Anda di halaman 1dari 20

PERENCANAAN PEMBELAJARAN SD

Dosen Pengampu :

L Heny Nirmayani, M.Pd

Oleh :

LUH PUTU SUCI TEGARRINI

2011031013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN DHARMA ACARYA

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU KUTURAN SINGARAJA

TAHUN AJARAN 2022/2023


1. KONSEP ANALISIS PERKEMBAGAN DASAR KURIKULUM

A. Pengertian Kurikulum

Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani,


yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman
Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata
courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari dari garis start sampai garis finish untuk memperoleh medali atau
penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian diubah menjadi program
sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya (curriculum is the entire schoool
program and all the people involved in it). Program tersebut berisi mata pelajaran
(courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti
SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan
seterusnya.

Secara terminologis, istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata


pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik disekolah untuk
memperoleh ijazah. Implikasi dari pengertian tersebut adalah :

a) Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran adalah kumpulan
warisan budayadan pengalaman-pengalaman masa lampau yang mengandung nilai-
nilai positif untuk disampaikan kepada generasi muda. Mata pelajaran tersebut harus
mewakili semua aspek kehidupan dan semua domain hasil belajar sesuai dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan.
b) Peserta didik harus mempelajari dan menguasai seluruh mata pelajaran
c) Mata pelajaran tersebut hanya dipelajari disekolah secara terpisah-pisah
d) Tujuan akhir kurikulum adalah untuk memperoleh ijazah.

B. Othanel Smith, W.O Stanley dan J. Harlan Shores memandang kurikulum


sebagai a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of
disciplining children and youth in group ways of thinking and acting. Pengertian ini
menunjukkan kurikulum bukan hanya mata pelajaran, tetapi juga pengalaman-
pengalaman potensial yang dapat diberikan kepada peserta didik. Selanjutnya, J. Galen
Saylor dan William M. Alexander mengemukakan the curriculum is the sum total of
school’s effort to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or out
of school. Pengertian ini lebih luas lagi dari pengertian sebelumnya, kurikulum tidak
hanya mata pelajaran dan pengalaman melainkan semua upaya sekolah untuk
mempengaruhi peserta didik belajar, baik di kelas, di halaman sekolah atau di luar
sekolah. Akhirnya, Harold B. Alberty juga memahami kurikulum sebagai all of the
activities that are provided for the student by the school.

Simpulan yang didapatkan dari pengertian-pengertian para ahli tersebut, yaitu


kurikulum adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi/materi) yang telah
disusun secara ilmiah, baik yang terjadi didalam kelas, dihalaman sekolah maupun diluar
sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.

B. Posisi Kurikulum dalam Sistem Pendidikan


Pendidikan di indonesia telah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Dalam Penjelasan atas UU RI No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa pendidikan
nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan produktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah.
Untuk mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, harus ada suatu
alat yang disebut dengan kurikulum. Dengan demikian, kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Disinilah awal dari kedudukan kurikulum dalam sistem
pendidikan nasional. Kedudukan ini sekaligus menunjukkan peran strategis kurikulum
pendidikan, baik pendidikan formal, pendidikan nonformal maupun pendidikan informal,
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Selagi ada manusia di dunia ini, selagi itu pula
kurikulum harus ada. Tidak ada pendidikan jika tidak ada kurikulum. Kedudukan
kurikulum dalam sistem pendidikan nasional dipandang sangat strategis dan vital karena
kurikulum akan mengarahkan semua kegiatan pendidikan, termasuk sarana dan prasarana
serta orang-orang yang terlibat didalamnya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kedudukan kurikulum dapat juga dilihat dari sitem pendidikan itu sendiri. Pendidikan
sebagai sistem tentu memliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling
ketergantungan. Komponen-komponen itu antara lain tujuan pendidikan, kurikulum,
pendidik, peserta didik, lingkungan, sarana dan prasarana, manajemen dan teknologi.
Berdasarkan komponen-komponen ini jelas bahwa kurikulum memiliki kedudukan
tersendiri dalam sistem pendidikan nasional.

C. Fungsi dan Kegunaan Kurikulum


1. Fungsi Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru
kurikulum itu berrfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum itu berfungsu
sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat,
kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi
terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum
berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat
enam fungsi kurikulum, yaitu:
a. Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted,
yaitu maampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami
perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
b. Fungsi Integrasi (the integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-prbadi yang utuh. Siswa pada
dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena
itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan
berintegrasi dengan masyarakatnya.
c. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function)
Fungsi differensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu
siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang
harus dihargai dan dilayani dengan baik.
d. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat
mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena
sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
e. Fungsi Pemilihan (the selective function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memlilih
program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi differensiasi, karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya,
kesempatan bagi sisiwa tersebut untuk memlilih apa yang sesuai dengan minat
dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu
disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya.
Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-
kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan
sendiri potensi kekuatan yang dimlikinya atau memperbaiki kelemahan-
kelemahannya.

 2. Kegunaan Kurikulum


Kegunaan kurikulum dibagi menjadi tiga, yaitu: kegunaan kurikulum bagi guru,
kegunaan kurikulum bagi sekolah, dan kegunaan kurikulum bagi masyarakat.
1). Kegunaan kurikulum bagi guru
a. Kurikulum sebagai pedoman bagi guru dalam merancang, malaksanakan, dan menilai
kegiatan pembelajaran.
b.  Membantu guru untuk memperbaiki situasi belajar.
c.  Membantu guru menunjang situasi belajar ke arah yang lebih baik.
d.  Membantu guru dalam mengadakan evaluasi kemajuan kegiatan belajar mengajar
e. Memberikan pengertian dan pemahaman yang baik bagi guru untuk menjalankan
tugas sebagai pengajar yang baik di kelas.
f.  Mendorong guru untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan program pendidikan.

2).     Kegunaan kurikulum bagi sekolah


a. Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuanpendidikan, baik itu
dalam tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional.
Dengan adanya suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan
oleh sekolah tertentu dapat tercapai.
b. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan
(KTSP).
c. Memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (KTSP).

3).      Kegunaan kurikulum bagi masyarakat


a.  Sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya di sekolah
(dalam hal ini orang tua sebagai bagian dari masyarakat).
b.  Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam
rangka memperlancar program pendidikan, serta dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun dalam penyempurnaan program pendidikan di sekolah.
                                                                                                                                               
4).      Kegunaan kurikulum bagi Orang Tua
           Bagi orang tua, kurikulum berkegunaan sebagai bentuk adanya partisipasi orang tua
dalam membantu usaha sekolah dalam memajukan putra putrinya. Bantuan yang
dimaksud  dapat berupa konsultasi langsung dengan sekolah/guru  mengenai masalah-
masalah menyangkut anak-anak mereka. Bantuan berupa materi dari orang tua anak
dapat melalui lembaga BP-3. Dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah,
para orang tua dapat mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak
mereka, sehingga partisipasi orang tua ini pun tidak kalah pentingnya dalam
menyukseskan proses belajar mengajar disekolah.

5).     Kegunaan kurikulum bagi Siswa itu sendiri


          Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar  tersusun merupakan suatu
persiapan bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapatkan sejumlah pengalaman
baru yang dikemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak,
agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti. Kalau kita kaitkan dengan pendidikan
Islam, pendidikan mestinya diorientasikan kepada kepentingan peserta didik, dan perlu
diberi bekal  pengetahuan untuk hidup pada zamannya kelak.

D. Teori Kurikulum
Teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang
disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap
serangkaian kejadian. Perangkat pernyataan tersebut dirumuskan dalam bentuk definisi
deskriptif atau fungsional, suatu konstruksi fungsional, asumsi-asumsi, hipotesis,
generalisasi, hukum, atau term-term. Isi rumusanrumusan tersebut ditentukan oleh
lingkup dari rentetan kejadian dicakup, jumlah pengetahuan empiris yang ada, dan
tingkat keluasan dan kedalaman teori dan penelitian di sekitar kejadian-kejadian tersebut.
Kalau konsep-konsep itu diterapkan dalam kurikulum, maka dapatlah dirumuskan
tentang teori kurikulum, yaitu sebagai suatu perangkat pernyataan yang memberikan
makna terhadap kurikulum sekolah. Makna tersebut terjadi karena adanya petunjuk
perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Bahan kajian dari teori kurikulum
adalah hal-hal yang berkaitan dengan penentuan keputusan, penggunaan, perencanaan,
pengembangan, evaluasi kurikulum, dan lain-lain.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia.
Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah
kecakapan pekerjaan. Pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan
tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk
dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya
maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut
penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu
merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman
yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah
yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam
peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di
Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida dan Virginia), ia mengembangkan konsep
kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka
Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan
kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru, berpartisipasi dalam
menentukan kurikulum, menentukan struktur
organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum,
merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum,
menilai hasil, dan sebagainya.
Ralph W. Tylor (1949) sebagaimana dikutip Sukmadanata mengemukakan empat
pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum: 1) Tujuan pendidikan yang
manakah yang ingin dicapai oleh sekolah? 2) Pengalaman pendidikan yang
bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut? 3) Bagaimana
mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif? 4) Bagaimana kita
menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960
sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai
bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa
kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal
dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi
kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan
strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional
ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenornena
kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut: (1) pertanyaan umum tentang
fenomena kurikulum, (2) sistem kurikulum, (3) unit analisis dan unsur-unsurnya, (4)
struktur sistem kurikulum, (5) fungsi sistem kurikulum, (6) proses kurikulum, dan (7)
prosedur analisis struktural-fungsional. Alizabeth S. Maccia sebagaimana dikutip
Sukamadanata dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
(1) teori kurikulum, (2) teori kurikulumformal, (3) teori kurikulum evaluasional, dan (4)
teori kurikulum praksiologi.
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses
pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan hasil dari sistem pengembangan
kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum
merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan
dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut,
pengalaman belajar anak menjadi bagian dari pengajaran.
Sukmadanata mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, dan
pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum.
Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara
aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah;
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Betapapun ragamnya pengertian kurikulum, sebagaimana dijelaskan di atas, namun
pada hakikatnya, kurikulum itu adalah alat/sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
Hal ini, seperti dikemukakan John S. Brubacher whatever its name, it discribes the
ground which pupil and teacher cover to reach the goal of education.

2. Perkembangan kurikulum sekolah dasar dari awal sampai saat ini


1. Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam
bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular
dibanding istilah “curriculum” 3 (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih
bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu
dikenal dengan sebutan “Rentjana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada
tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali
dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: (1) daftar mata pelajaran
dan jam pengajaranya; (2) garis-garis besar pengajaran.

Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem


pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah
digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti
sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu
masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai
development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia
Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka
bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan
pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Kurikulum 1952 “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”
Setelah “Rentjana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia
mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran
yang kemudian diberi nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”. Kurikulum ini
sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan
sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar
satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).

3. Kurikulum 1964, “Rentjana Pendidikan 1964”


Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan
akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan
pada program Pancawardhana4 , yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/ artistik, keprigelan, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana
berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964
yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan,
Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur
kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran
dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai
kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok saja,” . Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di
setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan
efisien. latar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,”
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi :
tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi
pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975
banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari
setiap kegiatan pembelajaran.

6. Kurikulum 1984, “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”


Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya
di sekolahsekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi
mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan.
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan
dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh
beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompokkelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi
pelajaran saja.

8. Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)”


Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis
kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang
sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran. KBK memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya
yang memenuhi unsur edukatif.

Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam
komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap
mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada
setiap level. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas
kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik
penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator
adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa
telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”
9. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)”
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji
terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24
tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang
standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan,
lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004.
Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu
mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan. Pada kurikulum 2006,
pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan
sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk
silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil
pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat
yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP
menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas
pendidikan daerah dan wilayah setempat.

10. Kurikulum 2013


Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah
diujicobakan pada tahun 2004 (curriculum based competency). Kompetensi
dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan
berbagai ranah pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh
jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Kurikulum
2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi
tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah
kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa,
sehingga pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan
peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan.

Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai


sekurang-kurangnya tingkkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan
pengembangan bakat. Setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai
tujuan sesuai dengan kemamapuan dan kecepatan belajar masing-masing.7 Tema
utama kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif, afektif, melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum,
guru dituntut secara profesional merancang pembelajaran secara efektif dan
bermakna, mengorganisir pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang
tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara
efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.

11. Sejarah Kurikulum Merdeka Belajar


1. Permendikbudristek No. 4 Tahun 2022

Standar Kompetensi Lulusan pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang


Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah

Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal tentang kesatuan sikap,


keterampilan, dan pengetahuan yang menunjukkan capaian kemampuan peserta didik
dari hasil pembelajarannya pada akhir jenjang pendidikan. SKL menjadiacuan untuk
Kurikulum 2013, Kurikulum darurat, dan Kurikulum Merdeka.

2. Permendikbudristek No. 7 Tahun 2022

Standar Isi pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan
Pendidikan Menengah

Standar Isi dikembangkan melalui perumusan ruang lingkup materi yang sesuai
dengan kompetensi lulusan.Ruang lingkup materi merupakan bahan kajian dalam
muatan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan: 1) muatan wajib sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, 2) konsep keilmuan, dan 3) jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan. Standar Isi menjadi acuan untuk Kurikulum 2013, Kurikulum
darurat, dan Kurikulum Merdeka.

3. Kepmendikbudristek No. 56 Tahun 2022


Pedoman PenerapanKurikulum dalamRangka PemulihanPembelajaran

Memuat 3 opsi kurikulum yang dapat digunakan disatuan pendidikan dalam rangka
pemulihan pembelajaran beserta struktur Kurikulum Merdeka, aturan terkait
pembelajaran dan asesmen, serta beban kerja guru.

4. Keputusan Kepala BSKAP No. 008/H/KR/2022 Tahun 2022


Capaian Pembelajaran pada Pendidkan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan
Dasar, dan Pendidikan Menengah Pada Kurikulum Merdeka
Memuat Capaian Pembelajaran untuk semua jenjang dan mata pelajaran dalam
struktur Kurikulum Merdeka
5. Keputusan Kepala BSKAP N0. 009/H/KR/2022 Tahun 2022
Dimensi, Elemen dan Sub Elemen Profil Pelajar Pancasila Pada Kurikulum
Merdeka
Memuat penjelasan dan tahap-tahap perkembangan profil pelajar Pancasila yang
dapat digunakan terutama untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila.

Sejak Tahun Ajaran 2021/2022 Kurikulum Merdeka telah diimplementasikan di


hampir 2.500 sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak (PSP) dan 901
SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) sebagai bagian dari pembelajaran dengan
paradigma baru. Kurikulum ini diterapkan mulai dari TK-B, SD & SDLB kelas I
danIV, SMP & SMPLB kelas VII, SMA & SMALB dan SMK kelas X.

Mulai Tahun Ajaran 2022/2023 satuan pendidikan dapat memilih untuk


mengimplementasikan kurikulum berdasarkan kesiapan masing-masing mulai TK
B, kelas I, IV, VII, dan X. Pemerintah menyiapkan angket untuk membantu satuan
pendidikan menilai tahap kesiapan dirinya untuk menggunakan Kurikulum Merdeka.

Tiga pilihan yang dapat diputuskan satuan pendidikan tentang implementasi


Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023:

● Menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka, tanpa mengganti


kurikulum satuan pendidikan yang sedangditerapkan

● Menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah


disediakan

● Menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai


perangkat ajar.
Keunggulan Kurikulum Merdeka

1. Lebih Sederhana dan Mendalam

Fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada
fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru dan
menyenangkan.

2. Peserta didik : Tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata
pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.
Guru : Guru mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik.
Sekolah: memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan
pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.
3. Lebih Relevan dan Interaktif

Pembelajaran melalui kegiatan projek memberikan kesempatan lebih luas kepada


peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual misalnya isu
lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan
kompetensi Profil Pelajar Pancasila.

3. Perbedaan Perkembangan Kurikulum

No. Perbedaan Kurikulum


1.  Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947” Perubahan arah pendidikan
lebih bersifat politis, dari
orientasi pendidikan
Belanda ke kepentingan
nasional.
2. Kurikulum 1952 “Rentjana Pelajaran Terurai 1952” Rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran
yang dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari.
Silabus mata pelajarannya
menunjukkan secara jelas
bahwa seorang guru
mengajar satu mata
pelajaran
3. Kurikulum 1964, “Rentjana Pendidikan 1964” Pembelajaran dipusatkan
pada program
Pancawardhana4, yaitu
pengembangan moral,
kecerdasan, emosional/
artistik, keprigelan, dan
jasmani.
4. Kurikulum 1968 Perubahan struktur
kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus.
5. Kurikulum 1975 Rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap
satuan pelajaran dirinci
menjadi : tujuan
instruksional umum (TIU),
tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-
mengajar, dan evaluasi
6. Kurikulum 1984, “Kurikulum 1975 yang Posisi siswa ditempatkan
disempurnakan” sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu,
mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student
Active Leaming (SAL).
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Materi muatan lokal
disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-
masing, misalnya bahasa
daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan
lain-lain.

8. Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis Kegiatan pembelajaran


Kompetensi)” menggunakan pendekatan
dan metode yang bervariasi,
sumber belajar bukan hanya
guru, tetapi juga sumber
belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
9. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat  Pada kurikulum 2006,
Satuan Pendidikan)” pemerintah pusat
menetapkan standar
kompetensi dan kompetensi
dasar, sedangkan sekolah
dalam hal ini guru dituntut
untuk mampu
mengembangkan dalam
bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan
kondisi sekolah dan
daerahnya.
10. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 berbasis
kompetensi memfokuskan
pada pemerolehan
kompetensi-kompetensi
tertentu oleh peserta didik. 
11. Kurikulum Merdeka Belajar Memuat penjelasan dan
tahap-tahap perkembangan
profil pelajar Pancasila yang
dapat digunakan terutama
untuk projek penguatan profil
pelajar Pancasila.

 DAFTAR REFERENSI
 
Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Pustaka Setia, Bandung 1998
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum
http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-
dan-masalah-yang-dihadapi/
http://destalyana.blogspot.com/2007/09/beberapa-pengertian-kurikulum.html
Joko susilo, Muhammad, Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, yogyakrta,
2007
Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution. 2005. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rusma. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sukmadinata, Syaodih,  Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai