Anda di halaman 1dari 41

Komunikasi

dalam Perawatan
Paliatif
Dr. Siti Annisa Nuhonni, Sp.KFR(K)
Perhimpunan Masyarakat Paliatif Indonesia
Cabang Jakarta
Jakarta, 8 Juli 2018
KOMUNIKASI EFEKTIF

Komunikasi Efektif
=
“More than Words”
KETIKA MENGHADAPI DIAGNOSIS
KETIKA MENGHADAPI DIAGNOSIS (2)

TIDAK ADA BENAR ATAU SALAH


• Tidak semua orang melewati semua tahap
• Bentuk kesedihan setiap orang berbeda
• Terkadang tidak sesuai model ini

PAHAMI DAN RESPON DENGAN TEPAT


1. SHOCK & DENIAL

Kaget terhadap diagnosis dan ada upaya penyangkalan

Saya tidak mungkin kena kanker !


Pasti dokter salah memeriksa saya !
Saya mau ke dokter lain saja !
Saya tidak mau diobati, kan saya tidak sakit !

Reaksi normal selama pasien masih mau berobat


• Berikan waktu bagi pasien memahami diagnosisnya
• Berikan kesempatan bagi pasien untuk menceritakan
apa yang ia rasakan dan pikirkan
DI SAAT SYOK ...

 Tidak bisa berpikir jernih


 “Stuck” / mentok
 Konsentrasi turun
 Mudah lupa Kesabaran
Ketenangan
 Emosi menumpul
Pendampingan
 Hanya bisa memikirkan Bantuan
diagnosis kanker saja
 Sulit bersosialisasi
 Kebingungan
2. ANGER
Kemarahan karena diagnosis yang didapat,
kadang disalurkan ke caregiver atau dokter

Kenapa harus saya yang kena penyakit ini !?


Pasti saya sakit karena si X !
Seharusnya dulu saya tidak makan ini-itu !

• Jangan “diambil hati”


• Bantu pasien kenali pikiran negatif yang memicu marah
• Bantu koreksi pikiran negatif tersebut
3. BARGAINING
Proses “tawar-menawar” dengan keadaan yang
dialami, baik dengan Tuhan, caregiver, atau dokter
Semoga kalau saya banyak beramal, sakit saya bisa
berkurang dan tidak semakin parah
Dok, tolong yang penting dikasih obat yang paling bagus
sampai sembuh ya

• Ingatkan bahwa dokter dan caregiver akan selalu


memberikan usaha yang terbaik
• Olah harapan pasien supaya realistik dan sesuai dengan
keadaan sekarang
3. BARGAINING

HARAPAN-HARAPAN

Realistik Tidak Realistik

peran
ACCEPTANCE caregiver DEPRESSION
4. DEPRESSION
Kesedihan yang mendalam, disertai perasaan
lain seperti rasa bersalah, tidak ada harapan,
kehilangan minat
Saya sudah tidak ingin bersenang-senang, toh saya sekarang
sudah sakit berat seperti ini...

Penyakit saya sangat parah, pasti sudah tidak bisa ditolong


siapa-siapa lagi...

• Berikan dukungan dan tekankan hal-hal positif

• AWASI tanda depresi berat dan ide bunuh diri


GANGGUAN DEPRESI
BUKAN KESEDIHAN BIASA
• Kehilangan minat beraktivitas
• Tidak merawat diri lagi
• Merasa bersalah atau tidak berguna
• Merasa tidak bisa ditolong lagi
• Tidak ada harapan masa depan
• Ide untuk mengakhiri hidup

DEPRESI HARUS DITANGANI DOKTER


5. ACCEPTANCE
Menerima keadaan bahwa ia sedang
mengalami kanker dan mengambil
tindakan-tindakan yang sesuai

Ya saya memang terkena kanker, sekarang saya harus


berobat dan berdoa semaksimal mungkin

• Terus dukung pikiran-pikiran positif pasien


• Tetap berikan kebebasan dan kesempatan bagi pasien
MEMBUKA DIRI

Kadang kita merasa sulit atau takut


untuk memulai komunikasi

Cemas Bingung berkata apa

Takut salah bicara Tidak ingin “mengorek luka”

Ragu memulai Takut dianggap ikut campur


MEMBUKA DIRI (2)

• Mulai dengan pertanyaan


• Berikan waktu bagi pasien untuk menjawab
• Tetap berikan kesempatan memilih
Pasien yang sedih mungkin sulit menceritakan langsung

Ada yang mau diceritakan?


Ada yang mau disampaikan? Mari berbincang-bincang, atau
mau jalan-jalan?
Ada yang sedang ingin kamu lakukan? Aku ikutan ya
MEMBUKA DIRI (3)

Untuk pasien yang sedang cemas

Wah sudah lama tak terlihat, apa kabarmu?

Duh aku suka deg-degan deh saat mau rapat, kamu pernah
mengalami hal yang sama?

Kamu sedang lelah ya? Sepertinya kamu kurang fokus


YANG HARUS DIHINDARI

 “Kanker tidak seberat itu kok”


 “Masih banyak yang lebih menderita”
 “Ya sudah lah... terima aja keadaanmu”
 “Coba dulu kamu tidak banyak makan ini”
 “Kok kamu tidak mau diajak ngomong sih?”

DEPRESI
YANG HARUS DIHINDARI (2)

 “Jangan berlebihan seperti itu ah”


 “Coba deh kamu lebih santai”
 “Ya jangan dipikirin terus dong”
 “Kamu tuh mikirin hal-hal yang ga ada apa-
apanya, biarkan saja”

CEMAS
LEBIH BAIK

 “Iya ya, pasti terasa berat untukmu, tapi kita


pasti bisa deh pelan-pelan semakin baik”
• menghargai kesedihan pasien

 “Wah sekarang kamu terlihat lebih segar,


jadi makin semangat dong!”
• apresiasi kemajuan pasien

 “Eh, aku boleh minta tolong?”


• berikan kesempatan untuk menolong orang lain
LEBIH BAIK (2)

 “Wah, pasti terasa berat banget ya...”


• hargai kekuatan pasien menghadapi kecemasan

 “Yuk pasti bisa kita obatin pelan-pelan”


• ingatkan bahwa kecemasannya bukan sesuatu
yang aneh atau ‘gila’

 “Mau temenin aku jalan-jalan?”


• alihkan dari kecemasannya
• ingatkan bahwa ia juga dibutuhkan orang lain
Menguasai keterampilan
komunikasi adalah kunci yang akan
membantu para tenaga kesehatan
dalam meningkatkan kualitas
perawatan pasien paliatif.
Mengapa keterampilan
berkomunikasi pada perawatan
paliatif penting ?

• Membangun kepercayaan antara tenaga


kesehatan – pasien – keluarga.
• Menentukan informasi yang dibutuhkan
pasien dan keluarga
• Mendapatkan apa yang dibutuhkan dalam
perawatan pasien
• Memperoleh informed consent yang benar
Mengapa keterampilan
berkomunikasi pada perawatan
paliatif penting ? lanjutan...

• Meningkatkan kolaborasi dalam menetapkan


tujuan perawatan
• Memfasilitasi pengambilan keputusan yang
realistis
• Menavigasi percakapan yang sulit
• Secara efektif berinteraksi dengan rekan-rekan
termasuk dokter rujukan, konsultan, dan
anggota lain secara terintegrasi
Konsekuensi komunikasi yang buruk

• Kesalahpahaman dapat menyebabkan masalah


yang besar jika tidak diperbaiki dengan tepat.
Konsekuensi komunikasi yang buruk meliputi:
• Kurangnya kepercayaan pasien dan keluarga
• Kesalahpahaman pasien dan keluarga tentang diagnosis,
pengobatan, dan prognosis.
• Keputusan pengobatan dan perawatan yang salah karena
mendapatkan informasi yang salah atau salah persepsi.
• Kesalahan medis (medical errors)
• Proses pengadilan (litigation)
Topik diskusi tersering pada
perawatan paliatif :
• Perencanaan perawatan lanjutan
• Memberitahukan berita buruk
• Membahas tujuan perawatan
• Memfasilitasi pertemuan keluarga
• Mendiskusikan penghentian perawatan
• Membahas mengenai perubahan dari upaya
untuk mencapai penyembuhan menjadi kearah
pendekatan yang berfokus pada kenyamanan,
kualitas hidup, dan membahas rumah sakit
rujukan.
Penyulit pada proses komunikasi efektif

• Percakapan dapat menjadi cukup sulit karena sering


melibatkan topik yang emosional. Faktor – faktor
yang berkontribusi terhadap kesulitan dalam
melakukan komunikasi meliputi:
• Keterampilan yang kurang memadai karena kurangnya
pelatihan
• Ketakutan akan menyebabkan tekanan secara emosional
• Tidak tahu cara menangani ledakan emosi
• Kekhawatiran tentang menangani emosi seseorang.
• Takut disalahkan oleh pasien dan keluarga apabila gagal.

• Perlu diingat bahwa kesembuhan bisa berupa


berbagai bentuk. Percakapan itu sendiri bisa saja
menjadi kesembuhan, dikenal sebagai komunikasi
terapeutik
Percakapan tentang kondisi pasien
adalah masalah sulit bagi pasien dan
keluarga
• Bagi pasien dan keluarga, dapat sangat
emosional dan dapat menunjukkan respon emosi
yang berlebihan.
• Penting bagi dokter/caregiver untuk mengenali
kapan pasien atau keluarga telah mencapai titik
jenuh mereka.
• Dokter harus memberikan waktu bagi pasien dan
keluarga untuk menerima informasi tersebut dan
pembicaraan mungkin harus ditunda.
Strategi meningkatkan
kemampuan berkomunikasi
Berkomunikasi adalah ketrampilan yang dapat
dipelajari dan dipraktekkan.
Strategi yang dapat meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dengan pasien, keluarga dan
sejawat yaitu :
 Memberitahukan berita buruk
 Mendiskusikan tujuan perawatan
 Memfasilitasi pertemuan keluarga
 Menanggapi respon emosi
1. Memberitahukan Berita Buruk
• Dokter sering dihadapkan pada tugas untuk
menyampaikan berita buruk. Penting untuk
diingat bahwa berita buruk harus diartikan secara
luas. Berita yang dokter mungkin anggap biasa-
biasa saja dapat dianggap 'buruk' oleh beberapa
pasien. Oleh karena itu, percakapan harus
dilakukan dengan hati-hati dan dengan empati
dan kepekaan pada setiap pertemuan terutama
ketika ada informasi baru dan penting yang perlu
disampaikan kepada pasien.
2. Mendiskusikan Tujuan Perawatan

• Keterampilan tenaga kesehatan


dalam berkomunikasi
mendiskusikan tujuan perawatan
pasien sangat diperlukan.
3. Memfasilitasi Pertemuan Keluarga

• Kebanyakan pasien tidak membuat keputusan


secara individual. Keluarga seringkali
berpengaruh dalam proses perencanaan dan
pengambilan keputusan, sehingga keluarga
akan sering dipanggil untuk membuat
keputusan atas nama pasien.
Pertemuan keluarga adalah forum kunci untuk
pengambilan keputusan yang sulit.
4. Menanggapi Respon Emosi
• Menanggapi emosi adalah salah satu aspek yang
paling sulit dalam berkomunikasi dengan pasien
dan keluarga.

• Ada kecenderungan dokter tetap “kaku”


menyampaikan informasi, hanya menyajikan
informasi faktual dan menanyakan “apakah ada
pertanyaan lain ?” kemudian memberikan
serangkaian "langkah selanjutnya" bukanlah
strategi komunikasi yang efektif.
4. Menanggapi Respon Emosi lanjutan....
.
• Langkah pertama bagi dokter perawatan paliatif
adalah mengamati emosi pasien dan keluarga.

• Memperhatikan dan menentukan emosi adalah


solusi awal sehingga dokter bisa menanggapi emosi
yang ada baik dengan menggunakan respons
nonverbal (Contoh : sentuhan, diam, posisi, kontak
mata, dll), tanggapan verbal maupun kombinasi
keduanya.
Meningkatkan Keterampilan Komunikasi

‘The Making of on Expert’


(Harvard Business Review tahun 2007)
Cara untuk meningkatkan keterampilan
komunikasi adalah dengan melakukan
praktik nyata.
• Latihan
• Praktek
• Performa
• Mencari pelatih
1. Latihan keluar dari zona nyaman.
• Pertemuan dengan orang-orang terdekat yang
ada didalam zona nyaman seseorang akan
menciptakan komunikasi yang mudah tanpa
canggung dan sudah ada kepercayaan yang
dibangun.

• Namun, berkomunikasi dengan orang-orang diluar


zona nyaman akan menjadi tantangan bagi
peningkatan keterampilan komunikasi dan sangat
diperlukan untuk praktek komunikasi.
2. Praktek keterampilan komunikasi idealnya
harus terjadi dalam suasana yang
disimulasikan.

• Memanfaatkan pasien yang disimulasikan atau


anggota keluarga lebih baik sebagai latihan bagi
caregiver / tenaga kesehatan sehingga apabila
membuat kesalahan pun dalam lingkungan yang
berisiko rendah
• Selain itu, dapat memberi waktu bagi caregiver /
tenaga kesehatan kesehatan untuk merefleksikan
keterampilan, pilihan kata-kata dan bereksperimen
dengan keterampilan yang berbeda-beda dalam
melakukan perawatan pasien paliatif
3. Performa harus terus dianalisis
dan dievaluasi

• Mengevaluasi performa dapat dilakukan dengan


menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Cara apa yang memberi hasil?
• Apa kesalahan saya ?
• Bagaimana saya bisa berkembang?
4. Mencari pelatih yang ahli
dalam keterampilan komunikasi

• Peran pelatih adalah menjadi pengawas


dalam kegiatan praktikum dan
memberikan feedback yang membangun.
Idealnya pelatih haruslah seseorang yang
memiliki keterampilan komunikasi yang
lebih profesional.
Strategi Lain
Tenaga kesehatan yang sibuk mungkin tidak dapat
mengikuti langkah-langkah diatas untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi mereka. Sebagai alternatif,
mungkin strategi berikut dapat diterapkan :
• Mengikuti pelatihan dalam meningkatkan keterampilan
komunikasi
• Merekrut kolega yang juga tertarik untuk
meningkatkan keterampilan komunikasinya dan
menjadi rekan pelatih satu sama lain.
• Setelah cukup praktek, seorang tenaga kesehatan
mungkin dapat secara konsisten merefleksikan
keterampilan komunikasinya sendiri dan menyusun
rencana langkah apa yang harus diambil selanjutnya
agar perawatan dapat berjalan lancar.
Kesimpulan
• Menguasai keterampilan komunikasi dan
menjalankan strategi yang direkomendasikan
akan memungkinkan seorang tenaga kesehatan
meningkatkan kemampuan komunikasinya dari
waktu ke waktu.
• Salah satu teknik untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi adalah dengan
melakukan praktek.
Referensi
1. Fallowfield L. Communication with the patient and family in
palliative medicine. Oxford Textbook of Palliative Medicine.
Oxford University Press. New York;2009:335.
2. Baile WF, Buckman R, et al. SPIKES – a six step protocol for
delivering bad news : application to the patient with cancer.
Oncologist. 2000;5(4):302-311.
3. Back A, Arnold R, Tulsky J. Mastering communication with
Seriously Ill Patients : Balancing Honesty with Empathy and
Hope . New York, NY: Cambridge University Press;2009:26-
27.
4. Fischer G, Tulsky J, Arnold R. Communicating a poor
prognosis. In: R. Portenoy and E. Bruera, eds. Topics in
Palliative Care. New York : Oxford University Press; 2000.
5. Ericsson KA, Prietula MJ, Cokely ET. The Making of an Expert.
Harvard Business Review. July-August 2007:115-121.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai