupkan manifestasi dari sifat rahman dan
Rahim Allah SWT. Mayoritas manusia dibumi ini memeluk agama islam. Banyak juga
yang memilih menjadi muallaf setelah mengetahui semua kebenaran ajaran Nabi
Muhammad SAW. Ini yang tercantum dalam Al-qur’an.
Namun di masa kejayaan islam pada masa sekarang, semakin banyak pula
orang-orang yang beragama islam, tapi tidak mengerti arti islam itu sendiri. Mereka
hanya menjslsnksn syariah atau ajaran-ajaran islam tanpa mengerti makna islam. Ada
juga orang yang islam KTP atau islam hanya sebagai menyempurnakan KTP dari pada
tak tercantum agamanya. Oleh karena itu dimakalah ini aka dibahas mengenai
bagaimana membumikan islam diindosenisa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Transformasi wahyu dan implikasinya terhadap corak keberagaman?
2. Apa Alasan perbedaan ekspresi dan praktik keberagaman?
3. Menggali sumber historis, sosiologis, teologis, dan filosofis tentang pribumisasi
islam?
4. Membangun argument tentang urgensi pribumisasi islam?
C. Tujuan
1. Mengatahui apa saja transformasi wahyu dan implementasi terhadap corak
keberagaman
2. Dapat mengatahui alasan perbedaan ekspresi dan praktik keberagaman
3. Mampu menggali sumber historis, sosiologi, teologis,dan filosofis tentang
pribumisasi islam.
4. Mampu membangun argument tentang urgensi pribumisasi islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Trasformasi Wahyu dan Implikasinya terhadap corak keberagaman


bila dalam sebutan pertama islam adalah agama wahyu yang seolah-olah berada di langit
dan kebenarannya bersifat mutlak, maka pada sebutan kedua islam telah berada di bumi menjadi
relative. Implikasinya, pada dataran ini islam berubah menjadi “islams”.

Dalam ajaran islam, wahyu Allah selain berbentuk tanda-tanda (ayat) yang nirbahasa, juga
bermanifestasi dalam bentuk tanda-tanda (ayat) yang di firmankan. Untuk memudahkan
pemahaman, kita bedakan antara istilah wahyu (dengan “w” kecil) dan Wahyu (dengan “W” besar).
Wahyu dengan w kecil menyaran pada tanda-tanda, instruksi, arahan, nasihat, pelajaran, dan
ketentuan Tuhan yang nirbahasa, dan mewujud dalam alam semesta dan isinya, termasuk dinamika
sosial budaya yang terjadi di dalamnya. Adapun wahyu dengan W besar menyaran pada tanda-
tanda, instruksi, arahan, nasihat, pelajaran, dan ketentuan Tuhan yang di firmankan melalui utusan-
Nya (malaikat) dan diakses secara khusus oleh orang-orang pilihan yang disebut sebagai Nabi atau
Rasul (meskipun kedua istilah ini sebenarnya berbeda, namun sementara ini di anggap sama).

Wahyu (dengan W besar) difirmankan untuk menjawab beberapa permasalahan yang tidak
ditemukan jawabannya dalam tanda-tanda Tuhan yang terbentang, untuk memotivasi manusia agar
makin detil dalam membaca dan memahami alam yang terbentang, sehingga ia bisa memperoleh
makna dari setiap fenomena yang dialaminya tidak hanya itu, Wahyu difirmankan juga untuk
memperpendek proses pembacaan terhadap alam (wahyu yang terbentang). Apabila manusia di beri
kesempatan untuk membaca dan memahami alam dengan segenap potensi nalar, rasa, dan jiwa
yang di milikinya, ia akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai jawaban final. Namun
berkat wahyu, proses yang panjang dan berliku tersebut dapat disingkat sedemikian rupa sehingga
manusia tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan jawaban final kehidupan.

Dalam sejarah peradaban islam ditemukan beberapa contoh perbedaan pemahaman dan
ekspresi keberislaman, terutama setelah Nabi Muhammad meninggal dunia, tepatnya pada masa
khalifah Usman dan Ali. Maka pada masa awal islam di temukan kelompok-kelompok islam dalam
bentuk aliran-aliran terutama antara kubu Umayyah dan Abbasiyah. Dan pada masa pertengahan
atau Islam klasik ditemukan kelompok-kelompok islam dalam bentuk aliran-aliran terutama antara
kubu Umayyah dan Abbasiyah. Dan pada masa pertengahan atau islam klasik ditemukan beragam
kelompok atau mazhab, seperti kelompok islam aliran kalam (khawarij, Maturidyah, Mu’tazilah,
Asyariyah, Qadiriyah, Jabariyah, Syiah dan Syafi’i). Dalam bidang filsafat, Islam pernah memiliki
tokoh-tokoh yang begitu brilian dalam melahirkan ide-ide filosofinya, diantaranya, pertama aliran
Peripatetik kedua aliran iluminasionis (isyaqiyyah) ketiga aliran teosofi transenden atau al-Hikmahal-
Mutaaliyyah (979-1050/1571-160). Dalam bidang tasawuf juga ditemukan tokoh-tokoh yang
melahirkan bentuk dan ekspresi Islam dalam beragam konsep dan ajaran, terutama dalam masalah
persepsi dan pengalaman eksistensialnya setelah melakukan pengembaraan transkosmik dan
menyatu dengan Zat Allah.

2
Semua bentuk aliran dalam islam tersebut selanjutnya melahirkan bentuk persepsi dan sikap
keagamaan yang berbeda-beda, seorang filosof akan melihat dan mengamalkan islam dalam konteks
rasionalitas yang mendalam. Seorang sufi akan memahami dan mempraktekkan islam secara
asoteris dan subtatif. Seorang yang ahli Fiqh akan mengamalkan islam secara formalistis dan
ritualistic. Seorang teolog akan mengmalkan islam secara teologis pula. Pleksibilitas islam
tersebutlah yang memungkinkan lahirnya wajah baru kebersilaman sesuai dengan metode
pendekatan yang dilakukan, namun yang jelas tiap pemahaman dan penafsiran harus tetap berada
dalam wilayah-wilayah yang dibenarkan oleh islam.

Islam memberi kontribusi yang amat signifikan bagi keindonesiaan dan peradaban, baik
dalam bentuk nilai-nilai maupun bangunan fisik. Islam Indonesia ternyata tidak kalah penting di
bandingkan dengan islam di Timur tengah. Fazhlurrahman bahkan mengatakan bahwa islam
Indonesia merupakan corak islam masa depan. Sepk masa Wali Songo, islam di Indonesia memiliki
dua model diatas. Kelompok formalis lebih mengutamakan aspek fikih dan politik kenegaraan,
sedangkan kelompok esensialis memprioritsaskan aspek nilai dan kultur dalam berdakwah. Di era
kemerdekaan sampai dengan era pascareformasi, polemic antara kedua model keberagaman ini
masih tetap ada.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kesesuaian dan ketepatan dalam ekspresi
beragama ditentukan oleh konteks dua budaya, geografis, dan historis. Perbedaaan-perbedaan
ekspresi tersebut semakin memperkaya corak dan model keberagamaan diinternal umat islam itu
sendiri. Beragamnya corak serta model keberagamaan ummat isalam ini semakin memperkaya
khazana budaya islam, disamping semakin memperkokoh islam sebagai rahmatan lil alamin. Jutru
karena islam menerima berbagai perbedaan ekspresi, ia mampu mennebarkan kasih saying ditengah
kehoidupan ummat manusia. Karena dengan menghrgai perbedaan, maka manusia menjadi semakin
terbuka, semakin saling percya, saling berbagi, dan saling menolong untuk mencapai kemeslahatan
bersama.

B. Alasan Perbedaan Ekspresi dan praktik keberagamaan


Dua hal yang mempengeruhi dinamika dan struktur sosial:
1. Agama (memiliki nilai transiden dan dianggap sebagai suatu dogma yang kaku)
2. Budaya (fleksibel sesuai kesepakatan untuk dijadikan standar normative)
Perbedaan karakter kedua hal tersebut mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Hal ini
terjadi karena keyakinan atau doktrin yang dipegang oleh sebiah agama atau organisasi
yang sejenis untuk bisa lebih otoritatif. Ekspresi keberagamaan dalam sejarahnya tidak
pernah tampil dalam wajah yang tunggal. Pertama, ekspresi itu terjadi Karena islam
selalu mengalami proses akulturasi dengan budaya local. Islam jawa dalam beberapa hal
tertentu akan jauh berbeda ekspresinya denan islam sumatera dan Kalimantan. Islam di
arab tentu juga berbeda dengan islam di afrika. Pada akhirnya buda-budaya local itu
banyak menghiasi tampilan wajah peradaban islam. Kedua, keberagamaan itu juga
mungkin lahirn dari eksprwsi pemikiran. Dalam konteks ini, tidak ada satupun dari
disiplin atau teologi tertentu yang memiliki klain otoritatif yang mewakili kajian islam,
meski ranah ini melahirkan Bergama disiplin dan dialektika. Ketiga, pengalaman historis
juga dapat memicu keberagmaan ekspresi keberagamaan dalam bentuk yang lain. Hal ini
disebabkan oleh setiap masa akan melahirkan terminology problematic dan cara

3
penyelesaiaanya sendiri. Bukan hanya itu, setiap ruang juga memiliki tipologinya sendiri
walau dalam termeniologi dan konseksi yang sama. Dengan kata lain prolem-solfik yang
terjadi pada satu masa dan suatu negeri belum tentu relefan dinegeri lainnya.

C. Menggali sumber historis, sosiologis, teologis, dan filosofis tentang pribumisasi islam
Indonesia memiliki kebudayaan adiluhun, dimana itu merupakan sebuah ruang dialog
bagi adanya hal-hal keberadaan. Ini dapat dilihat dari dari falsafah keberbangsaan yang
bunyinya, bhineka tunggal ika. Slogan itu merupakan hasil galian para founding father
bangsa Indonesia dari khazanah kebudayaan yang ada. Artinya, secara historis, Indonesia
merupakan bangsa yang mampu menyelesaikan keberbedaan itu secara harmonis. Jadi,
kekuatan harmonisasi keagamaan di Indonesia itu melalui ruang budaya. Dapat pula dijumpai
dalam sejarah perkembangan islam di nusantara melalui jalur kebudayaan. Hasilnya, islam
menyebar tidak lewat konflik. Malah, pada pelaksanaan islam yang dijalaankan dengan
formulasi baru di Indonesia. Inilah yang disebut dengan konteks kebudayaan Indonesia.
Maka, jadilah format islam-indonesia. Pada sisi lain, para pelaku tindak kekerasan atas nama
agama tidak terlihat sebagai kelompok yang mengakomodir budaya local asli Indonesia.
Alih-alih dalam pandangannya, berbagai budaya asal Indonesia dinilai sebagai sesuatu yang
tahayul, khurafat, bid’ah, klenik, dsb. Maka dari itu, tulisan ini dapat menjangkau sebagai
upaya menengok kembali relasi agama dan budaya dalam menciptakan format keberagaman
di Indonesia yang tanpa kekerasan, sebagaimana kejadian kerap terjadi pada fenomena
keberagaman di masyarakat modern.
Hadirnya Pribumisasi islam KH. Abdulrrahman Wahid, atauyang lebih dikenal
dengan sebutan Gus Dur, telah berupaya menjawab tantangan itu sejak tahun 1980 yang
lewat. Konsep pemikirannya mengenai “Pribumisasi Islam” melalui gagasannya, Gus Dur
merespon secara intens dengan mengajukan alternative antites sebagai penyelesaian atau
mungkin juga wacana counter terhadap gejala-gejala keagamaan masyarakat modern yang
kering, paradox, ahistories, eksklusif, dlsb. Sebagaimana yang telah diuraikan diatas. Ia
masih memperhatikan pentingmnya tradisi, budaya local Indonesia. Karena itu, yang
ditawarkan adalah lokalisasi islam, artikulasi dari keislaman yang harus seba seragaman,
apalagi serba arab. Dia seolah yakin bahwa islam mudah dihayati oleh masyarakat mad’u
(objek dakwah), apabila para da’I atau muballigh (penyebar agama) terlebih dahulu
memperhatikan kebudayaan setempat pada saat islam disebarndan kebih menyenagkan. Ide
“islam pribumi” lahir untuk melawan gagasan otentifikasi islam, yang tidak jarang mengarah
pada fundamentalisme keberagamaan. “islam pribumi” menyakini toiga sifat, yaitu: sufat
konsekstual, islam dipahami sebagai suatu ajaran mengalami perubahan dan dinamika dalam
merespon perubahan zaman. Kedua, islam memahami sebagai agama yang maju, kemajuan
bukan sebagai penyimpangan terhadap ajaran islam melainkan sebagai pemicu untuk
melakukan respons kreatif secara intens. Ketiga, “islam pribumi” memiliki karakter, yaitu
ajaran yang mampu menjawab problem-problem kemanusiaan secara universal tanpa melihat
perbedaan agama dan etnis. Karena itu, keberislaman bukan hanya ritualisme, tetapi lebih
dari itu. Keberislaman untuk kerja kemanusiaan, kemaslahatan, berbagi, dan keadaban.
Karena itu, Gus Dur dengan konsep “pribumisasi islam”nya tidak sependapat kalau proses
islamisasi di Indonesia diarahkan pada proses arabisasi. Sebab, itu hanya akan membuat
tercabutnya masyarakat Indonesia dari akar akomodasi tradisi dan budaya local melakukan
“penafsiran silang” yang saling menghargai dan menyempurnakan.
“pribumi islam” menjadikan agama dan budaya tidak saling mengalahkan,
terwujudnya pola dan nalar keagamaan yang tidak lagi mengambil bentuk yang autentik dari

4
agama, serta berusaha menjembatani jembatan yang selama ini memisahkan antara agama
dan budaya. Dengan demikian, islam tidak lagi dilihat secara tunggal, melaiankan menjemuk.
Tidak ada lagi anggapan bahwa islam di timu-tengah sebagai islam yang murni dan paling
benar, karena islam sebagai agama mengalami historis yang terus berlanjut. “purbumisasi
islam” sesungguhnya mengambil semagat yang telah diajarkan walisongo dalam dakwahnya
ke Wilayah Nusantara abad ke-15 dan ke-16 di pulau jawa. Dala hal ini walisongo telah
berhasil memasukkan nilai-nilai local dalam islam yang khas indonesia. Sejarah terus
berulang menjadi kesadaran-kesadaran baru. Pada era 1990an kritik terhadap model
keberagamaan umat yang masih bercorak puritan kembli walisongo mengakomodasikan
islam sebagai ajaran agama yang mengalaminasi dengan kebudayaan. Sejarah terus berulang
menjadi kesadaran-kesadaran baaru. Pada era 1990an kritik terhadap model keberagamaan
umat yang masih bercorak puritan kembali.

D. Membangun Argumen Tentang Urgensi Pribumisasi Islam


Agenda utama yang harus dilakukan dalam mewujudkan kejayaan umat islam
indonesia adalah mengubah paradigma anak bangsa dalam memandang hubungan islam,
nasionalisme, dan modernitas. Agenda pencerahan tersebut meliputi: Pertama, memahamkan
bahwa perdebatan soal dasar bernegara berupa pancasila dan UUD Tahun 1945, telah usai.
Melalui jalan musyawarah, para pendahulu bangsa telah mendudukkan Indonesia sebagai
negara berketuhanan, tanpa ada sebuah agama negara: Kedua, memahamkan bahwa cinta
tanah air sejalan dengan nilai-nilai islam; Ketiga, memahamkan bahwa islam merupakan
agama yang modern, dalam artian nilai-nilainya dapat menjadi pedoman hidup sepanjang
waktu, seiring dengan perkembangan zaman; Keempat, memahamkan bahwa dengan spirit
islam dan nasionalisme, muslim di indonesia, harus proaktif dalam membangun bangsa dan
negara.
Pribumisasi islam bukanlah ‘jawanisasi’ atau sinkretisme, sebab pribumisasi islam
hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal di dalam merumuskan hukum-hukum
agama, tanpa menambah hukum itu sendiri. juga bukannya upaya meninggalkan norma demi
budaya, tetapi agar norma-norma itu menampung kebutuhan-kebutuhan dari budaya dengan
mempergunakan peluang yang disediakan oleh variasi pemahaman nash, dengan tetap
memberikan peranan kepada Ushul Fiqh dan Qaidah Fiqh. Sedangkan sinkretisme adalah
usaha memadukan teologia atau sistem kepercayaan lama tentang sekian banyak hal yang
diyakini sebagai kekuatan gaib berikut dimensi eskatologisnya dengan islam, yang lalu
membuat bentuk panteisme. Pribumisasi islam adalah bagian dari sejarah islam, baik di
negeri asalnya maupun di negara lain, termasuk indonesia. Kedua sejarah ini membentuk
sebuah sungai besar yang terus mengalir dan kemudian dimasuki lagi oleh kali cabangan
sehingga sungai ini semakin membesar. Bergabungnya kali baru, berarti masuknya air baru
yang menambah warna air yang telah ada. Maksud dari perumpamaan ini adalah bahwa
proses pergulatan dengan kenyataan sejarah tidaklah merubah islam, melainkan hanya
merubah manifestasi dari kehidupan agama islam.
Sebagai contoh, pada mulanya ditetapkan haramnya berjabatan tangan antara laki-laki
dan perempuan yang ajnabi. Ketentuan ini merupakan bagian dari keseluruhan perilaku atau
akhlak orang islam. Ketika ketentuan ini masuk indonesia, masyarakatnya telah memiliki
berbagai kebudayaan. Hasilnya di masyarakat islam saat ini adalah sebagian mereka,
termasuk para birokrat dalam bidang agama dan para pemimpin organisasi, melakukan
jabatan tangan dengan lawan jenis, sedangkan para Kyai yang hidup dengan fiqh secara
tuntas tetap bertahan untuk tidak melakukannya. Lalu apakah dengan demikian bisa

5
disimpulkan bahwa islam telah mengalami erosi di indonesia? Jawabannya adalah ‘tidak’,
sebab islam sebagai sebuah totalitas tetap berjalan seperti sedia kala. Karena para
pemeluknya tetap melakukan shalat, pergi ke masjid, membayar zakat, pergi ke madrasah dan
sebagainya. Dengan kata lain, secara kultural kita melihat adanya perubaahan pada partikel-
partikel dan tidak pada aliran besarnya.
Kesadaran islam nusantara yang rahmatilll’alamin perlu dibumikan kembali di
indonesia seiring dengan maraknya berbagai aliran dan gerakan baru yang dapat memecah
belah NKRI. Diharapkan bagi semua pihak untuk dapat menjalankan gagasan pendirian
lembaga islam nusantara terutama bagi lembaga pendidikan islam, tokoh masyarakat, dan
pejabat pemerintahan untuk suksesi program.

6
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan berdasarkan pada temuan
uraian bab-bab sebelumnya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa kesesuaian dan
ketetapan dalam beragama ditentukan oleh konteks dua budaya yaitu geografis dan
historis. Dan dengan adanya perbedaan dapat memperkaya corak dan model
keberagaman umat islam, serta bisa mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Islam
menyebar di Indonesia tidak melewati konflik melainkan menyebar melalui budaya.
Dengan adanya pribumi islam menjadikan agama dan budaya tidak saling
mengalahkan terwujudnya pola dan nalar keagamaan, pribumisasi islam juga
merupakan bagian dari sejarah islam baik di negara asalnya maupun di negara lain,
termasuk indonesia. Sebagai perumpamaan dari sejarah ini membentuk sebuah sungai
besar yang terus mengalir dan kemudian dimasuki lagi oleh cabang sehingga sungai ini
semakin membesar. Dengan adanya kali baru, berarti masuknya air baru yang
menambah warna air yang ada. Maksud dari perumpamaan di atas adalah bahwa proses
pergulatan dengan kenyataan sejarah tidaklah merubah islam, melainkan merubah
manifestasi dari kehidupan agama islam.
B. SARAN
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah
di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya
penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah ini dengan menggunakan
pedoman dari beberapa sumber yang bisa membangun dari para pembaca.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran
mengenai pembahasan makalah di atas. Kami ucapkan terima kasih juga terhadap
semua pihak yang sudah berpartisipasi di dalam pembuatan makalah ini sehingga bisa
diselesaikan tepat pada waktunya.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/377854925/Makalah-Membumikan-Islam-Di-Indonesia
https://id.scribd.com/document/478829157/Menelusuri-Transformasi-Wahyu-dan-Implikasinya-
terhadap-Corak-Keberagamaan
https://toptenid.com/mendeskripsikan-dan-mengkomunikasikan-pribumisasi-islam-sebagai-upaya-
membumikan-islam-di-indonesia
https://www.nu.or.id/taushiyah/pribumisasi-islam-iQMNK
https://id.scribd.com/document/455477722/AGAMA-Kelompok-2

Anda mungkin juga menyukai