Anda di halaman 1dari 44

1

IMPLEMENTASI PROGRAM KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM DAN BUDI PEKERTI DI SMPN 4 LHOKSEUMAWE

Makalah Ilmiah

Mata Kuliah Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Syafaruddin, M.Pd

oleh:

Tarmizi
Mahasiswa Program Pascasarjana
Prodi Manajemen Pendidikan Islam, Semester II

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
LHOKSEUMAWE
2017
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................... i

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1

BAB II : LANDASAN TEORI ....................................................................... 4


A. Hakikat Implementasi .................................................................. 4
B. Pengertian Kurikulum................................................................... 5
C. Peranan dan Fungsi Kurikulum .................................................... 7
D. Komponen Kurikulum.................................................................. 13
E. Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti.............................................. 19

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 22


A. Lokasi Penelitian .......................................................................... 22
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian .................................................. 23
C. Sumber Data.................................................................................. 24
D. Teknik Pengumpulan Data............................................................ 25
E. Teknik Analisis Data..................................................................... 26

BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................... 33


A. Temuan Umum............................................................................ 33
B. Temuan Khusus ........................................................................... 35
C. Pembahasan ................................................................................. 38

BAB V: PENUTUP......................................................................................... 40
A. Kesimpulan .................................................................................... 40
B. Saran............................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 41
LAMPIRAN-LAMPIRAN
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, secara jelas dinyatakan bahwa Tujuan pendidikan Nasional adalah
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.1
Rumusan tujuan pendidikan Nasional tersebut sangat relevan dengan
rumusan tujuan pendidikan agama, khususnya akidah, yaitu sebagai manifestasi
dan konsekuensi dari akidah (keimanan dan keyakinan hidup). Oleh karena itu
dalam mewujudkan peserta didik sebagaimana tercantum dalam undang-undang
tersebut, maka perlu pelaksanaan pendidikan yang serius.
Pelaksanaan pendidikan di sekolah/madrasah tidak terlepas dari
kurikulum, yang merupakan acuan bagi pengelola sekolah/madrasah dalam
melaksanakan tugasnya. Kurikulum sekolah/madrasah selalu berubah sesuai
dengan perkembangan zaman dan perkembangan peserta didik. Setiap kurikulum
memiliki ciri dan karakter tersendiri dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu
tinggi dan menghasilkan kualitas peserta didik.
Menurut Hernawan, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dari awal hingga akhir program pembelajaran untuk
memperoleh ijazah.2 Dari pendapat tersebut rumusan pengertian kurikulum
terkandung dua hal pokok, yaitu adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik, dan tujuan utama untuk memperoleh ijazah.
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi
yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum.

1
Depdiknas, Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003), h. 56
2
Herry. Asep Hernawan, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung:
Universitas Terbuka, 2008), hal. 3
4

Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka di


dalam pelaksanaannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui
pemikiran dan penelitian secara mendalam.
Peranan kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah sangat
strategis dan sangat menentukan bagi tercapainya tujuan pendidikan. Selain itu
kurikulum memiliki kedudukan dan posisi yang sangat sentral dalam keseluruhan
proses pendidikan, bahkan kurikulum merupakan syarat mutlak dan bagian yang
tak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri. Sangat sulit dibayangkan bagaimana
bentuk pelaksanaan suatu pendidikan di suatu sekolah/madrasah yang tidak
memiliki kurikulum.3
Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam
keseluruhan kegiatan pendidikan. Kurikulum untuk suatu lembaga pendidikan
tertentu pada umumnya sudah ada, artinya telah disusun sebelumnya oleh para
perencana kurikulum, dengan demikian biasanya tugas guru hanya melaksanakan,
dan membina dalam batas-batas tertentu untuk mengembangkannya.
Melaksanakan kurikulum tersebut dimaksudkan untuk mentrasfer program
pendidikan kepada siswa dalam proses pembelajaran. Membina kurikulum
dimaksudkan menjaga dan mempertahankan agar pelaksanaan kurikulum sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum ideal/potensial, atau
dengan kata lain mengupayakan kesesuaian kurikulum aktual dengan kurikulum
potensial sehingga tidak terjadi kesenjangan.
Kurikulum yang peneliti maksudkan dalam penelitian ini adalah
kurikulum pendidikan agama Islam, khususnya bidang studi PAI dan Budi
Pekerti. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, kurikulum merupakan
salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan,
karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan
sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran PAI.
Dalam kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan
yang harus diajarkan oleh pendidik (guru) kepada anak didik, akan tetapi juga
segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena
3
Ibid., h. 1.
5

mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan


pendidikan Islam.4
Di samping itu, kurikulum hendaknya dapat dijadikan ukuran kualitas
proses dan keluaran pendidikan sehingga dalam kurikulum sekolah telah
tergambar berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai nilai yang
diharapkan dimiliki oleh setiap lulusan sekolah. Dengan demikian dalam
menerapkan kurikulum perlu dilakukan secara efektif dan efesien.
Saat ini hampir semua sekolah/madrasah, khususnya di Kota
Lhokseumawe, menerapkan kurikulum Nasional tahun 2013, yang merupakan
penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini lebih
ditekankan pada aspek sikap, dan keterampilan di samping aspek pengetahuan.
Dengan demikian, diharapkan setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta
didik di samping memiliki pengetahuan juga memiliki sikap dan keterampilan.
SMP Negeri 4 Lhokseumawe merupakan salah satu sekolah sasaran
penerapan kurikulum nasional tersebut. Sehingga semua guru mata pelajaran,
termasuk guru PAI perlu mendapatkan pengetahuan tentang penerapan kurikulum
tersebut. Menurut hasil wawancara dengan kepala sekolah, bahwa semua guru
mata pelajaran termasuk PAI di SMP Negeri 4 Lhokseumawe telah mendapatkan
pengetahuan tentang implementasi kurikulum nasional tahun 2013 melalui
pelatihan, sosialisasi, MGMP dan penataran lainnya yang menyangkut dengan
implementasi kurikulum nasional tersebut.
Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang
peneliti maksudkan dalam penelitian ini adalah pada materi shalat berjamaah,
yang merupakan materi pokok pada pelajaran PAI dan Budi Pekerti kelas VII
semester genap.
Menurut observasi awal peneliti, bahwa terdapat keunggulan pada aspek
sikap terhadap peserta didik dalam materi shalat berjamaah, yaitu siswa cukup
antusias dalam melaksanakan shalat zuhur berjamaah di sekolah, tanpa harus
disuruh, melainkan kesadaran siswa itu sendiri untuk melaksanakannya. Hal
ini menunjukkan adanya implikasi dari proses pembelajaran PAI. Kondisi
4
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009), h. 23.
6

tersebut tidak terlepas dari implementasi program kurikulum. Apabila program


kurikulum tersebut diatur dengan baik, maka hasilnya pun akan baik, begitu pula
sebaliknya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk
meneliti serta mengkaji penerapan program kurikulum Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti secara komprehensif yang meliputi perumusan tujuan kurikulum,
memilih bahan pelajaran, menentukan proses belajar mengajar, dan membuat alai
penilaian, yang penulis rangkum dalam suatu makalah mini research, berjudul
“Implementasi Program Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di
SMP Negeri 4 Lhokseumawe”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana perumusan tujuan pembelajaran PAI di SMP Negeri 4
Lhokseumawe?
2. Bagaimana penentuan materi ajar pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 4
Lhokseumawe?
3. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran PAI di SMP Negeri 4
Lhokseumawe?
4. Bagaimana pelaksanaan evaluasi pembelajaran PAI di SMP Negeri 4
Lhokseumawe?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian, sebagai
berikut:
1. Untuk menjelaskan perumusan tujuan pembelajaran PAI di SMP Negeri 4
Lhokseumawe.
2. Untuk menjelaskan penentuan materi ajar pada pembelajaran PAI di SMP
Negeri 4 Lhokseumawe.
3. Untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan pembelajaran PAI di SMP Negeri 4
Lhokseumawe.
7

4. Untuk menjelaskan pelaksanaan evaluasi pembelajaran PAI di SMP Negeri 4


Lhokseumawe.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian bermanfaat bagi peneliti, yaitu sebagai
penemuan masalah baru tentang implementasi program kurikulum Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Lhokseumawe.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi guru, siswa dan lembaga
atau sekolah. Manfaat tersebut, antara lain:
a. Bagi guru, sebagai sumbangan pengetahuan baru bagi guru Pendidikan
Agama Islam dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya dalam
penerapan kurikulum.
b. Bagi siswa, dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Lhokseumawe.
c. Bagi sekolah, dapat meningkatkan mutu pendidikan PAI dan Budi Pekerti,
khususnya di SMP Negeri 4 Lhokseumawe.

E. Definisi Operasional
Beberapa penjelasan istilah dalam variabel yang berkaitan dengan judul
sebagai berikut:
1. Implementasi program kurikulum
Implementasi program kurikulum adalah suatu aktivitas nyata dalam
merancang program kurikulum, yang terdiri dari perumusan tujuan
pembelajaran, penentuan bahan ajar (materi), pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, dan kegiatan evaluasi pembelajaran. Implementasi program
kurikulum yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pada pembelajaran
PAI dan Budi Pekerti.
2. Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti
8

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan


salah satu mata pelajaran bagi siswa pada tingkat SMP.MTs, khususny di SMP
Negeri 4 Lhokseumawe, yang menyajikan sejumlah materi tentang
pengetahuan agama Islam dan budi pekerti.

BAB II
9

LANDASAN TEORETIS

A. Hakekat Implementasi
Implementasi merupakan suatu aktivitas nyata dari sebuah kegiatan. Hal
ini sebagaimana dijelaskan Nurdin Usman, bahwa “Implementasi adalah bermuara
pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi
bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai
tujuan kegiatan”.5 Menurut Setiawan, bahwa “Implementasi adalah perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan
untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif”.6
Sementara menurut pendapat Hanifah, bahwa “Implementasi adalah suatu
proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke
dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu
program”.7
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi
adalah pengembangan suatu kegiatan, aktivitas atau tindakan yang sifatnya
menerapkan terhadap sesuatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
berdasarkan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta
memerlukan jaringan pelaksana, dan birokrasi yang efektif.
Implementasi yang dikemukakan tersebut, dapat dikatakan bahwa bukan
sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan
kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Implementasi yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah menyangkut
dengan pendidikan, khususnya kurikulum pada suatu sekolah/madrasah, yang
merupakan suatu aktivitas atau tindakan yang dilakukan secara terencana yang
5
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 70.

6
Guntur Setiawan, Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), h. 39.
7
Hanifah Harsono, Implementasi Kebijakan dan Politik, (Bandung: Alfabeta, 2002), h. 67.
10

melibatkan perumusan tujuan, bahan ajar, kegiatan mengajar, dan evaluasi untuk
mencapai tujuan pendidikan.

B. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam dunia
olahgara, berasal dari kata curir, berarti pelari, dan curere, bererti tempat berpacu.
Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari mulai dari star sampai finish untuk meperoleh medali atau penghargaan.
Kemudian pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi
sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari
awal hingga akhir program pelajaran untuk memperoleh ijazah.8
Dari rumusan pengertian kurikulum tersebut terkandung dua hal pokok,
yaitu, pertama, adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan
kedua, adanya tujuan utamanya yaitu memperoleh ijazah. Dengan demikian,
implikasi terhadap praktik pengajaran, yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh
mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat
penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata
pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang
diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Menurut Mulyasa, “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar dan hasil belajar,
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan”.9
Selanjutnya menurut Suryobroto, “kurikulum adalah segala pengalaman
pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh  anak didiknya, baik
dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah”.10

8
Asep Herry Hernawan, Pengembangan..., h. 3.
9
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 46.
10
Suryobroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 32.
11

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum


adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar,
materi standar dan hasil belajar, yang meliputi sejumlah mata pelajaran (subject)
yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program pelajaran
untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan, yaitu memperoleh
ijazah. Dengan demikian implikasi terhadap praktik pengajaran, yaitu setiap siswa
harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru
pada posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan
oleh sebarapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan
dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Selain beberapa pendapat tentang kurikulum yang telah dijelaskan di atas,
Oemar Hamalik, memberikan pendapat mengenai pengertian kurikulum, bahwa
pada dasarnya kurikulum adalah suatu program pendidikan yang dikembangkan
dan dilaksanakan dalam lingkungan suatu institusi pendidikan. Program tersebut
berisi sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik selama
kurun waktu tertentu.11 Pendapat tersebut memiliki redaksi bahasa yang berbeda,
namun memiliki makna dan tujuan yang sama, yaitu kurikulum merupakan suatu
program pendidikan yang dilaksanakan pada suatu sekolah/madrasah yang berisi
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik.
Kurikulum dalam pengertian yang lebih luas, yaitu semua kegiatan dan
pengalaman belajar serta segala sesuatu yang berpengaruh terhadap pembentukan
pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab
sekolah/madrasah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai pendidikan merupakan
hal yang penting, sekalipun para ahli mempunyai pandangan yang berbeda tentang
kurikulum. Oleh karena itu berarti kurikulum mempunyai kedudukan yang cukup
sentral dalam kagiatan pendidikan. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh
Teguh, bahwa “kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan

Oemar Hamalik, Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum, (Bandung:


11

Bandar Maju, 1990), h. 23.


12

yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses


pelaksanaan dan hasil pendidikan.”12
Berdasarkan hal tersebut kurikulum membutuhkan landasan yang kuat
dalam perancangannya. Kajian-kajian filosofis, psikologis, sosial, budaya,
perkembangan ilmu dan teknologi sangat diperlukan sebagai fondasi kurikulum,
mengingat peranan dan fungsi kurikulum yang sangat penting bagi pendidikan
peserta didik.

C. Peranan dan Fungsi Kurikulum


1. Peranan Kurikulum
Peranan kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah itu sangat strategis
dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Kurikulum memiliki kedudukan
dan posisi yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, bahkan
kurikulum merupakan syarat mutlak dan bagian yang tak terpisahkan dari
pendidikan itu sendiri. Apabila dirincikan secara lebih mendalam, peranan
kurikulum sangat penting dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Hamalik, bahwa ada tiga peranan yang dinilai
penting dari sebuah kurikulum, yaitu konservatif, kreatif, kritis dan evaluatif. 13
Ketiga penanan tersebut dapat dijelaskan secara mendalam sebagai berikut:
a. Peranan konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan
sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang
dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda (peserta didik). 14
Dengan demikian, peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan
kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat
mendasar, hal ini disesuaikan denga kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya
merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan yang mempengaruhi dan
membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan
masyarakat.
12
Teguh Triwiyanto, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 130.
13
Oemar Hamalik, Administrasi..., h. 25.
14
Ibid., h. 26.
13

Peranan konservatif yang dimaksud dalam konteks pendidikan yaitu


peranan kurikulum untuk mewariskan, menstransmisikan dan menafsirkan nilai-
nilai budaya masa lampau yang telah eksis dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut
antara lain nilai positif dan bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik di masa yang akan datang. Sekolah sebagai pranata sosial harus
dapat mempengauhi dan membimbing tingkah laku peserta didik sesuai dengan
visi, misi dan tujuan pendidikan secara Nasional.
b. Peranan Kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa
terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang.
Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa
mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berpikir
baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.15
Peranan kreatif yang dimaksudkan adalah menciptakan serta menyusun
kegiatan-kegiatan yang kreatif sesuai dengan perkembangan peserta didik dan
kebutuhan masyarakat. Dengan demikian kurikulum harus dapat mengembangkan
semua potensi yang dimiliki peserta didik melalui berbagai kegiatan dan
pengalaman belajar yang kreatif, efektif, dan kondusif. Kurikulum harus dapat
merangsang pola berpikir dan bertindak peserta didik untuk menciptakan sesuatu
yang baru sehingga bermanfaat bagi dirinya, keluarga, bangsa dan negara.
c. Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan
budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan sehingga
pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan
kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi
pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang
dibutuhkan. Oleh karena itu peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan

15
Ibid., h. 26
14

budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi,
melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya
serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum
harus turut berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang
tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan
modifikai atau penyempurnaan-penyempurnaan.
Ketiga peranan kurikulum tersebut tentu saja harus berjalan secara
seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan
terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum
pendidikan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum
tersebut menjadi tanggungjawab semua pihak yang terkait dalam proses
pendidikan, di antaranya pihak guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua siswa,
siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut
idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum
yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
2. Fungsi Kurikulum
Secara umum kurikulum mempunyai fungsi yang sangat penting bagi
pembentukan ketrampilan, dan karakter manusia. Sasaran fungsi kurikulum
pendidikan adalah guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan
masyarakat. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Asep Herry Hernawan,
bahwa bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi
sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua,
kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di
rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk
memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.
Sedangkan bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar.16
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi kurikulum
disesuaikan dengan status sosial pelaksanakan pendidikan, seperti halnya bagi
guru sebagai pedoman dalam proses pembelajaran, bagi kepala sekolah an

16
Asep Herry Hernawan, Pengembangan..., h. 8.
15

pengawas sebagai pedoman supervisi, bagi orang tua sebagai pedoman dalam
membimbing anak, bagi masyarakat sebagai pedoman dalam pemberian bantuan,
sedangkan bagi siswa sebagai pedoman belajar.
Sementara menurut Hamalik, membagikan “fungsi kurikulum menjadi
enam, yaitu fungsi penyesuaian, fungsi integrasi, fungsi deferensiasi, fungsi
persiapan, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik. 17 Keenam
fungsi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Fungsi penyesuaian
Menurut Hamalik, fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar
memiliki sifat well adjusted, yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.18
Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa fungsi penyesuaian adalah
kurikulum sebagai penunjuk arah bagi siswa agar mampu menyesuaikan dirinyan
dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, agar
memperoleh hasil belajar mengajar yang maksimal. Hal tersebut megingat
lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh
karena itu, siswa harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi di lingkungannya.
b) Fungsi integrasi
Hamalik, memberikan makna fungsi integrasi, bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh.19 Hal
tersebut mengingat bahwa siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian
integrasi dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang
dibutuhkan untuk dapat hidup dan berinteraksi dengan masyarakatnya.
Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa fungsi kurikulum secara
integrasi adalah melalui proses belajar mengajar, siswa harus mampu berinteraksi
dengan masyarakat, maksudnya siswa dapat mengembangkan ilmunya dalam

17
Oemar Hamalik, Administrasi..., h. 35.
18
Ibid., h. 36.
19
Ibid., h. 37.
16

masyarakat sekaligus bermanfaat bagi masyarakat. Dengan demikian berarti


kurikulum sangat penting dalam mencetak generasi yang memiliki pengetahuan
yang bermutu.
c) Fungsi Diferensiasi
Menurut Oemar Hamalik, bahwa fungsi secara diferensiasi mengandung
makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan
pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan,
baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan dilayani dengan
baik.20
Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa fungsi kurikulum sebagai alat
pembeda terhadap kondisi siswa, dengan kata lain kurikulum harus menghargai
dan melayani siswa tersebut dengan baik.
d) Fungsi persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat
mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya ia karena
sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.21
Pendapat tersebut dapat diperjelas bahwa fungsi kurikulum adalah
mempersiapkan siswa dalam proses pembelajaran agar mampu melanjutkan ke
jenjang pendidikan berikunya. Selain itu mempersiapkan kemampuan siswa agar
mampu beradaptasi di dalam masyarakat.
e) Fungsi Pemilihan
Fungsi tersebut mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa unuk memilih
program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan

20
Ibid., h. 37.
21
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Publisher, 1990), h. 45.
17

kemampuannya.22 Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa makna


kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada
siswa unuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan
dan minatnya.
f) Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
penddidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
memahami dan menerima kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila
siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan
yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri
potensi yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
Keenam fungsi yang telah dikemukakan tersebut harus dimiliki oleh suatu
kurikulum lembaga pendidikan secara menyeluruh. Dengan demikian kurikulum
dapat memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan.

D. Komponen Kurikulum
Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam
keseluruhan kegiatan pendidikan. Kurikulum untuk suatu lembaga pendidikan
tertentu pada umumnya sudah ada, artinya telah disusun sebelumnya oleh para
perencana kurikulum. Biasanya guru hanya melaksanakan, membina, dan dalam
batas-batas tertentu mengembangkannya.
Pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu proses yang
berkelanjutan dan merupakan suatu siklus dari beberapa komponen, yaitu tujuan,
bahan, kegiatan, dan evaluasi.23 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
komponen kurikulum terdiri dari tujuan, bahan atau materi, kegiatan dan evaluasi.
Secara siklus dapat digambarkan sebagai berikut:

Tujuan

22
Ibid., h. 46.
23
Ibid., h. 47.
18

Evaluasi Bahan

Kegiatan

Gambar 1. Siklus komponen Kurikulum.24

Menurut Nasution, melukiskan proses pengembangan kurikulum dimulai


dari perumusan tujuan kurikulum, diikuti oleh penentuan atau pemilihan bahan
pelajaran, proses belajar mengajar, dan alat penilaian pembelajaran.25 Proses
pengembangan kurikulum tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Merumuskan
Tujuan

Membuat alat Memilih Bahan


penilaian Pelajaran

Menentukan Proses
Belajar Mengajar

Gambar 2: Proses Pengembangan Kurikulum.26

Berdasarkan komponen-komponen kurikulum dan proses pengembangan


kurikulum sebagaimana terlihat pada gambar 1 dan 2, dapat dijelaskan masing-
masing komponen tersebut secara mendalam sebagai berikut:
1) Komponen Tujuan
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum, baik tingkat kecil maupun
tingkat besar, peran tujuan sangat menentukan. Hal ini sebagaimana dikemukakan
oleh Hasan, bahwa “tujuan dalam suatu kurikulum akan menggambarkan
kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan”.27
Berdasarkan hal tersebut, suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah

24
Ibid., h. 48.
25
Ibid., h. 48.
26
Ibid., h. 49.
27
Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Jakarta: P2LPTK, 1988), h. 26.
19

perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus


merupakan sesuatu yang final.
Dalam komponen tujuan, dijelaskan beberapa tujuan dalam komponen
kurikulum. Di antaranya sebagaimana dijelaskan oleh Hasan, bahwa “tujuan
kurikulum yang dirumuskan menggambarkan pula pandangan para
pengembang kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang
ingin dikembangkan”.28 Sementara menurut Nasution, bahwa “tujuan
memberikan pegangan mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana cara
melakukannya, dan merupakan patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu
dicapai”.29
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, bahwa tujuan yang jelas akan
memberi petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan isi atau bahan ajar, strategi,
media pembelajaran, dan evaluasi. Bahkan dalam berbagai model pengembangan
kurikulum, tujuan ini dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam
menentukan komponen-komponen yang lainnya.
Menurut Nasution, mengemukakan tujuh kriteria yang harus dipenuhi
dalam merumuskan tujuan kurikulum, yaitu: (a) Tujuan kurikulum harus
menunjukkan hasil belajar yang spesifik dan dapat diamati; (b) tujuan harus
konsisten dengan tujuan kurikulum, artinya tujuan-tujuan khusus itu dapat
mewujudkan dan sejalan dengan tujuan yang lebih umum; (c) Tujuan harus ditulis
dengan tepat, bahasanya jelas sehingga dapat memberi gambaran yang jelas bagi
para pelaksana kurikulum; (d) Tujuan harus memperlihatkan kelayakan, artinya
bahwa tujuan itu bukanlah suatu standar yang mutlak melainkan harus dapat
disesuaikan dengan situasi; (e) Tujuan harus fungsional, artinya tujuan itu
menunjukkan nilai bagi peserta didik dan masyarakat; (f) tujuan harus signifikan
dalam arti bahwa tujuan itu dipilih berdasarkan nilai yang diakui kepentingannya;
(g) tujuan harus tepat dan serasi, terutama harus dilihat dari kepentingan dan

28
Ibid., h. 27.
29
S. Nasution, Pengembangan..., h. 50.
20

kemampuan peserta didik termasuk latar belakang, minat dan tingkat


perkembangannya.30

Berdasarkan beberapa kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam


memenuhi komponen tujuan perlu memperhatikan kriteria untuk mencapai tujuan
kurikulum, antara lain: menunjukkan hasil belajar yang spesifik dan dapat
diamati, konsisten dengan tujuan kurikulum, bahasanya jelas sehingga dapat
memberi gambaran yang jelas bagi para pelaksana kurikulum, memperlihatkan
kelayakan, fungsional, dan harus signifikan.
Inti dari komponen tujuan adalah tujuan kurikulum menggambarkan
kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan
demikian satu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang
dicita-citakan dari suatu kurikulum. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk
yang jelas pula terhadap pemilihan bahan ajar, strategi pembelajaran, media, dan
evaluasi.
2) Komponen Isi/Materi
Komponen kedua setelah tujuan yaitu isi atau materi kurikulum.
Pengkajian masalah isi kurikulum ini menempati posisi yang penting dan turut
menentukan kualitas suatu kurikulum lembaga pendidikan. Dengan demikian, isi
kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang tercapainya
tujuan kurikulum.
Saylor dan Alexander, mengemukakan bahwa isi kurikulum, meliputi
fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah, yang
berasal dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan
dalam bentuk gagasan, konsep, generalisasi, prinsip-prinsip dan pemecahan
masalah.31 Menurut Sudjana, bahwa secara umum sifat bahan ajar/isi,
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan
keterampilan.32 Sementara menurut Zais, menentukan empat kriteria isi/materi
30
Ibid., h. 51.
31
Ibid., h. 52.
32
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru,
1989), h. 26.
21

kurikulum, yaitu a) isi kurikulum memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi; b)


isi kurikulum bernilai guna bagi kehidupan; c) isi kurikulum sesuai dengan minat
siswa; d) isi kurikulum harus sesuai dengan perkembangan individu.33
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria
penentuan isi/materi kurikulum antara lain memiliki makna yang kuat, bernilai
bagi kehidupan siswa, sesuai dengan minat siswa, dan sesuai dengan
perkembangan individu.
Dalam mengkaji isi atau materi kurikulum, sering dihadapkan dengan
masalah ruang lingkup isi kurikulum . ruang lingkup yang dimaksudkan untuk
menyatakan keluasan dan ke dalaman bahan. Berkaitan dengan hal tersebut
sebagaimana dikemukakan oleh S. Nasution, bahwa pengurutan kurikulum
tersebut dapat dilakukan dengan cara, antara lain: urutan secara kronologis, yaitu
menurut terjadinya suatu peristiwa; urutan secara logis yang dilakukan menurut
logika, urutan bahan dari sederhana menuju yang lebih kompleks, urutan bahan
dari yang mudah menuju yang lebih sulit, urutan bahan berdasarkan psikologi
unsur, yaitu dari bagian-bagian kepada keseluruhan, urutan bahan berdasarkan
psikologi Gestalt, yaitu dari keseluruhan menuju bagian-bagian.34
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa isi/materi kurikulum
menempati posisi yang penting dan turut menentukan kualitas pendidikan. Secara
umum isi/materi kurikulum merupakan pengetahuan ilmiah yang terdiri atas fakta,
konsep, prinsip dan keterampilan yang perlu diberikan kepada siswa.
3) Komponen Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sangat penting dikaji dalam studi tentang
kurikulum, baik secara makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini berkaitan
dengan masalah cara atau sistem penyampaian isi kurikulum dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
Pengertian strategi pembelajaran dalam hal ini meliputi pendekatan,
prosedur, metode, model, dan teknik yang digunakan dalam menyajikan bahan/ isi
kurikulum. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana, bahwa strategi

33
Ibid., h. 43.
34
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Alumni, 1987), h. 56.
22

pembelajaran pada hakikatnya adalah tindakan nyata dari guru dalam


melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan
lebih efesien. Dengan kata lain, strategi ini berhubungan dengan siasat atau taktik
yang digunakan guru dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik dan
sistematik.35 Sistematik mengadung arti adanya saling keterkaitan di antara
komponen kurikulum, sehingga terorganisasikan secara terpadu dalam mencapai
tujuan, sedangkan sistematik mengandung pengertian bahwa langkah-langkah
yang dilakukan guru secara berurutan sehingga mendukung tercapainya tujuan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran merupakan bagian integral dalam pengkajian tentang kuikulum.
Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan siasat, cara atau sistem penyampaian
isi kurikulum. Pada dasarnya ada dua jenis strategi pembelajaran, yaitu strategi
berorientasi kepada guru dan berorientasi kepada siswa. Dalam kegiatan
pembelajaran memiliki dua strategi, yaitu strategi pertama disebut model
ekspositori, atau model informasi. Sedangkan strategi kedua, disebut model
inkuiri atau problem solving. Kedua strategi tersebut diserahkan sepenuhnya
kepada guru dengan mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan
kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4) Aspek Evaluasi
Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan di dalam
pengembangan suatu kurikulum, baik pada level makro maupun mikro.
Komponen evaluasi ini ditujukan untuk menilai pencapai tujuan-tujuan yang telah
ditentukan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri.36
Hasil dari evaluasi kegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan
balik untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan
komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya hasil evaluasi dapat berperan
sebagai masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan dalam pengambilan
keputusan kurikulum khususnya dan pendidikan pada umumnya, baik bagi para

35
Sudjana, Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1990), h. 43.
36
Ibid., h. 45
23

pengembangan kurikulum dan para pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi


para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan, seperti guru, dan
kepada sekolah.37
Evaluasi lebih diarahkan atau berorientasi kepada perubahan perilaku, dan
lebih mementingkan hasil atau produk belajar, kurang memperhatikan proses dan
kondisi-kondisi belajar yang mempengaruhi hasil belajar. Dalam komonen
evaluasi memiliki konsep dasar. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Hasan,
bahwa evaluasi berpegang pada satu konsep dasar, yaitu adanya pertimbangan.
Dengan pertimbangan inilah ditentukan nilai dari sesuatu yang sedang
dievaluasi.38
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan kurikulum dan
menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi
kurikulum dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum. Selain itu hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai
masukan dalam penentuan kebijakan-kebijakan pengambilan keputusan tentang
kurikulum dan pendidikan. Gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu
kurikulum dapat dilihat dari komponen program, komponen proses pelaksanaan
dan komponen hasil yang dicapai.

E. Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti


1. Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti merupakan salah satu mata pelajaran
pada tingkat sekolah menengah. Penamaan mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti selama pelaksanaan kurikulum nasional tahun 2013.
Dalam konteks ini ditambahnya Budi Pekerti adalah untuk menguatkan ranah
afektif (sikap).
Menurut Zakiyah Daradjat “pendidikan agama Islam adalah suatu usaha
untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya
37
Ibid., h. 46.
38
Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Jakarta: P2LPTK, 1988), h. 23.
24

dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup”.39


Selanjutnya menurut Fatah Syukur, Pendidikan Agama Islam adalah usaha-usaha
sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik supaya mereka hidup
sesuai dengan ajaran Islam”.40
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan
Agama Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama
Islam dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan
dan persatuan bangsa melalui ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama
Islam, yaitu yang terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadits.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam sebagaimana firman Allah
dalam surat An-Nahlu: 125, sebagai berikut:

       


           
     
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (Q.S. An-Nahl: 125)

Berdasarkan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan


serta tujuan Pendidikan Agama Islam adalah sebagai pedoman hidup bagi umat
manusia dalam segala aspek kehidupan menusia agar menjadi hikmah dan
pelajaran yang baik, semoga orang-orang yang taat kepada Allah mendapat
petunjuk.

Abdul Madjid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan


39

Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 130.


40
Fatah Syukur, Pendidikan Agama Islam antara Cita dan Realita, (Semarang: Gunung
Jati, 2002), h. 28.
25

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan proses yang tidak


bisa dipisahkan meliputi kegiatan yang dilakukan siswa dan guru dalam
situasi edukatif, yaitu mulai dari proses perencanaan oleh guru, pelaksanaan
kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut untuk mencapai tujuan
pembelajaran pada bidang Pendidikan Agama Islam .41
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam terdapat tiga komponen
utama yang saling berpengaruh dalam proses pembelajaran pendidikan agama.
Ketiga komponen tersebut adalah kondisi pembelajaran pendidikan agama;
metode pembelajaran pendidikan agama; dan hasil pembelajaran agama.
Menurut Ramayulis, metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
antara lain: Metode pembiasaan, metode keteladanan, metode pemberian
ganjaran, metode pemberian hukumanmetode ceramah; metode tanya jawab;
metode diskusi; metode sorogan; metode bandongan; metode Muzakarah;
metode kisah; metode pemberian tugas; metode karya wisata; metode
eksperimen; metode latihan; metode simulasi; metode kerja lapangan
demonstrasi; metode sosiodrama; dan metode kerja kelompok.” 42
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa macam-macam
metode mengajar yang semestinya digunakan seorang guru dalam mengajar,
agar siswa dalam belajarnya bisa lebih termotivasi, sehingga letak keberhasilan
belajar siswa itu adalah pada guru dalam mengajar. Bila guru hanya
menggunakan hanya satu metode saja, maka belajar mengajar siswa itu tidak
berhasil.
2. Budi Pekerti
Pada hakekatnya, pendidikan budi pekerti memiliki substansi dan makna
yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Menurut Haidar,
pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka
menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan

41
Mahfudh Shalahuddin, dkk., Metodologi Pendiddikan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu,
1987), h. 23.

42
Ramayulis, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 133
26

prilaku peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul
karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan,
dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.43
Tujuan pendidikan Budi Pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap
dan prilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur (Haidar,
2004). Hal ini mengandung arti bahwa dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai
yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-
nilai akhlak yang mulia ke dalam diri peserta didik yang kemudian terwujud
dalam tingkah lakunya.
Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya
dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu, antara lain: 1)
Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan
budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan,
terutama mata pelajaran agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa
Indonesia maupun bahasa daerah); 2) Strategi kedua ialah dengan
mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di
sekolah; 3) Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti
ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan; 4) Strategi keempat
ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang
tua peserta didik.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

43
Haidar, Budi Pekerti, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 23.
27

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Lhokseumawe, yang


beralamat di jalan Tgk. Umar Affan Hagu Barat Laut, Kecamatan Banda Sakti
Kota Lhokseumawe. Alasan penentuan lokasi penelitian di sekolah tersebut
adalah mengingat mengingat sekolah tersebut salah satu sekolah sasaran
implementasi kurikulum nasional tahun 2013. Selain itu peneliti mudah
menjangkau untuk melakukan penelitian.

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Lapangan (field research). Di mana peneliti terjun langsung ke lolasi penelitian
dengan melakukan beberapa tindakan kegiatan dalam rangka mengumpulkan data,
baik melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, sehingga melalui model
tersebut ditemukan hasil penelitian. Sedangkan pendekatan penelitian yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu mengkaji perspektif dengan multi
strategi, strategi-strategi yang bersifat interaktif. 44 Selanjutnya, menurut Sugiono
metode penelitian kualitatif adalah metode penilaian yang berlandaskan pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) di mana peneliti sebagai instrumen
penting pengambilan sampel sumber data dilakukan snowwball, teknik dan
pengumpulan data dengan triangulasi dan gabungan, analisis data bersifat
induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.45
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan. Sedangkan pendekatan
penelitian yang digunakan adalah kualitatif.
C. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini, antara lain sumber data primer, yaitu
kepala sekolah, kaur. Kurikulum, dan guru Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Sedangkan sumber data skunder adalah berupa arsip atau dokumen
44
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2009), h. 95.

45
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 247.
28

lainnya yang mendukung hasil penelitian ini, antara lain daftar nilai siswa, catatan
harian, dan sebagainya.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain, observasi,
wawancara dan dokumentasi. Dari ketiga metode pengumpulan data tersebut,
maka dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi yaitu suatu teknik penelitian yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan terhadap objek baik secara langsung atau tidak
langsung.46 Untuk mendapatkan hasil observasi secara sistematis peneliti harus
mempunyai pengetahuan yang luas tentang latar belakang objek penelitian. Yang
diobservasi dalam penelitian ini adalah segala tindakan guru (sesuai dengan
indikator-indikator dari efektivitas, diantaranya meliputi kesesuaian dari
pelaksanaan dan tahapan dari metode tersebut, yaitu berjalan dengan sesuai
harapan atau tidak, dan lainnya) dalam membimbing para siswanya, instrument
observasi yang digunakan dalam lembaran pengamatan.
Yang diobservasi dalam penelitian ini segala tindakan guru dalam kegiatan
pelaksanaan kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, khususnya
pada materi shalat berjamaah. Instrumen yang digunakan adalah pedoman
observasi.
b. Wawancara
Wawancara yaitu suatu bentuk komunikasi variabel yang berarti semacam
percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi.47 Dengan kata lain
wawancara merupakan tanya jawab langsung yang dilakukan untuk memperoleh
data tentang pelaksanaan program kurikulum PAI dan Budi Pekerti. Yang
diwawancarai adalah kepala sekolah, kaur. Kurikulum, guru PAI, dan siswa. Yang
diwawancarai dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan tujuan kurikulum,

46
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 71.
47
Nasution, Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 113.
29

materi ajar, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.


Sedangkan instrumen yang digunakan adalah panduan wawancara.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan mengumpulkan data dan
penyimpanan data temuan yang ditemukan di lapangan untuk mendukung suatu
penelitian.48 Dengan kata lain data-data yang dibutuhkan di lokasi penelitian.
Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti data kepala sekolah dari awal sampai sekarang, data-data dewan
guru, data jumlah siswa, data sarana, prasarana dan sarana pendukung lainnya,
buku pegangan dewan guru, hasil karya ilmiah guru, dan dokumen lainnya,
notulen rapat, dan lain-lain. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan berita
yang berupa dokumen yang ada pada lembaga atau instansi yang terkait atau
bahan-bahan yang tertulis.

E. Teknik Analisis Data


Analisi data adalah proses pengurutan data ke dalam pola atau kategori
dan uraian satuan dasar sehingga lebih mudah untuk dibaca dan
diinterpresentasikan.49 Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah
teknik analisis model interaktif dari Miles dan Huberman yang mencakup tiga
kegiatan yang bersama, yang berupa reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpualan.50
Proses pencarian dan penyusunan dilakukan secara sitematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Selanjutnya
dilakukan dengan cara induktif yang mengarah pada pengurutan data ke dalam
klasifikasi sesuai dengan kebutuhan, dengan memilih data yang penting dan yang
tidak, lalu dipelajari dan mengambil kesimpulan.aktivitas dalam analisis data yaitu
reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.
1. Reduksi data
48
Ibid., h. 225.
49
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Remadja Rosda Karya,
2001), h. 103.
50
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Renaka Cipta, 2008), h. 152.
30

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
maka perlu dicatat secara intens dan rinci, seperti yang dikemukakan, semakin
lam peneliti di lapangan, maka data semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk
itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data, mereduksi data merupakan
membuat rangkuman, memilih hal-hal yang penting dicari pola dan temanya.
Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data lanjutan,
dan mencari bila diperlukan. Reduksi data bisa dilakukan dengan teknologi seperti
notebook, laptop, komputer, dengan memberi tanda khusus pada aspek-aspek
yang tertentu.51 Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh setiap
tujuan yang akan dicapai.
2. Penyajian Data
Langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Kalau dalam penelitian
kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk table, grafik dan
sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data akan tersusun sehingga
akan mudah dipahami. Dengan displaykan data, akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kegiatan selanjutnya berdasarkan apa
yang telah difahami tersebut.
3. Penarikan kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif yaitu penarikan kesimpulan.
Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara, dan akan berubah
bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapanagan mengumpulkan data.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dan
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan dalam
penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah berada
di lapangan.

51
Ibid., h. 247.
31

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru


yang berupa sebelumnya belum pernah ada, temuannya ini dapat berupa deskripsi
atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih samar-samar atau gelap
sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubung kausal atau intraktif,
hipotesis atau teori.
32

BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum
1. Sejarah SMP Negeri 4 Lhokseumawe
SMP Negeri 4 Lhokseumawe merupakan salah satu sekolah menengah
yang ada di Kota Lhokseumawe, beralamat Jl. Tgk. Umar Affan Hagu Barat Laut
Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. SMP Negeri 4 Lhokseumawe
dibangun pada Tahun 1984 atas partisipasi masyarakat setempat mengingat anak-
anak lulusan Sekolah Dasar saat itu untuk melanjutkan ke SMP cukup banyak dan
tidak terjangkau untuk sekolah ke SMP perkotaan, sehingga dibangunlah oleh
Pemerintah SMP Hagu Barat Laut.
Pada Tahun 1990 Sekolah tersebut dinegerikan dengan Nomor SK:
0389/0/1990, tanggal 11 Juni 1990, pada saat penegerian dipimpin oleh Bapak
Abdul Aziz. Dari pertama penegerian sampai sekarang, SMP Negeri 4
Lhokseumawe sudah dipimpin oleh 7 kepala Sekolah. Saat ini marupakan
pimpinan kepala sekolah yang ketujuh yang dipimpin oleh Kusnadi, S.Pd.52

2. Visi dan Misi SMP Negeri 4 Lhokseumawe


Visi SMP Negeri 4 Lhokseumawe adalah: “Berkualitas, Berwawasan,
IMTEK dan IPTEK”. Sedangkan SMP Negeri 4 Lhokseumawe adalah sebagai
berikut: 1) Meningkatkan wawasan pengetahuan keagamaan yang didasari
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Menumbuhkan
semangat kedisiplinan pada warga sekolah dan membudayakan sikap peduli
terhadap lingkungan sekolah. 3) Melengkapi dan memberdayakan media
pembelajaran secara maksimal. 4) Menyelenggarakan program kegiatan
kompetensi dan kompetisi bagi pengembangan prestasi siswa. 5) Menjalin
kerja sama antara sekolah, orang tua siswa, komite sekolah, dan stake holder
secara rutin. 6) Meningkatkan karakter siswa melalui penanaman nilai budaya

52
Sumber Data: SMP Negeri 4 Lhokseumawe, Tahun 2017
33

di lingkungan sekolah. 7) Meningkatkan Pembinaan kesenian dan olahraga. 8)


Meningkatkan kualitas kegiatan ilmiah tim PIR/KIR ke Tingkat Nasional.53
Mengacu pada visi dan misi sekolah serta tujuan umum pendidikan
dasar dan menengah, yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta mengikuti pendidikan lebih lanjut, maka yang
menjadi tujuan SMP Negeri 4 Lhokseumawe adalah sebagai berikut: Unggul
dalam perolehan nilai semester, UAN dan UN; Unggul dalam aktivitas
keagamaan; Unggul dalam disiplin; Unggul dalam prestasi olahraga; Unggul
dalam prestasi seni dan budaya; serta terampil dalam beraktivitas.

3. Tenaga Pendidik dan Kependidikan


Tenaga pendidik pada SMP Negeri 4 Lhokseumawe berjumlah 28
orang, yang terdiri dari 17 orang PNS, dan 11 orang non PNS. Sedangkan
tenaga kependidikan berjumlah 18 orang termasuk penjaga sekolah dan tukang
kebun, yang terdiri dari 4 orang berstatus PNS dan 14 orang non PNS. Angka
ini tidak seimbang antara pegawai tetap dengan pegawai tidak tetap, namun
tidak menjadi kendala dalam mengurus administrasi sekolah, karena dapat
menyesuaikan kemampuan antara satu dengan lainnya. Pendidikan terakhir
adalah 2 orang S.1, 1 orang D.2, 12 orang berijazah SMA dan 2 orang SMP.54

4. Kurikulum SMP Negeri 4 Lhokseumawe


Kurikulum yang digunakan SMP Negeri 4 Lhokseumawe dalam kegiatan
pembelajaran untuk Tahun Ajaran 2016-2017 adalah Kurikulum Nasional
(kurikulum 2013). Pelaksanaan Kurikulum 2013 dimulai sejak Tahun Ajaran Baru
2013/2014, yaitu terhitung sejak tanggal 01 Juli 2013. Sedangkan Kurikulum.55
Kurikulum tersebut mempunyai struktur kurikulum tersendiri yang sesuai
dengan buku panduan Kurikulum yang tersedia. Untuk mengetahui struktur
Kurikulum 2013 untuk tingkat SMP dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Struktur Kurikulum SMP N 4 Lhokseumawe

53
Sumber Data; SMP Negeri 4 Lhokseumawe Tahun 2017
54
Sumber Data: SMP N 4 Lhokseumawe, Tahun 2017
55
Sumber Data: Tim Bangkur SMP Negeri 4 Lhokseumawe, Tahun 2017
34

Kelas dan Alokasi waktu


Komponen
VII VIII IX
Kelompok A
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3
2. Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan 3 3 3
3. Bahasa Indonesia 6 6 6
4. Matematika 5 5 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 5 5 5
6. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 4 4 4
7. Bahasa Inggris 4 4 4
Kelompok B
1.      Seni Budaya 3 3 3
2.      Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 3 3 3
3.      Prakarya 2 2 2
Jumlah Alokasi Waktu per minggu 38 38 38

Berdasarkan uraian tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam struktur


kurikulum terdiri dari sepuluh mata pelajaran, dan masing-masing mata pelajaran
tersebut memiliki jumlah alokasi waktu yang berbeda-beda, khusus untuk mata
pelajaran PAI memiliki alokasi waktu adalah 3 jam per minggu.

5. Keadaan Siswa
Keadaan Siswa SMP Negeri 4 Lhokseumawe berjumlah 136 orang yang
terdiri dari 49 orang laki-laki dan 86 orang perempuan, yang terbagi dalam tiga
tingkat/kelas, masing-masing kelas VII berjumlah 30 orang, kelas VIII berjumlah
44 orang, dan kelas IX berjumlah 62 orang. Untuk mengetahui keadaan siswa
menurut tingkat/kelas dapat dilihat pada tabel belarikut:
Tabel 4.2 Keadaan Siswa SMP N 4 Lhokseumawe menurut Kelas dan Rombel

Jumlah
No Kelas Total Ket
Lk PR
1 VII-1 12 18 30
2 VII-2 8 15 22
3 VIII 15 17 32
4 IX-1 8 13 21
5 IX-2 8 12 20
Jumlah 51 75 125
Sumber Data: SMP N 4 Lhokseumawe, Tahun 2017

Berdasrkan tabel di atas, terlihat bahwa jumlah siswa tertinggi adalah


perempuan, yaitu 87, sedangkan laki-laki berjumlah 49 orang. Jumlah siswa
menurut rombongan belajar sangat sedikit, namun kondisi ini sangat tepat dalam
35

belajar, karena dengan jumlah siswa yang sedikit, maka daya serap siswa terhadap
materi lebih kuat.

6. Sarana dan Prasarana


Kondisi sarana dan prasarana di SMP Negeri 4 Lhokseumawe adalah
memadai untuk sejumlah siswa yang ada. Sarana dan prasarana di SMP Negeri 4
Lhokseumawe, antara lain memiliki ruang kepala sekolah, ruang dewan guru,
ruang tata usaha, dan ruang belajar siswa. Di samping itu juga ada laboratorium
IPA, Perpustakaan.

B. Temuan Khusus
1. Perumusan Tujuan kurikulum PAI dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4
Lhokseumawe
Berkaitan hal tersebut, menurut hasil wawancara dengan kepala sekolah,
sebagai berikut:
“secara umum perumusan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti merujuk pada tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan
instruksional”.56
Hal senada juga dikuatkan oleh kepala urusan kurikulum dalam
wawancaranya, sebagai berikut:
“Perumusan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah
merujuk pada tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan
instruksional”.57 Menurut hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti, sebagai berikut:
“Tujuan pembelajaran disusun berdasarkan tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional dan tujuan instruksional. Hal ini dimaksudkan agar hasil
pembelajaran dapat sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan nasional”.58

56
Hasil Wawancara dengan Kusnadi, Kepala SMPN 4 Lhokseumawe, tanggal 10 Mei
2017.
57
Hasil Wawancara dengan Yusra Fitri, Kaur. Kurikulum SMPN 4 Lhokseumawe, tanggal
10 Mei

Wawancara dengan Hafifah, Guru PAI dan Budi Pekerti SMPN 4 Lhokseumawe,
58

tanggal 10 Mei
36

Berdasarkan hasil wawancara ketiga informan tersebut, dapat diambil


kesimpulan bahwa perumusan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti adalah merujuk pada tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional
dan tujuan instruksional, dengan kata lain, tujuan pembelajaran disusun
berdasarkan Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator.
Fakta wawancara di atas, dikuatkan dengan observasi peneliti pada
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahwa benar perumusan tujuan
pembelajaran didasarkan pada tujuan pendidikan nasional, kompetensi inti,
kompetensi dasar, dan indikator. Dengan demikian, bahwa data yang diperoleh
dari hasil wawancara dan obsevasi peneliti sesuai.
Selain itu menurut observasi peneliti tentang kegiatan belajar mengajar di
kelas, bahwa tujuan yang ingin dicapai dikemukakan secara jelas bersifat
operasional, terukur dan teramati sampai tingkat keberhasilannya. Selain itu
tujuan yang dirumuskan lebih berorientasi kepada pengembangan potensi yang
dimiliki oleh peserta didik. Fakta tersebut juga dikuatkan dengan bukti
dokumentasi berupa arsip Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada lampiran penelitian ini.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi di atas, dapat
disimpulkan bahwa perumusan tujuan kurikulum PAI dan Budi Pekerti di SMP
Negeri 4 Lhokseumawe, didasarkan pada tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional dan tujuan instruksional.

2. Penentuan Materi Ajar PAI dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4


Lhokseumawe
Berkaitan hal tersebut, menurut hasil wawancara dengan kepala sekolah,
sebagai berikut:
“materi ajar PAI dan Budi Pekerti yang diperuntukkan kepada siswa dalam
kegiatan pembelajaran adalah buku PAI dan Budi Pekerti terbitan
Kemendikbud”.59

59
Hasil Wawancara dengan Kusnadi, Kepala SMPN 4 Lhokseumawe, tanggal 10 Mei
2017.
37

Selanjutnya menurut hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama


Islam, sebagai berikut:
“materi pelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti yang saya berikan
kepada siswa adalah saya ambil dari buku PAI dan Budi Pekerti yang
diperuntukkan kepada siswa, terbitan Kemendikbud”.60
Hal senada juga dikuatkan dengan hasil wawancara dengan guru PAI
lainnya, sebagai berikut:
“saya menggunakan buku siswa pelajaran PAI dan Budi Pekerti, penerbit
Kemendikbud, dan tidak pernah menggunakan buku lain sebagai penguat materi
yang ada”.61
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa materi
pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada peserta didik, hanya
buku yang diperuntukkan kepada siswa, tidak diambil dari buku-buku lain yang
ada kaitannya dengan materi yang diajarkan.
Fakta wawancara di atas, dikuatkan dengan observasi peneliti, pada
kegiatan pembelajaran di kelas, bahwa materi ajar yang digunakan oleh guru
dalam memberikan materi pelajaran hanya menggunakan buku paket siswa. Selain
itu menurut observasi peneliti pada rencara pelaksanaan pembelajaran (RPP) guru
PAI, bahwa sumber bahan ajar/ materi pembelajaran adalah hanya diambil dari
buku yang diperuntukkan kepada siswa saja.
Sumber data penguat lainnya adalah dokumen berupa arsip RPP guru PAI,
bahwa dalam RPP tersebut, sumber bahan ajar yang digunakan dalam
pembelajaran PAI hanya menggunakan buku “PAI dan Budi Pekerti” tanpa
menggunakan sumber lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi di atas, dapat
disimpulkan bahwa uraian materi sebagai bahan ajar kurang mendapat
pengembangan, guru cukup mengandalkan pada buku yang ada pada diri siswa,
sehingga ruang lingkup pembahasan materi ajar sangat terbatas.

60
Wawancara dengan Hafifah, Guru PAI dan Budi Pekerti SMPN 4 Lhokseumawe,
tanggal 10 Mei 2017.
61
Wawancara dengan Mansur, Guru PAI dan Budi Pekerti SMPN 4 Lhokseumawe,
tanggal 10 Mei
38

3. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran PAI di SMP Negeri 4 Lhokseumawe


Berkaitan hal, sebagaimana hasil wawancara dengan kepala sekolah,
sebagai berikut:
“ketika saya melakukan supervisi pembelajaran di kelas, saya melihat bahwa
pelaksanaan kegiatan pembelajaran PAI, guru telah menggunakan langkah-
langkah pembelajaran yang ideal, mulai dari tahap pendahuluan, inti, dan penutup.
Sedangkan pendakatan yang digunakan adalah guru mampu menggunakan strategi
aktif”.62
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, disimpulkan bahwa dalam
pelaksanakan kegiatan pembelajaran PAI di kelas, guru mampu menggunakan
strategi aktif. Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan guru PAI, sebagai
berikut:
“Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, menggunakan strategi aktif, agar
siswa lebih tertarik. Salah satu strategi aktif yang saya gunakan adalah jigsaw dan
demonstrasi”.63
Berdasarkan hasil wawancara di atas, disimpulkan bahwa guru mampu
menggunakan strategi aktif dalam pembelajaran di kelas. Strategi tersebut antara
lain metode ceramah, jigsaw dan demonstrasi. Sehingga siswa dalam belajar
dengan semangat.
Fakta wawancara di atas, dikuatkan dengan observasi peneliti dalam
proses belajar mengajar di kelas, guru mampu menggunakan salah satu strategi
aktif, sehingga siswa dapat belajar dengan penuh semangat dan antusias untuk
mengikuti belajar mengajar di kelas. Berkaitan dengan semangat dan antusias
siswa dalam mengikuti pelajaran, sebagaimana hasil wawancara dengan siswa,
sebagai berikut:
“saya senang belajar dengan menggunakan strategi akif, antara lain dapat belajar
santai, menyenangkan dan mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru.64

62
Hasil Wawancara dengan Kusnadi, Kepala SMPN 4 Lhokseumawe, tanggal 10 Mei
2017.
63
Wawancara dengan Mansur, Guru PAI dan Budi Pekerti SMPN 4 Lhokseumawe,
tanggal 10 Mei
64
Wawancara dengan Lutfia Zahara, Siswa SMPN 4 Lhokseumawe, tanggal 10 Mei
39

Berdasarkan hasil observasi, awancara di atas, disimpulkan bahwa


pelaksanaan kegiatan pembelajaran PAI, guru mampu menggunakan salah satu
strategi aktif, sehingga siswa dapat belajar dengan penuh semangat dan antusias
untuk mengikuti belajar mengajar di kelas. Berkaitan dengan semangat dan
antusias siswa dalam mengikuti pelajaran.

4. Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran PAI di SMP Negeri 4 Lhokseumawe.


Evaluasi pembelajaran merupakan aspek yang sangat penting dalam
pembelajaran, karena menajdi sebagai bahan untuk mengukur tingkat pemahaman
siswa setelah pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Untuk mengetahui kondisi
aspek evaluasi pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagaimana hasil
wawancara dengan kepala sekolah, sebagai berikut:
“ketika saya melakukan supervisi pembelajaran di kelas, dalam pelaksanaan
evaluasi, guru hanya menggunakan test tertulis dan test lisan, tidak menggunakan
tes dalam bentuk unjuk kerja”.65
Kondisi tersebut, dikuatkan dengan hasil wawancara dengan guru PAI,
sebagai berikut:
“dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran, saya menggunakan teknik test tertulis
dan test lisan”.66
Fakta wawancara di atas, dikuatkan dengan observasi peneliti, bahwa
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahwa teknik penilaian hanya
menggunakan tes tertulis dan tes lisan. Fakta tersebut dikuatkan dengan
dokumentasi berupa arsip Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Selangkapnya dapat dilihat pada lampiran makalah ini.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian
pembelajaran belum terlaksana dengan baik sebagaimana diharapkan, antara lain
bahwa guru hanya menggunakan teknik penilaian melalui tes tertulis dan tes lisan
saja, sedangkan dalam bentuk unjuk kerja belum dilaksanakan.
C. Pembahasan
65
Hasil Wawancara dengan Kusnadi, Kepala SMPN 4 Lhokseumawe, tanggal 10 Mei
2017.
66
Hasil Wawancara dengan Guru PAI, SMPN 4 Lhokseumawe, tanggal 10 Mei 2017.
40

Mencermati temuan I, tujuan yang dingin dicapai dalam proses


pembelajaran PAI dan Budi Pekerti dirumuskan dan dirancang secara yang
bersifat operasional, terukur dan teramati sampai keberhasilannya. sehingga
proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan terarah sesuai dengan tujuan
yang dirumuskan. Dengan demikian, secara umum perumusan tujuan
pembelajaran sudah terlaksana dengan baik sebagaimana diharapkan.
Selanjutnya, mencermati temuan II, Uraian materi sebagai bahan ajar
kurang mendapat pengembangan, guru hanya mengandalkan buku materi ajar
yang diperuntukkan kepada siswa saja, yaitu buku “Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti” untuk siswa kelas VII, tidak melihat dari buku-buku, atau sumber-
sumber lainnya. Sehingga ruang lingkup pembahasannya sangat terbatas, padahal
materi tersebut bisa dikembangkan dengan melihat berbagai dimensi, baik dari
buku-buku, da sejumlah literatul lainnya yang ada diperpustakaan.
Berdasarkan hal tersebut aspek materi merupakan bagian terpenting dalam
pengembangan proses pembelajaran, maka guru dapat merumuskan secara
sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Dalam pengembangan
aspek materi pembelajaran dapat dilakukan dengan peta konsep.
Mencermati temuan III, dalam aspek kegiatan pembelajaran, khususnya
dalam bidang strategi pembelajaran, guru mampu menggunakan salah satu strategi
aktif, sehingga siswa dapat belajar dengan penuh semangat dan antusias untuk
mengikuti pembelajaran di kelas. Secara umum penggunaan strategi aktif, sudah
terlaksana, walaupun masih ada kekurangannya.
Penggunaan strategi aktif dalam proses pembelajaran merupakan suatu
keharusan dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu strategi merupakan
komponen yang menentukan terhadap keberhasilan kegiatan pembelajaran di
samping perumusan tujuan, bahan ajar atau materi pelajaran dan evaluasi.
Strategi yang digunakan adalah betul-betul dapat membangkitkan
semangat belajar peserta didik dalam mengajar. Strategi yang dapat melayani
kebutuhan peserta didik, baik secara individu maupok kelompok merupakan suatu
hal yang diharapkan saat ini. Penggunaan strategi yang tepat dapat berpengaruh
41

terhadap efektivitas kegiatan belajar mengajar, termasuk bidang studi Pendidikan


Agama Islam dan Budi Pekerti.
Sedangkan hasil temuan IV, bahwa dalam hal pelaksanaan evaluasi belum
terlaksana secara sempurna. Kegiatan evaluasi hanya terbatas pada test tulisan dan
lisan saja, sedangkan dalam aspek yang lain, yaitu non tesk atau unjuk kerja
belum dilaksanakan. Nampaknya persoalan pelaksanaan evaluasi tidak terlaku
diperhatikan, padahal evaluasi merupakan komponen terpenting dalam proses
pembelajaran.
Kegiatan evaluasi tersebut berguna untuk melihat keberhasilan peserta
didik dalam proses pembelajaran. Dengan evaluasi dapay diketahui baik atau
tidaknya mutu suatu pendidikan. Selain itu melalui kegiatan evaluasi dapat
melihat tepat atau tidaknya tujuan yang dirumuskan, materi yang diajarkan dan
strategi yang digunakan.
Berdasarkan keempat temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Implementasi program kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti pada
SMPN 4 Lhokseumawe, meliputi aspek tujuan, bahan pelajaran atau materi,
pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran, belum terlaksana
secara sempurna.
42

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian tentang Implementasi Program
Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMPN 4 Lhokseumawe,
maka dapat simpulkan, sebagai berikut:
1. Perumusan tujuan yang dingin dicapai dalam proses pembelajaran dirumuskan
dan dirancang secara yang bersifat operasional, terukur dan teramati sampai
keberhasilannya.
2. Penetapan materi sebagai bahan ajar kurang mendapat pengembangan, guru
hanya mengandalkan buku materi ajar yang diperuntukkan kepada siswa saja,
yaitu buku “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti” untuk siswa kelas
VII, tidak melihat dari buku-buku, atau sumber-sumber lainnya. Sehingga
ruang lingkup pembahasannya sangat terbatas.
3. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran sudah terlaksana dengan baik, yaitu guru
mampu menggunakan salah satu strategi aktif dalam kegiatan pembelajaran,
sehingga siswa dapat belajar dengan penuh semangat dan antusias untuk
mengikuti pembelajaran di kelas. Secara umum penggunaan strategi aktif,
sudah terlaksana, walaupun masih ada kekurangannya.
4. Pelaksanaan evaluasi belum terlaksana dengan baik, yaitu guru hanya
menggunakan teknik test tulisan dan lisan saja, sedangkan dalam aspek yang
lain, yaitu non tesk atau unjuk kerja belum dilaksanakan.

B. Saran
1. Guru PAI dan Budi Pekerti hendaknya dapat melaksanakan program
kurikulum secara sempurna, yang meliputi aspek perumusan tujuan, matari
ajar, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan aspek evaluasi.
2. Kepada peneliti lainnya agar dapat meneliti kembali tentang implementasi
program kurikulum PAI dan Budi Pekerti dan materi yang lain, supaya
penelitian ini lebih sempurna.
43

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Madjid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan


Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Depdiknas, Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003.
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Fatah Syukur, Pendidikan Agama Islam antara Cita dan Realita, Semarang:
Gunung Jati, 2002.
Guntur Setiawan, Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan, Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.
Herry. Asep Hernawan, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran,
Bandung: Universitas Terbuka, 2008.
Haidar, Budi Pekerti, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Setia, 2009.
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Jakarta: Erlangga,
2002.
Hanifah Harsono, Implementasi Kebijakan dan Politik, Bandung: Alfabeta, 2002.
Hasan, Evaluasi Kurikulum, Jakarta: P2LPTK, 1988.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Remadja Rosda
Karya, 2001.
Mahfudh Shalahuddin, dkk., Metodologi Pendiddikan Agama, Surabaya: Bina
Ilmu, 1987.
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2009.
Nasution, Metode Research, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Oemar Hamalik, Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum,
Bandung: Bandar Maju, 1990.
Ramayulis, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
Suryobroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Publisher, 1990.
Teguh Triwiyanto, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2014.
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar
Baru, 1989.
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan kuantitatif, Bandung: Alfabeta, 2007.
44

S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Alumni, 1987.


Sudjana, Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1990.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Renaka Cipta, 2008.

Anda mungkin juga menyukai