Oleh
Prof.Ir. Hermawan K. Dipojono, MSEE, Ph.D.
(Ketua Senat Akademik ITB, Pembina Salman ITB)
Khatib:
Prof.Ir. Hermawan K. Dipojono, MSEE, Ph.D.
(Ketua Senat Akademik ITB, Pembina Salman ITB)
Diterbitkan oleh Yayasan Pembina Masjid Salman ITB
Jalan Ganesha No. 7 Bandung 40132
Telp. (022) 2503645, 2530708 - Faks. (022) 2500042
email: sekretariat@salmanitb.com
http://www.salmanitb.com
Dan peliharalah dirimu dari fitnah, cobaan, siksaan yang tidak hanya
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah
bahwa Allah sangat keras siksa-Nya. (QS. Al-Anfal [8]: 25).
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal be
lum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan ke
sengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama
nya, “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh
nya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah [2]: 214).
12 Khatib: Prof.Ir. Hermawan K. Dipojono, MSEE, Ph.D.
Kita semua mendambakan kehidupan yang lebih baik, di dunia saat ini
dan di akhirat nanti, dan dengan demikian harus berusaha untuk turut ser
ta dalam usaha menjawab berbagai tantangan tersebut. Jalan menuju ke
pada kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan itu adalah ketundukan
dan ketulusan memenuhi panggilan-Nya yang memang mengajak kepada
tujuan berupa negeri yang sejahtera, darussalam, melalui jalan yang lurus,
shirathal mustaqim.
Secara tulus kita akui bahwa tidaklah mudah untuk menjadi seorang
Muslim, seorang yang tunduk secara tulus memenuhi panggilan-Nya, mes
kipun panggilan itu sebenarnya untuk kebaikan bagi kita sendiri. Bahkan
lebih dari itu, ketundukan yang tulus akan mewujud dalam bentuk rahmat
bagi lingkungan sekelilingnya, menjadi rahmatan lil ’alamin. Sebenarnya
kita juga mengetahui bahwa ini merupakan tugas hidup seorang hamba
yang Muslim, sebagaimana secara implisit telah ditegaskan oleh Allah Swt.
dalam ayat-Nya yang berbunyi,
Tentu saja kehidupan yang damai, tenteram, lapang hati, dan sejahtera
tidak bermakna kehidupan yang statis, yang dapat datang tiba-tiba begitu
saja. Keadaan ini adalah sesuatu yang perlu diupayakan dan dipelihara terus
menerus secara dinamis, memerlukan kerja keras, cerdas, tuntas, mawas
dan ikhlas, yang sistemis-sistematis, yang menuntut pengerahan seluruh
kemampuan dan sumber daya yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt.
kepada kita semua. Sumber energi dari dinamika tersebut seharusnyalah
berasal dari keyakinan bahwa upaya dan usaha yang tidak kenal lelah itu
adalah merupakan salah satu wujud pengabdian atau ibadah kepada Allah
swt.
Keberhasilan perjuangan kemerdekaan negara kita merupakan bukti
betapa energi yang dibangkitkan oleh suatu keyakinan, berupa kesadaran
bahwa memperjuangkan kemerdekaan adalah ibadah, ternyata mampu
mengatasi tantangan terhebat di zamannya. Pengalaman rohani yang seperti
itu nampaknya perlu dibangkitkan kembali. Bangsa ini layak untuk hidup
secara lebih terhormat dan bermartabat di tengah-tengah bangsa lainnya
di dunia. Anak-anak bangsa ini, tanpa pandang bulu kaya miskin, Islam
maupun non-Islam, dan berbagai perbedaan primordial lainnya, layak dan
berhak mempunyai masa depan yang lebih baik; mereka berhak dan layak
Ibadah Ramadhan Menjadi Bekal Menghadapi Tantangan Perubahan 17
menerima layanan publik yang lebih bermartabat; layak dan berhak untuk
hidup di lingkungan yang lebih sehat, lebih teratur, lebih sejahtera lahir dan
batin.
Secara jujur kita akui bahwa harapan itu belum sepenuhnya terpenuhi
sampai saat ini. Masing-masing, baik individu maupun institusi, semuanya
mempunyai tanggung jawab untuk mengubah keadaan ini; dan semuanya,
betapapun kecil, mempunyai potensi untuk dapat memberikan kontribusi.
Bagi umat Islam, sebagai warga mayoritas, tanggung jawab itu menjadi terasa
lebih besar karena keadaan ini, tidak terhindarkan, memancarkan citra yang
tidak semestinya mengenai ajaran Islam. Al-Quran mengingatkan bahwa
kita harus bisa menjadi saksi di tengah-tengah umat manusia mengenai ke
muliaan ajaran yang kita yakini, yang semestinya membentuk dan mewujud
dalam hidup dan kehidupan kita, dan dengan demikian Nabi Saw. nantinya
akan berkenan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa kita adalah umatnya.
Inilah salah satu hal yang akan kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat;
ini adalah suatu keyakinan yang harus dimiliki oleh seseorang dengan kua
litas takwa.
Ramadhan yang baru saja kita lalui telah memberi pengalaman riil
betapa ketaatan kepada Allah Swt. dapat dan sudah seharusnyalah akan
mampu mengaktualkan sejumlah potensi yang semula tersembunyi. Hal
yang diperlukan sebagai langkah awal adalah sebuah keyakinan. Kita ha
rus yakin bahwa bangsa ini adalah bangsa besar, mempunyai tanggung ja
wab besar dan mulia, menjadi teladan dalam menebar rahmat, dan yakin
bahwa kita dapat mewujudkan itu melalui perbaikan terus-menerus tanpa
18 Khatib: Prof.Ir. Hermawan K. Dipojono, MSEE, Ph.D.
kenal lelah dan menyerah. Kita harus yakin bahwa transformasi memang
diperlukan dan untuk itu diperlukan pengorbanan dari semua. Masing-ma
sing, individu maupun institusi, sesuai dengan potensi uniknya sendiri-sen
diri, dapat menjadi pelita penerang bagi sekelilingnya, memberi inspirasi
untuk menembus kebuntuan dalam mencari solusi. Kemudian secara ber
sama dalam suatu paduan harmonis, segenap anak bangsa membentuk
mozaik kebhinekaan Indonesia yang lebih baik dari hari ini. Sungguh, hal
ini merupakan sebuah keniscayaan. Keterbatasan bukan untuk dikeluhkan
tetapi untuk ditaklukkan; dan keterbatasan selalu dan hanya dapat dikalah
kan oleh tekad kuat atas dasar suatu keyakinan dan pengetahuan.
Sebagai manusia biasa, kita tidak pernah luput dari kealpaan dan kekhi
lafan dalam mewujudkan ketaatan kepada Allah Swt. dalam kehidupan se
hari-hari. Pintu-pintu ampunan-Nya terbuka lebar bagi mereka yang ingin
kembali dekat kepada-Nya. Setiap tahun selama sebulan penuh Ramadhan,
kita berlatih menghadirkan Allah. Latihan ini telah terbukti mampu men
dayagunakan berbagai potensi fitrah yang tersembunyi untuk melakukan
amal kebajikan dan membimbing tindakan manusia agar bermartabat. Kita
berdoa agar hasil latihan rutin ini akan dapat terus terpelihara sampai Rama
dhan berikutnya sehingga membawa hikmah kebaikan bagi kita bersama.
Semoga dengan demikian kita dapat mewariskan kepada anak-anak kita,
kepada generasi mendatang, Indonesia esok yang lebih baik daripada hari
ini.
Marilah kita tutup khutbah ini dengan bersama-sama berdoa, dengan
khusyu’ dan sepenuh hati:
Ibadah Ramadhan Menjadi Bekal Menghadapi Tantangan Perubahan 19