Anda di halaman 1dari 29

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/349252769

Proses Buku TAHFIDZ 1

Article · February 2021

CITATIONS READS

0 6,382

1 author:

Agus Yosep Abduloh


STAI Miftahul Ulum Tasikmalaya Indonesia
12 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Ulumul Quran Pendidikan Islam View project

Manajemen Pendidikan, Administrasi Pendidikan View project

All content following this page was uploaded by Agus Yosep Abduloh on 12 February 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Dr. AGUS YOSEP ABDULOH, M.Pd.I

Konsep Implementasi Huffadzul Qur’an

TAHFIDZ 1

Pengantar
Prof. Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

i
KATA PENGANTAR

ii
PERSEMBAHAN

DAFTAR ISI

iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
PERSEMBAHAN ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
A. SEJARAH TAHFIDZUL QUR‟AN ................................................ 1
1. DEFINISI TAHFIDZUL QUR‟AN ................................. 7
2. NIAT TUJUAN MENGHAFAL AL QUR‟AN ............... 12
3. SYARAT KETENTUAN MENGHAFAL-QUR‟AN ....... 15
a. Mampu mengosongkan Fikiran Negatif ............................... 16
b. Nasihat sebelum Mulai menghafal Al-Quran....................... 16
c. Niat yang ikhlas ......................................................................... 17
d. Izin dari orang tua (dukungan dan doa) dari wali atau
suami................................................................................................... 17
e. Mampu membaca dengan baik. .............................................. 17
f. Tekad yang kuat dan bulat ....................................................... 18
g. Sabar dan Bersungguh sungguh ............................................. 18
h. Istiqamah. ................................................................................... 19
i. Menjauhkan diri dari maksiat .................................................. 19
j. Waktu dan tempat yang mendukung ..................................... 20
k. Menggunakan Satu Mushaf ..................................................... 20
l. Terikat dengan seorang Guru ................................................. 20
m. Berdo‟a ........................................................................................ 21
n. Selalu mengistiqomahkan mempunyai wudhu ..................... 21
4. TAHAPAN DALAM MENGHAFAL ALQUR‟AN ......... 21
a. Persiapan (isti‟dad) .................................................................... 21
b. Pengesahan (tashih/setor) ....................................................... 22
c. Pengulangan (muroja‟ah/penjagaan) ..................................... 22

B. KEUTAMAAN MENGHAFAL QUR'AN


1. Motivasi Menghafal Qur'an
2. Metode Menghafal Qur'an
3. Motivasi Menghafal Qur'an

C. KEUTAMAAN PENGHAFAL QUR'AN


1. Jadilah Ahlul Qur'an
2. Cita-citaku Hafizh Qur'an
3. Aku pasti bisa Hafal Qur'an
4. Keluarga Ahlulloh

iv
D. KEWAJIBAN TERHADAP AL-QUR'AN
1. Mengimani
2. Membaca
3. Memahami
4. Mentadaburi
5. Mengamalkan
6. Menghafalkan
7. Mendakwahkan

v
KONSEP IMPLEMENTASI
HUFFADZUL QUR’AN

A. SEJARAH TAHFIDZUL QUR’AN

Pesan pertama yang disampaikan Rasulullah SAW kepada umatnya


adalah berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Sunnahnya. Setiap
umat diperintahkan untuk berpegang teguh dan menjalankan isi
kandungan ajaran Al-Qur‟an. Menurut sebagian para ulama, ajaran
Al-Qur‟an berisi tentang aqidah, syariah/ibadah dan akhlak. Dan
sebagian yang lain berpendapat bahwa islam mengandung berbagai
macam dimensi ajarannya.

Di antaranya, adalah dimensi keimanan, intelektual/ilmu, sosial,


spiritual dan akhlak. Perbedaan ini, tentunya tidak perlu
diperdebatkan lagi. Sebab, pada intinya hal ini tidak jauh berbeda
satu dengan lainnya ada keterkaitan dari semua hal tersebut. Umat
Islam memiliki modal yang sangat besar untuk bersatu, karena
mereka beribadah kepada Ilaahi (Tuhan) yang Esa, mengikuti nabi
yang satu, berpedoman kepada kitab suci yang satu, berkiblat
kepada kiblat yang satu. Selain itu, ada jaminan dari Allah dan
Rasul-Nya, bahwa mereka tidak akan sesat selama mengikuti
petunjuk Allah Subhanahu wa Ta‟ala, berpegang-teguh kepada
Alquran dan al Hadits. Allah Subhanahu wa ta‟ala berfirman : Maka
jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka.
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S
Thaha: 123, 124). Dalam menjelaskan kedua ayat ini, Abdullah bin
Abbas berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca
Alquran dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia
tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” [Tafsir
ath Thabari, 16/225].

Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,”Aku telah


tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-
Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi,

1
Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di
dalam At Ta‟zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Al-Qur‟an diturunkan sebagai kitab suci bagi umat Islam.


Kandungan ayat-ayatnya menjadi petunjuk dan pedoman bagi
manusia. Umat Islam mempunyai kawajiban untuk memelihara dan
menjaga kesuciannya dalam rangka melestarikan keotentikan ayat-
ayat Al-Qur‟an Fiman Allah Swt dalam Surah Al Hijr 15: 9 :
Artinya:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya


kami benar-benar memeliharanya.

Dengan adanya jaminan itu, tidak berarti umat Islam terlepas dari
tanggung jawab dan kewajiban untuk memelihara kemurniannya
dari tangan-tangan jahil dan musuh Islam yang tidak henti-hentinya
berusaha mengotori dan memalsukan ayat-ayat Al-Qur‟an. Oleh
sebab itu umat Islam pada dasarnya tetap berkewajiban
memeliharannya. Salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan
kemurnian Al Qur‟an ialah dengan menghafalkannya. Pada masa
permulaan Islam, setiap kali Nabi Muhammad SAW, menerima
wahyu, beliau menyampaikannya kepada para sahabat dan
memerintahkann mereka untuk menghafal dan menuliskannya.

Hampir semua sahabat yang menerimanya mampu menguasai dan


menghafal isi wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW. Tradisi
menghafal Al-Qur‟an dilanjutkan setelah nabi Muhammad SAW
wafat, bahkan sampai saat ini umat Islam senantiasa melakukan
tradisi tersebut sebagai amaliah ibadah dan dalam rangka
memelihara keotentikan ayat-ayat Al Qur‟an. Nabi Muhammad
SAW memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada para
penghafal (hafiz) Al Qur‟an. Beliau bersabada :
“Umatku yang paling mulia adalah para penghafal Al Qur’an (HR.
Tirmizi)

Dalam Hadis lain Nabi SAW bersabda : “Sebaik-baiknya kalian


adalah orang yang memepelajari dan mengajarkan Al Qur’an (kepada orang
lain)” (HR. Al Bukhari).

2
Imam Abdul Abbas dalam kitabnya Asy-Syafi menjelaskan bahwa
hukum menghafal Al-Qur‟an adalah Fardu Kifayah. Jika kewajiban
ini tidak terpenuhi, seluruh umat Islam akan menanggung dosanya.
Oleh karena itu menghafal Al Qur‟an (tahfizul Qur‟an) menjadi
bagian penting dalam Islam. Nash di atas hanya sebagian kecil saja
yang menyebutkan tentang kemuliaan penghafal Al Qur‟an, dan
masih banyak lagi nash lain ynag menjelaskan hal tersebut. Ini
membuktikan bahwa seorang penghafal Al qur‟an (hafizh)
mendapat derajat yang tinggi dimata Allah SWT. Al-Qur‟an turun
kepada Nabi yang Ummi (tidak bisa baca-tulis) dan diutus Allah di
kalangan orang-orang yang Ummi. Karena itu perhatian Nabi
hanyalah menghafal dan menghayati agar beliau dapat menguasai
Al-Qur‟an yang diturunkan. Rasulullah sangat menyukai wahyu,
beliau senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu,
lalu menghafal dan memahaminya. Seperti yang dijanjikan Allah:
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya
(didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (al-Qiyamah:
17).

Proses turunnya Al-Qur‟an terkadang turun hanya satu ayat dan


kadang sampai sepuluh ayat. Setiap kali ayat turun kemudian dihafal
didalam dada dan ditempatkan dalam hati. Bangsa arab secara
kodratnya memunyai daya hafal yang kuat, karena umumnya
mereka buta huruf. Jaminan itu perlu diberikan oleh Allah SWT
mengingat Nabi adalah sumber rujukan para sahabat. Nabi lah yang
kemudian membacakan ayat-ayat Al-Qur‟an kepada para sahabat
baik secara langsung untuk maksud tertentu atau secara tidak
langsung dengan mengulang-ulang membacanya ketika shalat.
Selain itu, sekali dalam setahun, Jibril mengadakan ulangan. Pada
waktu itu Nabi diperintah untuk mengulang memperdengarkan Al-
Qur'an yang telah diturunkan.

Di tahun beliau wafat, ulangan tersebut oleh Jibril sebanyak dua


kali. Nabi sendiripun sering mengadakan ulangan terhadap sahabat-
sahabatnya di depan muka beliau untuk menetapkan atau
membetulkan hafalan atau bacaan mereka. Setiap ayat yang
diturunkan, Nabi menyuruh kepada para sahabat untuk
menghafalnya, dan menuliskannya di batu, kulit binatang, pelapah
kurma, dan apa saja yang bisa dituliskan. Nabi menerangkan tertib
urut ayat-ayat itu. Nabi mengadakan peraturan, yaitu Al-Qur'an saja

3
yang boleh dituliskan, selain dari Al-Qur'an, (Hadits atau pelajaran-
pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi dilarang untuk
dituliskan). Larangan ini dengan maksud agar Al-Qur'an itu
terpelihara, jangan dicampur aduk dengan yang lain-lain yang juga
didengar dari Nabi. Menghafal Al-Quran adalah obyek perhatian
para sahabat Rasulullah SAW setelah wafat beliau. Mereka
berlomba-lomba untuk menghafal, mempelajari dan memahami
maknanya. Mereka saling mendahulukan satu dengan yang lain
berdasarkan jumlah hafalan yang mereka miliki. Mereka saling
membantu dan berbagi hafalan sehingga jumlah mereka yang hafal
Al-Qur‟an tidak terhitung banyaknya.

Di antara para sahabat yang menghafal Al-Qur‟an adalah dari


golongan muhajirin : Abu Bakar, Umar ibn Al-Khatab, Ustman ibn
Affan, Ali ibn Abi Thalib, Thalhah, Ibnu Zubair,dll. Dari golongan
Sebagai gambaran banyaknya jumlah penghafal Al-Qur‟an dapat
kita lihat pada jumlah para penghafal Al-Qur‟an yang gugur dalam
peperangan Yamamah, dalam peperangan ini tujuh puluh Qurra‟
dari para sahabat gugur. Sehingga yang pada akhirnya membuat
Umar Bin Khatab khawatir dan lalu menghadap kepada Abu Bakar
untuk segera membukukan Al-Qur‟an, sebab peperangan
Yamamah telah banyak membunuh para Qurra‟. Banyaknya para
sahabat yang hafal Al-Qur‟an tidaklah mengherankan karena:
1) Secara tradisi mereka sudah terbiasa dan terlatih dalam hafal
menghafal, terutama menghafal syair-syair dan garis
keturunan,
2) Mereka sangat mencintai Al-Qur‟an,
3) Fasilitas tulis menulis yang sangat terbatas. Sampai sekarang
pun Bangsa Arab masih memelihara tradisi hafal-menghafal
tersebut. Ini bisa dilihat ketika bulan Ramadhan banyak
huffadz cilik membaca satu juz setiap malam selama bulan
Ramadhan.

Tradisi menghafal Al-Qur‟an dipelihara umat Islam turun temurun


sepanjang zaman diseluruh dunia, tidak hanya pada bangsa-bangsa
yang berbahasa Arab, tetapi juga pada bangsa-bangsa yang lain,
termasuk Indonesia. Sangat mudah menemukan para penghafal Al-
Qur‟an 30 juz, baik tua maupun muda dan juga anak-anak. Baik
yang mengerti bahasa Arab atau tidak tahu sama sekali. Baik yang
memahami maksud ayat yang dibaca maupun tidak memahaminya.

4
Pengumpulan pada masa Nabi cuma bisa dengan cara menghafal.
Rasulullah sangat menyukai wahyu ia senantias menunggu turunnya
wahyu dengan rasa rindu, lalu pada saat wahyu itu turun, Rasul
langsung menghaal dan memahaminya. Oleh sebab itu, ia adalah
Hafidz (penghafal) pertama dan merupakan contoh paling baik
bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan
mereka kepada pokok masalah dan risalah. Setiap kali ayat turun,
dihafal dan di tempatkan dalam hati, sebab bangsa arab secara
kodrati mempunyai hafalan yang kuat. Pada setiap kali Rasulullah
menerima wahyu yang berupa ayat-ayat Al-Qur‟an beliau
membacanya didepan para sahabat, kemudian para sahabat
menghafalkan ayat-ayat tersebut sampai hafal di luar kepala.
Namun kemudian beliau menyuruh kuttab (penulis wahyu) untuk
menuliskan ayat-ayat yang baru di terimanya itu. Mereka yang
termasyhur adalah; Abu Bakar, Umar bin khatab, ustman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin khaab, zayd bin tsabit, az-
zubayr bin Awwam, Mu‟awiyah bin Abi sufyan, Al-arqam bin
maslamah, Muhammad bin Maslamah, Abban bin Sa‟it bin AL-„As,
Maslamah bin khalid, qais bin Shasha‟ah, Tamim Al-Dari, Salamah
bin Makhlad, Abu Musa AL-Asy‟ari, Uqbah bin Amir, Ummu
faraqah binti Abdillah binti Harits. Selain dalam proses menghafal
alqur‟an Terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan
Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin
Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap
menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media
penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma,
lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana,
potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga
sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah
wahyu diturunkan. Al-Qur‟an adalah kalamullah yang mendapat
jaminan Allah SWT, selalu terpelihara keasliannya. Melalui para
penghafal Al-Qur‟an, kitab suci itu terpelihara dari kesalahan-
kesalahan dan terjaga dari usaha orang-orang yang sengaja ingin
mengubahnya. Maka peranan para penghafal Al-Qur‟an sejak
zaman Rasulullah SAW sampai sekarang bahkan sampai akhir
zaman nanti mempunyai peranan yang sangat penting dalam
melestarikan dan menjaga keasliannya. Menjadi seorang hafidz
adalah sebuah harapan, impian dan cita-cita mulia.

5
Seorang hafidz, juga disebut Rasulullah sebagai keluarga Allah dan
orang yang diberi keistimewaan tersendiri. Oleh karena itu, sejarah
telah menggambarkan, betapa antusiasnya para sahabat dalam
menghafal Al Qur‟an, berbagai cara dilakukan, agar kemuliaan Al
Qur‟an tertambat ke dalam ingatannya, mulai dari mengulang ayat
demi ayat, melantunkan siang-malam, dan membacanya dalam
setiap rakaat shalat. Sampai saat ini, semua aspek yang bersumber
dari Al Qur‟an senantiasa di kaji dan dikembangkan, baik dari segi
teks, bacaan, tulisan, i‟jaz maupun kandungannya yang mencakup
berbagai bidang keilmuan.

Ini adalah salah satu bentuk apresiasi bahwa Al Qur‟an dari


generasi ke generasi selalu dihafal dan terjaga dalam dada para
huffazh Al Qur‟an. Lima belas (15) abad yang lalu Al Qur‟an
diturunkan, sungguh luar biasa, dari waktu ke waktu jumlah
huffadz Al Qur‟an semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya Ma‟had Tahfidz Al Qur‟an. Ternyata, Al Qur‟an
yang berbahasa Arab dengan ketebalan 600 halaman, 114 surah dan
setebal 30 juz itu, telah dimudahkan oleh Allah untuk dihafalkan,
bukan hanya oleh bangsa Arab, tetapi seluruh ummat manusia di
alam semesta. Imam Abdul Abbas dalam kitabnya Asy-Syafi
menjelaskan bahwa hukum menghafal Al-Qur‟an adalah Fardu
Kifayah. Jika kewajiban ini tidak terpenuhi, seluruh umat Islam
akan menanggung

dosanya. Oleh karena itu menghafal Al Qur‟an (tahfizul Qur‟an)


menjadi bagian penting dalam Islam. Nash di atas hanya sebagian
kecil saja yang menyebutkan tentang kemuliaan penghafal Al
Qur‟an, dan masih banyak lagi nash lain yang menjelaskan hal
tersebut. Ini membuktikan bahwa seorang penghafal Al qur‟an
(hafizh) mendapat derajat yang tinggi dimata Allah SWT. Fungsi
lain para huffazh pada masa Nabi adalah bahwa mereka menjadi
penjaga kemurnian (otentisitas) Al Qur‟an. Ketika Zaid ibn Tsabit
mengumpulkan Al Qur‟an pada masa Khalifah Abu Bakar maupun
Khalifah Utsman ibn Affan, maka sebagai dasar dari pengumpulan
dan penulisan itu terdiri dari dua macam, yaitu: tulisan atau catatan
yang masaih berserakan di pelepah kurma, kulit atau tulang, serta
hafalan para huffazh.

6
1. DEFINISI TAHFIDZUL QUR’AN

Tahfidz yang berarti menghafal, menghafal dari kata dasar hafal


yang dari bahasa arab hafidza - yahfadzu - hifdzan, yaitu lawan dari
lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Secara bahasa Al-Quran
berasal dari bahasa Arab , yaitu qaraa-yaqrau-quraanan yang berarti
bacaan. Hal itu dijelaskan sendiri oleh Al-Quran dalam Surah Al-
Qiyamah ayat 17-18 yang Artinya :
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. QS. Al-Qiyamaah 17-18

Kata Hafadza, jika dinisbatkan kepada Allah SWT maknanya


adalah menjaganya dari tabdil (penggantian), taghyir (perubahan)
dan tahrif (penyelewengan) serta penambahan dan pengurangan.
Sementara kata hafadza jika dinisbatkan kepada makhlukNya, maka
maksudnya adalah menghafal, mengamalkan isinya dan
menyibukkan diri untuk berinteraksi dengan Al-Quran baik berupa
tadabbur Quran, istinbatul-ahkam, mengajar Al-Quran dan
mempelajarinya Menurut etimologi, kata menghafal berasal dari
kata dasar hafal yang dalam bahasa Arab dikatakan al-Hifdz dan
memiliki arti ingat. Maka kata menghafal juga dapat diartikan
dengan mengingat. Mengingat, menurut Wasty Soemanto berarti
menyerap atau meletakkan pengetahuan dengan jalan pengecaman
secara aktif.

Dalam pengertian secara terminologi, istilah menghafal mempunyai


arti sebagai, tindakan yang berusaha meresapkan ke dalam pikiran
agar selalu ingat. Menghafal adalah suatu aktifitas menanamkan
suatu materi di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diingat
kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Menghafal
merupakan proses mental untuk mencamkan dan menyimpan
kesan-kesan, yang suatu waktu dapat diingat kembali ke alam sadar.
Hal ini merupakan salah satu kegiatan mulia lagi bermanfaat di
dalam agama Islam. Ulama telah banyak menerangkan tentang
fadilah, manfaat dan keistimewaan kegiatan tersebut. Maka,
Tahaffudz Al-Qur‟an adalah membaca Al-Qur‟an dengan perlahan,
sebagai proses pentransferan Al-Qur‟an kedalam hati (dihafal). Misi
utama dan urgensi diturunkannya Al-Quran kepada Rasulullah
SAW adalah untuk dihafal, kemudian membacakannya kepada

7
manusia dengan perlahan-lahan (tadabbur) agar mereka
menghafalnya.selain itu aktifitas ini merupakan salah satu bentuk
menjaga serta melestarikan semua keaslian al-Quran baik dari
tulisan maupun pada bacaan dan pengucapan atau teknik
melafalkannya. Seseorang yang telah hafal Al-Qur‟an secara
keseluruhan disebut dengan huffazhul Qur‟an, Pengumpulan Al-
Qur‟an dengan cara menghafal (Hifzhuhu) ini dilakukan pada masa
awal penyiaran agama Islam, karena Al-Qur‟an pada waktu itu
diturunkan melalui metode pendengaran. Pelestarian Al-Qur‟an
melalui hafalan ini sangat tepat dan dapat dipertanggung jawabkan.

Menurut Abdul Aziz Abdul Ra'uf definisi menghafal adalah


“proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau
mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi
hafal.” Ada pula tahfidz yang bemakna menghafal dan tadabbur
(mendalami, memahami). Sehingga seorang muslim tidak hanya
sekedar membaca Al Qur‟an saja, tapi juga menghafal ,
memahaminya dan setelah itu mengamalkannya.Oleh sebab itu, Ia
adalah hafidz (penghafal) Qur‟an pertama merupakan contoh
paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya. Setiap kali
sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati,
sebab bangsa arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal
yang kuat. Hal ini dilakukan dengan catatan hati mereka, umumnya
mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-
syair dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan hati mereka.
Sedangkan tahfidz Al-Qur‟an terdiri dari dua suku kata, yaitu
tahfidz dan Al-Qur‟an, yang mana keduanya mempunyai arti yang
berbeda. Pertama tahfidz yang berarti menghafal, menghafal dari
kata dasar hafal yang dari bahasa arab hafidza - yahfadzu - hifdzan,
yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa.

Ke dua Al Qur‟an, Ditinjau dari bahasa, Al Qur'an berasal dari


bahasa arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata
kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu
yang dibaca berulang-ulang. Menurut Asy-Syafi‟i, lafadz Al-Qur‟an
itu bukan musytaq, yaitu bukan pecahan dari akar kata manapun
dan bukan pula berhamzah, yaitu tanpa tambahan huruf hamzah di
tengahnya. Sehingga membaca lafazh Al-Qur‟an dengan tidak
membunyikan ”a”. Oleh karena itu, menurut Asy-syafi‟i lafadz
tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah yang

8
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun beberapa
pendapat dalam pengertian Al-Qur‟an menurut istilah antara lain:

1) Al-Qur‟an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada


Nabi Muhammad SAW dan membacanya termasuk ibadah.
2) Pengertian Al-Qur‟an menurut Departemen Agama dalam
Al-Qur‟an dan terjemahannya adalah kalam Allah SWT yang
merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan ditulis dimushaf dan diriwayatkan
dengan jalan mutawattir dan yang membacanya dianggap
beribadah.
3) Menurut Hasbi Ash-Shiddiqy, Al-Quran adalah kalam Allah
SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ditulis
dalam mushaf, yang berbahasa arab yang telah dinukilkan
(dipindahkan) kepada kita dengan jalan yang mutawattir, yang
dimulai dengan surat Al-Fatihah disudahi dengan surat An-
Nas.

Sedangkan menurut Caesar E. Farah, Qur‟an in a literal sense


means ”recitation,”reading”. Artinya, Al-Qur‟an dalam sebuah
ungkapan literal berarti ucapan atau bacaan. Kemudia menurut
pendapat Mana‟ Kahlil al-Qattan sama dengan pendapat Caesar E.
Farah, bahwa lafazh Al-Qur‟an berasal dari kata qara-a yang artinya
mengumpulkan dan menghimpun, qira‟ah berarti menghimpun
huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya ke dalam
suatu ucapan yang tersusun dengan rapi. Sehingga menurut al-
Qattan, Al-Qur‟an adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a yang
artinya dibaca.

Setelah melihat definisi menghafal dan Al-Quran di atas dapat


disimpulkan bahwa Tahfidz Al-Quran adalah proses untuk
memelihara, menjaga dan melestarikan kemurnian Al-Quran yang
diturunkan kepada Rasulullah saw di luar kepala agar tidak terjadi
perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik
secara keseluruhan maupun sebagiannya. Kedua kata Al-Qur‟an,
menurut bahasa Al-Qur‟an berasal dari kata qa-ra-a yang artinya
membaca, para ulama‟ berbeda pendapat mengenai pengertian atau
definisi tentang Al-Qur‟an. Proses untuk merealisasikan penjagaan
kemurnian dan keotentikan Al qur‟an pasti membutuhkan proses

9
yang panjang hal ini perlu adanya wadah dan system yang tepat ,
salah satu hal awal yang di lakukan adalah dengan adanya
pembelajaran dan pengajaran yang dapat mendukung sepenuhnya.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengajaran Al-Qur‟an
adalah pemberian ilmu pengetahuan atau ketrampilan membaca
dari seorang pendidik kepada orang lain (anak didik), sehingga anak
didik dapat memiliki pengetahuan dan pengertian dalam membaca.

Pengajaran adalah sesuatu tugasan dan aktiviti yang diusahakan


bersama oleh guru dan muridnya. Pengajaran ini adalah
dirancangkan guru secara sisitematik dan teliti untuk
melaksanakannya dengan kaedah dan teknik mengajar yang sesuai,
membimbing, menggalak dan memotivasikan murid supaya
mengambil inisiatif untuk belajar, demi memperolehi ilmu
pengetahuan dan menguasai kemahiran yang diperlukan, ada
beberapa syarat dan rukun yang merupakan cirri dari pengajaran
tersebut yaitu:
1) Adanya guru sebagai pengajar dan murid sebagai
pembelajar,dalam satu wadah (satu lingkungan yang bersama)
2) Tujuan yang husus yang di jadikan fisi dan misi pembelajaran
tersebut
3) Melibatkan instruksi diikuti dengan latihan, indoktrinasi dan
pelaziman,
4) Melibatkan proses pemikiran dan penggunaan bahasa atau
symbol, yang menjembatani prosesnya
5) Dengan adanya kaitan dengan penugasan dan pencapaian
pembelajaran (Evaluasi pembelajaran),
6) boleh dijalankan dengan aktiviti berpusatkan guru, murid dan
gabungan guru-murid serta berpusatkan sumber pembelajaran
7) meliputi rancangan pembelajaran
8) proses yang melibatkan interaksi dua hal, baik dari alokasi
waktu dan kegiatannya.
9) Model dan metode yang sesuai agar kondusif Selain pengajaran
harus juga di lengkapi dengan prosesnya yaitu pembelajaran
yang tepat. Pembelajaran adalah suatu proses seseorang dalam
belajar.

Yang dimaksud dengan belajar menurut pengertian secara


psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

10
lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan-
perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah
laku. Beberapa ahli memberikan pengertian belajar seperti diuraikan
dibawah ini:
a. Sardiman A. M. bahwa belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa
raga, psikofisik menuju keperkembangan pribadi manusia
seutuhnya yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa.
b. Drs. Slamet menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sehingga hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
c. Morgan, dalam buku Intriduction to Psychology mengemukakan
bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan
atau pengalaman.
d. Witherington, dalam buku Education Psychology bahwa
belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu
pengertian.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar


adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungan. Syarat dan rukun dalam prosesnya di
antaranya adalah:
a. Satu proses yang berterusan,( secara Musafahah)
b. Secara formal melalui sekolah dan non formal,melalui
pendidikan diniyah, pesantren dan selain itu ada yang
dapat di lakukan melalui, membaca sendiri, formal melalui
rakan sebaya, keluarga, media massa, persekitaran.
c. Mempunyai teori-teori atau mazhab pembelajaran,
d. Empat mazhab pembelajaran utama – behavioris,
kognitif, sosial dan humanis. Dari dua hal di atas dapat
menjadi sebuah fasilitas yang dapat mengatur efektifitas
dari sebuah proses pembelajaran tahfidzul qur‟an.

Menurut Abdul Aziz Abdul Ra‟uf definisi menghafal adalah


“proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau

11
mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi
hafal.” Husunya dalam proses menghafalkan Al Qur‟an, prioritas
utama adalah doktrin guru kepada murid tentang membaca sendiri
yang di sebut dengan istilah tadarrus terus menerus, sebab program
menghafal Al-Qur‟an adalah dengan mutqin (hafalan yang kuat)
terhadap lafazh-lafazh Al-Qur‟an dan menghafal makna-maknanya
dengan kuat yang memudahkan untuk menghindarkannya setiap
menghadapi berbagai masalah kehidupan, yang mana Al-Qur‟an
senantiasa ada dan hidup di dalam hati sepanjang waktu sehingga
memudahkan untuk menerapkan dan mengamalkannya.

2. NIAT TUJUAN MENGHAFAL AL QUR’AN

Dalam rangka mewujudkan Keinginan hati untuk melakukan suatu


amalan menghafal Al Qur‟an serta amalan yang lain, baik amalan
dunyawi maupun ukhrowi harus di mulai dari niat yang baik dan
tulus. sebab Niat merupakan perkara yang di utamakan dan di
anjurkan dalam Islam. Hal tersebut sangatlah penting mulai dari
niat segi dzohir dan batin, karna dari niat akan mewujudkan
keberhasilan yang sesuai dengan yang kita harapkan. Sampai-
sampai Rasulullah shallallahu‟alaihi wasallam mengabarkan bahwa
segala amal perbuatan itu tergatung pada niatnya. Seorang
mendapatkan buah dari amalannya sesuai keadaan niat dalam
hatinya. Dalam sebuah hadist yang masyhur, disampaikan oleh
sahabat Umar bin Khatab radhiyallahu‟anhu,
Nabi shallallahua‟laihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan
mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR Bukhari & Muslim)

Oleh karenanya para ulama memberikan perhatian cukup besar


terhadap perkara niat. Sampai-sampai mereka mengarang sebuah
kitab yang hanya membahas permasalahan niat. Sebut saja Abu
Bakr bin Abid Dun-ya rahimahullah, beliau telah mengarang
sebuah kitab yang khusus membahas permasalahan ini. Judulnya
Al-ikhlas wan Niyyah (ikhlas dan niat). Ini menunjukkan bahwa
niat tak bisa dipandang sebelah mata.

Dan seorang akan menyadari urgensi niat bila ia mengerti betapa


besar fungsi daripada niat ini. Ibnun Nujaim dan Imam as-Suyuthi
menerangkan pembahasan tujuan niat dengan pembahasan yang

12
sangat lengkap. Tujuan utama niat adalah untuk membedakan
antara ibadah dengan adat, dan juga untuk membedakan antara
tingkatan-tingkatan ibadah.

Mengaplikasikan niat dalam melakukan suatu amal ibadah agar


amal yang dilakukan tidak sia-sia, hal ini sangat penting karena
makna niat sebenarnya tidak hanya sebatas bermaksud untuk
melakukan suatu amal saja, melainkan amal tersebut harus
bersandar dengan ketentuan yang sudah digariskan Islam.

Imam Fudlail bin „Iyad dalam menafsirkan ayat 2 surat Al-Mulk


“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa
di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun” “siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya”
kalimat ini di tafsirkan bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut
adalah orang yang melakukan amalnya dengan ikhlas dan benar,
selanjutnya Imam Fudlail bin „Iyad mengatakan bahwa
“Sesungguhnya apabila melaksanakan amal dengan ikhlas namun tidak
benar maka tidak akan diterima, apabila amal itu benar namun tidak
ikhlas maka tidak akan diterima, sehingga amal yang diterima itu harus
ikhlas dan benar. Amal yang ikhlas adalah karena Allah swt semata dan
amal yang benar itu adalah sesuai dengan Kitab Allah swt dan Sunnah
Rasulullah SAW.”

Selain itu Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalani mengatakan


“Sesungguhnya niat itu kembali pada ikhlas, dan ikhlas adalah satu
untuk Yang Satu tiada sekutu bagi-Nya.” Imam Baidlawi
berpendapat “Maksud yang terarah dalam melaksanakan suatu amal
ibadah hanya mencari Keridhaan Allah dan dalam pelaksanaannya
mentaati hukum-Nya.”

Al-Allamah Ibnu Qayyim berkomentar tentang niat : Sebagian


Ulama Salaf mengatakan, tidaklah suatu pekerjaan meskipun kecil,
melainkan dibentangkan kepadanya dua catatan, yaitu mengapa
dan bagaimana? yakni mengapa kamu melakukan dan bagaimana
kamu melakukan?

Dari semua pendapat di atas jelas bahwasannya untuk dapat


diterimanya amal harus memenuhi persyaratan yang tekandung
dalam makna niat tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu

13
Hajar Al-Asqalani bahwa niat itu adalah satu untuk Yang Satu,
mengandung pengertian bahwa amal harus sesuai dengan peraturan
yang telah digariskan oleh yang Satu (risalah Islam sebagai hukum
yang buat oleh Allah swt), sehingga untuk menuju Yang Satu
tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan. Senada
dengan keterangan di atas yaitu yang disampaikan Imam Baidlawi
bahwa berniat dengan maksud yang terarah hanya untuk meraih
Ridha Allah SWT dan pula dalam amalnya tersebut mengikuti dan
tunduk pada cara yang telah di gariskan Allah swt. Dengan
demikian bahwa apabila seorang muslim berniat untuk melakukan
ibadah hanya menuju Ridha Allah tapi tanpa mengikuti tata cara
ibadah yang di ajarkan Rasulullah saw maka dia tidak akan sampai
amalnya kepada Allah swt karena persyaratan mutlak untuk tunduk
pada hukum Allah tidak terpenuhi. Jadi sebagai manusia yang
beriman dalam melakukan sebuah amal ibadah hususnya dalam
menghafal Al qur‟an, harus membersihkan tujuan yang lain kecuali
hanya Allah semata dan amal ibadah yang dilakukan harus sesuai
dengan ketentuan Syari‟at, tidak bisa seorang muslim melaksanakan
ibadah hasil dari buah fikirannya sendiri yang mereka anggap baik
sebab semua amalan itu sebenarnya telah di tentukan dan telah di
uswahkan oleh rosululloh sehingga ilmu nya jelas.

Keikhlasan niat dalam menghafal al-Quran akan sangat kuat


pengaruhnya jika didasari pemahaman tentang keutamaan atau
kemuliaan menghafal al-Quran. Seorang pengajar Al-Quran dari
palestina berkata : Masalah menghafal al-quran bukanlah maslah
ihtihad dan bukan masalah bisa atau tidak bisa. Karena manusia
telah Allah ciptakan memiliki kemampuan dalam banyak hal.
Masalah menghafal al-quran adalah masalah pemahaman. Apakah
kita memahami nilai Al-quran ? apakah kita memahami kebaikan
Al-quran ? apakah kita memahami kemuliaan Al-quran ? Apa yang
akan kita lakukan dengan membawa al qur‟an? Dan mau apa kita ke
depan dengan Al Qur‟an? Jika kita memahami kita semua maka
setelah itu masalahnya akan menjadi sangat mudah.Bahkan beliau
berkata : Jika ada sesuatu yang mengalahkan Al-quran dihatimu,
ada sesuatu yang lebih engkau cintai daripada al-quran, maka tidak
ada gunanya engkau capek-capek menghafal al-quran. Prinsipnya
ketika mau menghafal al-quran, kita harus bertanya pada diri sendiri
: Untuk apa sih saya menghafal al-quran ? apa sih sebenarnya yang

14
saya cari atau yang saya inginkan ? apa sih yang akan saya dapatkan
?

Di antara niat dan tujuan secara umum, dalam rangka


menghafalkan alqur‟an adalah:
1) Taqorrub ilalloh sebagai pengabdian seorang hamba kepada
sang pencipta
2) Mengharap, hidayah, sa‟adah,ridho dari Alloh SWT dan
keselamatan dunia akhirat.
3) Menjadi Ahlulloh, dengan tawassul berharap syafaat dari
alqur‟an dan syafaat dari Rosululloh SAW.
4) Menjadi manusia yang Cinta kepada Al Qur‟an
5) Menjadi golongan muslim yang selalu menjaga kemurnian Al
qur‟an
6) Mendapatkan hikmah dan fadilah dari alqur‟an
7) Menjadi manusia yang memahami dan mengamalkan
kandungan al qur‟an
8) Melanjutkan perjuangan para ulama‟ dalam mensyiarkan al
qur‟an.

3. SYARAT KETENTUAN MENGHAFAL-QUR’AN

Membersihkan diri dari fikiran, teori, atau permasalahan yang akan


mengganggu proses hafalan itu sangat penting, ini ditujukan agar
konsentrasi yang telah kita bentuk dengan baik tidak hilang
percuma, juga membersihkan diri dari segala suatu perbuatan yang
akan merendahkan nilai studinya, kemudian menekuni dengan baik
dengan hati terbuka, lapang dada dan tujuan yang suci. Kondisi
seperti ini akan tercipta apabila kita mampu mengendalikan diri kita
dari perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti ujub, riya', dengki, iri
hati, tidak qonaah, tidak tawakkal dan lain-lain.

Menghafal Al-Qur‟an adalah pekerjaan yang sangat mulia, Akan


tetapi menghafal Al-Qur‟an tidaklah mudah seperti membalikan
telapak tangan, oleh karena itu ada hal-hal yang menjadi syarat
sebelum menghafal, agar dalam proses menghafal tidak begitu
berat. Diantara beberapa hal yang harus terpenuhi sebelum
seseorang memasuki periode menghafal Al-Qur‟an ialah :

15
a. Mampu mengosongkan Fikiran Negatif

Mengosongkan pikiran lain yang sekiranya mengganggu dalam


proses menghafal merupakan hal yang penting. Dengan kondisi
yang seperti ini akan memepermudah dalam proses menghafal
Al-Qur‟an karena benar-benar fokus pada hafalan Al-Qur‟an.
Dalam hal ini yaitu Mampu mengosongkan benaknya dari
pikiran-pikiran dan teori-teori, atau permasalahan-permasalahan
yang sekiranya akan mengganggunya.

b. Nasihat sebelum Mulai menghafal Al-Quran

Perlu di ketahui bahwa kita sebenarnya mempunyai


kamampuan akal yang hebat dan mampu menghafal dalam
jumlah lebih jika kita melatih daya ingat untuk itu dan perlu
diketahui juga bahwa manusia yang jenius sekalipun ternyata
baru menggunakan 3% dari kemampuan otak mereka. Ini
berarti manusia hanya menggunakan sebagian kecil dari
kemampuan otaknya yang di anugrahkan sang pencipta yang
maha pemurah. Karena itu, hindarilah benar-benar ucapan
“Aku tidak bisa menghafal sebanyak ini apa pun bentuknya”.
Latihlah otakmu dan kamu mampu menghafal lebih. Tetapi itu
tidak berarti kamu harus membebani dirimu di atas batas
kemampuan.

Cobalah bayangkan, seandainya dirimu adalah seorang Hafiz


Al-Quran Al-Kalam. Yakinkan dirimu bahwa dalam sehari
kamu mampu menghafal sejumlah ayat yang kamu inginkan
sesuai program tahfizmu. Akal sehat akan membenarkan hal itu
dan mengatakan kepadamu “Ya akulah hambamu yang patuh.
Aku akan menundukan seluruh inner powermu guna
mewujudkan tujuan itu.” Sebaliknya, bila kamu mengatakan
kepada dirimu sendiri kalau hal itu tidak mungkin, maka
otakmu akan mengatakan,”Kamu benar, itu tidak mungkin.”
Otakmu pun lantas tertidur.

Klasifikasikan dirimu, apakah kamu termasuk tipe orang yang


bergantung pada indera pendengaran dalam penghafalan Al-
Quran, atau kamu tipe orang yang suka mengulang-ulang ayat-
ayat tersebut di telingamu sampai kamu hafal? Ataukah kamu

16
termasuk tipe orang yang bergantung pada indra pengihatan,
yang menghafal format halaman dan mengesankannya di dalam
pikiran? Berdasarkan hal it, berkonsentrasilah pada sarana atau
alat sesuai untukmu dalam mengahfal, dengan tetap melakukan
variasi .(menurut Muhammad Habibillah Muhammad Asy-
Syinqithi (2011: 73).

c. Niat yang ikhlas

Niat adalah syarat yang paling penting dan paling utama dalam
masalah hafalan Al-Qur‟an. Sebab, apabila seseorang melaukan
sebuah perbuatan tanpa dasar mencari keridhaan Allah semata,
maka amalannya hanya akan sia-sia belaka. Jadikanlah niat dan
tujuan menghafal Al Qur‟an untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta‟ala. Janganlah tujuan kita menghafal Al Qur‟an untuk
meraih kedudukan di tengah-tengah manusiam, meraup
keuntungan dunia, upah atau hadiah. Ikhlas dan ikhlas-lah
dalam menghafalnya. Karena ingatlah Allah tidak menerima
sedikit pun dari amalan yang tidak ikhlas, yang tercampur
kesyirikan di dalamnya. Allah tidak mau diduakan dalam ibadah,
termasuk dalam menghafal kalam-Nya. Allah Ta‟ala berfirman,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan
(menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).

d. Izin dari orang tua (dukungan dan doa) dari wali atau
suami.

Semua anak yang hendak mencari ilmu atau menghafalkan Al-


Qur‟an, sebaiknya terlebih dahulu meminta izin kepada kedua
orang tua dan kepada suami (bagi wanita yang sudah menikah).
Sebab, hal itu akan menentukan dan membantu keberhasilan
dalam meraih cita-cita untuk menghafalkan Al-Qur‟an.

e. Mampu membaca dengan baik.

17
Memperbaiki bacaan, adalah prioritas utama sebelum
menghafal Al Quran. Oleh karena itu, seseorang yang ingin
menghafal Al Quran, maka ia wajib memperbaiki bacaannya
terlebih dahulu.

Sehingga kualitas hafalannya menjadi sempurna. Jangan sampai


ayat-ayat atau surah yang telah ia hafalkan tersebut, ternyata
panjang/ pendeknya masih bermasalah, ini akan memicu
kegagalan untuk proses berikutnya. Nah, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah memahami Dasar-dasar Makharijul
Huruf, Shifatnya dan Kaidah Tajwid lainnya.Sebelum penghafal
Al-Qur‟an memulai hafalannya, hendaknya penghafal mampu
membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar, baik dalam Tajwid
maupun makharij al-hurufnya, karena hal ini akan
mempermudah penghafal untuk melafadzkannya dan
menghafalkannya. Terutama harus sudah pernah mengaji
alqur‟an dari awal sampai akhir dengan di gurukan agar bacaan
dan ilmunya dapat di pertanggungjawabkan.

f. Tekad yang kuat dan bulat

Tekad yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantar


seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau
menjadi perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan
datang merintanginya hal tersebut di mulai dari diri sendiri,
serta dukungan dari lingkungan serta kondisi yang kondusip
untuk menghafal. Sebagaimana firman Allah swt berikut:
Artinya: “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh
sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Israa‟: 19).

g. Sabar dan Bersungguh sungguh

Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat


penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal Al-
Qur‟an. Hal ini disebabkan karena dalam proses menghafal Al-
Qur‟an akan banyak sekali ditemui berbagai macam kendala

18
serta membutuhkan waktu yang lumayan panjang dalam
menempuhnya.

h. Istiqamah.

Yang dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten, yaitu tetap


menjaga keajekan dalam menghafal Al-Qur‟an. Dengan
perkataan lain penghafal harus senantiasa menjaga kontinuitas
dan efisiensi terhadap waktu untuk menghafal Al-Qur‟an,
sedikit demi sedikit selalu berjalan.

i. Menjauhkan diri dari maksiat

Perbuatan maksiat dan perbuatan tercela merupakan sesuatu


perbuatan yang harus dijauhi bukan saja oleh orang yang sedang
menghafal Al-Qur‟an, tetapi semua kaum muslim umumnya.
Karena keduanya mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa
dan mengusik ketenangan hati, sehingga akan menghancurkan
istiqamah dan konseantrasi yang telah terbina dan terlatih
sedemikian bagus. modal yang utama lagi bagi penghafal qur‟an
adalah ia harus menjauhi maksiat. Maka ia tidak hobi
mendengar musik, menjauhi pacaran dan pantangan maksiat
lainnya. Karena itu tentu saja akan mengganggu hafalannya.

Allah Ta‟ala berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya


apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al
Muthoffifin: 14)

Mujahid rahimahullah mengatakan, “Hati itu seperti telapak


tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat
dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika
berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup
telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari
lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh
telapak tangan tadi tertutupi oleh jari-jemari.” (Fathul Qodir,
Asy Syaukani, Mawqi‟ At Tafasir, 7: 442).

Jika hati semakin kelam, maka akan sulit melakukan ketaatan,


sulit menghafal dan melekatkan Al Qur‟an pada hati.
Selanjutnya Imam Syafi‟i berkata, “Aku pernah mengadukan

19
kepada Waki‟ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau
menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau
memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya
Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I‟anatuth
Tholibin, 2: 190).

Ingat sekali lagi bahaya maksiat dan dosa bagi penghafal Al


Qur‟an. Ini pantangan berat yang mesti dijauhi. Semoga dengan
taufik Allah, kita bisa menghindari maksiat dan berbagai macam
dosa.

j. Waktu dan tempat yang mendukung

Maksudnya adalah mencarai waktu yang tepat atau waktu


dimana tingkat fokusnya lebih tinggi, contohnya ketika fajar ,
ketika malam hari dan waktu yang tenang mendukung untuk
menghafal.bukan hanya waktu tempat juga sangat berpengaruh
dalam konsentrasi kita, oleh karna itu membutuhkan tempat
yang tenang,nyaman, dan pas untuk kita tempati untuk
menghafal.

k. Menggunakan Satu Mushaf

Tujuannya Adalah untuk memantapkan hafalan. Karena


menghafal ibarat merekam, apabila saat merekam terdapat
suara-suara „lain‟, maka semua akan ikut terekam. Hindarilah
berganti-ganti mushaf saat menghafal, karena itu akan
menjadikan kita tambah bingung. Sebaliknya, jika yang
digunakan hanyalah satu mushaf saja, maka kita akan
mendapatkan „kekuatan lain‟, yakni lebih mudah untuk
mengingat tulisan atau halaman.

l. Terikat dengan seorang Guru

Yang terpenting dalam menghafal Al Quran adalah adanya


keterikatan dengan seorang guru hafidz, karena pengikat
pertama dalam menghafal Al Quran adalah bersandar pada
talaqqi, sehingga dengan bimbingan seorang guru para calon
hafidz dapat terarahkan dengan sempurna dalam menyelesaikan
hafalanya. Begitu juga, sang guru akan selalu membimbing dan

20
memotivasi muridnya di saat si murid mengalami
kejenuhan.secara pertanggung jawaban akhiratnya seorang guru
yang akan menjembatani sampai kepada syafaat dan
kebahagiaan yang haqiqi duni akhirat.

m. Berdo’a

Selalu mengerjakan sholat berjama‟ah dalam sholat maktubah


serta memperbanyak melakukan sholat sunnah di lanjutkan
berdzikir tujuannya agar selalu di tuntun oleh Allah SWT
sehingga sukses dalam menghafalkan Al-Qur‟an, selain
berusaha yang maksimal harus di sertai dengan doa sebab usaha
tanpa doa itu sombong, dan doa tanpa usaha itu kosong, kedua
hal tersebut harus seimbang agar dapat menghasilkan hafalan
yang baik dan maksimal.

n. Selalu mengistiqomahkan mempunyai wudhu

Selalu mengistiqomahkan mempunyai wudhu yaitu (selalu


kondisi suci dari hadas kecil dan besar) Hendaklah orang yang
membaca al Quran dalam keadaan suci maksudnya memiliki
wudhu (suci dari hadats kecil). Selain itu dianjurkan juga agar
pakaian, badan dan tempatnya bersih. Namun di sini ada
perbedaan pendapat tentang anak kecil. Apakah dia harus
berwudhu atau tidak saat hendak memegang mushaf al Quran.
Untuk lebih berhati hati sebaiknya dia harus berwudhu.

4. TAHAPAN DALAM MENGHAFAL ALQUR’AN

Selanjutnya Ada tiga tahap utama yang harus dilakukan seorang


penghafal Al-Qur‟an, yaitu:

a. Persiapan (isti’dad)

Kewajiban utama penghafal al-qur‟an adalah harus


menghafalkan setiap harinya minimal satu halaman dengan
tepat dan benar dengan memilih waktu yang tepat untuk
menghafal. Contohnya:

21
Sebelum tidur malam, lakukan persiapan terlebih dahulu
dengan membaca dan menghafal satu halaman secara cepat
(jangan langsung dihafal secara mendalam).

Setelah bangun tidur hafalkan satu halaman tersebut dengan


hafalan yang mendalam dengan tenang lagi konsentrasi.

Ulangi terus hafalan tersebut (satu halaman) sampai benar-


benar hafal diluar kepala.

b. Pengesahan (tashih/setor)

Setelah melakukan persiapan secara matang dengan selalu


mengingat-ingat suatu halaman tertentu, berikutnya tashihkan
(setorkan) hafalan kita kepada guru. Setiap kesalahan yang telah
ditunjukkan oleh guru, lakukan hal-hal berikut:

1) Berikan tanda kesalahan dengan mencatatnya (dibawah atau


diatas huruf yang lupa)
2) Ulangi setoran sampai dianggap benar dan lancar oleh guru
3) Bersabarlah untuk tidak menambah materi dan hafalan baru
kecuali materi dan hafalan lama benar-benar sudah dikuasai
dan disahkan.

c. Pengulangan (muroja’ah/penjagaan)

Setelah setor, jangan meninggalkan tempat (majelis) untuk


pulang sebelum hafalan yang telah disetorkan diulangi lagi
beberapa kali terlebih dahulu (sesuai dengan anjuran
ustad/ustadzah) sampai ustad benar-benar mengijinkan kita
untuk pulang. Hal ini merupakan modal yang paling urgent,
adalah mengulang dan terus mengulang setiap hari. Oleh karena
itu, para ulama memberi kiat agar kita bisa menambah diikuti
dengan mengulang (muroja‟ah) hafalan.

Karena jika kita hanya rajin menambah, hafalan terdahulu bisa


cepat hilang. Itulah jadi sebab mengapa para penghafal Al
Qur‟an jadi putus di tengah jalan.

22
Dari Abdullah bin „Umar, Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda :
“Sesungguhnya orang yang menghafalkan Al Qur’an adalah bagaikan
unta yang diikat. Jika diikat, unta itu tidak akan lari. Dan apabila
dibiarkan tanpa diikat, maka dia akan pergi.” (HR. Bukhari no.
5031 dan Muslim no. 789).

Dalam riwayat Muslim yang lain terdapat tambahan, “Apabila


orang yang menghafal Al Qur’an membacanya di waktu malam dan
siang hari, dia akan mengingatnya. Namun jika dia tidak melakukan
demikian, maka dia akan lupa.” (HR. Muslim no. 789)

23

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai