Anda di halaman 1dari 6

Peran Modal Sosial Industri Rumah Tangga Kompor Minyak Sebagai Strategi

Bertahan di Tengah Dominasi Konsumen Gas LPG (Liquefied Petroleum Gas)

(Studi kasus di Kelurahan Padang Basi Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang)

Term of Reference

Oleh:

Muhammad Hasbi Hasadiqi

1810812006

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam
hal menjadikan bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Dalam lingkup
perindustrian terdapat berbagai skala yakni industri kecil, sedang, besar, dan industri rumah
tangga. kontribusi langsung industri kepada pembangunan ekonomi antara lain penciptaan
lapangan kerja untuk memproduksi barang-barang. Istilah industri diartikan sebagai usaha
untuk memproduksi barang jadi dengan bahan baku atau bahan mentah melalui proses
produksi penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut dapat diperoleh
dengan harga serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi-tingginya (Sandi, 1985:148).
Industri kecil selalu ditunjuk sebagai sektor kunci dalam penciptaan lapangan kerja. Efek
kesempatan kerja yang diciptakan oleh industri kecil akan lebih besar dari pada efek
serupa yang dihasilkan oleh industri besar. Selain itu, dari penyebaran dan keterkaitan yang
erat dengan sektor pertanian, industri kecil sangat potensial untuk mendorong perekonomian
di suatu wilayah pedesaan.
Dilihat dari segi jumlah tenaga kerja yang dimiliki, maka yang dimaksud dengan
industri besar adalah yang memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang, industri sedang adalah
industri yang memiliki tenaga kerja 20 hingga 90 orang, industri kecil yang memiliki jumlah
tenaganya 5 sampai 19 orang dan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang
disebut industri rumah tangga atau kerajinan rumah tangga.
Dalam ilmu sosial, industri lebih ditekankan pada bagaimana kita mampu memahami
lebih dalam mengenai pola-pola ekonomi maupun struktur organisasi di dunia itu Industri
tersebut, atau yang biasa dikenal dengan istilah “Sosiologi Industri”. Ini merupakan salah satu
konsep penting di dalam Sosiologi. Sosiologi Industri mengkaji tentang dunia industri
dan pola – pola ekonomi serta juga struktur industri yang akan membentuk masyarakat
yang cerdas dalam perekonomian maupun perindustrian seperti saat ini, serta
memberikan identitas sosial pada seseorang dan gaya hidup serta membentuk
bagaimana masyarakat yang berada disekitar kita (S.R Parker, 1992:1). Kita bisa
memahami ekosistem industri dengan modal sosial, modal sosial mampu melihat pola
interaksi ataupun pola industri di dalam masyarakat industri.
Modal sosial didefinisikan sebagai bagian kehidupan sosial atau organisasi sosial
seperti jaringan, kepercayaan dan norma yang tumbuh dari hubungan antar individu yang
dapat mendorong partisipan atau anggota untuk bertindak bersama-sama dan terkoordinasi
secara efektif guna mencapai tujuan dan keuntungan bersama (Field, 2010).
Seorang Sosiolog terkenal bernama Robert D. Putnam menganggap modal sosial
sebagai seperangkat hubungan horizontal antara orang-orang. Maksudnya adalah modal
sosial terdiri dari “networks of civic engagements” jaringan keterikatan sosial yang diatur
oleh norma-norma yang menentukan produktivitas suatu kelompok masyarakat atau
komunitas. Jadi, menurut Putnam, ada dua hal yang merupakan asumsi dasar dari
konsep model sosial, yakni adanya jaringan hubungan dengan norma-norma yang terkait, dan
keduanya saling mendukung guna mencapai keberhasilan di bidang ekonomi bagi orang-
orang yang termasuk dalam jaringan tersebut.
Putnam menyimpulkan modal sosial yang berwujud norma-norma dan jaringan
keterkaitan merupakan prakondisi bagi perkembangan ekonomi. Selain itu juga merupakan
prasyarat yang mutlak diperlukan bagi terciptanya tata pemerintahan yang baik dan efektif.
Ada tiga alasan penting bagi Putnam untuk mengatakan demikian. Pertama, adanya jaringan
sosial memungkinkan adanya koordinasi dan komunikasi yang dapat menumbuhkan rasa
saling percaya di antara sesama anggota masyarakat. Kedua, kepercayaan (trust) memiliki
implikasi positif dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dibuktikan dengan suatu
kenyataan bagaimana keterkaitan orang-orang yang memiliki rasa saling percaya
(mutual trust) dalam suatu jaringan sosial memperkuat norma-norma mengenai keharusan
untuk saling membantu. Ketiga berbagai keberhasilan yang dicapai melalui kerjasama pada
waktu sebelumnya dalam jaringan ini akan mendorong bagi keberlangsungan kerjasama pada
waktu selanjutnya. Lebih jauh Putnam mengatakan bahwa modal sosial bahkan dapat
menjembatani jurang pemisah antara kelompok-kelompok yang berbeda ideologi dan
memperkuat kesepakatan tentang pentingnya pemberdayaan masyarakat. (Rusydi Syahra,
Vol 5 No. 1, 2003)

Kebijakan pemerintah tersebut dimulai dari Tahun 2007 hingga 2010 dimana
pemerintah gencar-gencarnya melakukan sosialisasi penggunaan gas Liquefied Petroleum
Gas (LPG) bagi konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang dibarengi dengan
membagikan kompor gas beserta tabung gas elpiji yang berisi 3 kg secara gratis kepada
masyarakat. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 tahun 2007 tentang
penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3
kg dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 21 tahun 2007
tentang penyelenggaraan penyediaan dan pendistribusian LPG tabung 3 kg, menjadi dasar
hukum kebijakan tersebut. Tujuan dari program konversi minyak tanah ke gas LPG dalam
rangka penghematan sumber daya energi adalah :
1) penghematan sumber daya energi di Indonesia;
2) membantu masyarakat miskin agar tetap memenuhi kebutuhan hidupnya;
3) membawah lancarnya dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Salah satu risiko penggunaan gas LPG adalah terjadinya kebocoran pada tabung atau
instalasi gas sehingga bila terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Inilah salah satu faktor
yang menyebabkan masih banyak masyarakat yang menggunakan kompor minyak tanah
sebagai alat memasak dan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Pada awalnya, gas elpiji
tidak berbau, sehingga sulit untuk dideteksi jika terjadi kebocoran pada tabung gas. Hal inilah
yang membuat PT. Pertamina menambahkan gas mercaptan, yang baunya menyengat, ini
sangat membantu bagi pengguna gas LPG dalam mendeteksi kebocoran sehingga dapat
meminimalisir terjadinya kebakaran. Tekanan LPG cukup besar (tekanan uapnya sekitar 120
psig), sehingga kebocoran elpiji akan membentuk gas secara cepat dan mengubah volumenya
menjadi lebih besar. Disamping itu proses sosialisasi yang dilakukan pemerintah juga
terbilang masih sangat kurang sehingga banyak masyarakat yang tidak terlalu paham
penggunaan serta langkah-langkah dalam mengatasi kondisi darurat seperti kebocoran tabung
gas atau selang yang terbakar, hasilnya diawal-awal masa percobaan tabung gas banyak kita
melihat pemberitaan gas LPG yang meledak serta menimbulkan kebakaran.
Berdasarkan data bahan bakar rumah tangga dari BPS (Badan Pusat Statistik)
Sumatera Barat, bahwa telah terjadi kenaikan tren penggunaan gas LPG (Liquefied
Petroleum Gas) di Kota Padang secara signifikan dalam rentang waktu 2 tahun saja yaitu dari
tahun 2018 sampai 2020 telah terjadi peningkatan sebanyak 10%, sedangkan penggunaan
minyak tanah sebagai bahan bakar rumah tangga di Kota Padang cenderung stabil tercatat
penurunan yang terjadi dari tahun 2018 hingga tahun 2020 hanya 2%, sampai saat ini
penggunaan gas elpiji sebagai bahan bakar rumah tangga telah mencapai 81,89%, sedangkan
penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar rumah tangga sebanyak 9,06%, jumlah yang
sangat jauh berbeda, penurunan tajam ini terjadi karena program konversi yang digalakan
pemerintah pada tahun 2007, yaitu upaya untuk meminimalisir penggunaan minyak tanah
sebagai bahan bakar, melihat potensi sumber daya minyak tanah dimasa depan akan menjadi
langka jika digunakan terus menerus, pertimbangan lainnya adalah cadangan minyak tanah
yang terbatas, jika dibandingkan dengan cadangan gas yang jauh lebih banyak, sehingga
dapat digunakan dengan skala yang lebih besar dan dalam waktu yang lebih lama. Harga
minyak tanah ditahun 2003 rata-rata Cuma Rp 3000, sejak awal kebijakan konversi
direalisasikan maka subsidi yang dilakukan pemerintah terhadap bahan bakar minyak tanah
dicabut kemudian banyak agen beralih ke gas serta distribusi kedaerah-daerah menjadi
menurun, akhirnya minyak tanah semakin sulit didapat sehingga harga melambung tinggi,
bahkan pada tahun 2014 ada di beberapa daerah seperti bandung mencapai Rp 14.000,
kenaikannya lebih dari 400% jika dibandingkan dengan sebelum kemunculan gas LPG, di
Kota Padang tercatat pada tahun 2021 harga minyak tanah berkisar antara Rp 9.000- Rp
10.000.

Kondisi ini membawa dampak kepada industri kompor minyak yang notaben
pembelinya adalah masyarakat yang menggunakan bahan bakar minyak dalam kehidupan
sehari-hari, semenjak berlakunya kebijakan konversi serta dicabutnya subsidi minyak tanah
oleh pemerintah maka para agen minyak tanah mulai beralih ke gas dan industri kompor
minyak mulai gulung tikar karena rendahnya permintaan dipasar serta tidak mampunya
bersaing dengan industri lainnya.

Kelurahan Padang Basi, terletak di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang,


Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah Kelurahan Padang Basi 4,91km2 , dengan jumlah
penduduk 6912 jiwa, sebelum adanya kebijakan konversi bahan bakar rumah tangga dari
minyak tanah ke gas, daerah yang menjadi sentral industri kompor minyak adalah ngalau
yang berada di Kelurahan Indarung Kecamatan Lubuk Kilangan, kompor minyak ini dibuat
dari hasil daur ulang limbah padat, bahkan hasil survey awal yang penulis lakukan terdapat
20 lebih pekerja industri kompor minyak, bantuan berupa mesin serta alat-alat penunjang
lainnya juga sempat dikucurkan oleh P.T Semen Padang, namun ketidakjelasan kordinasi
serta tidak adanya tindak lanjut atau evaluasi dari program bantuan itu sehingga bantuan ini
disalahgunakan, banyak pekerja yang menjual alat-alat bantuan tersebut puncaknya terjadi
setelah berlakunya kebijakan konversi bahan bakar rumah tangga oleh pemerintah dari
minyak tanah ke gas, kurangnya perhatian pemerintah terhadap kelangsungan hidup
pengrajin kompor minyak yang jelas dirugikan akibat program konversi ini, membuat lebih
dari sekitar 20 pekerja gulung tikar, namun ada satu pekerja yang masih tetap bertahan
hingga saat ini, selain bekerja membuat kompor minyak di daerah ngalau, pekerja ini juga
membangun industri di rumahnya sendiri tepatnya di Kelurahan Padang Basi, industri
rumahan ini sempat memiliki karyawan sebanyak 20 orang dan mencapai produksi rata-rata
dalam sebulan sebanyak 400 unit kompor minyak, industri ini mendistribusikan hasil
produksinya ke pasar-pasar yang ada di Kota Padang hingga keluar daerah, pekerjaan ini
sudah dilakukannya sejak tahun 1976 sampai saat ini bisnis kompor minyak tersebut masih
berjalan walaupun terjadi penurunan yang cukup signifikan dikarenakan kebijakan konversi
dari pemerintah tersebut. Bahkan dalam wawancara survey awal beliau menyebut bahwa bisa
dikatakan ialah yang saat ini masih bertahan di Kota Padang sebagai industri kompor minyak.

Banyak faktor yang membuat masyarakat masih bertahan dengan kompor minyak
tanah, ada yang beranggapan menggunakan kompor minyak tanah lebih irit, kemudian lebih
praktis, lebih aman dan modalnya lebih murah, misalnya saja mahasiswa atau siswa yang
kost, mereka cenderung lebih memilih kompor minyak tanah sebagai alat untuk memasak dan
minyak tanah sebagai bahan bakarnya, hal ini bukan tanpa alasan, selain modalnya murah
dan irit kemudian tentunya praktis, karena ketika lulus sekolah atau kuliah nantinya mereka
tidak perlu membawa kompornya pulang atau sekalipun dibawa bobotnya tidak terlalu berat
jika dibandingkan dengan kompor gas.

Bentuk persaingan yang dilakukan oleh industri rumahan kompor minyak tadi hingga
menjadi sentral produksi Kompor Minyak di Kota Padang saat ini bisa disebut sebagai
perebutan pasar atau dalam bahasa Weber disebut (market struggle) konsep ini adalah suatu
bentuk pertempuran antara seseorang dengan yang lainnya di pasar. Konsep persaingan ini
digunakannya ketika menjelaskan konflik yang damai, sejauh ia merupakan suatu usaha
formal yang damai untuk memperoleh pengontrolan terhadap kesempatan dan keuntungan
yang diharapkan oleh yang lainnya.

Meskipun kompor minyak sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat, namun tidak
sedikit juga yang masih menggunakan kompor minyak tanah sebagai alat untuk memasak
serta minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak, berdasarkan realitas yang diuraikan
diatas bahwa tidak mudah untuk mengembangkan serta mempertahankan industri kompor
minyak tanah ditengah pengguna bahan bakar rumah tangga yang didominasi oleh gas LPG
sehingga bisa tetap eksis, diperlukan modal sosial yang kuat sebagai penunjangnya. Hal
inilah yang menjadi motivasi bagi penulis untuk tertarik meneliti bagaimana sebuah industri
rumahan tradisional menjadikan modal sosial sebagai strategi untuk dapat bertahan
Hendrawan Supratikno, Perkembangan Industri Kecil di Indonesia, majalah PRISMA, No 9,
1994. Hlm. 26
S.R Parker, Sosiologi industri, 1990, Jakarta : Rineka Cipta.
Sandi, I Made. 1985. Republika Indonesia Geografi Nasional. Jakarta: Puri Margasari.
Field, J. (2010). Modal Sosial.Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Fitria Y. Alim. 2018. “Implementasi Kebijakan Tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) di
Kecamatan Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso”. Vol 11. No. 1 tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai