Anda di halaman 1dari 3

10 Fakta Tentang Tjilik Riwut

Tidak banyak yang tahu siapa itu Tjilik Riwut meski namanya telah diabadikan menjadi bandar
udara di Palangkaraya. Padahal, ia adalah sosok yang sangat berjasa bagi Indonesia dan
merupakan tokoh hebat dari suku Dayak, Kalimantan.
Tidak hanya aktif di bidang militer saja, ia juga menjadi sosok berjasa yang di balik bersatunya
Kalimantan dengan Indonesia. Berikut ini beberapa fakta tentang kehidupan tokoh hebat
tersebut.
1. Pria Tangguh yang Mengelilingi Kalimantan Hanya dengan Jalan Kaki
Tjilik Riwut adalah orang asli Kalimantan yang berasal dari suku Dayak Ngaju. Dengan bangga
ia menyebut dirinya sebagai orang hutang karena terbiasa hidup di alam liar Kalimantan.
Bahkan semasa hidupnya, ia sudah 3 kali mengelilingi pulau Borneo tersebut hanya dengan
jalan kaki serta menggunakan sampan.
Sejak kecil ia memang merupakan sosok yang sangat dekat dengan alam. Tanpa ragu ia akan
memasuki hutan tanpa baju dan alas kaki serta hanya mengenakan celana panjang. Mungkin
hal itu pula yang membuatnya begitu lincah bertempur di medan perang meski harus berada di
dalam hutan.
2. Pernah Bekerja Sebagai Pers yang Menyuarakan Perjuangan Nasional
Ketertarikannya dalam dunia tulis menulis membuatnya memutuskan untuk menjadi wartawan.
Tahun 1940, ia sudah menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pakat. Di kurun waktu yang
sama, ia juga bekerja sebagai koresponden Harian Pemandangan.
Dalam bidang jurnalisme itulah Tjilik Riwut turut menyumbangkan tenaga dan pikiran dengan
menyebarkan berita seputar pergerakan nasional di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Tapi
kiprahnya di dunia pers tidak berlangsung lama karena Jepang mendarat di Balikpapan tahun
1942.
3. Mengumpulkan Informasi dengan Bekerja Pada Intelijen Jepang
Ketika Jepang menguasai Indonesia, Tjilik Riwut beralih profesi menjadi intelijen militer Jepang.
Tugasnya adalah untuk mengumpulkan data-data tentang keadaan di Kalimantan, tapi bukan
berarti dia sedang berkhianat. Dia melakukan tugas penting demi Indonesia.
Ia mendapatkan jabatan dari pemerintah pendudukan Jepang yang membuatnya punya akses
ke seluruh daerah di Kalimantan. Hal inilah yang ia manfaatkan untuk menjalin komunikasi dan
koordinasi dengan beragam suku di Kalimantan. Tjilik Riwut meyakinkan mereka agar tetap
setiap dan mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
4. Menjadi Wakil Kalimantan Setelah Indonesia Merdeka
Indonesia akhirnya merdeka dan Tjilik Riwut dipercaya menjadi Perwakilan Dewan Pimpinan
Penyelenggaraan Ekspedisi ke Borneo di Yogyakarta. Tahun berikutnya, ia mewakil 185 ribu
rakyat Dayak di pedalaman Kalimantan yang terdiri dari 142 suku, 145 kepala kampung, 12
kepala adat, 4 kepala suku, 3 panglima, 10 patih, 2 tumenggung, dan 2 kepala burung untuk
menyatakan sumpah setia kepada Republik Indonesia.
Sumpah ini berarti Kalimantan telah menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Para anggota suku ini juga bersumpah akan mempertahankan daerahnya masing-masing dari
serangan tentara NICA yang berusaha merebut kembali Indonesia.
5. Terjun di Bidang Militer demi Mempertahankan Kemerdekaan
Tjilik Riwut kemudian terjun ke dunia militer dan menjadi Komandan Pasukan MN 101 Mobiele
Brigade MBT/TNI Kalimantan. Ia jua mencatatkan prestasi di bidang militer karena
kesuksesannya sebagai komando Penerjung Payung Pertama AURI pada 17 Oktober 1947.
Sejak saat itu 17 Oktober diperingati sebagai hari Pasukan Khas TNI-AU.
Sebagai tentara, ia memiliki pengalaman perang di sebagian besar pulau Kalimantan dan Jawa.
Pangkat terakhirnya di bidang militer adalah Marsekal Pertama Kehormatan TNI-AU. Setelah
era peperagan telah berakhir dan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Tjilik Riwut beralih
ke dunia politik demi membangun Kalimantan.
6. Tekad Besar Demi Membangun Kalimantan
Salah satu jasa Tjilik Riwut yang masih dikenang di bidang pembangunan adalah membuka
hutan serta membangun daerah di sekitar Desa Pahandut menjadi Palangkaraya, Ibukota
Kalimantan Tengah. Pembangunan kota Palangkaraya ini adalah salah satu obsesi Tjilik Riwut
yang berhasil tercapai. Obsesi lainnya yaitu membangun 2 bandara internasional, meski saat ini
yang terwujud baru satu bandara saja.
Tekad besar dan loyalitas Tjilik Riwut pada Kalimantan tidak hanya terbukti dari pembangunan
yang ia pimpin saja. Ia bahkan menyumbangkan harta dan uang pribadinya untuk memberi
makan orang yang ikut membangun Palangkaraya. Keluarganya sendiri bahkan sampai
kehabisan jatah beras yang diperuntukkan baginya sebagai gubernur karena ia membagikan
beras tersebut pada orang-orang yang bekerja. Tjilik Riwut juga ikut turun langsung menebang
pohon bersama dengan para pekerja lainnya.
7. Memegang Teguh dan Melestarikan Kebudayaan Kalimantan
Bukan saja nasionalis, ia juga sangat menjunjung tinggi kebudayaan dan leluhurnya. Ia selalu
menekankan pentingnya untuk tetap mengingat asal-usul kita sebagai manusia. Baginya,
kebugayaan adalah sebuah identitas yang harus dipelihara.
Ideologinya ini tertuang dalam beberapa karyanya berupa buku yaitu Kalimantan Memanggil
(1958), Kalimantan Membangun (1979), dan Manaser Panatau Tatu Hiang: Menyelami
Kekayaan Leluhur (2003). Lewat tulisannya, ia banyak mengenalkan dan mengabadikan
kebudayaan suku Dayak yang perlahan mulai luntur.
8. Dekat dengan Presiden Soekarno
Menurut Ida Riwut, bapaknya memang dekat dengan Bung Karno, relasi keduanya laksana
"bapak dan anak". "Mungkin karena Kalimantan Tengah ini provinsi termuda, jadi keduanya
sering berkomunikasi dan jadi sangat dekat," kata Ida Riwut.
Dalam film dokumenter 17 Tahun Mengenang Wafatnya Tjilik Riwut (Keluarga Tjilik Riwut,
2004), Arnold Achmad Baramuli pernah mengungkapkan kedekatan Sukarno dan Tjilik Riwut.
"Tjilik Riwut itu paling disayang oleh Bung Karno," kata Gubernur Sulawesi Utara dan Tengah
pertama itu. Di hadapan Bung Karno, Tjilik Riwut pernah mengusulkan pemindahan ibu kota ke
Palangka Raya. Cerita itu disampaikan Ruslan Abdulgani--menteri penerangan dan menteri luar
negeri era Sukarno--dalam film dokumenter yang sama.
Alkisah, dalam satu forum Dewan Nasional mengemuka gagasan memindahkan ibu kota. Tjilik
Riwut pun mengajukan nama Palangka Raya, dan bersambut respons positif dari Bung Karno.
9. Angka 17
Ada beberapa orang yang memiliki angka favorit. Misalnya kayak Cristiano Ronaldo aja. Di klub
sepakbola mana pun dia pasti pakai nomor 7. Nah, Tjilik Riwut juga begitu. Beliau sangat
fanatik dengan angka 17. Entah kebetulan atau bukan, Kalimantan Tengah menjadi provinsi ke-
17 yang lahirnya bertepatan dengan pemerintahan RI kabinet ke-17. Belum lagi, Desa
Pahandut yang menjadi cikal bakal ibu kota Kalimantan Tengah, merupakan desa ke-17
dihitung dari Sungai Kahayan (Sungai Dayak Besar).
10. Jurnalis yang Produktif Menerbitkan Buku
Sebelum terjun di bidang militer Tjilik Riwut memutuskan menjadi wartawan. Pada tahun 1940,
beliau menjadi pemimpin redaksi dari majalah Suara Pakat. Di tahun yang sama pula, beliau
menjadi koresponden Harian Pemandangan. Ketertarikannya dalam dunia penulisan nggak
berhenti meski di tahun 1942 saat pendudukan Jepang, ia mulai berhenti berkiprah di dunia
pers karena Jepang datang. Setelah Indonesia merdeka, ia sempat menuangkan pemikirannya
dalam beberapa buku seperti Kalimantan Memanggil (1958), Kalimantan Membangun (1979),
dan Manaser Panatau Tatu Hiang: Menyelami Kekayaan Leluhur (2003).
Itulah sosok yang namanya kini telah diabadikan sebagai bandar udara di Palangkaraya.
Sebagai seorang warga negara Indonesia, ia memiliki jiwa nasionalis yang tinggi dan turut
berperan dalam persatuan Republik Indonesia. Sebagai seseorang dari suku Dayak, ia memiliki
komitmen tinggi dan lebih mementingkan kemajuan daerahnya. Tidak heran jika beliau menjadi
sosok yang begitu dihormati karena perilakunya yang mulia tersebut.

Sumber artikel:
https://www.boombastis.com/fakta-tjilik-riwut/71194
https://www.ruangguru.com/blog/tjilik-riwut
https://tirto.id/meresapi-sejarah-dalam-kronik-kalimantan-ala-tjilik-riwut-d9l3

Anda mungkin juga menyukai