Anda di halaman 1dari 7

Jurnal

Jurnal Geografika (Pengantar Geografi)


Vol. X, No. X, oktober-Desember 2022.
Geografika
©2022 Program Studi S1 Geografi, FISIP ULM. (Pengantar Geografi)

ANALISA STUDI KASUS PERBANDINGAN RUANG WILAYAH


GUNUNG MERAPI

Siti Halimatus Sa’diyah


¹²³⁴⁵⁶
Geografi,Universitas Lambung Mangkurat,Banjarmasin,Indonesia
2210416220024@ulm.ac.id
Diterima 2022-XX-XX /Revisi 2022-XX-XX Diterima 2022-XX-XX
©2022 Program Studi S1 Geografi, FISIP ULM.

Abstrak: Comparison atau perbandingan ruang adalah menganalisis kelebihan serta


kekurangan suatu ruang untuk dibandingkan dengan yang lain sebagai proses pengembangan
ruang tersebut. Disini akan dibahas kekurangan dan kelebihan wilayah Gunung Merapi untuk
dibandingkan dengan wilayah lain sebagai cara untuk mengintropeksi dan memotivasi ruang
untuk pengembangan wilayah Gunung Merapi. Metode ini menggunakan referensi dari
journal-journal yang membahas tentang kekurangan serta kelebihan wilayah Gunung Merapi.

Kata Kunci: perbandingan, citra, gunung merapi.

Abstract: Comparison or space comparison is to analyze the advantages and disadvantages of


a space to be compared with others as a process of developing the space. Here we will
discuss the advantages and disadvantages of the Mount Merapi area to compare with other
areas as a way to introspect and motivate space for the development of the Mount Merapi
area. This method uses references from journals that discuss the advantages and
disadvantages of the Mount Merapi area.

Keywords: comparison, educational, Indonesian.


Siti Halimatus Sa’diyah/Jurnal Geografika, Vol. X, No. X, November 2022: XX - XX

A. Latar Belakang

Pengembangan Wilayah adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi


ketimpangan Wilayah melalui dukungan terhadap aktivitas ekonomi dalam suatu
Wilayah. Secara harfiah, pengembangan wilayah berasal dari 2 kata, yaitu
pengembangan dan wilayah. Pengembangan merupakan kemampuan yang bersumber
dari apa yang dapat dilakukan berdasarkan sumber daya yang dimiliki dengan tujuan
agar meningkatnya kualitas hidup, sehingga dapat dikatakan bahwa pengembangan
adalah adanya keinginan untuk memperbaiki keadaan dan kemampuan yang dimiliki
untuk meraih kualitas hidup yang lebih baik (Alkadri, 2001).

Terdapat pendapat berbeda mengenai definisi pengembangan, menurut


Budiharsono (2002) pengembangan merupakan suatu proses menciptakan potensi yang
memunculkan potensi-potensi baru dari potensi-potensi yang terbatas, dan juga
termasuk mencari potensi berbeda dari beragam kelompok yang mempunyai potensi
yang berbeda. Sedangkan kata wilayah itu sendiri merupakan satuan geografis yang
memiliki penajaman tertentu dimana di dalamnya terdapat interaksi antar komponen
wilayah secara fungsional, sehingga sifat batasan wilayah dapat bersifat dinamis tidak
mesti bersifat fisik dan pasti atau statis (Rustiadi et al, 2001). UU No.26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan
komponen-komponen terikat dengan batas dan sistem dengan dasar penentuannya
adalah aspek administratif dan fungsional. Jadi pengembangan wilayah adalah proses
untuk meningkatkan kualitas wilayah dengan cara meningkatkan potensi yang dimiliki
serta memunculkan potensi baru.

Pengembangan dan perencanaan sangat berhubungan, dimana ada


pengembangan pasti ada namanya perencanaan. Kedua ini sangat bersangkutan dan
merupakan berbauran dari berbagai disiplin lain Geografi, sosial, ekonomi, dan politk)
juga menemukan tantangannya dalam memberikan alternatif bagi perubahan yang
mendunia dan perubahan yang bersifat lokal.

Dalam pengembangan dan perencanaan wilayah tidak akan lepas dari yang
namanya perbandingan. Entah perbandingan dengan masa sebelumnya atau
berbandingan dengan sesuatu untuk menuju suatu perubahan yang lebih baik lagi.
Dengan adanya pengembangan dan perencanaan ini akan mengarah kepada adanya
perubahan pengelolaan maupun hasil dari sesuatu aspek seperti desentralisasi dan
otonomi daerah.

Wilayah Gunung Merapi merupakan wilayah yang rawan bencana karena


kondisi Gunung yang masih aktif hingga saat ini. Maka dari itu pengembangan dan
perencanaan tata ruang sangat diperlukan sebagai perubahan kemajuan serta keamanan
bagi pengisi ruang tersebut. Tujuan perencanaan ruang pada daerah rawan bencana
adalah untuk mengendalikan pengembangan dan pembangunan di daerah-daerah yang
rawan terhadap bahaya bencana seperti wilayah Gunung Merapi. Sebab itu pentingnya
kesadaran akan peranan masyarakat dan pemerintah untuk mengelola tata ruang untuk
pengurangan resiko bencana di wilayah tersebut.

https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jgp/index | XX
Siti Halimatus Sa’diyah/Jurnal Geografika, Vol. X, No. X, November 2022: XX - XX

B. Pembahasan

Erupsi ini memberikan dampak langsung terhadap lingkungan di sekitar Gunung Merapi
berupa kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh lahar, awan panas dan debu vulkanik
dalam jumlah yang sangat besar (Wismaya, Anjasmara, & Sulistiyani, 2016) serta
memberikan pengaruh terhadap ekosistem hutan di daerah tersebut dan juga terjadinya
suksesi. Hutan sendiri merupakan suatu kumpulan tumbuhan, terutama tumbuhan berkayu
yang menaungi kawasan yang luas. Hutan memiliki fungsi sebagai ekosistem yaitu penyedia
sumber air, penghasil oksigen, tempat bernaung flora dan fauna, penyeimbang lingkungan,
dan mencegah pemanasan global. (Natalia & Handayani, 2013

https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jgp/index | XX
Siti Halimatus Sa’diyah/Jurnal Geografika, Vol. X, No. X, November 2022: XX - XX

.Wilayah Indonesia mempunyai jalur gunungapi serta rawan erupsi


(eruption) di sepanjang ring of fire mulai Sumatera – Jawa – Bali – Nusa
Tenggara – Sulawesi – Banda- Maluku-Papua (Bronto et al; 1996). Gunung
Merapi terletak di perbatasan dua propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah,
bertipe gunungapi strato dengan kubah lava, elevasi ± 2.911 m dpl dan
mempunyai lebar ± 30 km (Bemmelen, 1949; Katili dan Siswowidjojo, 1994).

Secara umum gunung api meletus dalam rentang waktu yang panjang,
namun gunung Merapi memiliki frekuensi paling rapat dan erupsinya paling
aktif di Indonesia bahkan di dunia sehingga mendapat perhatian khusus dari
pemerintah maupun masyarakat secara umum. Secara rata-rata gunung Merapi
meletus dalam siklus pendek yang terjadi setiap antara 2 - 5 tahun, sedangkan
siklus menengah setiap 5 - 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah
mengalami istirahat selama lebih dari 30 tahun, terutama pada masa awal
keberadaannya sebagai gunung api.

Gunung merapi tergolong gunung yang berbahaya karena mengalami


erupsi dalam jangka waktu yang relatif pendek dan disekitarnya terdapat
kawasan pemukiman sehingga dapat mengancam keselamatan penduduk.
Letusan gunung merapi banyak memakan korban jiwa dan harta benda, salah
satu penyebabnya adalah kerentanan sosial, ekonomi dan kelembagaan
masyarakat pada kawasan rawan bencana gunung Merapi.

Gunung Merapi merupakan gunung api strato yang aktif sampai hari ini.
Aktivitas gunung Merapi dimulai pada zaman Pleistosen (1,5 juta tahun yang
lalu). Gunung Merapi ini memiliki potensi untuk menimbulkan bencana alam
dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda. Aktivitas vulkanik adalah
kejadian alam yang sulit diprediksi dan dapat dianggap sebagai chaotic tanpa
bentuk yang jelas.

Aktivitas letusan gunung Merapi terkini pada akhir tahun 2010


tergolong erupsi yang besar dibandingkan erupsi dalam beberapa dekade
terakhir. Secara umum total volume erupsi Merapi berkisar antara 100 sampai
150 km3 , dengan tingkat efusi berkisar 105 m3 per bulan dalam seratus tahun
(Berthommier, 1990; Siswowidjoyo et al., 1995; Marliyani, 2010), sedangkan
volume material piroklastik hasil erupsi tahun 2010 ditaksir mencapai lebih dari
140 juta m3 (Tim Badan Litbang Pertanian, 2010). Bahaya letusan gunung api
terdiri dua yakni bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya Primer adalah
bahaya yang langsung menimpa penduduk ketika letusan berlangsung.
Misalnya awan panas, udara panas sebagai akibat samping awan panas, dan
lontaran material berukuran blok (bom) hingga kerikil. Sedangkan bahaya
https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jgp/index | XX
Siti Halimatus Sa’diyah/Jurnal Geografika, Vol. X, No. X, November 2022: XX - XX

sekunder terjadi secara tidak langsung dan umumnya berlangsung setelah


letusan letusan terjadi, seperti lahar dingin yang dapat menyebabkan kerusakan
lahan dan pemukiman. Lahan di gunung Merapi menghadapi bahaya primer
maupun sekunder dari gunung Merapi berupa rusaknya lahan akibat erupsi dan
rusaknya lahan akibat erosi dan banjir lahar dingin. Kerusakan juga terjadi pada
aktivitas kehidupan soial ekonomi masyarakat di daerah bencana. Pada
dasarnya Gunung meletus merupakan salah satu bencana yang mengakibatkan
konsekuensi yang kompleks.

Erupsi gunung merapi pada tahun 2010 telah menimbulkan dampak


yang serius pada lahn permukiman di kota-kota di sekitar gunung merapi, salah
satunya adalah kota Klaten. Kerugian yang ditimbulkan antara lain lahan
permukiman, lahan pertanian, sumber air, dan juga kerugian ekonomi. Dengan
kondisi tersebut diperlukan adanya kebijakan dari pemerintah mengenai
rehabilitasi dan relokasi permukiman penduduk di kabupaten Klaten yang
terkena erupsi gunung Merapi dengan mempertimbangkan rencana tata ruang
sebagai dasar penetapan lokasi yang aman untuk permukiman. Melihat
kerugian yang ditimbulkan erupsi Gunung Merapi tidaklah kecil, maka perlu
adanya upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi untuk
mengurangi kerugian tersebut.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi jumlah


korban jiwa pada saat terjadi bencana adalah dengan perencanaan mitigasi yang
efektif. Dengan adanya perencanaan mitigasi yang baik, setidaknya penduduk
yang menjadi korban erupsi akan terbantu dalam menemukan tempat tinggal
yang aman dari erupsi Merapi. Penanggulangan erupsi Merapi juga dapat
dilakukan dengan merencanakan mitigasi bencana dengan membuat jalur
evakuasi penduduk korban bencana merapi tersebut. Jalur evakuasi yang
direncanakan dapat membantu penduduk korban erupsi merapi yang berada di
sekitar lereng gunung Merapi untuk menuju tempat yang aman. Dengan
menggunakan jalur evakuasi tersebut diharapkan semua penduduk yang berada
pada daerah rawan bahaya erupsi merapi dapat dievakuasi ke tempat yang
aman.

Metode statistik dapat diterapkan untuk menjelaskan pola letusan


gunungapi serta membantu ramalan aktifitas letusan gunungapi di masa depan.

Secara umum, distribusi Log-Logistik memberikan probabilitas


tertinggi letusan yang terjadi dalam waktu tertentu di masa depan dengan
tingkat kepercayaan 95%. Pada tahun 2013, probabilitas gunung Merapi untuk
meletus sebesar 64,04%. Secara kualitatif, letusan terbesar akan mengikuti
interval waktu istirahat terpanjang. Besarnya waktu istirahat tidak berpengaruh
pada besarnya VEI serta tidak berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya
letusan. Ratarata energi potensial pada erupsi gunung Merapi periode 1800-
2012 sebesar 9,99039 x
1020 ergs dan rata-rata energi termal periode 1800-2012 sebesar 4,31282 x
1022 ergs. Oleh karena itu, energi total letusan gunung Merapi sebesar 4,41272
x 1022 ergs.

https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jgp/index | XX
Siti Halimatus Sa’diyah/Jurnal Geografika, Vol. X, No. X, November 2022: XX - XX

Aktivitas Merapi ditandai dengan longsoran bercahaya akibat runtuhnya kubah


lava andesit (tipe Merapi nuées ardentes). Catatan stratigrafi Holosen
mengungkapkan pentingnya aliran piroklastik, terkait dengan letusan eksplosif
dan runtuhnya kolom letusan vertikal yang dihasilkan oleh letusan vulcanian
atau (sub)plinian. Endapan jatuhan piroklastik yang tersebar luas sama-sama
menonjol di antara Produk vulkanik Holosen Merapi. Dalam catatan stratigrafi,
endapan tephra-fall membentuk strata yang berbeda abu kasar dan lapili batu
apung dengan ketebalan mulai dari lebih dari satu hingga beberapa puluh
sentimeter.

C. KESIMPULAN
Gunung Merapi memiliki ketinggian 2.968 meter di atas permukaan laut
(mdpl) merupakan salah satu diantara gunung berapi aktif di Indonesia dan
merupakan dan termasuk dalam deretan Ring of Fire yang terletak di sisi
selatan kepulauan Nusantara (Pulau Jawa). Gunung merapi tergolong gunung
yang berbahaya karena mengalami erupsi dalam jangka waktu yang relatif
pendek dan disekitarnya terdapat kawasan pemukiman sehingga dapat
mengancam keselamatan penduduk. Gunung Merapi ini memiliki potensi
untuk menimbulkan bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang
berbeda. Aktivitas vulkanik adalah kejadian alam yang sulit diprediksi dan
dapat dianggap sebagai chaotic tanpa bentuk yang jelas.

https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jgp/index | XX
Siti Halimatus Sa’diyah/Jurnal Geografika, Vol. X, No. X, November 2022: XX - XX

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 6 Tahun 2022
(Perencanaan dan Pemrograman Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat)

Perencanaan dan pengemangan Wilayah; Ernan rustiadai, Sunsun Saefulhakim, dan dyah R,
Panuju; edisi kedua, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017

Rosari, T. O., Priyono, K. D., & Jumadi, S. S. (2014). Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Sleman Berdasarkan Analisis Risiko Bencana Gunung Merapi (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).

https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jgp/index | XX

Anda mungkin juga menyukai