Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatolitiasis didefinisikan sebagai batu empedu yang terletak pada semua


saluran empedu dari perifer sampai pertemuan duktus hepatikus kanan dan kiri,
terlepas dari adanya batu empedu di bagian lain dari saluran empedu, seperti
saluran empedu ekstrahepatik dan atau kandung empedu. Batu empedu yang
ditemukan di atas pertemuan ini dianggap batu empedu intrahepatik, terlepas
apakah pertemuan ini terletak intrahepatik atau ekstrahepatik.1,2

Penyakit ini pertama kali dipublikasikan oleh Vachell & Stevens tahun
1906. Hepatolitiasis memiliki nama lain diantaranya Hong Kong disease, Biliary
Obstruction Syndrome of the Chinese, atau Oriental Cholangitis, hal ini
dikarenakan hepatolitiasis lebih sering terjadi pada negara Asia.2,3

Angka kejadian hepatolitiasis dilaporkan terjadi pada 20- 30% pasien yang
menjalani operasi kandung empedu. Angka kejadian hepatolitiasis relatif rendah
di Eropa maupun Amerika Utara yaitu di bawah 1%.1,2

Lokasi hepatolitiasis paling sering terjadi pada duktus hepatikus kiri. Hal
ini berdasarkan posisi anatomi, pertemuan duktus hepatikus kanan dan kiri
membentuk sudut yang tajam, dimana duktus hepatikus kiri berjalan lebih
horizontal dibandingkan duktus hepatikus kanan. 1,2

Pada keadaan yang sangat jarang, beberapa cabang dari duktus hepatikus
kanan berjalan menuju ke duktus hepatikus kiri. Pada hepatolitiasis dapat disertai
dengan pelebaran saluran empedu intra maupun ekstrahepatik dan atau striktur
saluran empedu.1,2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hepaolithiasis didefinisikan sebagai adanya batu di saluran empedu


proksimal pertemuan dari saluran hati kanan dan kiri, terlepas dari koeksistensi
batu empedu di saluran empedu ataupun kantung empedu. 4,5

Batu empedu yang ditemukan di atas pertemuan ini dianggap batu empedu
intrahepatik, terlepas apakah pertemuan ini terletak intrahepatik atau
ekstrahepatik.

Penyakit ini merupakan penyakit endemik di daerah Asia-Pasifik dengan


tingkat prevalensi 30-50%. Populasi mobilitas telah menyebabkan peningkatan
kejadian penyakit ini di daerah lain.4,6

2.2 Etiologi

Etiologi hepatolitiasis di Negara Barat pada umumnya terjadi secara


sekunder, yang berasal dari batu kandung empedu atau dapat juga sebagai batu
primer karena terdapatnya striktur saluran empedu, sklerosing kolangitis, kista
duktus koledokus atau tumor ganas saluran empedu. 1,2,3

Di Asia, sering disebabkan oleh kolangitis piogenik berulang dan juga


berkaitan dengan infeksi parasit (golongan cacing Clonorchis sinensis dan Ascaris
lumbricoides) maupun diet. 1,2,3

Peradangan saluran empedu yang berulang akan menimbulkan


terbentuknya striktur dari saluran empedu yang dapat menyebabkan stasis dari
cairan empedu. Keradangan ini juga menyebabkan dinding saluran empedu
menebal dan membentuk jaringan fibrotik.1,5
2.3 Epidimieologi

Angka kejadian hepatolitiasis dilaporkan terjadi pada 20- 30% pasien yang
menjalani operasi kandung empedu. Hepatolithiasis atau batu intrahepatik lebih
umum ditemukan di negara-negara kawasan Asia Timur daripada di Negara
Barat.4,5,6

Angka insiden relatif (yaitu kasus hepatolitiasis terhadap semua kasus


dengan penyakit batu empedu) di negara-negara Barat sekitar 1% sedangkan di
Taiwan, Korea Selatan, Republik Rakyat Cina telah dilaporkan masing-masing
20%, 18% dan 38-45%. 2,3,4

Ada dua jenis hepatolitiasis dan di negara-negara Asia Timur biasanya


ditemukan kasus hepatolitiasis dengan batu berpigmen. Penyakit ini tampaknya
lebih sering terjadi pada orang dengan status sosial ekonomi rendah.5

2.4 Patogenesis

Sebagian besar batu hepatolitiasis adalah batu pigmen coklat (batu kalsium
bilirubinat), yang berbeda secara komposisi dari kolesterol dan batu pigmen
hitam.5,7

Beberap penelitian menunjukkan bahwa infeksi bakteri dan kondisi stasis


empedu yang disebabkan oleh penyempitan saluran empedu dianggap sebagai
patogenetik penting dari hepatolitiasis.5,6

Patogenesis hepatolitiasis akan lebih rumit dan mungkin ditentukan oleh


beberapa faktor, misalnya, etnis dan lingkungan, infeksi bakteri dan parasit,
kolangitis dan stasis empedu, dan defek biokimia/metabolik pada hati, yang
semuanya dapat mempengaruhi aliran empedu dalam saluran empedu intrahepatik
serta formasi dan sekresi empedu hepatik litogenik.5,6
Figure1. Putative scheme for the cascade of sPLA2-IIA, COX-2, PGE2, and EP-mediated
inflammatory responses in both bile duct wall and hepatic bile in hepatolithiasis.

Figure 2. Similarities and differences in terms of factors important for the pathogenesis of
hepatolithiasis between hepatolithiasis and gallbladder stones or common bile stones.

Figure 3. Putative scheme for the pathogenesis of hepatolithiasis.


2.5 Gejala Klinis

Secara klinis pasien dengan hepatolitiasis mungkin asimtomatik atau dapat


muncul gejala seperti nyeri perut kanan atas berulang, demam, ikterus berulang,
peningkatan tes fungsi hati dengan peningkatan alkali fosfatase, dan dapat disertai
abses hepar, atrofi lobus hepatik, kolangitis, dan kolangiokarsinoma.2,3

Pada pasien dengan hepatolitiasis dapat juga muncul pembentukan abses


hati dan sepsis bilier. Namun, tidak ada gejala pathognomonic yang jelas pada
pasien dengan hepatolithiasis.3,4

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar sel darah


putih, peningkatan fungsi liver dengan disertai peningkatan alkali fosfatase, kadar
bilirubin yang abnormal.4,5

Pemeriksaan radiologis, yang dapat membantu menegakkan diagnosis


hepatolitiasis, diantaranya USG abdomen, CT-Scan abdomen dan MRI / MRCP
(magnetic resonance imaging / magnetic resonance cholangiopancreatography).5,6

2.7 Tipe dan Klasifikasi Hepatolitiasis

Terdapat dua jenis batu yang biasa ditemui pada hepatolitiasis, yaitu batu
kalsium bilirubinat (coklat batu berpigmen) dan batu kolesterol. 1,2

Mayoritas yang ditemukan pada kasus hepatolitiasis adalah batu kalsium


bilirubinat. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yaiyu pengendapan kalsium
bilirubinate, perubahan metabolisme kolesterol dan striktur bilier akibta infeksi
oleh bakteri penghasil beta glucouronidase. 1,2

Jenis batu kalsium bilirubinat biasanya sering dihubungkan dengan kasus


batu hati primer sedangkan kasus batu hati sekunder lebih banyak ditemukan di
negara barat, yang disebabkan jenis batu kolesterol dan tidak terkait striktur bilier,
stasis ataupun infeksi.1,2
Ada berbagai klasifikasi berdasarkan hepatolitiasis, yaitu
1) Klasifikasi Tsunoda - berdasarkan tingkat keparahan berdasarkan penilaian
temuan anatomi intrahepatik. (table 1) 5
2) Penilaian tingkat keparahan berdasarkan gejala yang diusulkan oleh
kelompok penelitian hepatolitiasis Jepang yang juga berbasis pada tingkat
keparahan penyakit. (table 2) 5
3) Klasifikasi Dong yang mengusulkan perawatan untuk berbagai kelas
hepatolitiasis. (table 3) 5
2.8 Gambaran Radiologis Hepatolitiasis

Pemeriksaan radiologis, yang dapat membantu menegakkan diagnosis


hepatolitiasis, diantaranya USG abdomen, CT-Scan abdomen dan MRI / MRCP
(magnetic resonance imaging / magnetic resonance cholangiopancreatography).5,6

Terdapat beberapa tujuan dilakukannya pemeriksaan radiologis pada


pasien dengan hepatolitiasis, yaitu : 5,6

a) Menentukan lokasi batu yang akurat


b) Mengidentifikasi Striktur bilier
c) Mengidentifikasi lobus hati yang terlibat
d) Mengesklusivkolangiokarsinoma

2.8.1 Ultrasonography (USG)

Temuan ultrasonografi pada kasus hepatolitiasis dapat bervariasi tapi


cukup diagnostik. Terdapat beberapa hal yang dapat dinilai, yaitu :5,6,7

a) Batu intrahepatik yang digambarkan sebagai bintik echogeni pasca


bayangan akustik.
b) Dilatasi saluran empedu juga dapat didiagnosis.
c) High echogenicity rim pada permukaan anterior batu dapat menunjukkan
bahwa terdapat kandungan kalsium.
d) Batu kalsium bilirubinat ditandai dengan dilatasi bilier perifer menjadi
batu, sedangkan pelebaran duktus pada kolesterol batu biasanya terbatas
pada sisi batu.

Pemeriksaan penunjang ultrasonografi juga memliki kelemahan yaitu,


pemeriksaan ini sangat bergantung pada operator, dengan demikian ada
kemungkinan operator gagal untuk membedakan antara batu intrahepatik dengan
pneumobilia.
2.8.2 Contrast enhanced computed tomography (CECT)

Triple phase CECT adalah pemeriksaan penunjang opsional. Pemeriksaan


Contrast enhanced computed tomography (CECT) memiliki tujuan untuk
mengetahui, :5,6,7

a) Anatomi duktus yang berhubungan dengan pelebaran duktus dan striktur


bilier.
b) Dapat juga mengukur beban batu.

Pemeriksaan radiologis ini juga dapat membantu dalam mendiagnosis


kolangiokarsinoma. Pada kasus cholangiocarcinomas biasanya akan muncul
gambaran, seperti :
a) Kepadatan jaringan lunak periductal
b) Penebalan atau peningkatan dinding duktus
c) Keterlibatan atau obstruksi vena portal
d) Keterlibatan kelenjar getah bening
2.8.3 Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)

Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) merupakan


salah satu pemeriksaan penunjang radiologis yang dapat membantu mendiagnosis
kasus – kasus ikterus obstruktif. 5,6,7

Pemeriksaan rsdiologi ini juga dapat membantu dalam menentukan tingkat


dan penyebab obstruksi. Diagnosa dari hepatolitiasis merupakan suatu tantangan
terbesar meskipun ketersediaan CT dan MRCP. 5,6,7

Fig 1. Hasil pemeriksaan MRCP menunjukkan adanya gambaran batu multipel pada duktus
hepatikus kanan dan kiri disertai pelebaran duktus hepatikus, batu pada distal CBD.

Fig 2. MRCP showing hepatolithiasis in the left hepatic duct.


2.8.4 Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP adalah alat diagnostik yang sangat penting dalam kasus


hepatolitiasis. Pemeriksaan penunjang radiologis ini dapat dianggap sebagai gold
standard dalam menegakan diagnosis hepatolitiasis. 5,6,7

Pemeriksaan radiologis ini memiliki keuntungan tambahan, yaitu dapat


digunakan untuk ekstraksi batu, biopsi lesi intraductal dan untuk pemasangan
stent untuk meringankan obstruksi pada kasus kolangitis.5,6,7

2.9 Tatalaksana

Terdapat beberapa tujuan dari pengobatan hepatolitiasis, yaitu :8,9

a) Mengatasi infeksi yang sedang berlangsung


b) Mencegah kolangitis berulang dan fibrosis hati pada kasus kolangitis.
c) Mengurangi kebutuhan akan operasi berulang
d) Mencegah perkembangan hepatolitiasis menjadi cholangiocarcinoma
(kasus yang jarang terjadi).

Tatalaksana dari hepatolitiasis yang utama adalah melalui tindakan


pembedahan. Berikut ini adalah algoritma tatalakasana dari hepatolitiasis.8,9
Fig.1 Algoritma Tatalaksana Hepatolitiasis

Pada kasus hepatolitiasis primer, extracorporeal shock wave lithotripsy


(ESWL) harus dilakukan terlebih dahulu untuk batu kolesterol, hepatektomi harus
dilakukan terlebih dahulu untuk batu kalsium bilirubin yang terletak di duktus
intrahepatik kiri (tipe L) atau kanan (tipe R).8,9

Perkutan transhepatic cholangioscopic lithotripsy (PTCSL) harus


dilakukan terlebih dahulu untuk batu yang terletak di duktus intrahepatik bilateral
(tipe LR) dan batu yang berulang.8,9

Dalam kasus hepatolitiasis sekunder (setelah koledokolitiasis), jika tidak


ada atrofi hati dan tidak ada stenosis duktus intrahepatik, kolangioenterostomi,
drainase tabung T, atau sfingterotomi endoskopik harus dilakukan.8,9

Hepatektomi parsial tetap menjadi pengobatan pilihan utama untuk lesi


yang berhubungan dengan fibrosis hati. Terdapat beberapa indikasi hepatectomny
kiri, yaitu : 8,9

a) Hepatolithiasis unilobular terutama sisi kiri.


b) Fibrosis atrofi dengan abses multipel sekunder hepatolitiasis
c) Terdapat Kolangiokarsinoma intrahepatik
d) Batu intrahepatik multipel dengan striktur bilier yang tidak dapat diobati
secara perkutan atau endoskopi.
2.10 Prognosis

Sepsis bilier berulang, fibrosis hati, dan sirosis adalah komplikasi jangka
panjang yang biasanya disebabkan oleh pengangkatan batu atau striktur yang
tidak adekuat. Tingkat komplikasi untuk kasus hepatolitiasis secara konsisten
berkisar antara 30% hingga 40 ± 5% dalam beberapa penelitian.10

Hepatolitiasis juga memiliki angka rekurensi yang cukup tingi. Hal ini
bergantung pada beberapa faktor, yaitu modalitas pengobatan, ada tidaknya sirosis
bilier, adanya sisa batu serta terjadinya striktur pasca pengobatan.10
BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Hepatolitiasis didefinisikan sebagai batu empedu yang terletak pada semua


saluran empedu dari perifer sampai pertemuan duktus hepatikus kanan dan kiri,
terlepas dari adanya batu empedu di bagian lain dari saluran empedu, seperti
saluran empedu ekstrahepatik dan atau kandung empedu.

Secara klinis pasien dengan hepatolitiasis mungkin asimtomatik atau dapat


muncul gejala seperti nyeri perut kanan atas berulang, demam, ikterus berulang.

Pemeriksaan radiologis, yang dapat membantu menegakkan diagnosis


hepatolitiasis, diantaranya USG abdomen, CT-Scan abdomen dan MRI / MRCP
(magnetic resonance imaging / magnetic resonance cholangiopancreatography).

Tatalaksana dari hepatolitiasis yang utama adalah melalui tindakan


pembedahan. Pada kasus hepatolitiasis primer, extracorporeal shock wave
lithotripsy (ESWL) harus dilakukan terlebih dahulu untuk batu kolesterol,
hepatektomi harus dilakukan terlebih dahulu untuk batu kalsium bilirubin yang
terletak di duktus intrahepatik kiri (tipe L) atau kanan (tipe R).
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhikari L, Achhami E, Bhattarai N, Kandel A, Shrestha AB. Diagnosis


and management of hepatolithiasis in an adult patient: A case report.
Annals of Medicine and Surgery. 2022;82:104788.
2. Shoda J. Hepatolithiasis-Epidemiology and pathogenesis update. Frontiers
in Bioscience. 2003;8(5).
3. Sakpal SV, Babel N, Chamberlain RS. Surgical management of
hepatolithiasis. HPB (Oxford). 2009;11(3):194-202
4. Mahayasa M, Lesmana T. Hepatolitiasis: Kasus Serial di RSUD DR.
Soetomo. Jurnal Bedah Nasional. 2018Jan;2(1):5–16.
5. Dr. Ketan Vagholkar, Dr. Shantanu Chandrashekhar, and Dr. Suvarna
Vagholkar, Hepatolithiasis: A dangerous spectral end point of stone
disease, International Research Journal of Pharmacy and Medical Sciences
(IRJPMS).2018 Volume 1, Issue 6, pp. 78-81
6. Perdue DG, Cass OW, Milla C, Dunitz J, Jessurun J, Sharp HL, et al.
Hepatolithiasis and cholangiocarcinoma in cystic fibrosis: a case series and
review of the literature. Dig Dis Sci. 2007; 52:2638–2642.
7. Jiang H, Wu H, Xu YL, Wang JZ, Zeng Y. An appraisal of anatomical and
limited hepatectomy for regional hepatolithiasis. HPB Surg. 2010;
2010:791625.
8. Lai EC, Ngai TC, Yang GP, Li MK. Laparoscopic approach of surgical
treatment for primary hepatolithiasis: A cohort study. Am J Surg. 2010;
199:716-721.
9. Uchiyama K, Onishi H, Tani M, Kinoshita H, Ueno M, Yamaue H.
Indication and Procedure for Treatment of Hepatolithiasis. Arch Surg.
2002;137(2):149–153.
10. Hijiiwa K, Yamashita H, Yoshida J, Kuroki S, Tanaka M. Current
management and long-term prognosis of hepatolithiasis. Arch Surg. 1995;
130:194-197.

Anda mungkin juga menyukai