Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Demam/Fever/Febris, bila suhu tubuh > 37,70 C. Ada yang menyebutkan demam

sebagai peningkatan suhu tubuh diatas normal (380‚400C).Hiperpireksia, bila suhu tubuh
>41,10C, ada juga yang menyebutkan > 400 C. Subfebris, bila suhu tubuh diatas
normal, tapi lebih rendah dari 37,70C (Zein, 2012).

Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam
adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam
terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau
parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat ‚ obatan (Hartini, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak
merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus.
Penyakit ‚ penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem
tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan
imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan
terhadap

infeksi (Wardiyah, 2016).


B. Klasifikasi febris

Klasifikasi Menurut Nurarif (2015) adalah sebagai berikut:


1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga
demam hektik.
1. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai

dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
2. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua
hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

3. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat

5
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
4. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang- kadang dikaitkan dengan suatu
penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria.
Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera
dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing,
malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab
yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami,
pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau
penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada
terhadap infeksi bakterial. (Nurarif, 2015)

C. Anatomi Fisiologi

Gambar 1 Anatomi Hipotalamus

Hipotalamus merupakan bagian ujung anterior diensefalon dan di depan


nucleus interpedunkularis. Hipotalamus terbagi dalam berbagai inti

dan dareah inti. Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior thalamus. Berfungsi
mengontrol dan mengatur system saraf autonom, Pengaturan diri terhadap
homeostatic, sangat kuat dengan emosi dan dasar pengantaran tulang, Sangat penting
berpengaruh antara system syaraf dan endokrin. Hipotalamus juga bekerjasama dengan
hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan
suhu tubuh melalui peningkatan vasokonstriksi atau vasodilatasi dan
mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga sebagai

5
pusat lapar dan mengontrol berat badan. Sebagai pengatur

tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan pusat respons emosional (rasa
malu, marah, depresi, panic dan takut).
Adapun fungsi dari hipotalamus antara lain adalah:

a. Mengontrol suhu tubuh

b. Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin

c. Mengontrol asupan makanan

d. Mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis anterior

e. Menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior

f. Mengontrol kontraksi uterus pengeluaran susu

g. Pusat koordinasi sistem saraf otonom utama, kemudian

mempengaruhi semua otot polos, otot jantung, sel eksokrin

h. Berperan dalam pola perilaku dan emosi Peran hipotalamus adalah


pengaturan hipotalamus terhadap nafsu makan terutama bergantung
pada interaksi antara dua area : area “makan” lateral di anyaman
nucleus berkas prosensefalon medial pada pertemuan dengan serabut
polidohipotalamik, serta “pusat rasa kenyang:' medial di nucleus
vebtromedial. Perangsangan pusat makan membangkitkan perilaku
makan.
D. Etiologi
Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh beredarnya suatu molekul kecil di
dalam tubuh kita yang disebut dengan Pirogen, yaitu zat pencetus panas. Biasanya
penyebab demam sudah bisa diketahui dalam waktu satu atau dua hari dengan
pemeriksaan medis yang terarah.
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi juga
dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian
obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu

sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan
diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat
penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan
evaluasi pemeriksaan laboratorium,
serta penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif, 2015).
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat

5
toksik yang mempengaru pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri,
tumor otak atau dehidrasi (Guyton dalam Thobroni, 2015).
Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dalam
Thobroni (2015) bahwa etiologi febris,diantaranya

1. Suhu lingkungan.

2. Adanya infeksi

3. Pneumonia.

4. Malaria.

5. Otitis media.

6. Imunisasi
E. Tanda Dan Gejala
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5ºC - 39ºC)

2. Kulit kemerahan

3. Hangat pada sentuhan

4. Peningkatan frekuensi pernapasan

5. Menggigil

6. Dehidrasi

7. Kehilangan nafsu makan


F. Komplikasi

1. Dehidrasi : demam ↑ penguapan cairan tubuh

2. Takikardi,Insufisiensi,jantung,Insufisiensi,pulma

5
G. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri

dari permukaan dalam yaitu lipid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal, memmbran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh

ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) serta elektrolit lainnya
kecuali ion kloirda (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion K+ dalam neuron tinggi dan
konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron berlaku sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut sebagai potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini, diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K-ATP-ase ynag terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra seluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawia

atau aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membran neuron itu sendiri karena penyakit


atau keturunan

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan meningkatkan metabolisme


basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur
3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang dewasa
yang hanya mencapai 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion

kalium maupun ion natrium melalui membran sel yang mengakibatkan lepasnya aliran
listrik. Lepasnya aliran listrik ini sedemikian besarnya

sehingga dapat meluas ke seluruh bagian sel maupun membran sel di sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” sehingga terjadilah kejang.Ambang kejang tiap anak
berbeda. Pada anak dengan ambang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 0C,
sedang anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 0C atau
lebih.

2
H. Pathway
Dehidrasi

Tubuh kehilangan cairan

Penurunan cairan intrasel

DEMAM
DEMAM

Peningkatan evaporasi

Ganggauan rasa nyaman Peningkatan suhu tubuh


Diare

Tidak bisa tidur Hipertermi

Gangguan pola tidur


I.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan demam menurut (Zein, 2012),

Pemeriksaan radiologis :

thorax, USG upper dan lower abdomen, bila dibutuhkan juga harus diperiksa CT scan
abdomen, pemeriksaan darah lengkap, termasuk kimia darah, serologi terhadap
beberapa seromarker yang ada, serta pemeriksaan imunologi, seperti ANA test untuk
melihat kemungkinan SLE.

Pemeriksaan labolatorium :

1. Darah dan urine rutin merupakan pemeriksaan dasar untuk penjajakan demam.
Kalau dari darah dan urine rutin sudah dapat menemukan penyebab demam, maka
pemeriksaan lainnya hanya untuk konfirmasi diagnostik atau untuk melihat
kemungkinan komplikasi. Banyak penyakit infeksi sudah bisa diketahui atau sudah
dapat diduga dengan pemeriksaan darah dan urine rutin dan dikonfirmasi dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada Tabel 1 beberapa penyakit
infeksi yang umum di Indonesia dengan manifestasi demam dapat dibedakan
dengan pemeriksaan darah rutine dan mengenali jenis demamnya. Beberapa
petunjuk penting pada kasus demam akibat penyakit infeksi dan non infeksi yang
lazim ditemukan pada pemeriksaan darah rutin antara lain:

a. Anemia sering dijumpai pada malaria, leptospirosis, demam tifoid,


tuberkulosis, infeksi saluran kemih dengan batu (biasanya disertai dengan
hematuria), SLE, ITP, dan malignansi.

b. Leukopenia sering dijumpai pada infeksi virus akut seperti DBD, chikungunya,
demam tifoid, ITP, anemia aplastik.

c. Leukositosis dijumpai pada infeksi bakteri, malaria, leptospirosis, leukemia


(lebih dari 20.000).
d. Trombositopenia dijumpai pada DBD, chikungunya, leptosopirosis, malaria,
ITP, dan anemia aplastik.

e. Hematokrit meningkat pada keadaan dehidrasi seperti pada diare akut, DBD.
f. Limfopenia dijumpai pada infeksi virus akut

g. Limfositosis dijumpai pada infeksi kronik seperti tuberkulosis

h. LED meningkat pada kasus infeksi bakteri, anemia kronik.

i. Eosinofilia lazim ditemukan pada demam dengan invasi parasit seperti


askariasis, trichuriasis, schistosomiasis, necatoriasis,

trichinosis, fascioliasis, gnathostomiasis, paragonimiasis, Loefler's

syndrome dan reaksi alergi

2. Urinalisis harus dilakukan pada urine yang baru ditampung. Proteinuria ringan bisa
dijumpai pada pasien demam dengan berbagai sebab. Proteinuria juga dijumpai
pada keadaan hematuria. Gross hematuria sering dijumpai pada pasien
leptospirosis, malaria berat (Black Water Fever), batu saluran kemih, DBD,
dan kelainan

hemostasis.
3. Pemeriksaan feses, merupakan pemeriksaan sederhana secara mikroskopik, dapat
menemukan berbagai mikroorganisme penyebab demam, seperti amuba, shigella,
berbagai cacing usus, dan berbagai jenis jamur. Pemeriksaan feses bisa dilanjutkan
dengan kultur dan tes sensitivitas serta PCR. Bila diperlukan kultur feses sesuai
dengan mikroorganiosme yang dicurigai sebagai penyebab.
4. Malaria smear dengan sediaan darah tebal dan tipis harus dilakukan pada pasien
demam yang dicurigai malaria. Pemeriksaan darah malaria

harus diambil dari ujung jari (darah tepi, bukan darah vena). Hapusan darah tebal
dan tipis dibuat dalam satu slide, dan untuk darah tebal,

tidak difiksasi. Pewarnaan Giemsa untuk sediaan darah tepi malaria harus susuai
dengan standard.
5. Rapid Diagnostic Test (RDT) dengan stick saat ini banyak digunakan untuk
mendeteksi berbagai infeksi seperti DBD (NS1, IgM, IgG), Malaria (falciparum dan
vivax), Influenza, Demam tifoid (typhidot), Leptospirosis, Infeksi HIV.
6. Bacterial smear dapat dilakukan dari urine atau sekret yang diduga sebagai akibat
dari infeksi.
7. Tes Antigen saat ini terus berkembang untuk beberapa penyakit infeksi, seperti
NS1 pada DBD
8. Tes Serologik. Berbagai jenis tes serologik terus berkembang saat ini

untuk menegakkan diagnosis penyakit dan berbagai marker penyakit. Pemeriksaan


serologik untuk mendiagnosa penyebab demam

dimintakan sesuai dengan penilaian klinis. Misalnya, ASTO meninggi pada demam
rematik, ANA positip pada SLE, viral marker hepatitis seperti anti HCV, HbsAg, IgM
anti HVA pada hepatitis akut, dan lain- lain.
9. Kultur darah dan sensitivity test harus dimintakan sesuai dengan temuan dan
dugaan klinis. Pengambilan sampel darah untuk kultur setelah pemberian
antibiotik selalu memberikan nilai negatip.

Permintaan kultur jenis bakteri atau jamur tertentu akan lebih terarah dalam
menelusuri etiologi penyebab demam.

10. Kimia Darah, seperti Elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin, LFT, dan lain-lain
tergantung kondisi klinis pasien. Pemeriksaan kimia darah ditujukan untuk
melihat fungsi organ dan gangguan metabolik lain akibat penyakit yang
mendasari atau akibat komplikasinya, dan juga untuk menunjang diagnosis
penyebab demamnya. Misalnya, tuberkulosis selalu sebagai komplikasi
diabetes, gangguan fungsi ginjal terjadi pada Weil's diseases,
hiponatremia bisa terjadi pada

malaria dan DBD, enzim transaminase selalu meninggi pada DBD, leptospirosis dan
malaria.

J. Penatalaksanaan medis

10
Pada keadaan hipepireksia ( demam ≥ 41 °C ) jelas diperlukan penggunaan
obat — obatan antipiretik. Ibuprofen mungkin aman bagi anak— anak dengan
kemungkinan penurunan suhu yang lebih besar dan lama kerja yang serupa dengan kerja
asetaminofin

11
Daftar Pustaka

Hartini, S., & Pertiwi. (2015). Efektifitas kompres air hangat terhadap

penunrunan suhu tubuh anak demam usia 1 — 3 tahun di SMC RS Telogorejo


Semarang. Http://ejournal.siktestelogorejo.ac.id

M .Thobroni, imam. (2015). Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Praktek.


Yogyakarta : Arr-Ruzz Media

Nur, Rohmah Resty P And Agus Sarwo Prayogi, And Eko Suryani, (2018)
Umkmripik Hdoprms Lik`it Uici Ikih Cmoio Cmk`ik @ik``uik Umomkulik
Hmautulik Kyioik Ci Qsuc Znmoik. Skripsi Thesis, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta. Http://Eprints.Poltekkesjogja.ac.id/1413/

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Wardiyah, Aryanti. (2016). Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres

Hangat Dan Tepid sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Yang
Mengalami demam Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung. Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 4, No. 1, 45. Diakses dari


Http://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/download/101/94

Yahya, M. Azmi. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien An. Q Dengan Febris Di Ruang
Rawat Inap Anak Rsud Dr. Achmad Mochtar Bukittinnggi Tahun
2018
.Http://Repo.Stikesperintis.ac.id/1208/1/46%20siska%20damayanti.
Http://Repo.Stikesperintis.ac.id/1208/1/46%20siska%20damayanti.
Pdf

Zein, Umar. 2012. Buku Saku Demam. Medan : USU PRESS 2012

Anda mungkin juga menyukai