Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

Analisis Kelangkaan Pada Komoditas Bawang Merah, Cabai rawit, dan


Cabai Merah di Provinsi Bali
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Ekonomi Sumberdaya
Dosen Pengampu :
Dr. Aliudin, S.P., M.P.
Ir. Aris Supriyo Wibowo, M.P.
Tatang Sutisna, S.P., M.Sc.

Disusun Oleh :
Tasya Alvia Tifani
4441210031

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum
yang berjudul “Analisis Kelangkaan Pada Komoditas Bawang Merah, Cabai rawit,
dan Cabai Merah di Provinsi Bali” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas pada Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya. Penulis sangat berterima kasih
kepada para dosen serta asisten dosen yang sudah mendukung serta membantu
dalam melaksanakan kegiatan Praktikum dan pembuatan laporan ini.

Dalam laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna yang terdapat pada penulisan ini. Sehingga penulis membutuhkan
kritik dan saran guna untuk memperbaiki penulisan ini agar menjadi lebih baik
lagi kedepannya.

Oleh karena itu, penulis berharap semoga penulisan ini dapat berguna dan
bermanfaat untuk para pembaca di kemudian hari dan menambah pengetahuan
wawasan yang bermanfaat.

Serang, 6 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................3
1.4 Manfaat......................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
2.1 Kelangkaan Sumber Daya Alam...............................................................4
2.2 Komoditas Hortikultura.............................................................................5
2.2.1 Bawang Merah...................................................................................7
2.2.2 Cabai Rawit........................................................................................8
2.2.3 Cabai Merah.......................................................................................9
BAB III..................................................................................................................11
3.1 Waktu dan Tempat..................................................................................11
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................11
3.3 Cara Kerja................................................................................................11
BAB IV..................................................................................................................12
4.1 Profil Provinsi Bali..................................................................................12
4.2 Pengukuran Berdasarkan Harga Riil Komoditas Bawang Merah, Cabai
Merah, dan Cabai Rawit di Provinsi Bali...........................................................13
4.2.1 Komoditas Bawang Merah...............................................................13
4.2.2 Komoditas Cabai Merah..................................................................14
4.2.3 Komoditas Cabai Rawit...................................................................14
4.3 Pengukuran Berdasarkan Biaya Produksi Komoditas Bawang Merah,
Cabai Merah, dan Cabai Rawit di Provinsi Bali................................................15
4.3.1 Komoditas Bawang Merah...............................................................15
4.3.2 Komoditas Cabai Merah..................................................................15
4.3.3 Komoditas Cabai Rawit...................................................................16
4.4 Pengukuran Berdasarkan Rent Kelangkaan Komoditas Bawang Merah,
Cabai Merah, dan Cabai Rawit di Provinsi Bali................................................17
4.4.1 Komoditas Bawang Merah...............................................................17
4.4.2 Komoditas Cabai Merah..................................................................18
4.4.3 Komoditas Cabai Rawit...................................................................19
BAB V....................................................................................................................21
5.1 Kesimpulan..............................................................................................21
5.2 Saran........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
LAMPIRAN...........................................................................................................23
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan,


Holtikultura dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2017............................................23
Gambar 2. Hasil Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Holtikultura 2018 Prov.
Bali.........................................................................................................................23
Gambar 3. Statistik harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan
Holtikultura dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2018............................................24
Gambar 4. Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan
Holtikultura dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2019............................................24
Gambar 5. Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman pangan
Holtikultura dan tanaman Perkebunan Rakyat 2021..............................................25
Gambar 6. Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman pangan,
Holtikultura dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2020............................................25
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Harga riil Bawang Merah 2017-2021 Provinsi Bali................................13


Tabel 2. Harga Riil Cabai Merah 2017-2021 Provinsi Bali...................................14
Tabel 3. Harga Riil Cabai Rawit 2017-2021 Provinsi Bali....................................14
Tabel 4. Biaya Produksi bawang Merah 2017-2021 Provinsi Bali........................15
Tabel 5. Biaya Produksi Cabai Merah 2017-2021 Provinsi bali............................16
Tabel 6. Biaya Produksi Cabai Rawit 2017-2021 Provinsi Bali............................16
Tabel 7. Perbandingan Harga Riil dan Biaya Produksi Bawang Merah................17
Tabel 8. Perbandingan Harga Riil dan Biaya Produksi Cabai Merah....................18
Tabel 9. Perbandingan Harga Riil dan Biaya Produksi Cabai Rawit.....................19
BAB I
PENDAHULUAN

2.2.1 Latar Belakang

Sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam yang


diperlukan manusia, untuk memenuhi kebutuhan serta meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Indonesia memiliki banyak sumber daya alam
yang bisa dimanfaatkan. Salah satunya ialah hasil pertanian seperti
bawang merah, cabai rawit dan cabai merah Hasil pertanian tersebut ada
yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat Indonesia, tetapi ada juga
yang dikirim ke luar negeri. Sumber daya alam harus dikelola dengan
baik, agar generasi di masa mendatang tetap dapat menggunakannya.
Pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan dan pengelolaan
sumber daya alam berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya alam
berwawasan lingkungan menegaskan, pengelolaan tidak boleh
menimbulkan kerusakan terhadap sumber daya lain. Sementara itu,
pengelolaan berkelanjutan adalah pengelolaan yang dapat menjamin
terpenuhinya kebutuhan manusia saat ini, tanpa mengurangi potensi
kebutuhannya di masa mendatang. Kebutuhan hidup manusia diatas muka
bumi ini kebanyakan dari hasil sumber daya alam. Namun semua itu bisa
menajadi hambatan bagi kelangsungan hidup manusia jika sumber daya
alam menjadi langka. Kelangkaan dapat dipahami sebagai kondisi
terbatasnya sumber daya untuk mencukupi atau memuaskan kebutuhan
manusia. Pada dasarnya pengertian kelangkaan adalah terbatasnya sumber
daya, sehingga mengakibatkan kebutuhan manusia tidak tercukupi.
Sementara itu secara umum, pengertian kelangkaan sumber daya
alam adalah kondisi di mana kita tidak mempunyai cukup sumber daya
untuk memuaskan semua kebutuhan kita. Dengan kata lain, kelangkaan
terjadi karena jumlah kebutuhan lebih banyak dari jumlah barang dan jasa
yang tersedia. Ketika sumber daya yang dimiliki jumlahnya terbatas dan
kebutuhan manusia tidak bisa terpenuhi, maka itu disebut dengan definisi
kelangkaan sumber daya alam. Sama artinya dengan ketika kebutuhan
lebih banyak dari jumlah barang dan jasa yang tersedia.
Provinsi Bali memiliki bentang wilayah seluas 5.632,86 km2 atau
hanya 0,19 persen dari luas wilayah Indonesia. Dengan luas wilayah yang
relatif sempit, namun Bali memiliki jumlah penduduk yang cukup besar
dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di sisi lain peningkatan
jumlah penduduk juga akan meningkatkan kebutuhan pangan. Apabila
peningkatan produksi pangan tidak bisa mengikuti pertumbuhan jumlah
penduduk maka dapat menyebabkan krisis pangan. Hal tersebut sesuai
dengan teori Malthus yang menyebutkan bahwa pertambahan penduduk
akan mengikuti deret ukur dan pertambahan bahan makanan mengikuti
deret hitung. Artinya, pertambahan penduduk jauh lebih cepat dari
pertambahan bahan makanan.

2.2.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengukuran berdasarkan harga rill untuk Bawang
Merah, Cabai rawit, dan Cabai Merah di Provinsi Bali?
2. Bagaimana pengukuran berdasarkan biaya produksi untuk Bawang
Merah, Cabai rawit, dan Cabai Merah di Provinsi Bali?
3. Bagaimana pengukuran berdasarkan rente kelangkaan untuk
Bawang Merah, Cabai rawit, dan Cabai Merah di Provinsi Bali?
2.2.3 Tujuan
1. Untuk memahami pengukuran berdasarkan harga rill untuk
Bawang Merah, Cabai rawit, dan Cabai Merah di Provinsi Bali.
2. Untuk memahami pengukuran berdasarkan biaya produksi untuk
Bawang Merah, Cabai rawit, dan Cabai Merah di Provinsi Bali.
3. Untuk memahami pengukuran berdasarkan rente kelangkaan untuk
Bawang Merah, Cabai rawit, dan Cabai Merah di Provinsi Bali.

2.2.4 Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada banyak
pihak antara lain bagi mahasiswa maupun masyarakat.
1. Mahasiswa dan masyarakat dapat memahami pengukuran
berdasarkan harga rill Bawang Merah, Cabai rawit, dan Cabai
Merah di Provinsi Bali.
2. Mahasiswa dan masyarakat dapat memahami pengukuran
berdasarkan biaya produksi Bawang Merah, Cabai rawit, dan Cabai
Merah di Provinsi Bali.
3. Mahasiswa dan masyarakat dapat memahami pengukuran
berdasarkan rente kelangkaan Bawang Merah, Cabai rawit, dan
Cabai Merah di Provinsi Bali.

1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelangkaan Sumber Daya Alam


Sumber Daya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang bisa diambil
atau dimanfaatkan dari alam karena memiliki nilai manfaat untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Sumber Daya Alam di Indonesia sendiri
sangat beragam dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sumber daya
alam sendiri terdiri dari beberapa jenis dan dapat dimanfaatkan untuk
banyak tujuan. Meski begitu, sumber daya alam tidak boleh hanya
dimanfaatkan begitu saja, tetapi juga perlu adanya pelestarian dari manusia
yang bertanggungjawab. Penggunaan sumberdaya alam secara terus
menerus oleh manusia akan menyebabkan kelangkaan sumberdaya alam
itu sendiri, hal ini akan mengakibatkan semakin tingginya permintaan
dibandingkan dengan ketersediaan sumberdaya alam. Kelangkaan ini akan
berdampak pada naiknya harga sumberdaya alam. Kelangkaan
sumberdaya alam itu dapat diukur dengan beberapa indikator, antara lain:
harga komoditi sumberdaya alam, sewa lahan, biaya produksi; dan tingkat
subsitusi terhadap sumberdaya alam.
Kelangkaan atau kekurangan berlaku sebagai akibat dari ketidak
simbangan antara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor produksi
yang tersedia dalam masyarakat atau yang disedikan oleh alam. Di satu
piak, dalam setiap masyarakat selalu terdapat keinginan yang relatif tidak
terbatas untuk menikmati semua jenis barang dan jasa yang dapat
memenuhi kebutuhan mereka. Sebaliknya dilain pihak, sumber-sumber
daya atau faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk
menghasilkan barang-barang tersebut, relatif terbatas. Oleh kerenanya
masyarakat tidak dapat memperoleh dan menikmati semua barang yang
mereka butuhkan atau inginkan. Mereka perlu membuat dan menentukan
pilihan. Para ilmuan konvensional memiliki pandangan bahwa manusia
dan masyarakan senantiasa memiliki keinginan yang akan dijadikannya
sebagai sebuah kebutuhan, baik itu berupa barang (goods) maupun jasa
(services). Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut itulah, yang
selanjutnya akan disebut sebagai problem atau masalah yang selanjutnya
akan dianggap sebagai masalah yang paling mendasar dalam
perekonomian, yaitu terbatasnya sarana pemenuhan kebutuhan manusia
yang disediakan oleh alam ini. Pandangan terhadap masalah kelangkaan
ini, selanjutnya dikuatkan dengan kenyataan bahwa kebutuhan manusia
dan masyarakat terhadap barang dan jasa ternyata bersifat tidak terbatas.
Artinya, ilmuan ekonomi memandang bahwa kebutuhan manusia jika
harus diungkapkan secara jujur, ternyata tidak akan pernah ada habisnya.

2.2 Komoditas Hortikultura


Hortikultura merupakan sektor penting untuk memenuhi kebutuhan
pokok manusia. Khususnya tanaman buah dan sayuran merupakan
komoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia. Kebanyakan
sayuran mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi disebabkan produk
hortikultura ini senantiasa dikonsumsi setiap saat. Komoditas unggulan
Nasional hortikultura adalah pisang, mangga, manggis, jeruk, durian,
anggrek, rimpang, kentang, bawang merah, dan cabai.
Produk hortikultura merupakan salah satu komoditi pertanian yang
mempunyai potensi serta peluang untuk dikembangkan. Tak pelak,
tanaman hortikultura menjadi produk unggulan yang mampu
meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia, baik produk hortikultura
yang tergolong produk buah buahan, sayur sayuran, obat obatan maupun
tanaman hias. komoditas tanaman hortikultura merupakan komoditas
potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang
tinggi. Sesuai SK Menteri Pertanian Nomor : 511/Kpts/PD310/9/2006,
komoditas binaan Direktorat Jenderal Hortikultura mencakup 323 jenis
komoditas yang terdiri dari : 60 jenis buah-buahan, 80 jenis komoditas
sayuran, 66 jenis komoditas tanaman obat dan 117 jenis komoditas
florikultura.
 tanaman hortikultura punya sejuta manfaat. Itu sebabnya, Anda
patut coba untuk memulai budidaya maupun bisnis tanaman ini. Salah satu
manfaatnya ialah sebagai penyedia makanan, dimana hasil yang diperoleh
dari tanaman hortikultura sangat bermanfaat bagi anggota keluarga secara
langsung. Selain itu sebagai fungsi kesehatan, jenis tanaman hortikultura
yang merupakan tanaman obat tentu bermanfaat untuk mengobati atau
mencegah suatu penyakit. Sedangkan untuk tujuan bisnis, target penjualan
untuk tanaman hortikultura memasuki pasar yang besar sehingga
pendapatan yang diterima juga akan besar. masyarakat kita harus mampu
menghasilkan varietas yang mempunyai daya saing dan teknologi yang
mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi yang prima
sehingga mampu bersaing di pasar lokal maupun internasional. Dilihat dari
jenisnya, tanaman hortikultura bisa dikembangkan secara masif mulai dari
jenis buah-buahan, sayuran, bunga atau tanaman hias, dan biofarmaka atau
tanaman obat.

 Tanaman Hortikultura Sayuran


Jenis tanaman ini dapat dijumpai di sekitar lingkungan dalam
pekarangan rumah. Sayuran merupakan tanaman yang dapat
dibudidayakan setiap saat tanpa melihat musim. Ada 2 jenis tanaman
sayuran. Pertama adalah tanaman sayuran tahunan atau bisa dipanen
selama tanaman itu hidup. Contohnya petai, jengkol, melinjo, ubi
termasuk singkong. Kedua, adalah tanaman sayuran musiman misalnya
kangkung, bayam, wortel, dan kacang panjang.

 Tanaman Hortikultura Obat


Jenis tanaman hortikultura obat/biofarmaka atau bisa juga disebut
sebagai tanaman rempah, memiliki nanyak manfaat dan sudah lama
digunakan oleh masyarakat. Tujuannya sebagai bahan pembuat obat-
obatan herbal dan bisa juga digunakan sebagai bahan tambahan pada
bumbu masakan. Contoh tanaman hortikultura obat seperti jahe, lengkuas,
temulawak, dan kayu manis.
 Tanaman Hortikultura Buah
Pada umumnya, tanaman buah merupakan jenis tanaman musiman.
Sehingga akan berbuah hanya pada saat musimnya tiba, tergantung
jenisnya. Ada ragam tanaman buah yang hanya berbuah satu kali dalam
masa tanam dan ada juga yang berbuah berkali-kali selama ditanam. Untuk
yang musiman contohnya rambutan, sedangkan yang berbuah berkali-kali
selama ditanam contohya pisang.

 Tanaman Hortikultura Bunga


Jenis tanaman hortikultura bunga biasa digunakan sebagai tanaman
hias. Tanaman hias ini juga bermacam jenisnya. Ada yang ditanam did
alam pot, namun ada juga yang ditanam dengan cara menanam langsung di
taman. Varietas yang ditanam dalam tanah misalnya melati, anggrek,
kenanga hingga kamboja.
Umumnya, tanaman hortikultura bunga dikoleksi masyarakat guna
mempercantik tampilan dalam dan luar rumah dan menambah nilai
estetika.

2.2.5 Bawang Merah


Bawang merah (Allium cepa L. Kelompok Aggregatum)
adalah sejenis tanaman yang menjadi bumbu berbagai masakan
Asia Tenggara dan dunia. Orang Jawa mengenalnya sebagai
brambang. Bagian yang paling banyak dimanfaatkan adalah
umbi, meskipun beberapa tradisi kuliner juga menggunakan
daun serta tangkai bunganya sebagai bumbu penyedap
masakan. Tanaman ini diduga berasal dari daerah Asia Tengah
dan Asia Tenggara. Bunga bawang merah merupakan bunga
majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200
kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan
dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang
berlubang didalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat
panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30-50
cm.
Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang tiap
bunga terdapat benang sari dan kepala putik. Bakal buah
sebenarnya terbentuk dari 3 daun buah yang disebut carpel,
yang membentuk tiga buah ruang dan dalam tiap ruang tersebut
terdapat 2 calon biji.Buah berbentuk bulat dengan ujung
tumpul. Bentuk biji agak pipih. Biji bawang merah dapat
digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara
generatif. Bawang merah mengandung vitamin C, kalium,
serat, dan asam folat. Selain itu, bawang merah juga
mengandung kalsium dan zat besi. Bawang merah juga
mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa hormon auksin
dan giberelin. Kegunaan lain bawang merah adalah sebagai
obat tradisional, bawang merah dikenal sebagai obat karena
mengandung efek antiseptik dan senyawa alliin. Senyawa alliin
oleh enzim alliinase selanjutnya diubah menjadi asam piruvat,
amonia, dan alliisin sebagai anti mikoba yang bersifat
bakterisida.

2.2.6 Cabai Rawit


Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu
tanaman hortikultura dari jenis sayuran yang memiliki buah
kecil dengan rasa yang pedas. Cabai jenis ini di budidayakan
oleh para petani karena banyak dibutuhkan masyarakat, tidak
hanya dalam skala rumah tangga tetapi juga digunakan dalam
skala industri, dan dieksport ke luar negeri. Tanaman cabai
tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang terlalu spesifik,
secara umum tanaman cabai rawit hampir dapat di tanam di
seluruh wilayah Indonesia saat ini budi daya cabai umumnya
masih dilakukan dalam skala kecil karena kepemilikan lahan
oleh petani yang relatif sempit.
Tanaman cabai rawit (Capsicum Frutecens. L) tergolong
dalam famili terung–terungan (Solanaceae). Tanaman ini
tergolong tanaman semusim atau tanaman berumur pendek
yang tumbuh sebagai perdu atau semak, dengan tinggi tanaman
dapat mencapai 1,5 m. Menurut Bambang Cahyono (2003)
dalam sistematika tumbuh–tumbuhan tanaman cabai rawit
diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dycotyledoneae
Ordo : Corolliforea
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum Frutescens L.
Ciri–ciri dari tanaman cabai rawit adalah, tinggi tanaman 50–
150 cm, batang pokok yang tua berkayu. Struktur cabai rawit
hampir sama dengan cabai besar. Daunnya bulat telur, dasarnya
lebih lebar, ujung menyempit dan meruncing warna daun hijau
muda, permukaan bawah berbulu, lebar 0,5- cm, panjang 1-
10cm, panjang tangkai 0,5-3,5 cm Bunganya kecil, terletak
pada ujung ranting, jumlahnya satu atau dua kadang–kadang
lebih.

2.2.7 Cabai Merah


Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) dapat tumbuh
subur diberbagai ketinggian tempat mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi tergantung varietasnya. Sebagian besar
sentra produsen cabai berada didataran tinggi dengan
ketinggian 1.000-1.500 meter diatas permukaan laut. Walaupun
didataran rendah yang panas kadang-kadang dapat juga
diperoleh hasil yang memuaskan, namun didaerah pegunungan
buahnya sangat besar. Rata-rata suhu yang baik adalah antara
21-28 C. Suhu udarah yang lebih tinggi menyebabkan buahnya
sedikit.
Menurut (Setijo Pitojo, 2003) secara taksonomi cabai
merah (Capsicum annuum L.) termasuk dalam klasifikasi
sebagai berikut: Devisi : Speromatophyta
Subdevisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Metachlamidae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Analisis yang kami lakukan yaitu pada tanggal 6 November 2022
secara online dengan menggunakan data sekunder dan penelitian serta
jurnal-jurnal terdahulu mengenai topik yang kami bahas.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang kami gunakan untuk melakukan analisis data ini yaitu
dengan menggunakan Laptop dan Smartphone serta software berupa
Microsoft Word dan Microsoft Excel. Lalu bahan yang kami gunakan
berupa data yang di dapat melalui BPS (Badan Pusat Statistik).

3.3 Cara Kerja


Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan
menyiapkan data time series dengan kurun waktu 5 tahun (2017-2021)
untuk komoditas Bawang Merah, Cabai Merah dan Cabai Rawit. Data
tersebut kemudian dijadikan kedalam bentuk table/grafik agar dapat
dianalisis kelangkaan yang terjadi pada komoditas tersebut yang berada di
Provinsi Bali.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Profil Provinsi Bali


Pulau Bali merupakan satu di antara 34 provinsi di Indonesia yang
dikenal dengan sebutan Pulau Dewata (The Island of God). Bali terletak di
antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok dengan Ibu kota Denpasar, yang
terletak di bagian selatan pulau ini. Pulau Bali dengan total luas wilayah
5.636,66 km2, terdiri atas beberapa pulau, yakni Pulau Bali sebagai pulau
terbesar, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa
Lembongan, Pulau Serangan (terletak di sekitar kaki Pulau Bali), serta
Pulau Menjangan yang terletak di bagian barat Pulau Bali. Secara
astronomis, Provinsi Bali terletak pada posisi titik koordinat 0803’40” –
0850’48” Lintang Selatan dan 11425’53” – 11542’40” Bujur Timur
yang membuatnya beriklim tropis, layaknya wilayah lain di Indonesia.
Provinsi Bali terbagi ke dalam delapan kabupaten dan satu kota meliputi
Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli,
Buleleng, Karangasem, dan Kota Denpasar.
Sumber daya alam Bali berupa hutan, tanah, dan air sangat terbatas
dibandingkan dengan daerah lain. Di wilayah Provinsi Bali terdapat 4
(empat) danau, 246 (dua ratus empat puluh enam) sungai, 24 (dua puluh
empat) gunung yang 2 gunung di antaranya merupakan gunung berapi,
yaitu Gunung Agung dan Gunung Batur. Pegunungan di Bali terbentang di
tengahtengah Pulau Bali yang memanjang dari Barat ke Timur. Hal ini
sekaligus menjadikan daratan Pulau Bali menjadi hamparan saujana yang
memesona dengan sawah-sawah dan lembahnya yang berundak-undak.
Berdasarkan peruntukannya lahan di Bali terdiri atas lahan pertanian
(sawah dan bukan sawah) seluas 407.534 hektare, lahan bukan pertanian
seluas 156.132 hektare, serta kawasan hutan dengan luas 130.686
(23,20%) hektare, yang mencakup hutan lindung, hutan produksi, taman
nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya.
4.2 Pengukuran Berdasarkan Harga Riil Komoditas Bawang Merah,
Cabai Merah, dan Cabai Rawit di Provinsi Bali
Harga riil adalah harga suatu barang relatif terhadap ukuran
agregat harga, dengankata lain harga disesuaikan dengan inflasi. Nilai
riil menunjukkan apakah suatu harga tertentumeningkat lebih cepat/lebih
lambat dibandingkan dengan harga pada umumnya. Harga riil suatu
barang kadang-kadang disebut harga “dolar konstan”.
Pengukuran kelangkaan yang didasarkan pada harga riil sudah
merupakan pengukuran yang banyak  diterima berbagai pihak dan
merupakan standar  pengukuran kelangkaaan dalam ilmu ekonomi. 
Berdasarkan standar ekonomi klasik, ketika barang menjadi berkurang
kuantitasnya, maka konsumen mau membayar dengan harga mahal untuk
komoditas tersebut.  Jadi tingginya harga barang dari sumber daya
mencerminkan  tingkat kelangkaan dari sumber daya tersebut.  Meski
diterima sebagai pengukuran umum kelangkaan sumber daya, pengukuran
dengan harga riil juga memiliki kelemahan.

4.2.1 Komoditas Bawang Merah


Pengukuran Harga Riil pada komoditas Bawang Merah di
Provinsi Bali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2017-2021).
Tahun Harga Riil
2017 Rp. 22.065
2018 Rp. 19.803
2019 Rp. 17.762
2020 Rp. 21.063
2021 Rp. 19.326
Tabel 1. Harga riil Bawang Merah 2017-2021 Provinsi Bali

Berdasarkan pengukuran Harga Riil, komoditas Bawang Merah di


Provinsi Bali mengalami fluktuasi harga pangan, dimana terjadi
naik dan turunnya harga yang sangat singnifikan. Harga tertinggi
pada tahun 2017 dan harga terendah pada tahun 2019.

4.2.2 Komoditas Cabai Merah


Pengukuran Harga Riil pada komoditas Cabai Merah di
Provinsi Bali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2017-2021).

Tahun Harga Riil


2017 Rp. 25.010
2018 Rp. 14.077
2019 Rp. 15.450
2020 Rp. 13.103
2021 Rp. 14.055
Tabel 2. Harga Riil Cabai Merah 2017-2021 Provinsi Bali

Berdasarkan pengukuran Harga Riil, data diatas menyajikan


bahwa Komoditas Cabai Merah di Provinsi Bali mengalami
penurunan harga yang signifikan, sangat jauh perbedaan harga
antara tahun 2017 sampai 2021.

4.2.3 Komoditas Cabai Rawit


Pengukuran Harga Riil pada komoditas Cabai Rawit di
Provinsi Bali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2017-2021).
Tahun Harga Riil
2017 Rp. 34.172
2018 Rp. 20.140
2019 Rp. 17.803
2020 Rp. 14.142
2021 Rp. 15.686
Tabel 3. Harga Riil Cabai Rawit 2017-2021 Provinsi Bali
Berdasarkan pengukuran Harga Riil, data diatas menyajikan
bahwa Komoditas Cabai Rawit di Provinsi Bali mengalami
fluktuasi harga pangan, dimana terjadi naik turunnya harga
yang sangat signifikan. Harga tertinggi pada tahun 2017 dan
harga terendah terjadi pada tahun 2020.

4.3 Pengukuran Berdasarkan Biaya Produksi Komoditas Bawang Merah,


Cabai Merah, dan Cabai Rawit di Provinsi Bali
Biaya produksi adalah biaya – biaya yang timbul untuk
memproduksi bahan baku menjadi produk jadi, terdiri dari : biaya bahan
baku,biaya pekerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya produksi
merupakan pengeluaran biaya terbesar bagi perusahaan manufaktur, oleh
karena itu pihak manajemen harus melakukan suatu pengendalian biaya
produksi dan mengoptimalkan pemanfaatannya secara rasional dan
sistematis agar biaya produksi menjadi rasional dan efektif.

4.3.1 Komoditas Bawang Merah


Dikarenakan adanya keterbatasan data informasi yang disajikan
oleh Badan Pusat Statistik yang hanya mengeluarkan data tiap
tiga tahun sekali, maka data yang digunakan dalam pengukuran
Biaya Produksi komoditas Bawang Merah ini yaitu hanya pada
tahun 2018. Total Biaya Produksi yang diperoleh dari
komoditas Bawang Merah senilai Rp. 78.752,3. Biaya tahun
2018 ini diasumsikan sama dengan jumlah tahun sebelum dan
sesudahnnya.
Tahun Harga Riil
2017 Rp. 78.752,3
2018 Rp. 78.752,3
2019 Rp. 78.752,3
2020 Rp. 78.752,3
2021 Rp. 78.752,3
Tabel 4. Biaya Produksi bawang Merah 2017-2021 Provinsi Bali

4.3.2 Komoditas Cabai Merah


Dikarenakan adanya keterbatasan data informasi yang disajikan
oleh Badan Pusat Statistik yang hanya mengeluarkan data tiap
tiga tahun sekali, maka data yang digunakan dalam pengukuran
Biaya Produksi komoditas Cabai Merah ini yaitu hanya pada
tahun 2018. Total Biaya Produksi yang diperoleh dari
komoditas Bawang Merah senilai Rp. 62.010,4. Biaya tahun
2018 ini diasumsikan sama dengan jumlah tahun sebelum dan
sesudahnnya.
Tahun Harga Riil
2017 Rp. 62.010,4
2018 Rp. 62.010,4
2019 Rp. 62.010,4
2020 Rp. 62.010,4
2021 Rp. 62.010,4
Tabel 5. Biaya Produksi Cabai Merah 2017-2021 Provinsi bali

4.3.3 Komoditas Cabai Rawit


Dikarenakan adanya keterbatasan data informasi yang disajikan
oleh Badan Pusat Statistik yang hanya mengeluarkan data tiap
tiga tahun sekali, maka data yang digunakan dalam pengukuran
Biaya Produksi komoditas Cabai Rawit ini yaitu hanya pada
tahun 2018. Total Biaya Produksi yang diperoleh dari
komoditas Bawang Merah senilai Rp. 37.162,8. Biaya tahun
2018 ini diasumsikan sama dengan jumlah tahun sebelum dan
sesudahnnya.
Tahun Harga Riil
2017 Rp. 37.162,8
2018 Rp. 37.162,8
2019 Rp. 37.162,8
2020 Rp. 37.162,8
2021 Rp. 37.162,8
Tabel 6. Biaya Produksi Cabai Rawit 2017-2021 Provinsi Bali

4.4 Pengukuran Berdasarkan Rent Kelangkaan Komoditas Bawang


Merah, Cabai Merah, dan Cabai Rawit di Provinsi Bali
Kelangkaan sumberdaya alam dapat dilihat dari harga barang
sumberdaya yang semakin  meningkat maupun dilihat dari "royalty" atau
"rent". Rent adalah harga bayangan satu satuan barang sumberdaya dalam
persediaan (stock).

4.4.1 Komoditas Bawang Merah


Terjadinya kelangkaan pada komoditas Bawang Merah di
Provinsi Bali dapat diketahui dengan membuat perbandingan
grafik yang diperoleh dari Harga Riil dan Biaya Produksi.
Berikut table perbandingan komoditas Bawang Merah di
Provinsi Bali.
Tahun Harga Rill Biaya Produksi
2017 Rp. 22.065 Rp. 78.752,3
2018 Rp. 19.803 Rp. 78.752,3
2019 Rp. 17.762 Rp. 78.752,3
2020 Rp. 21.063 Rp. 78.752,3
2021 Rp. 19.326 Rp. 78.752,3
Tabel 7. Perbandingan Harga Riil dan Biaya Produksi Bawang Merah

Maka dapat diperoleh grafik sebagai berikut :


Grafik Komoditas Bawang Merah
90,000
80,000
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
0
2017 2018 2019 2020 2021

harga rill biaya produksi

Grafik diatas menggambarkan terjadinya kelangkaan secara


ekonomi pada komoditas bawang merah di Provinsi Bali. Pada
tahun 2017 hingga 2021 harga riil lebih rendah dibandingkan
dengan biaya yang diproduksi. Hal ini mengakibatkan
terjadinya kelangkaaan pada komoditas bawang merah.
Kelangkaan terbesar terjadi pada tahun 2019 dimana harga riil
bawang merah hanya sebesar Rp. 17.762, tetapi biaya produksi
mencapai Rp. 78.752,3.

4.4.2 Komoditas Cabai Merah


Terjadinya kelangkaan pada komoditas Cabai Merah di
Provinsi Bali dapat diketahui dengan membuat perbandingan
grafik yang diperoleh dari Harga Riil dan Biaya Produksi. Berikut
tabel perbandingan komoditas Bawang Merah di Provinsi Bali.
Maka dapat diperoleh grafik sebagai berikut :

Grafik Komoditas Cabai Merah


60,000
Tahun
50,000 Harga Rill Biaya Produksi
40,000
2017 Rp. 25.010 Rp. 62.010,4
30,000
2018 Rp. 14.077 Rp. 62.010,4
20,000
2019
10,000
Rp. 15.450 Rp. 62.010,4
2020 0 Rp. 13.103 Rp. 62.010,4
2017 2018 2019 2020 2021
2021 Rp. 14.055 Rp. 62.010,4
harga rill biaya produksi

Tabel 8. Perbandingan Harga Riil dan Biaya Produksi Cabai Merah

Grafik diatas menggambarkan terjadinya kelangkaan secara


ekonomi pada komoditas cabai merah di Provinsi Bali. Pada
tahun 2017 hingga 2021 harga riil lebih rendah dibandingkan
dengan biaya yang diproduksi. Hal ini mengakibatkan
terjadinya kelangkaaan pada komoditas cabai merah.
Kelangkaan terbesar terjadi pada tahun 2020 dimana harga riil
bawang merah hanya sebesar Rp. 13.103, tetapi biaya produksi
mencapai Rp. 62.010,4.

4.4.3 Komoditas Cabai Rawit


Terjadinya kelangkaan pada komoditas Cabai Rawit di Provinsi
Bali dapat diketahui dengan membuat perbandingan grafik
yang diperoleh dari Harga Riil dan Biaya Produksi. Berikut
tabel perbandingan komoditas Cabai Rawit di Provinsi Bali.
Tahun Harga Rill Biaya Produksi
2017 Rp. 34.172 Rp. 37.162,8
2018 Rp. 20.140 Rp. 37.162,8
2019 Rp. 17.803 Rp. 37.162,8
2020 Rp. 14.142 Rp. 37.162,8
2021 Rp. 15.686 Rp. 37.162,8
Tabel 9. Perbandingan Harga Riil dan Biaya Produksi Cabai Rawit

Maka dapat diperoleh grafik sebagai berikut :

Grafik Komoditas Cabai Rawit


40,000
35,000
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
2017 2018 2019 2020 2021

harga rill biaya produksi

Grafik diatas menggambarkan terjadinya kelangkaan secara


ekonomi pada komoditas cabai rawit di Provinsi Bali. Pada
tahun 2017 hingga 2021 harga riil lebih rendah dibandingkan
dengan biaya yang diproduksi. Hal ini mengakibatkan
terjadinya kelangkaaan pada komoditas cabai merah.
Kelangkaan terbesar terjadi pada tahun 2020 dimana harga riil
cabai rawit hanya sebesar Rp. 14.142, tetapi biaya produksi
mencapai Rp. 37.162,8, hingga mengakibatkan kelangkaan
ekonomi.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kelangkaan sumber daya alam merupakan permasalahan yang
sering terjadi di Indonesia. Permasalahan ini sangat merugikan pihak
konsumen bahkan ke produsen. kelangkaan sumber daya di Indonesia
disebabkan karena tidak adanya peremajaan kembali suatu sumber daya
alam yang telah di ambil dan karena kurangnya kesadaran akan pentingnya
menjaga dan merawat sumber daya alam yang ada. Kelangkaan terjadi
apabila harga riil suatu komoditas lebih rendah dibandingkan dengan biaya
produksi.
Komoditas bawang merah, cabai merah, dan cabai rawit di
Provinsi Bali pada tahun 2017-2021 mengalami kelangkaan secara
ekonomi. Hal tersebut dikarenakan harga riil lebih rendah dari harga
produksinya. Kelangkaan bawang merah terbesar terjadi pada tahun 2019
dimana harga riil hanya sebesar Rp. 17.762, tetapi biaya produksi
mencapai Rp. 78.752,3. Harga riil cabai merah hanya sebesar Rp. 13.103,
tetapi biaya produksi mencapai Rp. 62.010,4. Dan pada tahun 2020
dimana harga riil cabai rawit hanya sebesar Rp. 14.142, tetapi biaya
produksi mencapai Rp. 37.162,8.

5.2 Saran
Untuk mengatasi permasalahan dari kelangkaan sumber daya alam
tersebut, maka kita sebagai manusia harus mengoptimalkan penggunaan
sumber daya alam agar keberadaannya terus terjaga. Dan juga diharapkan
pemerintah untuk melakukan program guna mengatasi fluktuasi harga
pangan yang sering terjadi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Klasifikasi Tanaman Cabai Merah . (n.d.). Retrieved from repository.um:


http://repository.um-surabaya.ac.id/629/3/BAB_II.pdf

Luthfifatah. (n.d.). EKONOMI SUMBERDAYA ALAM. Retrieved from wordpress.com:


https://luthfifatah.wordpress.com/vi-2-potensi-maksimum-sumber-daya/

MARDATILA, A. (2022, september 15). Faktor Penyebab Kelangkaan Sumber Daya Alam
dan Cara Mencegahnya. Retrieved from merdeka.com:
https://www.merdeka.ccom/sumut/pahami-faktor-penyebab-kelangkaan-
sumber-daya-alam-dan-cara-mencegahnya-kln.html

Putu Adi Wiratenaya, N. N. (2022). STRATEGI PENINGKATAN MUTU PERTANIAN


PERKOTAAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI BALI. PENJAMINAN
MUTU, 2.

WIKIPEDIA. (2022, OKTOBER 31). KELANGKAAN . Retrieved from Wikipedia.org:


https://id.wikipedia.org/wiki/Kelangkaan
LAMPIRAN

Gambar 1.Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Holtikultura dan Tanaman
Perkebunan Rakyat 2017

Gambar 2. Hasil Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Holtikultura 2018 Prov. Bali
Gambar 3. Statistik harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Holtikultura dan Tanaman
Perkebunan Rakyat 2018

Gambar 4. Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Holtikultura dan Tanaman
Perkebunan Rakyat 2019
Gambar 5. Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman pangan Holtikultura dan tanaman
Perkebunan Rakyat 2021

Gambar 6. Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman pangan, Holtikultura dan Tanaman
Perkebunan Rakyat 2020

Anda mungkin juga menyukai