Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN FEBRIS DI PUSKESMAS ABIANSEMAL IV

OLEH :
NI KOMANG ROSIANA,
S.Kep NIM. C1221058

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. ANATOMI FISIOLOGI

Hipotalamus merupakan bagian ujung anterior diensefalon dan di depan nucleus


interpedunkularis. Hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan dareah inti.
Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior thalamus. Berfungsi mengontrol dan
mengatur system saraf autonom, Pengaturan diri terhadap homeostatic, sangat kuat
dengan emosi dan dasar pengantaran tulang, Sangat penting berpengaruh antara
system syaraf dan endokrin. Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh
melalui peningkatan vasokonstriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi
hormonal dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga sebagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan
seksual dan pusat respons emosional (rasa malu, marah, depresi, panic dan takut).
Adapun fungsi dari hipotalamus antara lain adalah :

a. Mengontrol suhu tubuh

b. Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin

c. Mengontrol asupan makanan

d. Mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis anterior

e. Menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior

f. Mengontrol kontraksi uterus pengeluaran susu

g. Pusat koordinasi sistem saraf otonom utama, kemudian


mempengaruhi semuaotot polos, otot jantung, sel eksokrin
h. Berperan dalam pola perilaku dan emosi
Peran hipotalamus adalah pengaturan hipotalamus terhadap nafsu makan terutama
bergantung pada interaksi antara dua area : area “makan” lateral di anyaman nucleus
berkas prosensefalon medial pada pertemuan dengan serabut polidohipotalamik, serta
“pusat rasa kenyang:’ medial di nucleus vebtromedial. Perangsangan pusat makan
membangkitkan perilaku makan pada hewan yang sadar, sedangkan kerusakan pusat
makan menyebabkan anoreksia berat yang fatal pada hewan yang sebenarnya sehat.
Perangsangan nucleus ventromedial menyebabkan berhentinya makan, sedangkan
lesi di regio ini menyebabkan hiperfagia dan bila ersediaan makan banyak, sindrom
obesitas hipotalamik.

Hubungan hipotalamus dengan fungsi otonom :


a. Hubungan aferen dan eferen hipotalamus
Jalur aferen dan eferen utama dari dan ke hipolamus sebagian besar tidak
bermielin. Banyak serabut menghubungkan hipotalamus dengan system limbic.
Juga terdapat hubungan penting antara hipotalamus dengan nucleus-nucleus di
tegmentum mesensefalon, pons dan rhombensefalon. Neuron penghasil norepinefrin
yang badan selnya berada di rhombensefalon berujung di berbagai bagian yang
berbeda di hipotalamus. Neuron paraventrikel yang mungkin mengeluarkan
oksitoksin dan vasopressin sebaliknya menuju ke rhombensefalon dan berakhir di
hipotalamus ventral. Terdapat system neuron penghasil dopamine intrahipotalamus
yang badan selnya terdapat di nucleus arkuata dan berujung pada atau dekat kapiler
yang membentuk pembuluh portal di eminensia mediana. Neuron penghasil serotonin
berproyeksi ke hipotalamus dari nucleus rafe.
b. Hubungan dengan kelenjar hipofisis

Terdapat hubungan saraf antara hipotalamus dan lobus posterior kelenjar hipofisis
serta hubungan vascular antara hipotalamus dengan lobus anterior. Secara
embriologis, hipofisis posterior muncul sebagai besar ventrikel ketiga. Hipofisis
posterior sebagian besar tersusun dari berbagai ujung akson yang muncul dari
badan sel di nucleus supraoptik di hipofisis posterior melalui traktus
hipotalamohipofisis.
c. Hubungan dengan fungsi otonom

Bertahun-tahun yang lalu, Sherrington menyebutkan hipotalamus sebagai


“ganglian utama sisten otonom”. Perangsangan hipotalamus menimbulkan
respons otonom, tetapi hipotalamus sendiri tampaknya tidak terpengaruh oleh
pengaturan fungsi viseral yang dilakukannya. Sebaliknya, respons otonom yang
ditimbulkan di hipotalamus merupakan bagian dari fenomena yang lebihkompleks
seperti makan dan bentuk emosi lain seperti marah. Sebagai contoh , perangsangan
terhadap berbagai bagian hipotalamus, terutama dareah lateral, menyebabkan
pelepasan muatan dan peningkatan sekresi medulla adrenal seperti lepasmuatan
simpatis massal yang di jumpai pada hewan yang terpajan stress.
d. Hubungan dengan tidur zona tidur prosensefalon basal mencakup sebagian dari
hipotalamus. Bagian-bagian ini serta fisiologi keseluruhan dari keadaan tidur dan
terjaga dibakar.
e. Hubungan dengan fenomena siklik

Sel pada tumbuhan dan hewan mengalami fluktuasi ritnis dalam berbagai
fungsinya yang lamanya sekitar 24 jam, yang disebut bersifat sirkadian. Pada
mamalia,termasuk manusia , sebagain besar sel memiliki irama sirkadian. Dalam
hati, irama ini dipengaruhi oleh pola asupan makanan,tetapi pada hampir semua
sel lain irama diselaraskan oleh sepasang nucleus suprakiasmatik (SCN), satu di
tiap-tiap sisi di atas kiasma optikum.

B. DEFINISI
Febris (demam) adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam
adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh.
Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri,
virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan
(Hartini et al, 2015).

Febris (demam) merupakan suatu keadaan saat suhu tubuh seseorang berada diatas
normal atau diatas 37,5°C yang merupakan salah satu gejala saat tubuh terserang
suatu penyakit (Cahyaningrum & Putri, 2017).

Febris (demam) merupakan bukan suatu penyakit, namun demam merupakan suatu
tanda gejala dari penyakit. Umumnya demam sebagai bentuk respon infeksi atau
inflamasi yang disebabkan oleh bakteri, virus dan patogen lain, namun apabila
demam yang terjadi sangat tinggi maka akan membahayakan (Setyowati, 2017).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas febris atau demam merupakan suatu kondisi
seseorang ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu normal (>37,5°C) yang dapat
terjadi apabila seseorang mengalami infeksi atau inflamasi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, maupun patogen lainnya.

C. ETIOLOGI

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran, demam dapat


disebabkan sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2016) :
a) Riwayat Penyakit

Adanya riwayat penyakit seperti tumor, infeksi saluran kemih, pneumonia,


meningitis, sinusitis, gastroenteritis, serta penyakit yang menyerang sistemimun
lainnya dapat menimbulkan demam sebagai bentuk inflamasi akibat penyakit.
b) Adanya Infeksi

Infeksi akibat bakteri, virus, serta patogen lainnya dapat menyebabkan tubuh
seseorang menjadi demam.
c) Imunisasi

Reaksi imunisasi dapat menyebabkan demam karena virus yang dimasukkan ke


dalam tubuh sehingga menimbulkan reaksi demam sebagai bentuk respon
tubuh untuk melawan benda asing di dalam tubuh.
d) Suhu Lingkungan

Keadaan suhu dilingkungan dapat menyebabkan seseorang menjadi demam,


hal ini dikarenakan suhu tubuh akan menyesuaikan dengan suhu lingkungan
dimana ia berada.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016) tanda dan gejala terjadinya febris adalah :
a) Suhu tubuh tinggi (>37,5°C)

b) Warna kulit kemerahan

c) Adanya peningkatan frekuensi pernafasan

d) Menggigil

e) Dehidrasi

f) Kehilangan nafsu makan

g) Mukosa bibir kering

h) Lema

E. PATOFISIOLOGI
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan non infeksi berinteraksi dengan
mekanisme pertahanan proses. Saat mekanisme ini berlangsung, bakteri atau pecahan
jaringan akan difagositosis oleh leukosit, makrofag, serta limfosit pembunuh yang
memiliki granula dalam ukuran besar. Seluruh sel ini kemudian mencerna hasil
pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukinke dalam cairan tubuh (zat
pirogen/pirogen endogen).

Pada saat interleukin-1 sudah sampai ke hipotalamus akan menimbulkan demam


dengan cara meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-10 menit. Interleukin-1
juga memiliki kemampuan untuk menginduksi pembentukan prostaglandin ataupun
zat yang memiliki kesamaan dengan zat ini, kemudian bekerja dibagian hipotalamus
untuk membangkitkan reaksi demam. Kekurangan cairan dan elektrolit dapat
mengakibatkan demam karena cairan dan elektrolit ini mempengaruhi keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior. Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan
cairan dan elektrolit maka keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior
mengalami gangguan (Sodikin, 2012).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
Sebelum meningkat ke pemeriksaan-pemeriksaan yang mutakhir, yang siap tersedia
untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat
diperiksa bebrapa uji seperti uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi
permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk
membuat diagnosis dengan lebih pasti melalui biopsy pada tempat- tempat yang
dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau
limfangiografi (Nurarif & Kusuma, 2016).
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG & HOSPITALISASI

A. KONSEP PERTUMBUHAN USIA

1. Pengertian Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti

sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga karena

bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara kuantitatif seperti

bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala (IDAI, 2011).

Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki.Kematangan

pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, kemudian secara

berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah.Pada masa fetal pertumbuhan kepala

lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total

panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori pertumbuhan dan

perkembangan anak.

a Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 5,

yaitu:

 0 – 2 tahun adalah masa bayi

 1 – 5 tahun adalah masa kanak-kanak

 6 – 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar

 12 – 14 adalah masa remaja

 14 – 17 tahun adalah masa pubertas awal

b Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 3, yaitu :

 0 – 7 tahun adalah tahap masa anak kecil

 7 – 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah rendah

 14 – 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari anak

menjadi dewasa.

2. Ciri-ciri Pertumbuhan
Hidayat (2011) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami

pertumbuhan bila terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik,

seperti berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan,

lingkar dada, perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau organ
manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa, terdapat ciri baru

yang secara perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya rambut pada

daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa

pertumbuhan seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya

refleks tertentu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan


Supariasa (2011) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama

yaitu:

a. Faktor Internal (Genetik)

Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang normal

dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila potensi

genetik ini dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan maka pertumbuhan

optimal akan tercapai (Supariasa, 2011).

b. Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain keluarga,

kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, kesehatan lingkungan, kesehatan

prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status kesehatan, serta lingkungan

tempat tinggal.

B. KONSEP PERKEMBANGAN USIA

1. Pengertian Perkembangan

Desmita (2011) mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada pengertian

perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian

perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang

dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan belajar.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh

yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan

sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan

sistemnya yang terorganisasi. Dengan demikian, aspek perkembangan ini bersifat

kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian

tubuh.Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompakan darah,

kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak untuk tengkurap, duduk,

berjalan, memungut benda-benda di sekelilingnya serta kematangan emosi dan


sosial anak.

2. Prinsip Perkembangan
Ada beberapa prinsip dalam perkembangan yaitu :

a. Perkembangan merupakan suatu kesatuan.

Perkembangan diidentifikasi dalam beberapa aspek. Semua aspek saling

berkaitan. Misalnya, anak belajar membaca berkaitan dengan kesiapan aspek

kognitif (berpikir).

b. Perkembangan dapat diprediksi.

Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan. Dari sisi

umur pun dapat diperkirakan perkembangan anak. Anak usia satu tahun diperkirakan

sudah dapat berkomunikasi menggunakan satu kata. Misalnya, ’mam’ untuk

menyatakan mau makan.

c. Rentang perkembangan anak bervariasi.

Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya baru bisa

berjalan setelah berusia 18 bulan.

d. Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan (maturation) dan pengalaman

(experience).

Kematangan (maturation) merupakan proses alami. Kapan masa kematangan

untuk satu kemampuan muncul ditentukan oleh diri anak sendiri. Faktor gizi dan

kesehatan turut menentukan terjadi proses kematangan. Faktor kematangan untuk

setiap aspek kemampuan bervariasi. Tetapi, guru atau pendidik perlu mengetahui

kapan kira-kira kematangan untuk setiap kemampuan muncul. Hal itu penting

karena sangat erat dengan kesiapan belajar. Oleh Montessori dikenal dengan masa

’siap’. Anak yang belajar kemampuan di saat masa matang itu muncul akan

memudahkan anak melakukan dan membentuk kemampuanya. Anak yang kondisi

fisiknya (kaki) belum matang atau belum siap berdiri tidak akan bisa berdiri walau

sering dilatih. Bahkan, kalau dilatih terus bisa merusak kaki. Kaki anak bisa menjadi

bengkok (bentuk X atau O). Pada saat anak siap anak perlu dilatih sehingga anak

memperoleh pengalaman. Pengalaman ini akan menentukan kemampuan itu

terbentuk

e. Proses perkembangan terjadi dari atas ke bawah (Cepalocaudal) dan dari dalam ke

luar (proximodistal).

Capaian perkembangan sebagai suatu urutan yang saling berangkai dan


merupakan tangga hirarki. Untuk Telungkup, duduk, berdiri dan kemudian berjalan.

Itu merupakan satu rangkaian perkembangan. Hal tersebut yang menjadikan

perkembangan dapat diprediksi.

f. Perkembangan dipengaruhi aspek budaya.

Anak yang hidup di sekitar orang yang biasa berbicara dengan suara tinggi, kuat

dan keras akan membuat anak juga memiliki cara bicara yang seperti itu juga. Misal,

orang Batak Toba memiliki kebiasaan berbicara dengan suara tinggi dan cepat.

Kebiasaan ini juga akan muncul dalam perilaku anak berbicara. Bila berbicara

dengan temannya anak cenderung berbicara dengan suara tinggi, kuat dan keras

juga (Wong, 2009).

3. Tahap-Tahap Perkembangan
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase

perkembangan.Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk kehidupan

tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya.Sekalipun perkembangan itu dibagi-bagi

ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini dapat dipahami dalam hubungan

keseluruhannya. Secara garis besar seorang anak mengalami tiga tahap perkembangan

penting, yaitu kemampuan motorik, perkembangan fisik dan perkembangan

mental.Kemampuan motorik melibatkan keahlian motorik kasar, seperti menunjang

berat tubuh di atas kaki, dan keahlian motorik halus seperti gerakan halus yang

dilakukan oleh tangan dan jari. Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada

perkembangan alat-atal Indra. Perkembangan mental menyangkut pembelajaran bahasa,

ingatan, kesadaran umum, dan perkembagan kecerdasan (Wong. 2009).

. Anak usia 0-7 tahun

Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung pada

lingkungannya. Kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada gerak-gerak,

menangis. Usia setahun secara berangsur dapat mengucapkan kalimat satu kata, 300

kata dalam usia 2 tahun, sekitar usia 4-5 tahun dapat menguasai bahasa ibu serta

memiliki sifat egosentris, dan usia 5 tahun baru tumbuh rasa sosialnya kemudian

usia 7 tahun anak mulai tumbuh dorongan untuk belajar. Dalam membentuk diri

anak pada usia ini belajar sambil bermain karena dinilai sejalan dengan tingakt

perkembangan usia ini.

a. Anak usia 7-14 tahun

Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan


intelektual, perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga rasullullah

menyatakan bahwa bimbingan dititik beratkan pada pembentukan disiplin dan

moral.

b. Anak usia 14-21 tahun

Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang masa

dari usia 14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada usia ini anak berada pada masa

transisi sehingga menyebabkan anak menjadi bengal, perkataan-perkataan kasar

menjadi perkataan harian sehingga dengan sikap emosional ini mendorong anak

untuk bersikap keras dan mereka dihadapkan pada masa krisis kedua yaitu masa

pancaroba yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke masa pubertas. Dalam

kaitannya dengan kehidupan beragama, gejolak batin seperti itu akan menimbulkan

konflik.

C. KONSEP HOSPITALISASI USIA

1. Pengertian

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di

rumah sakit.Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan

lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor

stressor bagi anak baik terhadap anak maupunorang tua dan keluarga (Wong, 2009).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.

Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan

menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2012).

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah

suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat

atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan

beberapa perubahan psikis pada anak.

2. Dampak Hospitalisasi

Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua

tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor

dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun

lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan.Keluarga sering merasa


cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan.

Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak

akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama

perawatan. Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses

penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Pasien anak akan merasa nyaman

selama perawatan dengan adanya dukungan social keluarga, lingkungan perawatan

yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat

proses penyembuhan. Fakta tersebut merupakan masalah penting yang harus

mendapatkan perhatian perawat dalam pengelolah asuhan keperawatan (Supartini,

2012).

3. Reaksi anak terhadap Hospitalisasi

Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku

sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat individual,

dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman

sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping

yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena

perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak

terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan usia

anak yaitu:

a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)

Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan

orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.

Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila

berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan.

Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak

melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi

akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah

dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya

menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak

menyenangkan (Supartini, 2012).

b. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)

Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya.

Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak
sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial).

Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit

memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap

putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif,

kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap

pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima

perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai

lingkungannya. Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan

kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada

lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya

atau regresi. Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan

mengomunikasikan rasa nyerinya (Supartini, 2012).

c. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan

lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan

menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah

sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak

pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena

ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati,

dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan

ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak

sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu

mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau

menggigit dan memegang sesuatu dengan erat (Supartini, 2012).

d. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)

Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan

timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila

harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan

cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat

anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga

atau petugas kesehatan di rumah sakit.Reaksi yang sering muncul terhadap

pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang

dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau
menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan

sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya,

menarik diri dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran orang lain (Supartini,

2012).

4. Pencegahan Dampak Hospitalisasi

a Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga

Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti

kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat

proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan

anak (Supartini, 2012).

b Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak

Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu

mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan

aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan

terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak

(Supartini, 2012).

c Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)

Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak.

Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi

dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary

(Supartini, 2012).

d Tidak melakukan kekerasan pada anak

Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti

dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh

kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan

demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan

memperberat kondisi anak (Supartini, 2012).

e Modifikasi Lingkungan Fisik

Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan

keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu

berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Supartini, 2012).


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. PENGKAJIAN

a. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan

b. Riwayat kesehatan : mengenai kondisi kesehatan klien baik dahulu atau saat ini

c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.

d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai
demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll),
apakah menggigil, gelisah
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama/penyakit lain yang
pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik/tidak)
g. Pemeriksaan fisik Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi

h. Pemeriksaan persistem

a) Sistem persepsi sensori

1) Sistem persyarafan: kesadaran

2) Sistem pernafasan

3) Sistem kardiovaskuler

4) Sistem gastrointestinal

5) Sistem integument

6) Sistem perkemihan

b) Pada fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

2) Pola nutrisi dan metabolism

3) Pola eliminasi

4) Pola aktivitas dan latihan

5) Pola tidur dan istirahat

6) Pola kognitif dan perseptual

7) Pola toleransi dan koping stress

8) Pola nilai dan keyakinan

9) Pola hubungan dan peran

i. Pemeriksaan penunjang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Hipertermia berhubungan dengan Proses Penyakit (febris)

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan KurangPengetahuan


Proses Penyakit (ferbis)
3. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi (mengenai
febris)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI RASIONAL

KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN


1 Hipertermia berhubungan Setelah dilaksanakan asuhan NIC LABEL : NIC LABEL :
dengan Proses Penyakit keperawatan selama 1x 24 jam
Fever treatment Fever treatment
(febris) diharapkan suhu tubuh pasien
a. Monitor tekanan darah, nadi dan RR. a. Untuk mengetahui status
normal dengan kriteria hasil :
kesehatan pasien
NOC LABEL: Hipertermia b. Monitor WBC, Hb, dan Hct.
b. Untuk mengetahui
Kriteria Hasil:
c. Kompres pasien pada lipat paha dan
perkembangan kondisi
a. Suhu tubuh dipertahankan
aksila.
pasien
pada skala 2 ditingkatkan
c. Sebagai alternatif untuk
ke skala 5 (tidak ada
membantu menurunkan
deviasi dari rentang
panas pasien
normal 36,5 – 37,5oC)
b. Nadi dipertahankan pada
skala 3 ditingkatkan ke Themperature regulation
skala 5
a. Untuk memantau suhu tubuh
c. Respirasi dipertahankan
pasien
Themperature regulation
b. Untuk mengetahui apakah
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam.

b. Monitor warna dan suhu kulit.


pada skala 3 ditingkatkan ada perubahan warna dan
ke skala 5 suhu kulit
c. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
c. Untuk memberikan asupan
kebutuhan pasien
d. Memberikan antipiretik

d. Berikan antipiretik jika perlu. sesuai resep dokter jika


diperlukan

2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Monitor TTV NIC Label : Monitor TTV
efektif keperawatan selama 3 x 24 jam
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, a. Untuk mengetahui status
berhubungan dengan diharapkan risiko jatuh tidak
dan status pernafasan secara tepat kesehatan pasien
Kurang Pengetahuan Proses terjadi dengan tujuan & kriteria
Penyakit (ferbis) hasil :
NOC Label : Tanda-Tanda b. Identifikasi kemungkinan b. Untuk mengetahui

Vital penyebab perubahan tanda-tanda kemungkinan yang dapat

a. Tekanan darah sistolik dan vital menyebabkan perubahan

diastolik dipertahankan TTV

pada skala 2 (berat)


ditingkatkan ke skala 4 c. Untuk mengetahui adanya
perubahan warna, suhu dan
c. Monitor warna, suhu dan
kelembaban kulit
(ringan) kelembaban kulit

b. Nadi dipertahakan pada NIC Label : Terapi Oksigen NIC Label : Terapi Oksigen
skala 3 (sedang)
a. Berikan oksigen seperti yang a. Memberikan terapi oksigen
ditingkatkan ke skala 4
diperintahkan sesuai peresepan
(ringan)
c. Suhu tubuh dipertahankan
pada skala 3 (sedang) b. Pertahankan kepatenan jalan nafas b. Untuk tetap menjaga

ditingkatkan ke skala 4 kepatenan jalan nafas

(ringan)
d. Pernafasan dipertahankan
c. Monitoring aliran oksigen
pada skala 3 (sedang)
c. Monitor aliran oksigen sesuai terapi yang pasien
ditingkatkan ke skala 4
dapatkan
(ringan)

NOC Label : Status Sirkulasi

a. Kelelahan dipertahankan
pada skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 4
(ringan)
b. Wajah pucat dipertahankan
pada skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 4
(ringan)
3 Defisiensi Pengetahuan Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Pendidikan Kesehatan NIC Label : Pendidikan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Kesehatan
Kurang Informasi diharapkan pasien memahami a. Memberikan KIE pada
(mengenai febris) tentang penyakit hipertensi a. Tentukan pengetahuan kesehatan dan pasien dan keleuarga
dengan tujuan & kriteria hasil : gaya hidup perilaku saat ini pada mengenai gaya hidup yg
NOC Label : Promosi individu dan keluarga dapat diterapkan
Kesehatan
a. Sumber informasi
b. Agar keluarga pasien ikut
dipertahankan pada skala 2
b. Melibatkan keluarga dalam perencanaan berpartisipasi dalam
(pengetahuan terbatas)
implementasi gaya hidup sehat penerapan gaya hidup sehat
ditingkatkan ke skala 4
(pengetahuan banyak)
NIC Label : Fasilitasi
NOC Label : Manajemen Pembelajaran
NIC Label : Fasilitasi Pembelajaran a. Memberikan KIE pada
Penyakit
a. Berikan informasi sesuai dengan
pasien mengenai kondisi
perkembangan pasien
a. Tanda dan gejala pe nyakit sesuai dengan
dipertahanjan pada skala 2
b. Berikan media yang tepat agar pasien perkembangannya selama
(pengetahuan terbatas(
mampu mengingat materi dirawat
ditingkatkan ke skala 4
b. Memberikan media sebagai
(pengetahuan banyak)
alat bantu mengingat materi
seperti leaflet
c. Gunakan bahasa yang mudah c. Menggunakan bahasa
dimengerti ssehari-hari yang digunakan
pasien dan keluarga
d. Untuk mengkaji
d. Ulangi informasi yang diberikan
kemampuan pasien dan
keluarga memahami
informasi yg disampaikan
D. EVALUASI

Menurut Nursalam (2013) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

1. Evaluasi formatif Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimanaevaluasi


dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
2. Evaluasi somatif Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasiini
menggunakan SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning)
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M.(2016). Nursing
Intervention Classification (NIC), 6th Edition.Indonesia:Elsevier.

Cahyaningrum, E.D & Putri, D.(2017). Perbedaan Suhu Anak Demam Sebelum Dan
Setelah Kompres Bawang Merah. STIKes Harapan Bangsa Purwokerto. Jurnal
Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan
Hartini, Sri, Pertiwi, P.P.(2015). Efektifitas Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Anak Demam Usia 1 - 3 Tahun Di SMC RS Telogorejo Semarang.
Jurnal Keperawatan
NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta : EGC.

Nurarif, A.H & Kusuma, H.(2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction

Nursalam. (2013). Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional (3rd ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Setyowati, Lina.(2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan Penanganan
Demam Pada Anak Balita Di Kampung Bakalan Kadipiro Banjarsari Surakarta.
STIKES PKU Muhamadiah Surakarta

Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai