Anda di halaman 1dari 44

PENGGUNAAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR


PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
DI KELAS XI MIPA 4 SMAN 1 CICALENGKA
TAHUN AJARAN 2019/2020

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Disusun Oleh :
Helmi Nurul Iman, S.Pd.
NUPTK. 4540768669130143

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 CICALENGKA


Jalan H. Darham No. 42 Desa Babakan Peuteuy Kecamatan Cicalengka
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat
2019
Pengunaan Model Numbered Heads Together (NHT)
Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
di Kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka
Tahun Ajaran 2019/2020.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar Pendidikan


Kewarganegaraan (PKn) menggunakan model pembelajaran Numbered Heads
Together pada siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka tahun ajaran
2019/2020. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan subjek
penelitian siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka yang berjumlah 33 siswa
dan obyek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together
pada pokok materi memahami bentuk dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Model yang
digunakan dalam penelitian ini berkolaborasi dengan guru Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka dan peneliti.
Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan observasi sedangkan analisis data
menggunakan teknik deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
model Numbered Heads Together dapat meningkatkan prestasi belajar siswa: (1)
Prestasi belajar siswa pada pra siklus dengan rata-rata kelas 68,635 dan persentase
ketuntasan 53% termasuk kriteria sedang, setelah dilakukan tindakan siklus I
prestasi belajar siswa meningkat dengan rata-rata kelas menjadi 74,13 dan
persentase ketuntasan 65% termasuk kriteria tinggi, kemudian setelah dilakukan
tindakan siklus II prestasi belajar siswa meningkat dengan rata-rata kelas menjadi
80,88 dan persentase ketuntasan mencapai 85% termasuk kriteria sangat tinggi.
(2) Aktivitas guru dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada
siklus I yaitu 82,5% termasuk kriteria sangat tinggi, dan pada siklus II meningkat
menjadi 97,5% termasuk kriteria sangat tinggi. (3) Aktivitas siswa pada siklus I
yaitu 81,25% termasuk kriteria sangat tinggi, dan pada siklus II meningkat
menjadi 93,75% termasuk kriteria sangat tinggi. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa model Numbered Heads Together dapat meningkatkan
prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) siswa pada siswa kelas XI
MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka Tahun Ajaran 2019/2020.

Kata kunci : Model Numbered Heads Together (NHT), Prestasi Belajar


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan kekuatan pada penulis karenadapat menyelesaikan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini. Penelitian ini berjudul “Pengunaan Model
Numbered Heads Together (NHT) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Kelas XI MIPA 4 SMAN 1
Cicalengka Tahun Ajaran 2019/2020” ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mengembangkan refleksi diri terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
Penulisan penelitian ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri,
melainkan banyak pihak yang memberikan bantuan, dukungan dan bimbingan
selama proses penelitian dan selama proses penyusunan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) ini.
Penulis menyadari bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini masih jauh
dari sempurna.Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun semangat
diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang.Semoga Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak. Mudah-
mudahan segala kebaikannya mendapat balasan dari Allah SWT. Amin Ya
Rabballalamin.

Cicalengka, Oktober 2019


Penulis,
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……….……………………………………. i
ABSTRAK………………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………... iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. iv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………..………………………………….................. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 6
C. Pembatasan Masalah………………………………………………… 6
D. Tujuan Penelitian……………………………………………………. 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Prestasi Belajar………………………………………………………. 8
B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)…………………. 8
BAB III METODE PENELITIAN
A. Objek Tindakan…………………………………….………………... 17
B. Setting/Lokasi/Subjek Penelitian………………………..…………… 17
C. Metode Penelitian………………………………………….………… 17
BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………….. 23
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan……………………………………...……………………… 26
B. Saran…………………………………………………………………. 27
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 28
LAMPIRAN

iv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Pemberitahuan Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),


2. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
3. Surat Pernyataan Kolaborator,
4. Catatan Notulen Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
5. Daftar Hadir Peserta Seminar Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
6. Foto dan Dokumentasi.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi
sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Pendidikan
mempunyai posisi yang strategis dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Posisi yang strategis tersebut dapat tercapai bila pendidikan yang
dilaksanakan mempunyai kualitas. Salah satu aspek kehidupan itu adalah
pendidikan. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak pribadi manusia.Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya prestasi siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan pada mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Faktor-faktor
tersebut antara lain kurang tersedianya sarana prasarana dan motivasi belajar yang
rendah. Sebagai pengelola pembelajaran guru hendaklah mampu mengorganisir
dan menggali potensi-potensi dalam pembelajaran agar terjadi interaksi yang
optimal yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas proses dan prestasi
belajar. Faktor lain penyebab rendahnya kemampuan belajar mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah siswa.
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik
menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen yang kuat dan
konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, perlu ditingkatkan terus menerus untuk memberikan pemahaman yang
mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstitusi Negara
Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa
Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.
Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan yang memasung hak-
hak asasi manusia, hak-hak warganegara untuk dapat menjalankan prinsip-prinsip

1
demokrasi. Kehidupan yang demokratis didalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-
organisasi non pemeritahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan
diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi serta demi
peningkatan martabat kemanusian, kesejahteraan, kebahagiaan, kecerdasan dan
keadilan.
Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga Negara yang baik, yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Citizenship Education)
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang
beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Maksud
dari Standar isi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/SMK/MA
diantaranya:
1. Memahami hakekat Bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia
2. Menganalisis sikap positif terhadap penegakan hokum, peradilan
nasional, dan tindakan anti korupsi
3. Meganalisis pola-pola dan partisipasi aktif dalam pemajuan,
penghormatan serta penegakan HAM baik di Indonesia maupun luar
negeri
4. Menganalisis peran dan hak warganegara dan system pemerintahan
Negara Kesatuan Repbulik Indonesia
5. Menganalisis budaya politik demokrasi, konstitusi, kedaulatan
Negara, keterbukaan dan keadilan di Indonesia
6. Mengevaluasi hubungan Internasional dan sistem hokum
internasional
7. Mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai
dengan pancasila dan UUD 1945

2
8. Mengaalisis peran Indonesia dalam politik dan hubungan
Internasional, regional dan kerjasama Global lainnya
9. Menganalisis sistem hokum internasional, timbulnya konflik
internasional, dan mahkamah internasional.
PPKn sebagai salah satu bidang studi yang memiliki tujuan “How to
Develop Better Civics Behaviours” membekali siswa untuk mengembangkan
penalarannya disamping aspek nilai dan moral, banyak memuat materi sosial.
PPKn merupakan salah satu dari lima tradisi pendidikan IPS yakni citizenship
transmission, saat ini sudah berkembang menjadi tiga aspek PPKn (Citizenship
Education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler dan aspek sosial budaya.
Secara akademis PPKn dapat didefinisikan sebagai suatu bidang kajian
yang memusatkan telaahannya pada seluruh dimensi psikologi dan sosial budaya
kewarganegaraan individu dengan menggunakan ilmu politik dan pendidikan
sebagai landasan kajiannya. Implementasiya sangat dibutuhkan guru yang
profesional, guru yang profesional dituntut menguasai sejumlah kemampuan dan
keterampilan, antara lain :
1. Kemampuan menguasai bahan ajar
2. Kemampuan dalam mengelola kelas
3. Kemampuan dalam menggunakan metode, media dan sumber belajar
4. Kemampuan untuk melakukan penilaian baik proses maupun hasil
Selanjutnya UNESCO dalam Soedijarto (2004 : 10-18) mencanangkan
empat pilar belajar dalam pembelajaran (termasuk model Problem Based
Learning) :
1. Learning to Know ( penguasaan ways of knowing or mode of inquire)
2. Learning to do (controlling, monitoring, maintening, designing,
organizing)
3. Learning to live together
4. Learning to be
Berdasarkan uraian analisis permasalahan diatas, pendekatan model
Problem Based Learning apabila diterapkan di kelas akan dapat meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah HAM dalam mata pelajaran PPKn. Dari

3
Standar Isi dan Standar Kompetensi tersebut diatas, penulis memilih butir ketiga
yaitu meganalisis pola-pola dan partisipasi aktif dalam pemajuan, penghormatan
serta penegakan HAM baik di Indonesia maupun di luar negeri, sebagai landasan
judul penelitian tindakan kelas ini.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, siswa kurang
aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Anak cenderug tidak begitu tertarik dengan
pelajaran PPKn karena selama ini pelajaran PPKn dianggap sebagai pelajaran
yang hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran
sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar PPKn siswa di sekolah.
Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar PPKn siswa rendah yaitu
faktor internal dan eksternal dari siswa. Faktor internal antara lain: motivasi
belajar, intelegensi, kebiasan dan rasa percaya diri. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor yang terdapat di luar siswa, seperti; guru sebagai Pembina kegiatan
belajar, startegi pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan.
Dari masalah-masalah yang dikemukakan diatas, perlu dicari strategi
baru dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang
mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa (Focus on
Learners), memberika pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan
kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contetualized subject
matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa.
Disinilah guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang
mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif
maupun psikomotorik siswa. Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
peciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PPKn. Dalam hal ini penulis memilih
model “pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dalam
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah HAM dalam mata pelajaran
PPKn.
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses belajar mengajar
didalam kelas dimana siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu
fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan

4
yang muncul, setelah itu tugas guru adalah merangsang untuk berfikir kritis dalam
memecahkan masalah yang ada. Tugas guru mengarahkan siswa untuk bertanya,
membuktikan asumsi, dan mendengarkan persfektif yang berbeda diantara
mereka.
Menurut E. Mulyana Pembelajaran aktif dengan menciptakan suatu kondisi
dimana siswa dapat berperan aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator.
Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi yang menyenangkan sehingga
siswa akan terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar
(KBM). Dalam hal ini pembelajaran dengan Problem Based Learning sebagai
salah satu bagian dari pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru disekolah untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran PPKn.
Dari prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa tingkat penguasaan peserta
didik terhadap tugas-tugas dalam kegiatan pembelajaran yang dituntut oleh
kurikulum rata-rata masih rendah. SMAN 1 Cicalengka untuk mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) menentukan nilai KKM 75
dan sebanyak 55% siswa yang telah mencapai KKM yang telah disepakati di
SMAN 1 Cicalengka belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minumal (KKM). Hal
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pembelajaran
yang membosankan karena model pembelajaran yang digunakan guru kurang
menarik dan kurang melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran,
sehingga siswa kurang antusias mengikuti pembelajaran tersebut.
Penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together diharapkan
membantu guru menumbuhkan semangat belajar siswa membangun konsep-
konsep Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) agar pembelajaran
lebih menarik dan menyenangkan. Dalam pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Numbered Heads Together, siswa bekerja bersama dalam
kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar. Melalui model ini siswa
saling berinteraksi dalam mengemukakan pendapat untuk memecahkan masalah
bersama, sehingga model pembelajaran Numbered Heads Together ini dapat
meningkatkan penguasaan konsep Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

5
(PPKn) dan meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori tersebut maka dalam penelitian
dirumuskan permasalahan sebagai berikut, Bagaimana upaya meningkatkan
prestasi belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) menggunakan
Model Pembelajaran Numbered Heads Together pada siswa kelas XI MIPA 4
SMAN 1 Cicalengka Tahun Ajaran 2019/2020.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan rumusan di atas, maka penulis membatasi penelitian ini sebagai
berikut:
1. Apakah pembelajaran PPKn dengan model Numbered Heads Together
(NHT) dapat meningkatkan pembelajaran PPKn?
2. Bagaimana menerapkan model pembelajaran Numbered Heads Together
(NHT) dalam pembelajaran PPKn di Kelas XI MIPA 4 SMAN 1
Cicalengka?
3. Sejauh manakah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran PPKn di
Kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka?

D. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn)
pada siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka dengan model pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) Tahun Ajaran 2019/2020.

E. Manfaat Penelitian
Secara teoritis dan praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Memperbaiki proses belajar mengajar dalam pelajaran PPKn di Sekolah
Menengah Atas.

6
2. Mengembangkan kualitas guru dalam mengajarkan pendidikan pancasila
dan kewarganegaraan di Sekolah Menengah Atas.
3. Memberikan alternatif kegiatan pembelajaran pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan
4. Menciptakan rasa senang belajar Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan selama pelajaran berlangsung dengan adanya “The
Involvement of Participaton melalui Problem Based Learning”.

7
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Prestasi Belajar
Menurut Aziz Saefudin, (2012:131) “prestasi belajar terdiri dari dua kata,
yaitu kata prestasi dan kata belajar”. Prestasi belajar merupakan hasil yang telah
dicapai seseorang setelah seseorang berusaha memperoleh kepandaian dan ilmu.
B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
1. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut UU sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencanna untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya
,masyarakat,bangsa dan Negara. Serta menurut Carter v.Good (1997) bahwa
pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap
dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Berdasarkan pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai
dengan membentuk kemampuan individu mengembangkan dirinya, serta
kemampuan-kemampuan itu berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan
hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara dan warga
masyarakat.
Hakekat Pancasila dan Kewarganegaraan di SMA adalah sebagai
program pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai pancasila untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku dalam kehidupan sehari hari. Pelajaran yang dalam pembentukan diri
yang beragam dari segi agama, sosial, budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia

8
yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh pancasila
dan UUD 1945.
2. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Fungsi Pancasila dan Kewarganegaraan di SMA adalah sebagai wahana
kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan
bertanggung jawab. Serta adapun fungsi lainnya yakni :
a. Membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional
/tujuan negara.
b. Dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam
menyelsaikan masalah pribadi, masyarakat dan negara.
c. Dapat mengapresiasikan cita-cita nasional dan dapat membuat keputusan-
keputusan yang cerdas.
d. Wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945.
3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Branson, tujuan civic education adalah partisipasi yang
bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik
tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan
kompetensi sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak
secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

9
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia
secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh
Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut:
a. Secara umum. Tujuan Pancasila dan Kewarganegaraan harus ajeg
dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu
: “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,
memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan Pancasila dan Kewarganegaraan yaitu
membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari
berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang
adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan
perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat
ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta
perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial
seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan
pendidikan Kewarganegaraan adalah dengan partisipasi yang penuh
nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara
yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi
konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan
penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu
pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk
berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu

10
pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau
watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu
berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya
sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan ialah mendidik
warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan
“warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara,
beragama, demokratis, dan Pancasila sejati”.(Somantri,2001:279).
Sedangkan Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui Pendidikan
Kewarganegaraan siswa diharapkan untuk memahami dan menguasai secara nalar
konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup
negara RI, menghayati maupun meyakini tatanan dalam moral, dan mengamalkan
suatu sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan
negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara
menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang
memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial,
maupun spiritual yang memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics
responsibility), dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Setelah
menelaah pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, maka dapat di
simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman
konsep Kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari - hari.
4. Karakteristik Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Nilai
dan Moral di SMA
Bila kita kaji secara konseptual pendidikan nilai atau value education
akan pendidikan atau moral education memiliki konotasi dan cakupan yang
berbeda.Pendidikan Nilai cakupannya lebih luas daripada pendidikan moral
karena konsep nilai mencakup segala macam nilai seperti nilai
religius,ekonomi,praktis,etis dan estetis. Pendidikan moral pada dasarnya
berkenan dengan proses pendidikan nilai etis, yakni persoalan baik dan buruk.

11
Herman (1972) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar,
yakni bahwa “value is neather taught nor cought it is learnded” yang artinya
bahwa subtansi nilai tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih
jauh, nilai dicerna dalam arti ditangkap, diisternalisasi, dibakukan sebagai bagian
yang melekat dalam kualitas pribadi seseorang malalui proses belajar.
Dalam latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai
sudah barlangsung dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi.
Contohnya tradisi dongen dan sejenisnya yang dulu dilakukan oleh orang tua
terhadap anak dan cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau
sinetron dalam media massa tersebut. Disitulah pendidikan nilai menghadapi
tantangan konseptual, instrumen, dan operasional.
Konsepsi pendidikan nilai moral piaget yang menitik beratkan pada
pembangunan kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah
moral dalam kehidupan dapat diadaptasidalam pendidikan nilai di indonesia
dalam konteks demokrasi konstitusional Indonesia dan konteks sosial-kultural
masyarakat Indonesia yang ber Bhineka Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan
agama.
5. Teori Belajar Bruner
1. Konsep Teori Belajar Bruner
Sebagai guru mata pelajaran di SMA selalu terkait dalam pembelajaran
Pancasila dan Kewarganegaraan sekolah. Keterlibatan ini menjadikan
pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan sekolah begitu penting bagi guru.
Karena Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran dalam berbagai
disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Mata pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan perlu diberikan kepada
semua siswa mulai dari SD untuk membekali siswa dengan kemampuan berfikir
logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Kompetensi tersebut, diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Untuk menguasai dan

12
mencipta teknologi dan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan
kreatif di masa depan, maka diperlukan penguasaan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang kuat sejak dini dan pembelajaran yang membuat siswa
belajar dan menjadi bermakna.
Secara umum Gagne dan Briggs (dalam Hawa, 2010 : 03) melukiskan
pembelajaran sebagai “upaya orang yang tujuannya daah membantu orang
belajar”. Secara lebih rinci Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai
“seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadiya
beberpa proses belajar yang sifatnya internal” (dalam Hawa, 2010 : 3). Oleh
karena itu, pda hakikatnya pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan adalah
proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar
Pancasila dan Kewarganegaraan, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar
Pancasila dan Kewarganegaraan.
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan
kognitif manusia, bagaimana belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan
pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya
memandang bahwa manusia sebagai proses, pemikir dan pencipta informasi.
Bruner menyatakan :
Belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia
untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diperlukan kepada dirinya.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses perolehan
informasi baru, (2) proses mentrasformasikan informasi yang diterima dan (3)
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. (dalam Hawa, 2010: 5)
Menurut Hudoyo (dalam Hawa, 2010 : 5) belajar Pancasila dan
Kewarganegaraan adalah “belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur
Pancasila dan Kewarganegaraan yang terdapat di dalam materi yang dipelajari,
serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur Pancasila dan
Kewarganegaraan itu”. Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara
mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang
sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah terlibat

13
aktif. Mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tecakup dalam
bahan yang sedang dibicarakan, siswa akan memahami materi yang harus
dikuasainya itu.
Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti
proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu :
a. Model tahapan enaktif, dalam tahapan ini penyajian yag dilakukan
melalui tindakan siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi
(mengotak-atik) objek.
b. Model tahap ikonik, dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan
berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan
melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan
siswa, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari
objek-objek yang dimanipulasinya.
c. Model tahap simbolis, dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar
simbolik, siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambing-lambang
objek tertentu. Siswa tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti
pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. (hawa,
2010 : 5)
2. Penerapan Teori Bruner dalam Pembelajaran Pancasila dan
Kewarganegaraan di SMA
Implementasi teori belajar Bruner dalam pembelajran Pancasila dan
Kewarganegaraan menurut Anita dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda
ajarkan.
b. Bantu siswa untuk melihat adanya hubunga antara konsep-konsep.
c. Berikan satu pertanyaa dan biarkan siswa untuk encari jawaban
sendiri.
d. Ajak dan beri semangat siswa untuk memberikan pendapat
berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu jawaban siswa,

14
gunakan pertanyaan yang dapat memandu siswa untuk berfikir dan
mencari jawaban yang sebenarya. (dalam Hawa, 2010 : 5).
Penerapan teori belajar Bruner di SMA didasarkan pada dua asumsi,
bahwa :
a. Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya
pengetahuan akan diperoleh siswa apabila yang bersangkutan
berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya.
b. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara
menghubungkan hal-hal yang mempunyai kemiripan dihubungkan
menjadi suatu struktur yang memberi arti. (dalam Hawa, 2010 : 20).
Dengan demikian setiap siswa mempunyai kekhususan dalam dirinya untuk
mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal
yang telah diketahuinya. Dengan model ini siswa dapat menyusun hipotesis untuk
memasukkan pengetahuan baru kedalam struktur yang telah dimilik, sehingga
memperluas pengetahuan yang telah dimilikinya atau mengembangkan
pengetahuan baru.
6. Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Umumnya prestasi belajar dalam sekolah berbentuk pemberian nilai (angka)
dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauh mana siswa telah menguasai materi
pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi belajar ini dinyatakan dengan
angka, huruf, atau kalimat dan terdapat dalam periode tertentu. Jadi yang
dimaksud dengan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah
indikator keberhasilan yang dicapai siswa ketika mengikuti, mengerjakan tugas
dan melakukan kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di
sekolah terutama dinilai dari aspek kognitifnya, serta berpengaruh terhadap
penguasaan materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
7. Model Pembelajaran Numbered Heads Together
Menurut Miftahul Huda, (2011:130) Numbered Heads Together (NHT)
merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama
dengan diskusi kelompok. Pertama-tama, guru meminta siswa untuk duduk
berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai,

15
guru memanggil nomor (baca; anggota) untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya.
Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini
akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut.
Menurut Miftahul Huda, (2013: 203) menyatakan bahwa tujuan dari
Numbered Heads Together (NHT) adalah memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Selain untuk meningkatkan kerjasama siswa, Numbered Heads Together (NHT)
juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Sintak atau tahap-tahap pelaksanaan Numbered Heads Together (NHT) pada
hakikatnya hampir sama dengan diskusi kelompok, yang rinciannya adalah
sebagai berikut:
1. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.
2. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.
3. Guru memberi tugas/pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk
mengerjakannya.
4. Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap
paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban
tersebut.
5. Guru memanggil salah satu nomor secara acak.
6. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil
diskusi kelompok mereka (Miftahul Huda, 2013: 203).

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek Tindakan
Objek tindakan penelitian ini adalah penerapan pendekatan pemecahan
masalah dalam pembelajaran pengumpulan dan pengoahan data di kelas XI MIPA
4 SMAN 1 Cicalengka Kabupaten Bandung.
B. Setting/Lokasi/Subjek Penelitian
1. Setting
Siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka tahun pelajaran 2019/2020
yang berjumlah 36 orang.
2. Lokasi
Lokasi penelitian dilaksanakan di XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka yang
berada di Jalan Haji Darham No. 42 Cicalengka
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adala siswa kelas XI MIPA 4
SMAN 1 Cicalengka tahun pelajaran 2019/2020, yang berjumlah sebanyak
36 orang yang terdiri dari 16 orang siswa laki-laki dan 20 orang siswa
perempuan.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah
observasi, wawancara, dan hasil tes belajar. Data yang dikumpulkan oleh peneliti
adalah mengenai upaya meningkatkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran
pengumpulan dan pengolahan data pada siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1
Cicalengka.
1. Observasi
Depdiknas, (2003: 34) pengertian observasi adalah “Teknik atau cara
untuk mendapatkan informasi dengan mengamati suatu keadaan atau
kegiatan tentang tingkah laku siswa dan kemampuannya selama kegiatan
observasi berlangsung”.

17
Alat pengumpul data dengan teknik observasi ini digunakan untuk
memperoleh data periaku guru dan para siswa yang diamati selama proses
pelaksanaan dan perbaikan pada waktu pembeajaran pengumpulan dan
pengolahan data dengan cara mengadakan komunikasi langsung dengan sumber
data yaitu guru praktikn dan para siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka.
Alat observasi ini berupa format observasi, catatan lapangan dan catatan anekdot.
2. Wawancara
Depdiknas, (2003: 39) pengertian wawancara adalah “Teknik untuk
mengumpulkan informasi melalui komunikasi langsung dengan responden
(orang yang diminta informasi), dalam hal ini bisa murid, orang tua murid,
atau orang lain yang diminta keterangan murid”.
Teknik wawancara ini digunakan untuk memperoleh data verbal yang
tidak dapat diamati secara langsung dan untuk konfirmasi data yang diperoleh
melalui alat yang berupa pedoman wawancara tentang pelaksanaan dan hasil
pelaksanaan pada waktu pembelajaran pengumpulan dan pengolahan data dengan
cara mengadakan Tanya jawab berdasarkan alat pedoman wawancara dengan guru
praktikan dan siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka.
3. Tes Hasil Belajar
Depdiknas, (2003: 32) pengertian tes hasil belajar adalah “Tes prestasi
belajar yang disusun oleh guru untuk mengukur hasil pembelajaran atau
kemajuan belajar murid”.
Untuk memperoleh data hasil tentang kemampuan siswa dalam
pemahaman terhadap pembelajaran pengumpulan dan pengolahan data pada siswa
keals XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka. Alat dan tes hasil belajar ini berupa tes
tertulis dan hasil pekerjaan yang telah ditugaskan oleh guru.
D. Metode Analisis Data
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini diperlukan metode tertentu yang
bisa memberikan kemudahan dalam pemecahannya. Berdasarkan masalah
yang terjadi dalam pembelajaran pengumpulan dan pengolahan data di kelas

18
XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka, maka peneliti menggunakan metode
kualitatif.
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa. Bogdan dan
Taylor (dalam Moleong, 2004: 3), mendefinisikan bahwa :”metodologi
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.”
Dengan demikian, metode kualitatif digunakan dalam pembahasan
penelitian bertujuan untuk mencari data secara holistic dan komprehensif
tentang pembehasan meningkatkan pemahaman pembelajaran pengumpulan
dan pengolahan data. Salah satu karakteristik pendekatan kualitatif adalah
dengan deskriptif yang dikumpulkan dari berbagai sumber data yang berasal
dari wawancara, observasi, catatan lapangan, foto/gambar kegiatan, dokumen
probadi, catatan-catatan dan dokumen resmi lainnya. Jadi, proses penelitian
yang dilakukan akan tergambar dengan jelas dan rinci menggunakan kata-kata
untuk memberi gambaran penyajian laporan penelitian.
Pemilihan metode kualitatif ini sangat cocok dengan penelitian
kegiatan pembelajaran, karena yang dijadikan objek penelitian di dalam proses
pembelajaran adaah siswa, sedangkan peneliti sebagai orang yang
mengumpulkan data dari proyek yang dijadikan alat pengumpul data utama.
2. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan
kelas (classroom action research). Hal ini didasarkan pada Kasbolah (1999:
22) bahwa karakteristik penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut :
Pertama, penelitian tindakan kelas dilaksanakan oleh guru sendiri.
Sebagai pengelola program di kelas guru merupakan sosok yang benar-benar
mengenal lapangan tempat dia mengajar. Kedua, penelitian tindakan kelas
bernagkat dari permasalahan praktik factual. Permasalahan factual adalah
permasalahan yang timbul dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari yang
dihadapi oleh guru.
Ketiga, adanya tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar di kelas yang bersangkutan.

19
Didasarkan pada pendapat di atas, maka untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan pembelajaran pengumpulan dan pengolahan data,
peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas.
Dalam rancangan peneletian tindakan kelas. Model yang digunakan
pada penelitian ini adalah model spiral refleksi yang dikembangkan oleh
Kemmis dan Mc Taggart (daam Wiraatmaja, 2005: 66), yaitu “perencanaan,
pelaksanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi”.
Gambar spiral reflesi yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc
Taggart seperti pada gambar di bawah ini.

Refleksi

Observasi
Rencana Tindakan
I

Tindakan I

Refleksi

Observasi Rencana Tindakan


2

Tindakan
2
Gambar. 3.1
Model spiral menurut Stephen Kemmis dan Taggart (Wiraatmadja, 2005:66)

Perencanaan tindakan merupakan kegiatan penerapan pendekatan


pemecahan masalah dalam meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran
pengumpulan dan pengolahan data di kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka.
Didalamnya berisi bukti yang dijadikan indicator keberhasilan pemecahan

20
masalah, tindakan-tindakan untuk memperbaiki program, metode dan alat yang
digunakan, serta rencana metode dan teknik pengolahan data.
Pelaksanaan tindakan merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk
melaksanakan rencana yang telah disusun, yakni penerapan pendekatan
pemecahan masalah dalam meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran
pengumpulan dan pengolahan data di kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka.
Observasi merupakan kegiatan mengamati proses dan hasil dari penerapan
pendekatan pemecahan masalah dalam meningkatkan pemahaman siswa dalam
pembelajaran pengumpulan dan pengolahan data di kelas XI MIPA 4 SMAN 1
Cicalengka.
Refleksi merupakan kegiatan analisis dan interpretasi terhadap semua
informasi yang diperoleh dari hasi observasi selama pelaksanaan penerapan
pendekatan pemecahan masalah dalam meningkatkan pemahaan siswa dalam
pembelajaran pengumpulan dan pengolahan data di kelas XI MIPA 4 SMAN 1
Cicalengka. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan tiga siklus.
Pelaksanaan penerapan pendekatan pemecahan masalah dalam meningkatkan
pemahaman siswa dalam pembelajaran pengumpulan dan pengolahan data di
kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka.
Langkah-langkah tindakan diupayakan untuk meningkatkan prestasi belajar
Pancasila dan Kewarganegaraan menggunakan model pembelajaran Numbered
Heads Together di mulai dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Jenis
penelitian kelas yang dilakukan adalah partisipatif dan kolaboratif. Kolaboratif
yaitu peneliti bekerjasama dengan guru kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka
dalam pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan. Penelitian ini berlangsung
dua siklus, setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu (1) tahap perencanaan,
meliputi: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, menyusun Lembar Kerja
Siswa (LKS) dan tes prestasi, menyusun lembar observasi, dan menyiapkan
perlengkapan untuk pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan model
pembelajaran. (2) tahap pelaksanaan tindakan, meliputi: pelaksanaan kegiatan dari
perencanaan yang dibuat terdiri dari dua pertemuan, (3) tahap observasi, yaitu
pengamatan dari pelaksanaan tindakan melalui pedoman observasi, observasi

21
disini meliputi observasi terhadap aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar
siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka terhadap mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) serta menggunakan catatan lapangan, (4) tahap refleksi,
yaitu menganalisis dan memberi pemaknaan dari pelaksanaan tindakan, sehingga
dapat dibuat perencanaan tindakan pada siklus berikutnya.
Untuk mengetahui prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
yang dicapai siswa dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads
Together sebagaimana dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan beberapa teknik yaitu: observasi, wawancara, tes, catatan lapangan,
dokumentasi. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen
yang berupa lembar observasi, lembar wawancara, tes, catatan lapangan, dan
dokumentasi. Tes digunakan untuk memperoleh data tentang peningkatan prestasi
belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada siswa. Alat tes yang digunakan
yaitu menggunakan tes prestasi yang dilakukan disetiap akhir siklus.

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pembelajaran


model Numbered Heads Together (NHT) di kelas XI MIPA 4 SMAN 1
Cicalengka terjadi peningkatan prestasi belajar siswa. Penggunaan model
pembelajaran ini memang dibutuhkan untuk membantu siswa dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan menggunakan model pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran
sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Sebelum diterapkannya model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT), prestasi belajar siswa masih
rendah dengan nilai rata-rata 68,63 dari 33 siswa yang dapat menyelesaikan soal
dengan nilai 75 atau memenuhi KKM hanya 53% yaitu 17 siswa. Setelah
diterapkan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT), menunjukkan
prestasi belajar siswa meningkat. Dari hasil tes prestasi pada Siklus I dan II
mengalami peningkatan. Pada Siklus I sebanyak 21 siswa tuntas dan 12 siswa
belum tuntas dengan persentase ketuntasan 65% kemudian pada Siklus II
menunjukkan peningkatan sebanyak 28 siswa tuntas dan 5 siswa belum tuntas
dengan persentase ketuntasan 85%. Dari hasil observasi diperoleh hasil observasi
aktivitas siswa Siklus I sebesar 81,25% dan meningkat menjadi 93,75% dan
keterlaksanaan proses pembelajaran guru pada Siklus I sebesar 82,5% dan Siklus
II meningkat menjadi 97,5%. Berikut ini tabel persentase belajar siswa pada nilai
awal, Siklus I, dan Siklus II.
Tabel 6 Rekapitulasi Rata-rata Prestasi Belajar

Pra Siklus 68,63

Siklus I 74,13

Siklus II 80,88

23
Gambar 4: Grafik Rekapitulasi Rata-rata Prestasi Belajar Per Tindakan

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan dari Siklus

I dengan Siklus II.

Tabel 7 Rekapitulasi Ketuntasan Belajar

Pra Siklus 53%

Siklus I 65%

Siklus II 85%

Gambar 5: Grafik Rekapitulasi Ketuntasan Belajar

24
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan

prestasi belajar siswa dari siklus ke siklus berikutnya. Peningkatan ini

dikarenakan penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)

lebih memudahkan siswa dalam untuk bertukar pengetahuan dalam

menyelesaikan permasalahan yang ada. Selain itu siswa lebih memahami materi

pelajaran karena setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab dalam

mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Semua anggota harus siap dan

memahami hasil diskusi kelompok agar bila dipanggil nomornya oleh guru dapat

mempresentasikan hasil diskusi dengan baik. Dengan demikian model

pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan prestasi

belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada siswa kelas XI

MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.

25
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SMAN 1

Cicalengka pada siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) melalui model pembelajaran Numbered

Heads Together (NHT) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat

meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) siswa

kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka. Hasil dari nilai pra siklus

persentase ketuntasan belajar 53% dengan nilai rata-rata kelas 68,63. Pada

siklus I persentase ketuntasan belajar meningkat menjadi 65% dengan

nilai rata-rata kelas 74,13 dan pada siklus II persentase ketuntasan belajar

meningkat lagi menjadi 85% dengan nilai rata-rata kelas 80,88.

2. Penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat

meningkatkan aktivitas pembelajaran guru dan aktivitas siswa kelas XI

MIPA 4 SMAN 1 Cicalengka. Persentase aktivitas pembelajaran guru

pada siklus I adalah 82,5% kemudian meningkat pada siklus II menjadi

97,5%. Persentase aktivitas siswa pada siklus I mencapai 81,25%

kemudian meningkat pada siklus II menjadi 93,75%.

26
B. Saran

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukan selanjutnya dapat diajukan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Dalam kegiatan pembelajaran guru hendaknya menggunakan model

pembelajaran yang bervariasi. Contohnya dengan menggunakan model

pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) karena dengan

menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) ini

siswa akan lebih aktif, lebih percaya diri, meningkatkan pembelajaran

yang mengaktifkan siswa dalam kelompok, sehingga meningkatkan

prestasi belajar dengan proses yang menyenangkan.

b. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan agar

siswa tidak merasa tegang dan bosan dengan materi yang disampaikan.

2. Bagi Siswa

Siswa harus berpartisipasi aktif dalam pembelajaran menggunakan model

pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) sehingga prestasi belajar yang

diharapkan menjadi lebih baik.

3. Bagi Sekolah

Sebaiknya sekolah meningkatkan sarana dan prasarana untuk mendukung

keberhasilan proses belajar seperti media pembelajaran. Memberi fasilitas

kepada siswa secara maksimal agar siswa dapat mengembangkan kemampuan

secara optimal.

27
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2013). Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anas Sudijono. (2012). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Asep Sahid Gatara dan Subhan Sofhian. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan.

Bandung: Fokusmedia.

Aziz Saefudin. (2012). Meningkatkan Profesionalisme Guru Dengan PTK.

Yogyakarta: PT Citra Adi Parama.

Kemendikbud. (2017). Buku Paket PPKn Kelas X untuk SMA/SMK/MA/. Jakarta:

Kemedikbud.

Iif Khoiru Ahmadi, dkk. (2011). Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu.

Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Indah Komsiyah. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Teras.

Miftahul Huda. (2011). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Miftahul Huda. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Muhamad Erwin. (2011). Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Bandung: PT Refika Aditama.

Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. (2012). Konsep Strategi Pembelajaran.

Bandung: PT. Refika Aditama.

Ngalim Purwanto. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

28
Oemar Hamalik. (2012). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Sadirman. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Saifuddin Azwar. (2011). Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Slameto. (2010). Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto, dkk. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Suharsimi, Arikunto. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Sutoyo. (2011). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Syaiful Bahri Djamarah. (2012). Prestasi Belajar dan Kompetensi

Guru.Surabaya: Usaha Nasional. Trianto. 2011. Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

29
LAMPIRAN
FOTO DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Foto Proses kegiatan penelitian tindakan kelas di kelas XI MIPA 4

Foto seminar PTK yang berjudul Pengunaan Model Numbered Heads Together (NHT)
dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
di SMAN 1 Cicalengka

Anda mungkin juga menyukai