Anda di halaman 1dari 27

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjuan Pustaka

1. Rumah Sakit

Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

merupakan tempat kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan

dan kesehatan sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping

pasien, pengunjung maupun lingkungan rumah sakit. Undang-undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa pengelola

tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui

upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga

kerja.

Menurut Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

fungsi rumah sakit adalah:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

kebutuhan medis.

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.
commit to user

6
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian

teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan

pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan

bidang kesehatan.

2. Instalasi Gizi

Instalasi Gizi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

di rumah sakit yang saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan dengan

pelayanan lainnya. Instalasi Gizi di rumah sakit adalah salah satu

pelayanan non medis rumah sakit yang berfungsi untuk mengolah,

mengatur makanan dan minuman pasien setiap hari (Fadila, 2012).

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah bagian yang sangat vital dari

sistem pelayanan paripurna terhadap pasien di rumah sakit. Pelayanan gizi

disesuaikan dengan keadaan pasien, keadaan klinis, status gizi dan status

metabolisme tubuhnya. Keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit yang

berperan dalam mendukung penyembuhan penyakit pada pasien, sangat

ditentukan oleh proses pengelolaan makanan mulai dari bahan makanan

mentah sampai makanan matang yang siap dikonsumsi pasien. Proses ini

akan terlaksana apabila didukung oleh manajemen penyelenggaraan

makanan yang baik. Selain itu, manajemen penyelenggaraan makanan

sebenarnya berfungsi sebagai sistem dengan tujuan menghasilkan

makanan yang berkualitas berkualitas baik (Damanik, 2017).

commit to user
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

3. Jenis Bahaya

Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya

kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat

mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem

kerja (Tarwaka, 2014). Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya

pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang

merugikan.

Secara umum bahaya digolongkan menurut jenisnya sebagai

berikut: bahaya fisik yang meliputi kebisingan, intensitas penerangan yang

kurang, temperatur ekstrim baik panas maupun dingin, getaran yang

berlebihan, radiasi dan sebagainya (Ramli,2010).

a. Bahaya Mekanis

Bahaya mekanis adalah bahaya yang bersumber dari peralatan

mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanis baik yang

digerakkan secara manual maupun dengan bantuan alat penggerak.

Bahaya ini antara lain: terpukul, terbentur, terjepit, tersandung,

kejatuhan peralatan atau benda yang berada di lingkungan kerja.

b. Bahaya Listrik

Bahaya listrik dapat menyebabkan berbagai bahaya, seperti

kebakaran, sengatan listrik dan hubungan arus pendek listrik atau

konsleting.

commit to user
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

c. Bahaya Kimia

Bahaya kimia adalah bahaya yang berasal dari substansi kimia

yang digunakan secara tidak tepat, baik dalam proses pekerjaan,

pengolahan dan penyimpanan. Bahan-bahan tersebut meliputi bahan

yang bersifat racun, merusak, mudah terbakar, penyebab kanker dan

oksidator.

d. Bahaya Fisika

Bahaya fisika merupakan bahaya yang berasal dari faktor fisika

antara lain:

1) Bising dapat menyebabkan penurunan kemampuan indera

pendengaran, sehingga berujung ketulian.

2) Tekanan;

3) Getaran;

4) Suhu panas atau dingin;

5) Cahaya atau penerangan;

6) Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultraviolet atau infra merah.

e. Bahaya Biologi

Bahaya biologi adalah bahaya yang berkaitan dengan makhluk

hidup yang berada di lingkungan kerja seperti virus, bakteri dan jamur

yang dapat menyebabkan atau mendukung timbulnya penyakit akibat

kerja seperti infeksi, alergi dan berbagai penyakit lainnya.

commit to user
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

f. Bahaya Ergonomi

Bahaya ergonomi adalah bahaya yang disebabkan oleh

ketidaksesuaian interaksi antara manusia, peralatan dan lingkungan,

yang berkaitan dengan tata letak yang salah, desain pekerjaan yang

tidak sempurna dan manual handling yang tidak sesuai.

g. Bahaya Psikososial

Bahaya psikososial adalah hasil interaksi antara aspek desain

kerja, organisasi dan pengelolaan pekerjaan, kondisi sosial serta

lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja melalui

persepsi dan pengalamannya. Pajanan bahaya psikososial dapat

mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja serta kesehatan

organisasi seperti produktivitas perusahaan, kualitas produk dan jasa,

dan iklim kerja organisasi. Bahaya psikososial secara umum berkaitan

erat dengan konteks kerja (contohnya gaji dan fasilitas kerja kurang,

hubungan keluarga tidak harmonis sehingga mempengaruhi pekerjaan,

hubungan interpersonal yang tidak baik, komunikasi atasan-bawahan

tidak baik, dan lainnya) dan konten pekerjaan (beban kerja berlebih,

pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan pekerja, kerja lembur, dan

lainnya).

4. Manajemen Risiko

a. Pengertian

Manajemen Risiko menurut Darmawi (2010) adalah suatu usaha

untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam


commit to user
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

setiap kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh efektifitas dan

efisiensi yang lebih tinggi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3 RS manajemen

risiko K3RS adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan untuk

mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara

komperhensif di lingkungan Rumah Sakit. Manajemen risiko

merupakan aktifitas klinik dan administratif yang dilakukan oleh

Rumah Sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan

risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini akan tercapai melalui

kerjasama antara pengelola K3RS yang membantu manajemen dalam

mengembangkan dan mengimplementasikan program Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3), dengan kerjasama seluruh pihak yang berada di

Rumah Sakit.

b. Tahapan Manajemen Risiko

Manajemen risiko terdiri dari beberapa tahapan, yaitu persiapan,

identifikasi, analisis, evaluasi dan pengendalian risiko, komunikasi dan

partisipasi, serta monitoring risiko.

Mengacu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 66 Tahun 2016 tentang tentang K3 RS, proses implementasi

manajemen risiko terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:

1) Persiapan/Penentuan Konteks

Persiapan dilakukan dengan penetapan konteks parameter baik

parameter internal maupun eksternal yang akan diambil dalam


commit to user
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

kegiatan manajemen risiko. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3 RS,

penetapan konteks proses menajemen risiko K3RS meliputi:

a) Penentuan tanggung jawab dan pelaksana kegiatan manajemen

risiko yang terdiri dari karyawan, kontraktor dan pihak ketiga.

b) Penentuan ruang lingkup manajemen risiko keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

c) Penentuan semua aktivitas (baik normal, abnormal maupun

emergensi), proses, fungsi, proyek, produk, pelayanan dan aset

di tempat kerja.

d) Penentuan metode dan waktu pelaksanaan evaluasi manajemen

risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2) Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko merupakan upaya sistematis untuk

mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja (Ramli,

2010). Menurut Tarwaka (2008), pengolahan terhadap potensi

bahaya dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu:

a) Mempelajari potensi bahaya (hazard identification) yaitu

mempelajari prosedur misalnya petunjuk teknis, brosur, leaflet,

Safety Data Sheet (SDS) serta pengenalan bahaya yang ada

maupun risiko yang mungkin timbul.

b) Menganalisis potensi bahaya (hazard analysis) yaitu analisis

yang merupakan identifikasi rangkaian faktor penyebab


commit to user
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

dengan berbagai asuransi dan juga akibat yang timbul dari

potensi bahaya.

c) Penilaian risiko yang mungkin timbul (risk assessment).

d) Meniadakan atau mengendalikan potensi bahaya, penentuan

dan pemilihan tindakan pencegahan serta pengendalian yang

tepat dengan menggunakan hierarki pengendalian (hazard

elimination and risk control).

e) Tindakan penanggulangan potensi bahaya (hazard recovery)

f) Tinjauan ulang untuk mengukur efektivitas penerapan sarana

pengendalian yang telah ditetapkan (review of control).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3 RS identifikasi risiko dilakukan

untuk mengidentifikasi potensi bahaya kesehatan yang terpajan

pada tenaga kerja, pasien, pengantar dan pengunjung yang dapat

meliputi:

a) Fisik, contohnya kebisingan, suhu, getaran, lantai licin.

b) Kimia, contohnya formaldehid, alkohol, ethiline okside, bahan

pembersih lantai, desinfectan, clorine.

c) Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus,

kecoa, kucing dan sebagainya.

d) Ergonomi, contohnya posisi statis, manual handling,

mengangkat beban.

commit to user
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

e) Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan

bawahan, hubungan antar pekerja yang tidak harmonis.

f) Mekanikal, contohnya terjepit mesin, tergulung, terpotong,

tersayat, tertusuk.

g) Elektrikal, contohnya tersengat listrik, listrik statis, hubungan

arus pendek kebakaran akibat listrik.

h) Limbah, contohnya limbah padat medis dan non medis, limbah

gas dan limbah cair.

Menurut Tarwaka (2008), proses identifikasi risiko adalah

sebagai berikut:

a) Membuat daftar semua obyek (mesin, peralatan kerja, bahan,

proses kerja, sistem kerja, kondisi kerja) yang ada di tempat

kerja.

b) Memeriksa semua obyek yang ada di tempat kerja dan

sekitarnya.

c) Melakukan wawancara dengan tenaga kerja yang bekerja di

tempat kerja yang berhubungan dengan obyek-obyek tersebut.

d) Review kecelakaan, catatan P3K dan informasi lainnya.

e) Mencacat seluruh bahaya yang telah diidentifikasi.

3) Analisis Risiko

Menurut Tarwaka (2008), proses analisis risiko adalah proses

menilai apakah risiko dapat diterima atau tidak. Tujuan analisis

commit to user
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

risiko adalah untuk menilai tingkat risiko (rendah/sedang/tinggi)

baik sebelum maupun setelah adanya pengendalian.

Metode analisis risiko penggunaanya tergantung pada sumber

daya yang tersedia di rumah sakit. Berikut adalah metode analisis

risiko menurut pedoman manajemen risiko K3 di Fasyankes :

a) Metode kualitatif

Analisis kualitatif, tingkat risiko dinilai dengan

menggunakan skala deskriptif dan menggunakan sebuah

formulir analisis risiko yang sederhana namun komprehensif.

Pengkategorian dampak (konsekuensi) dan kemungkinan

(probabilitas) disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Kategori Dampak/Konsekuensi


Dampak/Konsekuensi Efek pada Pekerja

Sakit atau cidera yang hanya


Ringan membutuhkan P3K dan tidak
terlalu mengganggu proses kerja
Gangguan kesehatan dan
Sedang keselamatan yang lebih serius dan
membutuhkan penanganan medis,
seperti alergi, dermatitis, Low
Back Pain, dan menyebabkan
pekerja absen dari pekerjaannya
untuk beberapa hari
Gangguan kesehatan dan
Berat keselamatan yang sangat serius
dan kemungkinan terjadinya cacat
permanen hingga kematian,
contohnya amputasi, kehilangan
pendengaran, pneumonia,
keracunan bahan kimia, kanker
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016

commit to user
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Tabel 2. Kategori Kemungkinan/Probabilitas


Kemungkinan/probabilitas Deskripsi
Tidak mungkin Tidak terjadi dampak buruk
terhadap kesehatan dan
keselamatan
Mungkin Ada kemungkinan bahwa
dampak buruk terhadap
kesehatan dan keselamatan
tersebut terjadi saat ini
Sangat mungkin Sangat besar kemungkinan
bahwa dampak buruk
terhadap kesehatan dan
keselamatan terjadi saat ini
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016

Tabel 3. Matriks Risiko


Dampak/Keparahan
Matriks Risiko
Ringan Sedang Berat
Tidak Risiko rendah Risiko rendah Risiko
Kemungkinan
(Probabilitas)

mungkin sedang
Mungkin Risiko rendah Risiko Risiko
sedang tinggi
Sangat Risiko Risiko tinggi Risiko
mungkin sedang tinggi
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016

Tabel 4. Skala Tingkat Risiko


Tingkat Deskripsi Pengendalian
Risiko
Risiko rendah Ada kemungkinan rendah Prioritas 3
bahwa cidera atau gangguan
kesehatan minor saat ini,
dengan dampak kesehatan
yang ringan hingga sedang
Risiko Konsekuensi atau keparahan Prioritas 2
sedang cidera dan gangguan kesehatan
tergolong serius meskipun
probabilitasnya tergolong
rendah
Risiko tinggi Kemungkinan besar terjadinya Prioritas 1
gangguan kesehatan dan cidera
yang moderate atau serius atau
bahkan kematian
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016
commit to user
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

b) Metode Semikuantitatif

Analisis semikuantitatif menggunakan skala dalam

bentuk angka untuk menilai tingkat risiko. Tingkat risiko

merupakan suatu perkalian antara probabilitas/kemungkinan

(P) dan konsekuensi/dampak (K) dari suatu kejadian yang

dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cidera dan sakit.

Dalam analisis semikuantitatif, setiap kategori diberi nilai

dengan angka numerik. Nilai tiap kategori perlu disepakati

dalam tim K3 sebelumnya. Sebagai contoh, konsekuensi,

kemungkinan dan tingkat risiko dikategorikan ke dalam skala

numerik seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5- Tabel 8.

Tabel 5. Kategori Dampak/Konsekuensi


Kategori Dampak/Keparahan
1 Tidak ada dampak
2 Membutuhkan P3K
3 Membutuhkan perawatan medis
4 Menyebabkan cacat permanen
5 Menyebabkan kematian
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016

Tabel 6. Kategori Kemungkinan/Probabilitas


Kategori Kemungkinan/Probabilitas
1 – sangat jarang Terjadi sekali dalam lima tahun
2 – jarang Terjadi sekali dalam 2-5 tahun
3 – mungkin Terjadi sekali dalam 1-2 tahun
4 – sering Terjadi beberapa kali dalam setahun
5 − sangat sering Terjadi dalam hitungan minggu/bulan
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016

commit to user
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Tabel 7. Matriks Risiko


Dampak/Konsukuensi
X 1 2 3 4 5
1 1 2 3 4 5

Kemungkina
n/Probabilit
2 2 4 6 8 10
3 3 6 9 12 15
4 4 8 12 16 20

as
5 5 10 15 20 25
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016

Tabel 8. Tingkat Risiko


Dampak x Tingkat Resiko Keterangan
Kemungkinan Warna
1–3 Rendah
4–6 Sedang
8 – 12 Bermakna
15 – 25 Tinggi
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016

c) Metode Kuantitatif

Analisis kuantitatif melakukan uji yang lebih detail

untuk menentukan tingkat probabilitas/kemungkinan dan

konsekuensi. Dalam analisis kuantitatif, dilakukan pengukuran

pajanan bahaya dengan menggunakan berbagai macam

instrumen dan dibandingkan dengan nilai standar yang sesuai

dengan ketentuan berlaku. Sebagai contoh pengukuran iklim

kerja, pencahayaan (iluminasi), radiasi pengion dan non

pengion, bahan kimia dan mikroorganisme.

Apabila hasil pengukuran tidak sesuai dengan standar,

maka diperlukan tindakan pengendalian. Analisis kuantitatif

umumnya memerlukan sumber daya (manusia dan finansial)


commit to user
yang lebih besar, namun hasil analisisnya lebih akurat. Oleh
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

karena itu umumnya analisis kuantitatif dilakukan sebagai

analisis lanjutan bila diperlukan analisis risiko yang lebih

detail.

4) Evaluasi risiko

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3 RS, evaluasi risiko adalah

proses membandingkan antara hasil analisis risiko dengan kriteria

standar yang digunakan. Dalam tahapan ini diputuskan apakah

pengendalian yang ada telah mencukupi atau perlu dilakukan

pengendalian tambahan. Hasil evaluasi risiko diantaranya adalah:

a) Gambaran tentang sisa risiko yang ada.

b) Gambaran tentang prioritas risiko yang perlu ditanggulangi.

c) Masukan atau informasi untuk pertimbangan penerapan

pengendalian lanjutan.

Tahapan evaluasi juga meliputi penentuan kategori tingkat

risiko K3, apakah termasuk dalam kategori dapat diterima,

moderat, atau penting. Kategori tingkat risiko ini penting untuk

menentukan prioritas pengendalian risiko dan jangka waktu

pengendaliannya. Pengkategorian risiko serta jangka waktu

pengendalian dilakukan agara risiko terkendali dengan lebih

sistematis dan terarah. Berikut adalah kategori tingkat risiko

beserta jangka waktu pengendalian serta tabel evaluasi risiko

menurut pedoman manajemen risiko K3 di Fasyankes:


commit to user
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Tabel 9. Evaluasi dan Prioritas Pengendalian Risiko dengan


Menggunakan Metode Analisis Risiko
Semikuantitatif
Nilai Kategori Kategori Prioritas Jangka
Risiko Nilai Tingkat Pengendalian Waktu
Risiko Risiko Pengendalian
1-3 Rendah Dapat Prioritas 4 Membutuhkan
Diterima pengendalian
dalam waktu
1 tahun.
4-6 Sedang Prioritas 3 Membutuhkan
pengendalian
dalam waktu
6 bulan.
Moderat
8-12 Bermakna Prioritas 2 Membutuhkan
pengendalian
dalam waktu
3 bulan.
15-25 Tinggi Penting Prioritas 1 Membutuhkan
pengendalian
segera
(maksimal
dalam waktu
1 bulan
Sumber : Pedoman manajemen risiko di Fasyankes, 2016

5) Pengendalian risiko

Pengendalian risiko menurut Tarwaka (2014) adalah suatu

urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang

mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara

berurutan. Risiko yang telah diidentifikasi dapat diketahui besar

potensi bahaya akibatnya yang kemudian harus dikelola secara

tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi rumah

sakit.

Dalam melakukan pengendalian, hal yang harus dilakukan

adalah memutuskan dari tindakan terbesar. Jika tidak dapat


commit to user
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

dilakukan maka dengan menurunkan tingkat pengendalian risiko ke

tingkat yang lebih rendah. Menurut Suardi (2007), hirarki

pengendalian risiko adalah:

a) Eliminasi

Eliminasi merupakan proses untuk menghilangkan suatu

bahan atau tahapan proses berbahaya.

b) Substitusi

Substitusi merupakan penggantian material, bahan dan

proses yang mempunyai risiko tinggi dengan yang mempunyai

risiko lebih kecil atau mengganti dengan yang lebih aman.

Sehingga pemaparannya menjadi dalam batas yang masih

diterima. Misalnya risiko menghirup debu dapat dikurangi

dengan memodifikasi proses dengan menggunakan air atau

benda lain yang cocok sebagai alat pembasah pada sumber

debu.

c) Rekayasa Teknik (Engginering Control)

Tindakan pengendalian yang memodifikasi struktur objek

kerja untuk mencegah seseorang terpapar terhadap potensi

bahaya sehingga sumber bahaya dan potensi bahaya yang ada

dapat berkurang. Contoh dari pengendalian rekayasa teknik

yaitu dengan memisahkan sebuah proses dekat tempat kerja,

bisa dilakukan dengan mengadakan barier antara proses

berbahaya dengan para tenaga kerja.


commit to user
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

d) Administrasi

Pengendalian administrasi dengan mengurangi tingkat

risiko atas potensi bahaya yang mungkin timbul dengan cara

melakukan atau menetapkan aturan, prosedur dan cara kerja

yang aman. Contoh dari pengendalian secara administrasi

adalah : melakukan rotasi kerja untuk mengurangi efek risiko,

membatasi waktu atau frekuensi untuk memasuki area,

membuat prosedur, membuat tanda bahaya.

e) Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir dalam

hirarki kontrol. Alat pelindung diri menjadi pilihan terakhir

dikarenakan tidak dapat menghilangkan bahaya melainkan

hanya mengurangi bahaya yang ditimbulkan. Keberhasilan

pengendalian ini tergantung dari alat pelindung diri yang

dikenakan itu sendiri, artinya Alat pelindung diri yang

digunakan haruslah sesuai dan dipilih dengan benar. Alat

pelindung diri wajib digunakan sesuai wilayah kerja.

6) Komunikasi dan Konsultasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3 RS, Komunikasi dan konsultasi

merupakan pertimbangan penting pada setiap langkah atau tahapan

dalam proses manajemen risiko. Rencana komunikasi perlu

dikembangkan baik kepada pimpinan maupun kepada tenaga kerja


commit to user
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

sejak tahapan awal proses pengelolaan risiko. Hal ini diperlukan

karena persepsi risiko dapat bervariasi pada setiap orang.

Berdasarkan pedoman manajemen risiko di Fasyankes terdapat

komunikasi dan konsultasi yang perlu menjadi perhatian yaitu:

a) Komunikasi pengelolaan risiko dengan tenaga kerja yang ada

di rumah sakit

Komunikasi ini diperlukan untuk menyamakan persepsi

tentang bahaya dan risiko yang ada, matriks risiko,

pengendalian, dan sebagainya. Semua proses komunikasi ini

harus tercatat, seperti daftar hadir rapat K3 dan daftar training

K3.

b) Komunikasi tenaga kerja yang ada di rumah sakit dengan

pihak pengelola K3

Hal ini bertujuan memastikan adanya temuan ataupun

masalah K3 di lapangan dapat segera diketahui oleh pengelola

untuk ditindaklanjuti serta memastikan tenaga kerja dapat

melakukan upaya K3 dengan nyaman.

c) Komunikasi internal tim K3

Hal ini bertujuan agar tercipta keharmonisan dalam tim

sehingga terhindar dari perbedaan-perbedaan persepsi terkait

manajemen risiko.

7) Pemantaun dan Telaah Ulang

commit to user
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Menurut pedoman manajemen risiko di Fasyankes,

pemantauan dan telaah ulang merupakan proses untuk melakukan

penilaian efektivitas keseluruhan tahapan manajemen risiko agar

dapat melakukan pengembangan. Tahapan ini juga berfungsi untuk

membuat proses manajemen risiko sesuai dengan kondisi dan

keadaan yang aktual. Pemantauan selama pengendalian risiko

berlangsung perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan-

perubahan yang bisa terjadi. Perubahan-perubahan tersebut

kemudian perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan

perbaikan-perbaikan. Pada prinsipnya pemantauan dan telaah ulang

perlu untuk dilakukan untuk menjamin terlaksananya seluruh

proses manajemen risiko dengan optimal.

5. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak dikehendaki dan

sering kali tidak terduga sehingga dapat menimbulkan kerugian baik

waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam

suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka,

2016).

Kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Tidak diduga semula, oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan

tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan;

b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan

akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun material;


commit to user
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, sekurang-kurangnya

menyebabkan proses kerja.

Kecelakaan kerja hanya dapat terjadi apabila terdapat berbagai

faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses

produksi. Bird and Germain (1986) dalam (Tarwaka, 2016) penyebab

kecelakaan kerja diantaranya sebagai berikut:

a. Lemahnya Kontrol

Ketidaksediaan program dan tidak terpenuhinya standar,

instruksi yang tidak jelas, tidak taat aturan keselamatan, tidak ada

sosialisasi keselamatan kerja serta faktor bahaya tidak dipantau.

b. Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan

persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (substandards).

Sebab utama kecelakaan kerja karena:

1) Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman

(unsafe action) yaitu merupakan tindakan berbahaya dari tenaga

kerja yang mungkin dilatar belakangi oleh berbagai sebab antara

lain:

a) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan (lack of knowledge

and skill);

b) Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (inadequate

capabilty);

c) Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak tampak

(biodilly defect);
commit to user
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

d) Kelelahan dan kejenuhan (fatique and boredom)

e) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe attitude and

habits);

f) Kebingungan dan stres (confuse and stress) karena prosedur

kerja yang baru dan belum dipahami;

g) Belum menguasai/belum trampil dengan peralatan mesin-

mesin baru (lack of skill)

h) Penurunan konsentrasi (difficulty in concentrating) dari tenaga

kerja saat melakukan pekerjaan;

i) Sikap masa bodoh (worker’s ignorance) dari tenaga kerja;

j) Kurang adanya motivasi kerja (improper motivation) dari

tenaga kerja;

k) Kurang adanya kepuasan kerja (low job satisfaction)

2) Kecenderungan sikap yang mencelakai diri sendiri manusia sebagai

faktor penyebab kecelakaan seringkali disebut sebagai “Human

Error” dan sering kali disalah artikan karena selalu dituduhkan

sebagai penyebab terjadinya kecelakaan. Padahal seringkali

kecelakaan terjadi karena kesalahan desain mesin dan peralatan

kerja yang tidak sesuai.

3) Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (Unsafe

Condition) yaitu kondisi tidak aman dari mesin, peralatan, pesawat,

bahan; lingkungan, tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan dan

sistem kerja. Lingkungan dalam arti luas dapat diartikan tidak saja
commit to user
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan

penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat

sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama

tenaga kerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu

konsentrasi.

4) Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber

penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak

sesuai maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang

mengarah kepada terjadinya kecelakaan kerja. Dengan demikian,

penyediaan sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan,

kebolehan dan keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan

sejak desain sistem kerja. Satu pendekatan yang Holistic

(sederhana dan mudah dipahami secara menyeluruh). Systemic

(secara menyeluruh pada sistem yang ada) dan Interdisiplinary

(antar disiplin pada bidang studi) harus diterapkan untuk mencapai

hasil yang optimal, sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah sedini

mungkin. Kecelakaan kerja akan terjadi apabila terdapat

kesenjangan atau ketidak harmonisan interaksi antara manusia

pekerja-tugas/ pekerjaan peralatan kerja.

Menurut Tarwaka (2008), kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan:

a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

1) Terjatuh, tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja;

commit to user
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

2) Tersandung benda atau objek, terbentur pada benda, terjepit antara

dua benda;

3) Terkena arus listrik;

4) Terpapar dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

b. Klasifikasi menurut agen penyebabnya

1) Mesin-mesin, seperti mesin penggerak kecuali motor elektrik,

mesin transmisi, mesin-mesin produksi, mesin-mesin

pertambangan, mesin-mesin pertamina dan lain-lain.

2) Sarana alat angkat dan angkut, seperti forklift, alat angkut kereta,

alat angkut beroda selain kereta, alat angkut diperairan, alat angkut

di udara dan lain-lain.

3) Peralatan lain, seperti bejana tekan, tanur/dapur peleburan, instalasi

listrik, termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas,

tangga, perancah dan lain-lain.

4) Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti bahan mudah meledak,

debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi dan lain-lain.

5) Lingkungan kerja, seperti tekanan panas dan tekanan dingin,

intensitas kebisingan tinggi, getaran, ruang di bawah tanah dan

lain-lain.

c. Klasifikasi menurut jenis luka dan cideranya

1) Patah tulang;

2) Keseleo/dislokasi/terkilir;

3) Kenyerian otot dan kejang;


commit to user
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

4) Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya;

5) Amputasi dan enukleasi (mengeluarkan organ tubuh/mengeluarkan

karena merusak inti);

6) Luka tergores dan luka luar lainnya;

7) Memar dan retak;

8) Luka bakar;

9) Keracunan akut;

10) Aspixia atau sesak nafas;

11) Efek terkena arus listrik;

12) Efek terkena paparan radiasi. Luka pada banyak tempat di bagian

tubuh dan lain-lain.

d. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka

1) Kepala;

2) Leher;

3) Badan;

4) Anggota gerak atas;

5) Anggota gerak bawah.

Menurut Tarwaka (2008) kerugian akibat kecelakaan kerja, secara

garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan

menjadi:

a. Kerugian/Biaya Langsung (Direct Costs) yaitu suatu kerugian yang

dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai

dengan tahap rehabilitasi, seperti:


commit to user
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

1) Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan

keluarganya;

2) Biaya pengobatan pertama pada kecelakaan;

3) Biaya pengobatan dan perawatan;

4) Biaya angkut dan biaya rumah sakit;

5) Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan;

6) Upah selama tidak mampu bekerja;

7) Biaya perbaikan peralatan yang rusak dan lain-lain.

b. Kerugian/Biaya Tidak Langsung (Indirect Costs) yaitu merupakan

kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi sesuatu yang

tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya

kecelakaan. Biaya tidak langsung ini mencakup antara lain:

1) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat

kecelakaan,

2) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu

dan rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan

memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke rumah sakit,

dan lain-lain.

3) Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian,

kehilangan bonus dan lain-lain.

4) Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja

lainnya.

c. Biaya penyelidikan dan sosial lainnya seperti:


commit to user
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

1) Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat

kecelakaan;

2) Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan;

3) Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan

pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan;

4) Merekrut dan melatih tenaga kerja baru;

5) Timbulnya ketegangan dan stress serta menurunnya moral dan

mental tenaga kerja

commit to user
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran

Rumah Sakit

Instalasi Gizi

Faktor Bahaya

Manajemen Risiko

1. Persiapan
2. Identifikasi risiko
3. Analisis risiko
4. Evaluasi risiko
5. Pengendalian risiko
6. Komunikasi dan Konsultasi
7. Pemantauan dan Telaah
Ulang

Dilaksanakan Tidak Dilaksanakan

Risiko Risiko Tidak


Terkendali Terkendali

Tidak terjadi Terjadi


kerugian kerugian

Aman Tidak Aman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

commit to user

Anda mungkin juga menyukai