Anda di halaman 1dari 2

Kesadaran dan komitmen pasien rendah, jarang sampai ke fase ction...

[3]
Penggunaan jangka panjang membuat pasien bosan dan putus pengobatan... [1]
... motivasi pasien cukup rendah anyway, sehingga perlu pendekatan khusus. [8]
Pasien beranggapan bahwa obat yang diresepkan dokter adalah obat untuk orang gila, jika dia minum obat
itu maka dia akan tambah gila.....mereka datangpun juga karena dipaksa orang tua atau takut hukum,
selanjutnya pasien tidak datang lagi.. [4]
Pasien menggunakan obat yang diresepkan dokter untuk substitusi adiksinya contohnya Alprazolam
sehingga obat habis sebelum tanggal yang ditentukan... [3]
Pasien masih pada tahap prekontemplasi, sehingga 1000 kali saya kasih konseling-informasi-edukasi tidak
akan bermanfaat.... [4]
...merasa sudah sembuh akhirnya relaps lagi.....personality basenya sangat rendah dan kecenderungan
manipulatif sangat tinggi. [1]
....mereka sering merasa malu saat mendatangi pusat kesehatan dan mengatakan “saya ngga gila kok”...[1]

Pengetahuan pasien dalam dissease management dan risk prevention sangat rendah, sehingga kemandirian
pasien dalam mengelola kesehatannya tidak terbentuk.....[3]
Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang pentingnya minum obat....[10]
Pengetahuan keliru dari pasien bahwa obat yang diresepkan oleh dokter adalah untuk menghentikan
adiksinya.... [4]
...pengetahuan pasien mengenai konsep kebutuhan dan kecanduan rendah, minum obat dari dokter adalah
sebuah kebutuhan bukan kecanduan, sehngga kesalahan persepsi ini membuat pasien takut minum obat ..
takut kecanduan obat dari dokter....[1]

Faktor socioculturospiritual, apakah budaya di daerah pasien menharamkan minum obat atau
mendukungnya....pasien sering beranggapan bahwa miracle water dari spiritual figure lebih utama
dibandingkan obat dari dokter ....[1]

Pasien mengalami kendala biaya dalam penebusan obat sehingga pengobatan tidak tuntas sesuai dengan
protokol yang berlaku ....[2]
.....faktor kesulitan biaya untuk transportasi menuju fasilitas kesehatan juga sering saya dengar dari
pasien.......[1]
Pasien siang harus bekerja di siang hari dan saat pulang kerja fasilitas kesehatan sudah tutup...[7]

Kami (pharmacist) kesulitan untuk melakukan monitoring dan evaluasi pemakaian obat pasien di
rumah ...kami juga lack of time karena pelayanan rawat jalan dibatasi dengan waktu pelayanan yang
sudah ditetapkan sehingga tidak maksimal dalam pemberian konseling, informasi, dan edukasi pada
pasien.. [2]

Saya (resident) seringkali melihat pasien membuang obat karena efek samping obat yang membuat
ngantuk sehingga mereka tidak bisa bekerja..[5]

Kurangnya dukungan keluarga dalam kontrol minum obat ..[2]


...disfungsi keluarga..patological family..tidak saling peduli antar anggota keluarga..over critical,
neglected, over protective...karena kebanyakan keluarga mereka sendiripun bermasalah...[1]
...masyarakat sering berpendapat negatif tentang mereka, sehingga merekapun mengalami kecemasan dan
kurang percaya diri saat kembali ke masyarakat. [3]
Isu dari orang disekitarnya yang sering menghembuaskan berita tidak benar, contohnya “jika kamu
minum obat itu maka kamu akan menjadi gila”....nah isu hoax ini diinternalisasi oleh pasien dan dianggap
suatu kebenaran oleh pasien ..{1]

...saya sering mendengar keluhan pasien bahwa fasilitas kesehatan berada jauh dari pemukiman,
terisolasi, dan tidak ada transportasi umum untuk bisa menjangkau kesana...[1]

Pemerintah hanya memberikan uang sebesar 500.000 IDR untuk pengobatan pasien napza rawat jalan,
sehingga setelah habis mereka tidak datang lagi ke fasilitas layanan kesehatan...padahal pengobatan harus
terus berlanjut. [2]

Anda mungkin juga menyukai