Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL ILMIAH

PENGENALAN ILMU FARMASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu :

Suhardi, M.Pd

Disusun Oleh :

Achriz Oemara
223110041
1C

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TULANG BAWANG

BANDAR LAMPUNG

2022
PENGENALAN ILMU FARMASI

Oemara Achriz

Program Studi Farmasi Universitas Tulang Bawang

Jl. Gajah Mada No. 34, Kec. Tanjung Karang Timur, Kota Bandar Lampung

Email : achrizoemara@gmail.com

ABSTRAK

Kamus Webster mendefinisikan farmasi sebagai seni atau praktis


penyediaan, pengawasan, pencampuran dan pendistribusian obat-obatan”. Kata
Farmasi sendiri berasal dari asal kata farmakon (Latin) yang berarti racun. Dalam
pengelompokan ilmu pengetahuan, Stuart Chase, dalam bukunya The Power
Study of Mankind menempatkan Farmasi sebagai bagian dari natural science.
Sumbangan dunia farmasi terhadap dunia kesehatan sangatlah besar dengan
ditemukannya berbagai obat dan system pengobatan yang rasional dengan
mengutamakan unsur keselamatan pasien. Tanggungjawab yang dipikul oleh ahli
farmasi menjadi semakin penting dengan pengembangan obat-obat baru hasil
penyelidikan oleh para saintis. Tanggung jawab ini khusus berkaitan dengan
penggunaan obat secara rasional dan perlindungan masyarakat daripada
kemudaratan obat-obatan semasa menggunakannya.

PENDAHULUAN

Farmasi (bidang kefarmasian) adalah suatu profesi yang concerns,


commits, dan competents tentang obat. Dari definisi tersebut muncul istilah
profesi, yaitu suatu pekerjaan (occupation) yang menunjukkan karakter
specialised knowledge dan diperoleh melalui academic preparation. Gambaran
umum tentang hal itu, di Universitas Gadjah Mada diselenggarakan 65 program
studi yang berarti ada 65 bidang pekerjaan (okupasi) tersedia di lapangan, namun
di Indonesia, baru ada 7 buah profesi yang diakui, dari sekitar 15 buah secara
internasional, yaitu profesi-profesi dokter, dokter gigi, dokter hewan, farmasis
(apoteker), akuntan, notaris, dan psikolog. Dengan demikian, Farmasi bersifat
karakteristik dan dihasilkan oleh perguruan tinggi karakteristik pula[3].

Pengertian profesi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu[2] : Pertama,


Statutory Profession, berdasarkan legislative act, profesi yang didasarkan atas
undangundang. Kedua, Learned Profession, merupakan out-put suatu pendidikan
tinggi dengan proses belajarmengajar yang membutuhkan waktu relatif panjang,
berkesinambungan, dan karakteristik, dengan bercirikan: Unusual learning, yaitu
dididik dan menerima pengetahuan yang khas, sehingga tidak diperoleh di tempat
lain atau dianggap “aneh” oleh bidang yang berbeda. Fakultas Farmasi
mengajarkan antara lain physical pharmacy, medicinal chemistry,
pharmacognosy, pharmaceutical chemistry, pharmaceutical technology,
phytochemistry, pharmacokinetics and biopharmaceutics, dan clinical pharmacy,
yang kesemuanya bersifat khas dan tidak umum. Hal ini merupakan salah satu
bukti kuat bahwa Farmasi adalah suatu profesi[1]

Menjunjung tinggi etika dalam pengabdian profesinya. Pendidikan tingi


Farmasi mengajarkan etika berdasarkan kode etik dan undang-undang yang diakui
negara dan pemerintah setempat, bukti tersebut diperkuat dengan fenomena
pengangkatan sumpah saat selesai pendidikan dan siap bekerja mengabdi pada
profesi. Adanya confidential relationship dalam pengabdiannya. Contoh nyata
dalam hal ini adalah resep dokter yang secara undang-undang maupun kode etik
harus dirahasiakan, master formula suatu sediaan, demikian pula obat, meskipun
informasi penggunaannya harus disampaikan dengan jelas agar diperoleh hasil
optimal, namun khasiat obat (mekanisme kerja obat) tidak perlu diterangkan.
Kenyataan tersebut memperkuat bukti bahwa Farmasi merupakan learned
profession[7]. Academic preparation harus diselenggarakan, karena merupakan
proses pembentukan profesi (farmasi) yang mampu menunjukkan sikap
profesional, yaitu sikap khusus yang mengutamakan sisi intelektual daripada
ketrampilan sehingga akan memperoleh status dan penghargaan tertentu.
Selanjutnya sikap yang bersangkutan berkembang dalam lindungan kode etik,
menyebabkan profesi (farmasi) bersifat altruistic dan esoteric. Menurut referensi
Amerika, lama pendidikan tinggi Farmasi mirip dengan pendidikan tinggi dokter,
dokter gigi, dokter hewan, dokter spesialis mata, yaitu terbagi atas 2 bagian
pokok, pendidikan preprofessional kurang lebih 2 tahun (3 tahun untuk
pendidikan dokter), dan pendidikan professional dengan jangka waktu 4 tahun[4].
Sementara itu di negara-negara lain, pendidikan dokter selama 5 tahun,
pendidikan farmasi 4 – 5 tahun [9].

Proses pendidikan yang relatif panjang menjadi relevan apabila


dihubungkan dengan pengertian obat, yang secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas biologi, dan menurut peraturan
perundang-undangan, obat adalah senyawa, baik yang berasal dari alam maupun
hasil sintesis, yang dapat digunakan sebagai diagnosis, preventif, kuratif,
rehabilitatif penyakit, dan promosi kesehatan. Hal itu menunjukkan bahwa proses
yang bersangkutan harus menanamkan pengertian tentang sifat-sifat senyawa obat
(pharmacodynamics), nasib obat dalam badan (pharmacokinetics), dan ilmu
tentang sediaan obat (pharmaceutics), agar selanjutnya dapat menunjukkan efek
therapi yang optimal dan efek samping minimal. Berdasarkan undang-undang,
Farmasi merupakan profesi di bidang kesehatan yang bertanggung jawab atas
kualitas (quality assurance) obat dan penggunaan kliniknya. Selanjutnya Farmasi,
secara fundamental dan profesional, menyelenggarakan pelayanan tentang
keamanan dan penggunaan obat yang tepat/benar (safe and appropriate/rational
use of drugs) untuk mencapai tujuan fundamental, yaitu peningkatan kesehatan.
Dengan demikian, Farmasi harus mengandung makna profesi yang memiliki sikap
kepemimpinan (leadership) yang karakteristik[8].

PEMBAHASAN

Pengertian ilmu farmasi


Farmasi didefiisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi
mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi
farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat
(drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep
(prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara
lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada
pemakai[4].

Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani "pharmakon", yang berarti


cantik atau elok, yang kemudian berubah artinya menjadi racun, dan selanjutnya
berubah lagi menjadi obat atau bahan obat. Oleh karena itu seorang ahli farmasi
(Pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui hal ihwal obat. Ia satu-satunya
ahli mengenai obat, karena pengetahuan keahlian mengenai obat memerlukan
pengetahuan yang mendalam mengenai semua aspek kefarmasian seperti yang
tercantum pada definisi di atas[10].

Kegunaan ilmu farmasi


1. Farmasi sebagai sains
Semua bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan
dalam berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang
ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu, yang berakar dari kajian filsafat, yaitu
Seni (Arts), Etika (Ethics), dan Sains (Science). Di satu pihak Farmasi
tergolong seni teknis (technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan
dalam penggunaan obat (medicine); di lain pihak Farmasi dapat pula
digolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science) [6].
Dalam tinjauan pengelompokan bidang ilmu atau kategori di atas digunakan
kriteria:
a. Obyek ontologis. Di sini ditinjau obyek apa yang ditelaah sehingga
menghasilkan pengetahuan tersebut. Sebagai contoh, obyek ontologis
dalam bidang Ekonomi ialah hubungan manusia dan benda atau jasa
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup: obyek telaah pada
Manajemen ialah kerja sama manusia dalam mencapai tujuan yang
telah disetujui bersama; obyek ontologis pada Fammasi ialah obat dari
segi kimia dan fisis, segi terapetik, pengadaan, pengolahan sampai
pada penyerahannya kepada yang memerlukan.
b. Landasan epistemologis, yaitu cara atau metode apa yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Contoh landasan
Epistemologis Matematika ialah logika deduktif; landasan
epistemologis kebiasaan sehari-hari ialah pengalaman dan akal sehat;
landasan epitemologis Farmasi ialah logika deduktif dan logika
induktif dengan pengajuan hipotesis, yang dinamakan pula metode
logiko-hipotetiko-verifikatif.
c. Landasan aksiologis, yaitu mempertanyakan apa nilai kegunaan
pengetahuan tersebut. Nilai kegunaan pencak silat, matematika dan
farmasi sudah jelas berbeda. Dalam hal ini nilai kegunaan atau
landasan aksiologis Farmasi dan Kedokteran itu sama karena kedua-
duanya bertujuan untuk kesehatan manusia[8].
d. Sebagai ilmu, Farmasi menelaah obat sebagai "materi", baik yang
berasal dari alam maupun sintesis (sama dengan bidang Kimia dan
Fisika) dan menggunakan metode logiko-hipotetiko-verifikatif sebagai
metode telaah yang sama seperti digunakan pada bidang Ilmu
Pengetahuan Alam. Oleh karena itu, Farmasi merupakan ilmu yang
dapat dikelompokkan dalam bidang Sains.
2. Farmasi Sebagai Profesi
Dari kajian filsafati di atas terlihat bahwa di samping sebagai Ilmu atau
Sains, Farmasi meliputi pula pelayanan obat secara profesional. Istilah
Profesi dan Profesional saat ini semakin dikaburkan karena banyak
digunakan secara salah kaprah. Semua pekerjaan (job, vacation, occupation)
dan keahlian (skill) dikategorikan sebagai profesi. Demikian pula istilah
profesional sering digunakan sebagai lawan kata amatir.

Meurut Hughes, E.C. [4]:


..... Profesion profess to know better than other the nature of certain
matters, and to know better than their clients what ails them or their affairs.
Definisi ini menggambarkan suatu hubungan pelayanan antar-manusia,
sehingga tidak semua pekerjaan atau keahlian dapat dikategorikan sebagai
profesi.
Menurut Schein, F.H. [4]:
...The profession are a set of occupation that have developed a very
special set or norms deriving from their special role in society.
Kelompok profesional dapat dibedakan dari yang bukan profesional
menurut kriteria berikut:
a. Memiliki Pengetahuan Khusus, yang berhubungan dengan
kepentingan sosial. Pengetahuan khusus ini dipelajari dalam waktu
yang cukup lama untuk kepentingan masyarakat umum.
b. Sikap dan Prilaku Profesional. Seorang profesional memiliki
seperangkat sikap yang mempengaruhi prilakunya. Komponen dasar
sikap ini ialah mendahulukan kepentingan orang lain (altmisme) di
atas kepentingan diri sendiri. Menurut Marshall, seorang profesional
bukan bekerja untuk dibayar, tetapi ia dibayar agar supaya ia dapat
bekerja.
c. Sanksi Sosial. Pengakuan atas suatu profesi tergantung pada
masyarakat untuk menerimanya. Bentuk penerimaan masyarakat ini
ialah dengan pemberian hak atau lisensi (lincense) oleh negara untuk
melaksanakan praktek suatu profesi. Lisensi ini dimaksudkan untuk
menghindarkan masyarakat dari oknum yang tidak berkompetensi
untuk melakukan praktek profesional.

Profesi Dalam Ilmu Farmasi

Penyandang profesi farmasi, secara internasional dan sebagaimana


direkomendasikan oleh WHO, selanjutnya disebut Farmasis, yang
personifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama, jantung dan
jiwanya senantiasa berdegup dan bergetar mengembang seirama dengan disiplin
ilmu dispensing and compounding. Pre-formulasi dan formulasi sediaan obat
diperbaiki dan disempurnakan agar mencapai efek yang optimal dengan dukungan
disiplin ilmu-ilmu teknologi farmasi, drug delivery systems, biofarmasetika dan
farmakokinetik, serta farmakoterapi dan farmasi klinik. Sebaliknya efek samping
diminimalkan berdasarkan pemahaman disiplin ilmu-ilmu interaksi obat, adverse
drug reactions, toksikologi, sifat-sifat bahan tambahan, dan fisiologi. Kedua, otak
dan pikirannya terpusat atau tercermin pada drugs and their actions sebagai
perwujudan pertanggungjawaban profesi bidang kesehatan, dan hubungan kait-
mengkait dengan getaran jantung serta jiwanya. Ketiga, berdasarkan karakter
ungkapan jiwa dan pikirannya, maka aktivitas “sosok” Farmasis adalah analisis
tentang jaminan mutu, keamanan, dan penggunaan sediaan obat yang
tepat/rasional. Digambarkan sebagai bangunan, Farmasis adalah suatu monumen
yang megah dan sangat indah, ditegakkan di atas 4 pilar utama: pharmacology,
pharmaceutical chemistry, pharmaceutical technology, dan pharmacognosy, yang
tertancap kokoh pada disiplin ilmu-ilmu pengetahuan alam untuk farmasi.
Selanjutnya tampak tegar biopharmaceutics and pharmacokinetics berpuncak
clinical pharmacy, dihiasi dengan disiplin ilmu-ilmu sosial untuk farmasi:
management and administration, hygiene and epidemiology, serta etika[7].

KESIMPULAN
farmasi sebagai seni atau praktis penyediaan, pengawasan, pencampuran
dan pendistribusian obat-obatan”. Kata Farmasi sendiri berasal dari asal kata
farmakon (Latin) yang berarti racun. Dalam pengelompokan ilmu pengetahuan,
Stuart Chase, dalam bukunya The Power Study of Mankind menempatkan
Farmasi sebagai bagian dari natural science.
Apoteker adalah seseorang yang ahli dalam kefarmasian. Dalam
melakukan kegiatan di apotek, apoteker harus berpedoman pada buku resmi
farmasi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI yaitu Farmakope
Indonesia.
Tanggung jawab yang dipikul oleh ahli farmasi menjadi semakin penting
dengan pengembangan obat-obat baru hasil penyelidikan oleh para saintis.
Tanggungjawab ini khusus berkaitan dengan penggunaan obat secara rasional dan
perlindungan masyarakat daripada kemudaratan obat-obatan semasa
menggunakannya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] America Pharmaceutical Association, The National Professional Society of


Pharmacicts, "The Final Report of the Task Force on Pharmacy education,
Washington DC.
[2] College Handbook (Nov. 1992), MONASH University, The Office of
University Development for the Victorian College of Pharmacy,
Melbourne, Victoria.
[3] Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Farmasi Negeri se Indonesia, Hasil
Rapat Tahunan (1992).
[4] Gennaro, A.R. [Ed.] (1990)" Remington's Pharmaceutical Sciences", Mack
Publishing Co, Easton, Pennsylvania.
[5] Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Keputusan Kongres Nasional XIII,
NO.XIII/Kongres XIII/ISFI/1989 tentang Standar Profesi Apoteker dalam
Pengabdian Profesi di Apotik
[6] Ketut Patra dkk. (1988) 60 Tahun Dr. Midian Sirait, Pilar-Pilar Penopang
Pembangunan di Bidang Obat", Penerbit P.T.Priastu, Jakarta.
[7] Smith, A.K. (1980) "Principles and Methods of Pharmacy Management",
Second Edition, Lea Febiger, Philadelphia.
[8] Suryasumantri, Y.S (1985) "Filsafat Ilmu, Suatu Pengantar Populer",
Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.
[9] Wattimena, J.R. dkk. (1986) makalah dalam Ekspose Perkembangan Ilmu
Kesehatan oleh IDI/ISFI, Jakarta.
[1 University of Minnesota, (2001) "College of Pharmacy Catalog", the
0] Regents of the University of Minnesota, Catalog On Line.

Anda mungkin juga menyukai