Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DESAIN PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI 4C DALAM MATERI


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERKAIT POKOK BAHASAN FIQIH
MUAMALAH UNTUK SD KELAS VI

DI SUSUN OLEH :
NURHIDAYAH
NIM : 22290124618
LOKAL : A SEMESTER 1
TUGAS : UAS
MATA KULIAH : PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DOSEN PENGAMPU : Dr. Hj. ANDI MURNIATI, M.Pd DAN Dr. ROHANI, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang senantiasa
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya sehingga penulisan makalah ini
dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Sebagai pembawa kabar bagi umat yang bertaqwa.
Makalah yang berjudul “Desain Pengembangan dan Implementasi 4C
dalam Materi Pendidikan Agama Islam Terkait Pokok Bahasan Fiqih Muamalah
untuk SD Kelas VI” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Kurikulum PAI. Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Hj. Andi Murniati, M.Pd dan Dr. Rohani, M.Pd selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan motivasi
dalam penyusunan makalah ini.
2. Teman-teman yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum
sempurna dan banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya, mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada
umumnya dan khususnya dalam pengembangan ilmu pendidikan Islam.

Selatpanjang, 12 Januari 2023

NURHIDAYAH

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 4
A. Desain Pengembangan dan Implementasi 4C ..................................................... 4
B. Pendidikan Agama Islam ..................................................................................... 12
C. Fiqih Muamalah .................................................................................................. 13
D. Desain Pengembangan dan Implementasi 4C dalam Materi Pendidikan Agama
Islam Terkait Pokok Bahasan Fiqih Muamalah untuk SD Kelas VI ...................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 16
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 16
B. Saran .................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar adalah suatu penataan yang memungkinkan guru dan
peserta didik berinteraksi satu sama lain untuk memberikan kemudahan bagi peserta
didik untuk belajar.1 Pada tahap ini guru memegang peranan yang penting bagi
keberhasilan peserta didik. Peserta didik tidak mungkin belajar sendiri tanpa
bimbingan dari guru, dan pada hakikatnya para peserta didik hanya mungkin dapat
belajar dengan baik jika guru mempersiapkan lingkungan positif bagi mereka untuk
belajar.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Unsur
manusiawi lainnya adalah anak didik. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi
kejiwaan. Keduanya berada dalam proses interaksi edukatif dengan tugas dan
peranan yang berbeda. Guru yang mengajar dan mendidik, dan anak didik yang
belajar dengan menerima bahan pelajaran dari guru di kelas. Guru dan anak didik
berada dalam koridor kebaikan. Oleh karena itu, walaupun mereka berlainan secara
fisik dan mental, tetapi mereka tetap seiring dan setujuan untuk mencapai kebaikan
akhlak, kebaikan moral, kebaikan hukum, kebaikan sosial, dan sebagainya. 2
Kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam
keseluruhan proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa pencapaian tujuan pendidikan
banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan
dijalankan secara profesional. Setiap pembelajaran selalu melibatkan dua pelaku
aktif, yaitu guru dan peserta didik. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta
kondisi belajar peserta didik yang didesain dengan sengaja, sistematis dan

1
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem , (Jakarta: Bumi
Aksara, 2002), h.9
2
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011) h. 107

1
berkesimbungan. Sedangkan siswa sebagai peserta didik merupakan pihak yang
menikmati kondisi belajar yang diciptakan oleh guru.3
Berhasil atau tidak suatu pendidikan dalam suatu negara salah satunya adalah
guru. Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan dan
kemajuan peserta didiknya. Guru harus pandai memilih metode serta media yang
tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Supaya peserta didik
meresponpositif dan senang dalam proses pembelajaran.4
Pengembangan bahan ajar tidak lepas dari kurikulum karena salah satu unsur
atau bagian urgen kurikulum yang utama adalah bahan ajar.5 Guru adalah sebagai
pendidik yang bertugas untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik
demi tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan banyak sekali faktor yang
melatarbelakangi.
Dengan bahan ajar peserta didik dapat mempelajari suatu komptensi dasar
secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua
kompetensi secara utuh dan terpadu. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks
yang diperlukan guru atau instruktor untuk perencanaan dan penelaahan
implementasi pembelajaran.6
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu desain pengembangan dan implementasi 4C ?
2. Apa itu pendidikan agama Islam ?
3. Apa itu fiqih muamalah ?
4. Bagaimana desain pengembangan dan implementasi 4C dalam materi pendidikan
agama Islam terkait pokok bahasan fiqih muamalah untuk SD kelas VI ?

3
Rusman, dkk, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), h.77
4
Abdul Hadis, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Dina, 2006), h.38-39
5
Suyono dan Hariyanto MS, Belajar Dan Pembelajaran Teori Dan Konsep Dasar, (Bandung:
Remaja Rosda karya, 2011), h. 207
6
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h.17

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui desain pengembangan dan implementasi 4C
2. Untuk mengetahui pendidikan agama Islam
3. Untuk mengetahui Fiqih Muamalah
4. Untuk mengetahui desain pengembangan dan implementasi 4C dalam materi
pendidikan agama Islam terkait pokok bahasan fiqih muamalah untuk SD kelas VI

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Desain Pengembangan dan Implementasi 4C
Pengembangan adalah proses menerjemah spesifikasi desain ke dalam suatu
wujud fisik tertentu. Proses penerjemahan spesifikasi desain tersebut meliputi
identifikasi masalah perumusan tujuan pembelajaran, pengembangan stategi atau
metode pembelajaran dan evaluasi keefektifan, efisiensi dan kemenarikan
pembelajaran.7 Pengembangan yang dimaksud adalah proses penspesifikasian
desain ke dalam suatu wujud fisik tertentu, dan yang dimaksud fisik adalah buku ajar.
Desain strategi dan metode pembelajaran dalam melaksanakan Instruksional,
harus jelas strategi yang akan digunakan dalam rangka mencapai tujuan. Seorang
guru, harus dapat memilih metode yang sesuai dalam sebuah peristiwa
pembelajaran, tergantung kebutuhan dan situasi mana yang dihadapi seorang guru.
Karena itu, tidak ada metode yang baku atau permanent untuk setiap pembelajaran.
Efektivitasnya sangat ditentukan oleh sejauhmana guru dapat menyesuaikan diri
dalam setiap moment pembelajaran.8
Secara umum istilah Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti pelaksanaan atau penerapan.Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan
suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Salah satu upaya mewujudkan dalam suatau sistem adalah implementasi.
Kebijakan yang telah ditentukan, karena tanpa implementasi sebuah konsep tidak
akan pernah terwujudkan. Implementasi kebijaksanaan sesungguhnya bukanlah
sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan- keputusan
politik ke dalam prosedur – prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan

7
I Nyoman Sudana Dedeng, Ilmu Perngajaran Taksonomi Variabel, (Jakarta: Depdikbud Dirjen
Perguruan Tinggi Proyek Pengembnagan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1989), h. 7
8
Syamsul Arif dan Yanawati, (2018), “Pengantar Desain Pembelajaran”, Lambi Pustaka Ma’arif
Press, h. 13

4
lebih dari itu menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa memperoleh apa dari
suatu Kebijaksanaan.9
Pembelajaran abad 21 memberikan suatu konsep bahwa keterampilan harus di
terapkan kepada siswa karena nanti akan berpengaruh pada siswa ketika ada di dunia
kerja. Berkaca pada sistem pendidikan sebelumnya, peserta didik yang hanya
berpacu pada kemampuan akademik saja akan tertinggal di abad 21. Era globalisasi
memiliki banyak tantangan terutama dalam hal persaingan peluang kerja. Oleh
karena itu, dalam dunia pendidikan memiliki solusi baru dengan menerapkan
keempat skill abad 21. Keterampilan yang harus dikuasai peserta didik di abad 21 ini
ada 4 hal, yaitu: Komunikasi (Communication), Berpikir Kritis (Critical Thinking),
Kreatif (Creative), dan Kolaborasi (Collaboration). Dalam proses pembelajaran ke
empat hal tersebut harus diterapkan agar dapat menciptakan generasi yang memiliki
skill abad 21.
Penerapan keterampilan abad 21 dalam pembelajaran merupakan tantangan
bagi pendidik. Selain keterampilan, pentingnya penerapan dan kolaborasi model,
alat, media, strategi, serta metode yang modern serta memudahkan pendidik dan
peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media dan alat pembelajaran
yang digunakan juga modern terutama di peradaban saat ini, semua hal serba online
atau daring. Pemilihan metode, model, strategi, serta metode dalam pembelajaran
juga sangat penting disesuaikan dengan lingkungan dan karakteristik peserta didik.
Sebagaimana dijelaskan oleh Asfiyak (2016:3), “tanpa adanya kemampuan yang
dimiliki oleh “inderawi”, tidak ada objek yang dapat diberikan ke otak, dan sebaliknya
tanpa aspek “pemahaman” (Understanding), maka tidak akan ada obyek yang
dipikirkan”. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki berbagai cara untuk mengolah
metode, strategi, alat, media, dan model pembelajaran, dikarenakan dengan
kemampuan inderawi masing-masing peserta didik dalam menyerap pembelajaran

9
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 182

5
akan lebih maksimal. Selain itu, penyesuaian karakter peserta didik juga sangat
diperlukan dalam pemilihan metode, strategi, alat, media, dan model pembelajaran.
Keterampilan pembelajaran abad 21 memiliki keterkaitan yang sangat erat
dengan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Pendidikan Agama Islam
merupakan mata pelajaran yang memiliki lingkup sangat luas dan memiliki konteks
yang tergolong ambigu/rancu sehingga memungkinkan peserta didik dapat bertanya,
menganalisa hukum, syari’at yang terdapat dalam pembelajaran. Hal tersebut bisa
dilakukan dengan cara menerapkan keterampilan berfikir secara kritis, mampu
menumbuhkan sikap kreatif dan komunikatif serta mampu berkolaborasi dengan
teman sejawat.10
1. Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Menyelesaikan Masalah)
Berpikir kritis saat ini menjadi salah satu kecakapan hidup (life skill) yang
perlu dikembangkan melalui proses kerjasama. Melalui kemampuan berpikir
seseorang akan dapat mencermati dan mencari solusi atas segala permasalahan
yang dihadapi dalam kehidupannya. Secara etimologi berpikir kritis mengandung
makna suatu kegiatan mental yang dilakukan seseorang untuk dapat memberi
pertimbangan dengan menggunakan ukuran atau standar tertentu (Zubaidah,
dkk., 2015). Johnson (2002) menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah aktivitas
mental untuk merumuskan atau memecahkan masalah, mengambil keputusan,
memahami hal tertentu, menemukan jawaban untuk pertanyaan, dan
menemukan jawaban yang relevan. Berpikir kritis adalah keterampilan dengan
tujuan pemrosesan, penguraian, dan pembuatan hipotesis, umumnya
menggunakan lebih banyak beragam informasi (Brown, 2015).
Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi,
mengacu 3 penyimpulan, serta penjelasan tentang pertimbangan yang

10
Hanum Farahdiva, dkk., “Implementasi Pembelajaran Abad 21 dalam Proses Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Kelas XII Mia 2 di SMAI Al Maarif Singosari” Jurnal Pendidikan Islam, Volume 5,
Nomor 2, Tahun 2020

6
mengandung bukti, konseptual, metodologis, atau kontekstual. Berpikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah termasuk kemampuan individu untuk:
a. Kerjasama secara efektif,
b. Mengajukan pertanyaan dan memecahkan masalah,
c. Menganalisis dan mengevaluasi,
d. Mencerminkan secara kritis keputusan dan proses.11
Menurut Ahmad Susanto, berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara
berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubungan dengan konsep yang
diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami
sebagai kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik,
membedakan secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan
mengembangkan ke arah yang lebih sempurna.12
2. Creativity (Kreativitas)
Berpikir kreatif adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang
tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah
seperti kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin banyak
kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah, maka
semakin kreatiflah seseorang. Tentu saja jawaban-jawaban itu harus sesuai
dengan masalahnya. Jadi, tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat
diberikan yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi kualitas atau mutu dari
jawabannya. Secara operasional, berpikir kreatif dirumuskan sebagai kemampuan
yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinilitas dalam

11
Azwar Anas dan Endin Mujahidin, “Implementasi Konsep 4C dalam Pembelajaran pada Mata
Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan” Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 2, Nomor 1, Agustus
2022
12
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2013), h.
121.

7
berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya, memperinci) suatu gagasan.13
Berpikir kreatif adalah proses kemampuan individu untuk memahami
kesenjangan atau hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis baru, dan
mengkomunikasi hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji
hipotesis yang telah dirumuskan.14
Semiawan (2002) menjelaskan bahwa Kreativitas adalah kemampuan untuk
memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan
masalah. Kreativitas meliputi baik ciri-ciri aptitude seperti kelancaran (fluency),
keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality) dalam pemikiran, maupun ciri-ciri
non aptitude, seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan selalu
ingin mencari pengalaman-pengalaman baru.
Menurut Munandar (2009) Kreativitas adalah kemampuan untuk
mengkombinasikan, memecahkan atau menjawab masalah, dan cerminan
kemampuan operasional anak kreatif. Menurut Lindren (dalam Yamin, 2013)
Berpikir kreatif yaitu memberikan macam-macam kemungkinan jawaban atau
pemecahan masalah berdasarkan informasi yang diberikan dan mencetuskan
banyak gagasan terhadap suatu persoalan. Menurut Hamruni (2012), salah satu
alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan
menggalakkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memacu proses berpikir.
Dalam pengertian ini konsep masalah atau pertanyaan-pertanyaan digunakan
untuk memunculkan “budaya berpikir“ pada diri siswa.
Evans (dalam Siswono, 2008) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah
suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan yang terus menerus,
sehingga ditemukan kondisi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah.

13
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk Bagi Para
Guru dan Orang Tua, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1985), h. 47-50.
14
M. Ali dan M. Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005), h. 44

8
Kreativitas menghasilkan daya cipta tinggi dan tepat jika diterapkan untuk
memperoleh solusi (Kreativitas merupakan proses berpikir secara metakognitif
melalui empat tahapan yaitu:
a. Persiapan (mendefinisikan permasalahan).
b. Inkubasi atau perenungan (menganalisis permasalahan dalam beberapa
waktu).
c. Illuminasi (tahap mendapatkan ide atau pemikiran baru).
d. Verifikasi (tahap mengaplikasikan ide yang ditemukan).15
3. Communication Skills (Kemampuan Berkomunikasi)
Istilah komunikasi (communication), berasal dari kata latin communicatio
dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, yaitu sama makna. Dalam
kamus Inggris-Indonesia, communication berarti hubungan.16 Secara sederhana,
komunikasi dapat diartikan sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan dari
seseorang kepada orang lainnya baik secara lisan maupun tulisan. 17 Menurut
Supratiknya, komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik secara
verbal maupun non verbal yang ditanggapi orang lain.18
Menurut Onong Effendy, ilmu komunikasi adalah ilmu pengetahuan tentang
produksi, proses, dan pengaruh dari sistemsistem tanda dan lambang melalui
pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan
menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses, dan pengaruh
dari sistem-sistem, tanda, dan lambang.19 Pada dasarnya, ilmu komunikasi adalah
ilmu pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui suatu

15
Maria Dewi Ratna Simanjuntak, “Membangun Ketrampilan 4C Siswa dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0”, Jurnal Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan,
Volume 3, Tahun 2019
16
John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2006), h. 131.
17
Edi Suryadi, Mengembangkan Kemampuan Berkomunikasi, (Bandung: Lembaga Penelitian
Universitas Pendidikan Indonesia, 2004), h. 9
18
Supratiknya, Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 30
19
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2000), h. 29.

9
penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya yang dilakukan secara
rasional dan sistematik, serta kebenarannya dapat diuji atau digeneralisasikan.20
Menurut Hafied Changara, keterampilan komunikasi adalah kemampuan
seseorang untuk menyampaikan atau mengirim pesan kepada khalayak (penerima
pesan). Keterampilan komunikasi yang baik akan meningkatkan semangat belajar,
meningkatkan moral dan disiplin yang tinggi pada siswa dalam hak dan kewajiban
secara terbuka, mengetahui tata tertib dan perubahan yang dilakukan oleh
pimpinan sekolah, melalui komunikasi akan mendapatkan informasi dan
keterangan yang akan dibutuhkan siswa.21
Ada beberapa keterampilan yang harus dikuasai dalam komunikasi
interpersonal diantaranya:
a. Keterampilan berbicara.
b. Keterampilan bertanya.
c. Keterampilan membuka pintu komunikasi.
d. Keterampilan menjaga sopan santun, dan
e. Keterampilan meminta maaf pada saat merasa melakukan kesalahan.22
4. Ability to Work Collaboratively (Kemampuan untuk Bekerja Sama)
Beberapa peneliti membuktikan bahwa peserta didik akan belajar dengan
lebih baik jika mereka secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dalam suatu
kelompokkelompok kecil. Peserta didik yang bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil cenderung belajar lebih banyak tentang materi ajar dan mengingatnya lebih
lama dibandingkan jika materi ajar tesebut dihadirkan dalam bentuk lain, misalnya
bentuk dalam ceramah, tanpa memandang bahan ajarnya (Warsono dan
Hariyanto, 2012: 66-67).

20
Sasa Djuarsa Senjaya, dkk., Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 111.
21
H. Changara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), h. 11.
22
A. W. Suranto, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2011), h. 94.

10
Menurut Roberts (2004: 205), “Collaborative is an adjective that implies
working in a group of two or more to achieve a common goal, while respecting
each individual’s contribution to the whole.” Paz Dennen dalam Roberts (2004:
205), mengemukakan “Collaborative learning is a learning method that uses social
interaction as a means of knowledge building”. Selanjutnya Bruffee dalam Roberts
(2004: 205), menyatakan bahwa “educators must trust students to perform in
ways that the teacher has not necessarily determined a head of time”, serta
berpendapat bahwa “collaborative learning therefore implies that (educators)
must rethink what they have to do to get ready to teach and what they are doing
when they are actually teaching.”
Suatu pembelajaran termasuk pembelajaran kolaboratif apabila anggota
kelompoknya tidak tertentu atau ditetapkan terlebih dahulu, dapat
beranggotakan dua orang, beberapa orang atau bahkan lebih dari tujuh orang.
Lebih lanjut Wasono dan Hariyanto mengemukakan bahwa pembelajaran
kolaboratif dapat terjadi setiap saat, tidak harus di sekolah, misal sekelompok
siswa saling membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan
pembelajaran kolaboratif dapat berlangsung antar siswa yang berbeda kelas
maupun dari sekolah yang berbeda. Jadi, pembelajaran kolaboratif dapat bersifat
informal yaitu tidak harus dilaksanakan di dalam kelas dan pembelajaran tidak
perlu terstruktur dengan ketat (Warsono dan Hariyanto (2012: 50-51).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kolaboratif adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kelompok
untuk membangun pengetahuan dan mencapai tujuan pembelajaran bersama
melalui interaksi sosial di bawah bimbingan pendidik baik di dalam maupun di luar
kelas, sehingga terjadi pembelajaran yang penuh makna dan siswa akan saling
menghargai kontribusi semua anggota kelompok.23

23
Resti Septikasari dan Rendy Nugraha Frasandy, “Keterampilan 4C Abad 21 dalam Pembelajaran
Pendidikan Dasar”, Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, Volume 8, Nomor 2, Tahun 2018

11
B. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia,
aspek rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena
itu, suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi
perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui
proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan pertumbuhannya.
Mortimer J. Adler dalam buku Muzayyin Arifin mengartikan, pendidikan adalah
proses dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang
diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai
oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang
ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik.24
Agama memberikan ketenangan dari segi batin karena ada janji kehidupan
setelah mati, sedangkan ilmu memberi ketenangan dan sekaligus kemudahan bagi
kehidupan di dunia. Agama mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, hampir
semua kitab suci menganjurkan umatnya untuk mencari ilmu sebanyak mungkin.25
Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad,
untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang mengandung ketentuan-
ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan mu’amalah
(syariah), yang menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat dan proses
terbentuknya kata hati.26
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa
berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci

24
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h. 12-13
25
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 231
26
Abu Ahmadi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008), h. 4

12
Alqur’an dan Alhadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta
penggunaan pengalaman.27
C. Fiqih Muamalah
Fiqh Muamalah menurut para ahli dalam arti luas (Dede Rosyada, 1993):
1. Menurut Ad-Dimyati, fiqh muamalah adalah aktifitas untuk menghasilkan duniawi
menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi.
2. Menurut pendapat Muhammad Yusuf Musa yaitu ketentuan-ketentuan hukum
mengenai kegiatan perekonomian, amanah dalam bentuk titipan dan pinjaman,
ikatan kekeluargaan, proses penyelesaian perkara lewat pengadilan, bahkan soal
distribusi harta waris.
3. Menurut pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan hukum
mengenai hubungan perekonomian yang dilakukan anggota masyarakat, dan
bertendensikan kepentingan material yang saling menguntungkan satu sama lain.
4. H. Lammens, S.J., guru besar bidang bahasa Arab di Universitas Joseph, Beirut
sebagaimana dikutip dalm buku Pengantar Fiqh Mu’amalah karya Masduha
Abdurrahman, memaknai fiqh sama dengan syari’ah. Fiqh, secara bahasa menurut
Lammens adalah wisdom (hukum). Dalam pemahamannya, fiqh adalah rerum
divinarum atque humanarum notitia (pengetahuan dan batasan-batasan lembaga
dan hukum baik dimensi ketuhanan maupun dimensi manusia).
5. Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan fiqh dengan pengetahuan tentang hukum-
hukum syara’ mengenai perbuatan manusia yang diusahakan dari dalil-dalil yang
terinci atau kumpulan hukum syara’ mengenai perbuatan manusia yang diperoleh
dari dalil-dalil yang terinci.28
Agar hubungan manusia berjalan dengan baik dan optimal, maka Allah swt
menentukan aturan dalam membina hubungan tersebut berupa syari’ah di bidang

27
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h. 21
28
Firdaus, “Implementasi Bahan Ajar Fiqih Muamalah dalam Peningkatan Capaian Hasil Belajar
Mahasiswa”, Jurnal Islamika, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2021

13
muamalah yang dikenal dengan fiqh muamalah, yaitu aturan-aturan Allah yang
ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan dunia dan sosial
kemasyarakatan.
Fiqih muamalah dalam pengertiannya mencakup hukum keluarga (al-ahwal
asy-syakhsiyyah), hukum privat/perdata/sipil (al-qanun al-madani), hukum pidana (al
qanun al-jazai), dan hukum internasional (al-qanun adduali). Namun Fiqh muamalah
dalam pengertian kontemporer sudah mempunyai arti khusus dan lebih sempit
dibandingkan dengan muamalah sebagai bagian dari pengelompokan hukum Islam
oleh ulama klasik (Ibadan dan muamalah). Fiqh muamalah diartikan sebagai
peraturan yang menyangkut hubungan kebendaan, atau yang biasa disebut
dikalangan ahli hukum positif dengan nama hukum privat (al-qanun al-madani).29

D. Desain Pengembangan dan Implementasi 4C dalam Materi Pendidikan Agama Islam


Terkait Pokok Bahasan Fiqih Muamalah untuk SD Kelas VI
Pengembangan dan implementasi 4C dalam materi pendidikan agama Islam
terkait pokok bahasan fiqih muamalah untuk SD kelas VI ini sangat penting. Karena
dengan menerapkan pembelajaran menggunakan abad 21 ini akan berpengaruh
pada siswa ketika ada di dunia kerja. Keterampilan yang harus dikuasai peserta didik
di abad 21 ini ada 4 hal, yaitu: Komunikasi (Communication), Berpikir Kritis (Critical
Thinking), Kreatif (Creative), dan Kolaborasi (Collaboration).
Penerapan keterampilan abad 21 dalam pembelajaran merupakan tantangan
bagi pendidik. Selain keterampilan, pentingnya penerapan dan kolaborasi model,
alat, media, strategi, serta metode yang modern serta memudahkan pendidik dan
peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

29
Neneng Nurhasanah, “Optimalisasi Peran Mudharabah Sebagai Salah Satu Akad Kerjasama
dalam Pengembangan Ekonomi Syari’ah”, Jurnal Syiar Hukum, Volume 12, Nomor 3,November 2010

14
Menurut penulis adapun hal-hal yang dapat guru lakukan untuk
mengimplementasikan 4C dalam pembelajaran pendidikan agama Islam terkait
pokok bahasan Fiqih Muamalah untuk SD Kelas VI, antara lain:
1. Melakukan Pengembangan pada RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran),
Perencanaan pembelajaran yang menyesuaikan dengan tuntutan kecakapan
abad 21 tentunya perlu memulai dengan adanya analisis kompetensi yang ada
jadi karakteristik KD dan materi dapat menyesuaikan.
2. Mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau ICT.
Pergembangan teknolgi yang sangat cepat dan pesat tentunya memberikan
pengaruh dalam tuntutan kemajuan pembelajaran maka pelaksanaan
pembelajaran saat ini harus memberikan ruang gerak untuk mengembangkan
potensi, minat, bakat termasuk terkait penguasaan TIK.
3. Mengembangkan Penilaian hasil belajar. Mengembangkan penilaian hasil belajar
sesuai dengan tuntuan kecakapan abad 21 tentunya harus dengan memenuhi
prinsip dasar penilaian sehingga dapat mengukur penguasaan seseorang terkait
kualitas karakter, kompetensi, dan penguasaan literasi, serta dapat
mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi atau HOTS.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
pengembangan dan implementasi 4C dalam materi pendidikan agama Islam terkait
pokok bahasan fiqih muamalah untuk SD kelas VI ini sangat penting. Karena dengan
menerapkan pembelajaran menggunakan abad 21 ini akan berpengaruh pada siswa
ketika ada di dunia kerja. Keterampilan yang harus dikuasai peserta didik di abad 21
ini ada 4 hal, yaitu: Komunikasi (Communication), Berpikir Kritis (Critical Thinking),
Kreatif (Creative), dan Kolaborasi (Collaboration).
Penerapan keterampilan abad 21 dalam pembelajaran merupakan tantangan
bagi pendidik. Selain keterampilan, pentingnya penerapan dan kolaborasi model,
alat, media, strategi, serta metode yang modern serta memudahkan pendidik dan
peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami makalah ini dan dapat
mengembangkan lebih sempurna lagi, kritik dan saran sangat kami harapkan, untuk
memotivasi penulis, agar dalam penyelesaian makalah ini bisa memperbaiki diri dari
kesalahan, atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

16
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2008)

Abdul Hadis, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Dina, 2006)


Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2011)
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana,
2013)
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012)
A. W. Suranto, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2011)
Azwar Anas dan Endin Mujahidin, “Implementasi Konsep 4C dalam Pembelajaran pada
Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan” Jurnal Manajemen Pendidikan Islam,
Volume 2, Nomor 1, Agustus 2022

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)

Edi Suryadi, Mengembangkan Kemampuan Berkomunikasi, (Bandung: Lembaga


Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia, 2004)

Firdaus, “Implementasi Bahan Ajar Fiqih Muamalah dalam Peningkatan Capaian Hasil
Belajar Mahasiswa”, Jurnal Islamika, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2021

Hanum Farahdiva, dkk., “Implementasi Pembelajaran Abad 21 dalam Proses


Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas XII Mia 2 di SMAI Al Maarif
Singosari” Jurnal Pendidikan Islam, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2020

H. Changara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008)

I Nyoman Sudana Dedeng, Ilmu Perngajaran Taksonomi Variabel, (Jakarta: Depdikbud


Dirjen Perguruan Tinggi Proyek Pengembnagan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan, 1989)

John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2006)

M. Ali dan M. Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005)

17
Maria Dewi Ratna Simanjuntak, “Membangun Ketrampilan 4C Siswa dalam
Menghadapi Revolusi Industri 4.0”, Jurnal Prosiding Seminar Nasional Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Volume 3, Tahun 2019

Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014)

Neneng Nurhasanah, “Optimalisasi Peran Mudharabah Sebagai Salah Satu Akad


Kerjasama dalam Pengembangan Ekonomi Syari’ah”, Jurnal Syiar Hukum, Volume
12, Nomor 3,November 2010

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem , (Jakarta:


Bumi Aksara, 2002)

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2000)

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012)

Resti Septikasari dan Rendy Nugraha Frasandy, “Keterampilan 4C Abad 21 dalam


Pembelajaran Pendidikan Dasar”, Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, Volume 8, Nomor 2,
Tahun 2018

Rusman, dkk, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, (Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada, 2011)

Sasa Djuarsa Senjaya, dkk., Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007)

Supratiknya, Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1995)

Suyono dan Hariyanto MS, Belajar Dan Pembelajaran Teori Dan Konsep Dasar,
(Bandung: Remaja Rosda karya, 2011)

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011)

Syamsul Arif dan Yanawati, Pengantar Desain Pembelajaran, (Lambi Pustaka Ma’arif
Press, 2018)

Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk Bagi
Para Guru dan Orang Tua, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1985)

18

Anda mungkin juga menyukai