Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN FEBRIS DI RUANG INTERNA RS SURYA


HUSADA

OLEH :
Ni Putu Mita Ananda Pertiwi,S.Kep

NIM. C1222001

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2022
A. DEFINISI
Febris (demam) adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam
tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah
proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam
terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus,
jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan (Hartini et al,
2015).

Febris (demam) merupakan suatu keadaan saat suhu tubuh seseorang berada diatas
normal atau diatas 37,5°C yang merupakan salah satu gejala saat tubuh terserang
suatu penyakit (Cahyaningrum & Putri, 2017).

Febris (demam) merupakan bukan suatu penyakit, namun demam merupakan suatu
tanda gejala dari penyakit. Umumnya demam sebagai bentuk respon infeksi atau
inflamasi yang disebabkan oleh bakteri, virus dan patogen lain, namun apabila demam
yang terjadi sangat tinggi maka akan membahayakan (Setyowati, 2017).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas febris atau demam merupakan suatu kondisi
seseorang ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu normal (>37,5°C) yang dapat
terjadi apabila seseorang mengalami infeksi atau inflamasi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, maupun patogen lainnya.

B. Antomi Fisiologi

Hipotalamus merupakan bagian ujung anterior diensefalon dan di depan nucleus


interpedunkularis. Hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan dareah inti.
Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior thalamus. Berfungsi mengontrol dan
mengatur system saraf autonom, Pengaturan diri terhadap homeostatic, sangat kuat
dengan emosi dan dasar pengantaran tulang, Sangat penting berpengaruh antara
system syaraf dan endokrin. Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh
melalui peningkatan vasokonstriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi
hormonal dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga sebagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan
seksual dan pusat respons emosional (rasa malu, marah, depresi, panic dan takut).
Adapun fungsi dari hipotalamus antara lain adalah :

a. Mengontrol suhu tubuh

b. Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin


c. Mengontrol asupan makanan

d. Mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis anterior

e. Menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior

f. Mengontrol kontraksi uterus pengeluaran susu

g. Pusat koordinasi sistem saraf otonom utama, kemudian mempengaruhi


semuaotot polos, otot jantung, sel eksokrin

h. Berperan dalam pola perilaku dan emosi

Peran hipotalamus adalah pengaturan hipotalamus terhadap nafsu makan


terutama bergantung pada interaksi antara dua area : area “makan” lateral di
anyaman nucleus berkas prosensefalon medial pada pertemuan dengan serabut
polidohipotalamik, serta “pusat rasa kenyang:’ medial di nucleus
vebtromedial. Perangsangan pusat makan membangkitkan perilaku makan
pada hewan yang sadar, sedangkan kerusakan pusat makan menyebabkan
anoreksia berat yang fatal pada hewan yang sebenarnya sehat. Perangsangan
nucleus ventromedial menyebabkan berhentinya makan, sedangkan lesi di
regio ini menyebabkan hiperfagia dan bila ersediaan makan banyak, sindrom
obesitas hipotalamik,

Hubungan hipotalamus dengan fungsi otonom :

a. Hubungan aferen dan eferen hipotalamus

Jalur aferen dan eferen utama dari dan ke hipolamus sebagian besar tidak
bermielin. Banyak serabut menghubungkan hipotalamus dengan system
limbic. Juga terdapat hubungan penting antara hipotalamus dengan nucleus-
nucleus di tegmentum mesensefalon, pons dan rhombensefalon. Neuron
penghasil norepinefrin yang badan selnya berada di rhombensefalon berujung
di berbagai bagian yang berbeda di hipotalamus. Neuron paraventrikel yang
mungkin mengeluarkan oksitoksin dan vasopressin sebaliknya menuju ke
rhombensefalon dan berakhir di hipotalamus ventral. Terdapat system neuron
penghasil dopamine intrahipotalamus yang badan selnya terdapat di nucleus
arkuata dan berujung pada atau dekat kapiler yang membentuk pembuluh
portal di eminensia mediana. Neuron penghasil serotonin berproyeksi ke
hipotalamus dari nucleus rafe.

b. Hubungan dengan kelenjar hipofisis

Terdapat hubungan saraf antara hipotalamus dan lobus posterior kelenjar


hipofisis serta hubungan vascular antara hipotalamus dengan lobus anterior.
Secara embriologis, hipofisis posterior muncul sebagai besar ventrikel ketiga.
Hipofisis posterior sebagian besar tersusun dari berbagai ujung akson yang
muncul dari badan sel di nucleus supraoptik di hipofisis posterior melalui
traktus hipotalamohipofisis.

c. Hubungan dengan fungsi otonom


Bertahun-tahun yang lalu, Sherrington menyebutkan hipotalamus sebagai “ganglian
utama sisten otonom”. Perangsangan hipotalamus menimbulkan respons otonom,
tetapi hipotalamus sendiri tampaknya tidak terpengaruh oleh pengaturan fungsi
viseral yang dilakukannya. Sebaliknya, respons otonom yang ditimbulkan di
hipotalamus merupakan bagian dari fenomena yang lebihkompleks seperti makan
dan bentuk emosi lain seperti marah. Sebagai contoh , perangsangan terhadap
berbagai bagian hipotalamus, terutama dareah lateral, menyebabkan pelepasan
muatan dan peningkatan sekresi medulla adrenal seperti lepasmuatan simpatis
massal yang di jumpai pada hewan yang terpajan stress.
d. Hubungan dengan tidur zona tidur prosensefalon basal mencakup sebagian dari
hipotalamus. Bagian-bagian ini serta fisiologi keseluruhan dari keadaan tidur dan
terjaga dibakar.
e. Hubungan dengan fenomena siklik
Sel pada tumbuhan dan hewan mengalami fluktuasi ritnis dalam berbagai fungsinya
yang lamanya sekitar 24 jam, yang disebut bersifat sirkadian. Pada
mamalia,termasuk manusia , sebagain besar sel memiliki irama sirkadian. Dalam
hati, irama ini dipengaruhi oleh pola asupan makanan,tetapi pada hampir semua
sel lain irama diselaraskan oleh sepasang nucleus suprakiasmatik (SCN), satu di
tiap-tiap sisi di atas kiasma optikum.

C. ETIOLOGI

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran, demam dapat disebabkan
sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2016) :
a) Riwayat Penyakit
Adanya riwayat penyakit seperti tumor, infeksi saluran kemih, pneumonia,
meningitis, sinusitis, gastroenteritis, serta penyakit yang menyerang sistemimun
lainnya dapat menimbulkan demam sebagai bentuk inflamasi akibat penyakit.
b) Adanya Infeksi
Infeksi akibat bakteri, virus, serta patogen lainnya dapat menyebabkan tubuh
seseorang menjadi demam.
c) Imunisasi
Reaksi imunisasi dapat menyebabkan demam karena virus yang dimasukkan ke
dalam tubuh sehingga menimbulkan reaksi demam sebagai bentuk respon tubuh
untuk melawan benda asing di dalam tubuh.
d) Suhu Lingkungan
Keadaan suhu dilingkungan dapat menyebabkan seseorang menjadi demam, hal ini
dikarenakan suhu tubuh akan menyesuaikan dengan suhu lingkungan dimana ia
berada.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016) tanda dan gejala terjadinya febris adalah :
a) Suhu tubuh tinggi (>37,5°C)

b) Warna kulit kemerahan

c) Adanya peningkatan frekuensi pernafasan

d) Menggigil

e) Dehidrasi

f) Kehilangan nafsu makan

g) Mukosa bibir kering

h) Lema

E. PATOFISIOLOGI
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan non infeksi berinteraksi dengan
mekanisme pertahanan proses. Saat mekanisme ini berlangsung, bakteri atau pecahan
jaringan akan difagositosis oleh leukosit, makrofag, serta limfosit pembunuh yang
memiliki granula dalam ukuran besar. Seluruh sel ini kemudian mencerna hasil
pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukinke dalam cairan tubuh (zat
pirogen/pirogen endogen).

Pada saat interleukin-1 sudah sampai ke hipotalamus akan menimbulkan demam


dengan cara meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-10 menit. Interleukin-1
juga memiliki kemampuan untuk menginduksi pembentukan prostaglandin ataupun
zat yang memiliki kesamaan dengan zat ini, kemudian bekerja dibagian hipotalamus
untuk membangkitkan reaksi demam. Kekurangan cairan dan elektrolit dapat
mengakibatkan demam karena cairan dan elektrolit ini mempengaruhi keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior. Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan
cairan dan elektrolit maka keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior
mengalami gangguan (Sodikin, 2012).
F. Pathway
Rangsang mekanik dan
Infeksi bakteri,
virus dan parasit biokimia

Perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraseluler
Reaksi inflamasi

Proses demam Keseimbangan potensial


membrane ATPASE

Difusi Na+ dan K+

Resiko kejang Kejang Aktivitas otot


berulang meningkat

Kurang informasi Metabolisme


pengobatan meningkat
perawatan: kondisi,
prognosis

Suhu tubuh
Usia 20 bulan meningkat
Kurang
pengetahuan
kemampuan
indentifikasi Hipertermi
masalah (-)

Lingkuangan
yang di rasakan
tidak nyaman

Risiko jatuh Lemas


G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
Sebelum meningkat ke pemeriksaan-pemeriksaan yang mutakhir, yang siap tersedia
untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat
diperiksa bebrapa uji seperti uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi
permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk
membuat diagnosis dengan lebih pasti melalui biopsy pada tempat- tempat yang
dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau
limfangiografi (Nurarif & Kusuma, 2016).
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG & HOSPITALISASI

A. KONSEP PERTUMBUHAN USIA

1. Pengertian Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti

sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga karena

bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara kuantitatif seperti

bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala (IDAI, 2011).

Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki.Kematangan

pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, kemudian secara

berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah.Pada masa fetal pertumbuhan kepala

lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total

panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori pertumbuhan dan

perkembangan anak.

a Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 5,

yaitu:

 0 – 2 tahun adalah masa bayi

 1 – 5 tahun adalah masa kanak-kanak

 6 – 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar

 12 – 14 adalah masa remaja

 14 – 17 tahun adalah masa pubertas awal

b Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 3, yaitu :

 0 – 7 tahun adalah tahap masa anak kecil

 7 – 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah rendah

 14 – 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari anak

menjadi dewasa.
2. Ciri-ciri Pertumbuhan

Hidayat (2011) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami

pertumbuhan bila terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik,

seperti berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan,

lingkar dada, perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau

organmanusia yang muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa, terdapat ciri

baru yang secara perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya rambut

pada daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa

pertumbuhan seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya

refleks tertentu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

Supariasa (2013) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama

yaitu:

a. Faktor Internal (Genetik)

Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang normal

dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila potensi

genetik ini dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan maka pertumbuhan

optimal akan tercapai (Supariasa, 2013).

b. Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain keluarga,

kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, kesehatan lingkungan, kesehatan

prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status kesehatan, serta lingkungan

tempat tinggal.

B. KONSEP PERKEMBANGAN USIA

1. Pengertian Perkembangan

Desmita (2013) mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada pengertian

perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian

perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang

dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan belajar.


Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh

yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan

sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan

sistemnya yang terorganisasi. Sehingga, aspek perkembangan ini bersifat kualitatif,

yaitu pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh.

Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompakan darah,

kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak untuk tengkurap, duduk,

berjalan, memungut benda-benda di sekelilingnya serta kematangan emosi dan

social anak.

2. Prinsip Perkembangan
Ada beberapa prinsip dalam perkembangan yaitu :
a. Perkembangan merupakan suatu kesatuan.
Perkembangan diidentifikasi dalam beberapa aspek. Semua aspek saling
berkaitan. Misalnya, anak belajar membaca berkaitan dengan kesiapan aspek
kognitif (berpikir).
b. Perkembangan dapat diprediksi.
Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan. Dari sisi
umur pun dapat diperkirakan perkembangan anak. Anak usia satu tahun diperkirakan
sudah dapat berkomunikasi menggunakan satu kata. Misalnya, ’mam’ untuk
menyatakan mau makan.
c. Rentang perkembangan anak bervariasi.
Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya baru bisa
berjalan setelah berusia 18 bulan.
d. Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan (maturation) dan pengalaman
(experience).
Kematangan (maturation) merupakan proses alami. Kapan masa kematangan
untuk satu kemampuan muncul ditentukan oleh diri anak sendiri. Faktor gizi dan
kesehatan turut menentukan terjadi proses kematangan. Faktor kematangan untuk
setiap aspek kemampuan bervariasi. Tetapi, guru atau pendidik perlu mengetahui
kapan kira-kira kematangan untuk setiap kemampuan muncul. Hal itu penting
karena sangat erat dengan kesiapan belajar. Oleh Montessori dikenal dengan masa
’siap’. Anak yang belajar kemampuan di saat masa matang itu muncul akan
memudahkan anak melakukan dan membentuk kemampuanya. Anak yang kondisi
fisiknya (kaki) belum matang atau belum siap berdiri tidak akan bisa berdiri walau
sering dilatih. Bahkan, kalau dilatih terus bisa merusak kaki.
Kaki anak bisa menjadi bengkok (bentuk X atau O). Pada saat anak siap anak
perlu dilatih sehingga anak memperoleh pengalaman. Pengalaman ini akan
menentukan kemampuan itu terbentuk
e. Proses perkembangan terjadi dari atas ke bawah (Cepalocaudal) dan dari dalam ke
luar (proximodistal).
Capaian perkembangan sebagai suatu urutan yang saling berangkai dan
merupakan tangga hirarki. Untuk Telungkup, duduk, berdiri dan kemudian berjalan.
Itu merupakan satu rangkaian perkembangan. Hal tersebut yang menjadikan
perkembangan dapat diprediksi.
f. Perkembangan dipengaruhi aspek budaya.
Anak yang hidup di sekitar orang yang biasa berbicara dengan suara tinggi, kuat dan
keras akan membuat anak juga memiliki cara bicara yang seperti itu juga. Misal,
orang Batak Toba memiliki kebiasaan berbicara dengan suara tinggi dan cepat.
Kebiasaan ini juga akan muncul dalam perilaku anak berbicara. Bila berbicara
dengan temannya anak cenderung berbicara dengan suara tinggi, kuat dan keras
juga (Wong, 2019).

3. Tahap-Tahap Perkembangan

Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase


perkembangan.Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk kehidupan
tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya.Sekalipun perkembangan itu dibagi-bagi
ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini dapat dipahami dalam hubungan
keseluruhannya. Secara garis besar seorang anak mengalami tiga tahap perkembangan
penting, yaitu kemampuan motorik, perkembangan fisik dan perkembangan
mental.Kemampuan motorik melibatkan keahlian motorik kasar, seperti menunjang
berat tubuh di atas kaki, dan keahlian motorik halus seperti gerakan halus yang
dilakukan oleh tangan dan jari. Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada
perkembangan alat-atal Indra. Perkembangan mental menyangkut pembelajaran bahasa,
ingatan, kesadaran umum, dan perkembagan kecerdasan (Wong. 2019).
a. Anak usia 0-7 tahun
Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung pada lingkungannya.
Kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada gerak-gerak, menangis. Usia setahun secara
berangsur dapat mengucapkan kalimat satu kata, 300 kata dalam usia 2 tahun, sekitar usia
4-5 tahun dapat menguasai bahasa ibu serta memiliki sifat egosentris, dan usia 5 tahun baru
tumbuh rasa sosialnya kemudian usia 7 tahun anak mulai tumbuh dorongan untuk
belajar. Dalam membentuk diri anak pada usia ini belajar sambil bermain karena dinilai
sejalan dengan tingakt perkembangan usia ini.
b. Anak usia 7-14 tahun
Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan intelektual,
perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga rasullullah menyatakan bahwa
bimbingan dititik beratkan pada pembentukan disiplin dan moral.
c. Anak usia 14-21 tahun
Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang masa dari usia
14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun.
Pada usia ini anak berada pada masa transisi sehingga menyebabkan anak menjadi bengal,
perkataan-perkataan kasar menjadi perkataan harian sehingga dengan sikap emosional ini
mendorong anak untuk bersikap keras dan mereka dihadapkan pada masa krisis kedua
yaitu masa pancaroba yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke masa pubertas. Dalam
kaitannya dengan kehidupan beragama, gejolak batin seperti itu akan menimbulkan
konflik.

C. KONSEP HOSPITALISASI USIA

1. Pengertian

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di

rumah sakit.Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan

lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor

stressor bagi anak baik terhadap anak maupunorang tua dan keluarga (Wong, 2009).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.

Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan

menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2012).

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah

suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat

atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan

beberapa perubahan psikis pada anak.

2. Dampak Hospitalisasi

Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua

tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor

dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun

lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan.Keluarga sering merasa


cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan.

Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak

akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama

perawatan. Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses

penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun.


Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan social

keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan

perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Fakta tersebut merupakan masalah

penting yang harus mendapatkan perhatian perawat dalam pengelolah asuhan

keperawatan (Supartini, 2012).

3. Reaksi anak terhadap Hospitalisasi

Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku


sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat individual,
dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman
sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping
yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak
terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan usia
anak yaitu:
a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua
sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih
dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang
tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak usia
ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger
anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan
perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau
adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi
wajah yang tidak menyenangkan (Supartini, 2012).
b. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber
stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak sesuai dengan
tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes,
perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau
menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat
untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang
ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara
dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya pembatasan
terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan
anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada
kemampuan sebelumnya atau regresi. Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi
rasa nyeri dan mengomunikasikan rasa nyerinya (Supartini, 2012).

c. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)


Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan
yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan
kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya
pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam
keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan
bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi
terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal
maupun nonverbal karena anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah
sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir
dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat (Supartini, 2012).
d. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan timbulnya
perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila harus dirawat di
rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan
tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap
dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah
sakit.Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitias ini adalah dengan
menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau
kooperatif dengan petugas kesehatan atau
menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit
karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik
diri dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran orang lain (Supartini, 2012)
4. Pencegahan Dampak Hospitalisasi

a Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga

Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti

kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat

proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan

anak (Supartini, 2012).

b Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak

Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu

mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan

aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan

terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak
(Supartini, 2012).

c Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)

Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak.

Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat

dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary (Supartini, 2012).

d Tidak melakukan kekerasan pada anak

Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti

dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh

kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan

demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan

memperberat kondisi anak (Supartini, 2012).

e Modifikasi Lingkungan Fisik

Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan

keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu

berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Supartini, 2012).


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. PENGKAJIAN

a. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan

b. Riwayat kesehatan : mengenai kondisi kesehatan klien baik dahulu atau saat ini

c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.

d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai
demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll),
apakah menggigil, gelisah
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama/penyakit lain yang
pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik/tidak)
g. Pemeriksaan fisik Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi

h. Pemeriksaan persistem

a) Sistem persepsi sensori

1) Sistem persyarafan: kesadaran

2) Sistem pernafasan

3) Sistem kardiovaskuler

4) Sistem gastrointestinal

5) Sistem integument

6) Sistem perkemihan

b) Pada fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

2) Pola nutrisi dan metabolism

3) Pola eliminasi

4) Pola aktivitas dan latihan

5) Pola tidur dan istirahat

6) Pola kognitif dan perseptual

7) Pola toleransi dan koping stress

8) Pola nilai dan keyakinan

9) Pola hubungan dan peran

i. Pemeriksaan penunjang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Hipertermia berhubungan dengan Proses Penyakit (febris)

2. Risiko jatuh berhubungan dengan faktor penyakit (febris)


3. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi (mengenai
febris)

Anda mungkin juga menyukai