Anda di halaman 1dari 3

Thoreau diberi cara lain oleh tulisan-tulisan Hindu seperti Upanishad untuk berpikir tentang

hubungan antara dunia ilahi dan alam. Thoreau mengangkat alam ke posisi Tuhan di Walden,
mengartikulasikan perspektif alam yang berbeda dari standar pada zamannya. Thoreau mengungkapkan
keyakinan bahwa alam pantas dihormati dengan menggunakan kerangka dan gaya Hindu dan agama
lainnya. Esai ini meneliti bagaimana Thoreau menggunakan beberapa perangkat dan gagasan sastra
Upanishad di Walden. Thoreau memiliki perspektif biofilik tentang alam, yang berarti bahwa tulisannya
dan usaha naturalis amatirnya didorong oleh kecintaan mendalam pada yang hidup. Walden secara
teratur dan dalam berbagai cara menyiratkan bahwa hubungan biofilik antara organisme manusia dan
lingkungan alam non-manusia harus dipahami sebagai hal mendasar bagi keberadaan manusia.

Di Walden, hidup Thoreau tidak terlalu sulit. Dia menghabiskan hari-harinya dengan membaca,
berkeliling, menulis, dan berefleksi. Kabinnya berada di properti Ralph Waldo Emerson dan dekat
dengan lonceng makan malam keluarga Emerson, yang sering dia jawab. Masa tinggal Thoreau di
Walden Pond dipermudah oleh fakta bahwa ibunya mencuci pakaian untuknya, menurut teman lama
saya Ann Zwinger, yang terinspirasi dengan membaca Walden untuk menjadi penulis naturalis dan alam
terkemuka seperti dirinya (Gregory: 2020) .

Karena posisi mereka pada kesimpulan dan interpretasi Weda, teks-teks filosofis dan religius
paling awal dari bangsa Arya dikenal sebagai Weda. Dalam buku-buku itu, fenomena alam dan bagian-
bagian penyusunnya dipersonifikasikan karena dianggap dibawa oleh kekuatan yang lebih tinggi (M.
Isabela: 2012). Upanishad juga dikenal sebagai Vedanta. Upanishad adalah ajaran dari berbagai individu
yang mengungkapkan pengalaman spiritual mereka yang mendalam melalui metafora, alegori, dan
simbol. Thoreu, juga memberikan beberapa sentuhan atau nilai Upanishad di Walden untuk
menyadarkan kita akan lingkungan di sekitar kita. Kami akan mengambil contoh dari bab binatang
musim dingin

Misalnya di Walden di halaman 270 paragraf 1 “Saat mereka bergerak dengan hati-hati
melintasi es dengan anjing mereka yang mirip serigala, para nelayan mungkin telah dianggap sebagai
anjing laut atau Esquimaux, atau dalam kondisi berkabut, mereka tampak seperti makhluk yang luar
biasa” (Thoreu: 1854) . Bagian ini menceritakan tentang hubungan antara alam dan manusia. Thoreu
menceritakan perjalanannya melalui rute baru melintasi es dan Thoreu juga menceritakan kenangan
masa kecilnya di dalam kolam. Anjing nelayan juga membantu nelayan melakukan suatu pekerjaan.
Itulah hubungan antara manusia dan hewan, Pemeriksaan buku tentang potensi transformatif
yang melekat pada hubungan mendasar antara individu dan alam menjadikannya batu ujian bagi
generasi Amerika yang akan datang. Dengan melakukan itu, Walden memberikan khotbah yang
menggugah tentang kehidupan moral dan menciptakan citra seorang pria yang mengakar dan terhubung
ke alam semesta yang terpesona kembali (Eric & Lennis: 2016). Eric dan Lennis mengutip pernyataan
dari Stolorow dan Atwood “Sebuah "mitos" kunci yang menembus peradaban Barat, menurut
pendekatan postmodern terhadap psikologi dan psikoterapi, adalah gagasan bahwa pikiran ada dalam
isolasi. Penegasan ini terutama dibuat oleh pendekatan-pendekatan yang menggunakan istilah
"intersubjektivitas". Mitos pikiran menyendiri, jika dilihat sebagai manifestasi dari pengalaman budaya
Barat, mewakili keterasingan manusia modern yang semakin meningkat dari alam, dari orang lain, dan
dari pengalaman subjektifnya sendiri” (Stolorow & Atwood: 1992).

Pada paragraf 5 halaman 272, “Jika kita mempertimbangkan usia, mungkinkah tidak ada
peradaban di antara binatang buas dan juga di antara manusia? Mereka tampak seperti manusia
primitif yang masih mempertahankan diri sambil menunggu perubahan” (Thoreu: 1854). Bagian thoreu
ini menceritakan keadaannya yang tidak tenang dengan kondisi di sekitar bagian Concord yang
menyebabkan istirahatnya tidak tenang menyebabkan kepeduliannya terhadap alam di lingkungan
sekitar yang mulai terkikis seiring berjalannya waktu. Dia juga menceritakan tentang hewan yang
tampaknya bekerja dengan kecemasan dan berbicara tentang peradaban yang tampaknya tidak terlalu
baik. Upanishad, atau "Pelajaran", adalah risalah spiritual yang ditulis antara sekitar 800 dan 400 SM
(Eric & Lennis: 2016). Mereka dengan fasih mengungkapkan gagasan sentral bahwa segala sesuatu di
alam, termasuk manusia diresapi dengan semangat ketuhanan, ekspresi energi kreatif yang tidak jauh
dan tidak dapat diakses tetapi hanya di bawah permukaan: Kekuatan yang menciptakan keberadaan
sesuatu paling dekat dengan segalanya, menurut Thoreau.

Pada Paragraf 8 halaman 274, “Makhluk kecil yang kurang ajar akan menyia-nyiakan banyak
telinga di pagi hari sampai akhirnya mengambil telinga yang lebih panjang dan montok yang jauh lebih
besar dari dirinya” (Thoreu: 1854). Thoreu menjelaskan bahwa orang kecil yang tamak selalu meminta
lebih dari yang bisa mereka dapatkan di alam. Orang-orang ini sepertinya selalu ingin merampas apa
yang ada di alam seperti hewan, tumbuhan dan lain-lain. Mereka seolah ingin menguasai hutan dan
menghancurkannya, disini Thoreu memasukkan unsur etnosentisme pada bagian ini. Untuk petunjuk
tentang bagaimana hidup sepenuhnya dan mendalam, seseorang harus melihat melampaui bidangnya
sendiri, baik secara fisik maupun psikologis. Seperti orang bijak Timur, Thoreau tetap berhubungan
dengan kota terdekat Concord tetapi juga mundur ke hutan untuk berlatih menyendiri (Eric & Lennis:
2016).
 Cowan, E., & Echterling, L. G. (2016). NATURE’S SAGE: THE INFLUENCE OF SACRED INDIAN.
 Mottl, I. (2019). Thoreau and the Hindoo Scriptures: Walden – Life Without Delusion.
 Raeder, S. (2017). Thoreau’s Biophilia: The Influence of Hindu Scriptures on Walden’s Portrayal
of Nature and the Divine.
 Catherine Robinson & Denise Cush (1997): The Sacred Cow: Hinduism and ecology, Journal of
Beliefs & Values: Studies in Religion & Education, 18:1, 25-37
 Dr. PS Sreevidya. Reading the signs of eco-philosophy in Upanishads. Int J Sanskrit Res
2017;3(3):406-408.
 Easwaran, E. (2007). The Upanishads (2nd ed.). Nilgiri Press.
 Thoreau, H. D. (2016). Walden. Macmillan Collector’s Library.

Anda mungkin juga menyukai