Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian di Indonesia masih cukup


luas. Kegiatan pertanian tidak lepas dengan adanya masalah terkait organisme
pengganggu tanaman. Organisme pengganggu tanaman merupakan organisme yang
dalam proses hidupnya dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman
serta dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis. Tanaman yang terserang akan
mengalami masalah dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya hal ini
berujung pada menurunnya hasil produksi dari tanaman tersebut.
Salah satu upaya untuk menangani organisme penganggu tanaman secara aman
dan tidak merusak lingkungan adalah dengan pengendalian secara hayati.
Pengendalian hayati menunjukkan alternatif pengedalian organisme pengganggu
tanaman yang dapat dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap
lingkungan dan sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan mikroba agensi
hayati seperti jamur, bakteri dan khamir. Agens hayati seperti jamur memiliki sifat
antagonisme terhadap patogen berupa kompetisi ruang dan nutrisi, parasit dan
antibiosis. Mikroba agens hayati yang bersifat antagonis memiliki cara aplikasi serta
dapat mengendalikan penyakit yang berbeda beda.
Jamur sebagai pengendali hayati dapat dimanfaatkan untuk skala yang lebih luas
dengan cara memperbanyak di suatu media pertumbuhan. Mikroorganisme dapat
dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut media. Media
adalah substansi yang terdiri atas campuran zat-zat makanan (nutrien)yang digunakan
untuk pemeliharaan dan pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme juga
merupakan mahluk hidup, untuk memeliharanya dibutuhkan medium yang

31
mengandung semua zat yang diperlukan untuk pertumbuhannya, yaitu seperti
senyawa-senyawa organik (protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin).

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk:


1. Mahasiswa mengenal bermacam medium pebanyakan jamur antagonis dan
entomopatogen.
2. Mahasiswa dapat membuat medium perbanyakan jamur antagonis dan
entomopatogen.

32
II. DASAR TEORI

Pengendalian hayati adalah suatu alternatif dalam pengendalian organisme


pengganggu tanaman yang bertujuan mengurangi jumlah serta aktivitas patogen
sehingga tidak menimbulkan gejala penyakit pada tanaman dengan menggunakan
satu atau lebih agens hayati melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonistik.
Mikroba antagonis atau agens pengendali hayati penyakit tanaman adalah organisme
yang diperoleh dari alam, baik berupa bakteri, cendawan, actinomycetes, khamir
maupun virus yang dapat menekan, menghambat pertumbuhan dan perkembangan
serta memusnahkan organisme pengganggu tanaman. Mikroba antagonis dapat
berfungsi sebagai agens pengendali patogen melalui mekanisme kompetisi, antibiosis,
parasitismeatau ketahanan terinduksi (Djaenuddin, 2016).
Penggunaan mikroba antagonis untuk mengendalikan organisme penganggu
tanaman mempunyai beberapa keunggulan, yaitu tidak berdampak negatif terhadap
lingkungan, mencegah timbulnya ledakan organisme penggangu tanaman sekunder,
menghasilkan produk yang bebas residu senyawa kimiawi sintetis yang berbahaya
bagi lingkungan, aman bagi kesehatan manusia, terdapat di sekitar pertanaman
sehingga mencegah ketergantungan petani pada pestisida kimiawi sintetis, dan dapat
menurunkan biaya produksi karena aplikasi mikroba antagonis dilakukan satu atau
dua kali dalam satu musim panen. Kelemahan dari penggunaan mikroba antagonis
sebagai agens pengendali hayati, yaitu reaksi efikasi mikroba antagonis terhadap jasad
sasaran lebih lambat dan daya simpan produk lebih singkat dibandingkan dengan
pestisida kimiawi sintetis. Namun, kelemahan ini dapat diatasi dengan membuat
formula yang efektif (Hanudin & Marwoto, 2012).
Mikroba antagonis dapat berkembang biak secara alami atau dengan campur
tangan manusia. Mikroba antagonis yang dikembangkan oleh manusia untuk

33
kepentingan banyak orang diantaranya melalui pertumbuhan menggunakan media.
Media adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi (zat makanan)yang
dipakai untuk menumbuhkan mikroba termaksud mikroba antagonis. Media
berdasarkan sifat terbagi menjadi tiga, yaitu media padat, media semi padat semi cair,
media cair. Media berdasarkan susunannya terdiri atas media sintesis, semi sintesis,
dan media non sintesis. Berdasarkan tujuan yaitu media selektif atau penghambat dan
media diperkaya. Jenis Media yang sering digunakan, yaitu Nutrient Agar, Nutrient
Broth (NB), PDA (Potato Dextrose Agar), Salmonella Shigella (SS) Agar, Eosin
Methylene Blue Agar (EMBA). Media biakan yang mampu mendukung optimalisasi
pertumbuhan mikroorganisme harus dapat memenuhi persyaratan nutrisi bagi
mikroorganisme. Unsur tersebut berupa garam organik, sumber energi (karbon),
vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Selain itu dapat pula ditambahkan
komponen lain sepertisenyawa organik dan senyawa kompleks lainnya (Suardana et
al., 2014).

34
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

A) Jagung
Alat yang digunakan pada acara IV ini adalah saringan, baskom, sendok, dan alat
sterilisasi seperti autoklaf. Sednagkan bahannya ialah jagung pecah, plastik, dan
isolasi.
B) Beras
Alat yang digunakan pada acara IV ini adalah saringan, baskom, sendok, dan alat
sterilisasi seperti autoklaf. Sednagkan bahannya ialah beras, plastik, dan isolasi.

B. Prosedur Kerja

Prosedur para praktikum acara 4 yaitu :


a) Jagung
1. Jagung pecah yang telah dicuci menggunakan air bersih kemudian
direndam selama 30 menit.
2. Setelah jagung direndam, kemudian jagung pecah didiamkan menggunakan
saringan yang bawahnya terdapat baskom untuk menyimpan air hasil
saringan.
3. Jagung yang telah ditiriskan kemudian dikemas menggunakan plastik
bening dan diisolasi atau direkatkan. Usahakan dikemas serapat mungkin.
4. Kemudian jagung yang telah dikemas disterilisasi selama 20 menit.
b) Beras
1. Beras yang telah dicuci menggunakan air bersih kemudian direndam
selama 30 menit.

35
2. Setelah beras direndam, kemudian jagung pecah didiamkan menggunakan
saringan yang bawahnya terdapat baskom untuk menyimpan air hasil
saringan.
3. Beras yang telah ditiriskan kemudian dikemas menggunakan plastik bening
dan diisolasi atau direkatkan. Usahakan dikemas serapat mungkin.
4. Kemudian beras yang telah dikemas disterilisasi selama 20 menit.

36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1 Hasil Praktikum Acara IV


No. Nama Media Kegiatan Foto
1. Jagung 1. Jagung pecah yang
telah dicuci
menggunakan air bersih
kemudian direndam
selama 30 menit.
2. Setelah jagung
direndam, kemudian
jagung pecah
didiamkan
menggunakan saringan
yang bawahnya
terdapat baskom untuk
menyimpan air hasil
saringan.
3. Jagung yang telah
ditiriskan kemudian
dikemas menggunakan
plastik bening dan
diisolasi atau
direkatkan. Usahakan

37
dikemas serapat
mungkin.
4. Kemudian jagung
yang telah dikemas
disterilisasi selama 20
menit.

2. Beras 1. Beras yang telah


dicuci menggunakan air
bersih kemudian
direndam selama 30
menit.
2. Setelah beras
direndam, kemudian
jagung pecah
didiamkan
menggunakan saringan
yang bawahnya
terdapat baskom untuk
menyimpan air hasil
saringan.
3. Beras yang telah
ditiriskan kemudian
dikemas menggunakan
plastik bening dan
diisolasi atau
direkatkan. Usahakan
dikemas serapat

38
mungkin.
4. Kemudian beras
yang telah dikemas
disterilisasi selama 20
menit.

B. Pembahasan

1. Rhizosfer tanah
Rhizosfer merupakan suatu zaona lingkungan mikro yang berada di sekitar
perakaran tanaman. Luas daerah rhizosfer berdasarkan teori sangat dipengaruhi oleh
seberapa lusanya daerah yang terckup oleh pengaruh aktivitas perakaran tanaman
beserta mikroorganisme yang berinteraksi dengannya (Sylvua et al., 2005, dalam
Fadriany, 2018). Rhizosfer adalah daerah sekitar perakaran yang sifatnya dipengaruhi
oleh aktivitas oerakaran (Handayanto dan Hairiah, 2007, dalam Fadriany, 2018).
Rhizosfer tanaman adalah bagian dari tanah yang menutupi permukaan perakaran
tanaman dan merupakan habitat berbagai spesies bakteri yang secara umum dikenal
sebagai rhizobakteri. Sebagian dari rhizobakteri yang mengkolonisasi akar tanaman
tidak bersifat patogenik dan bahkan menguntungkan tanaman karena mampu
berfungsi sebagai rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman atau lebih umum
disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) (Sutariati, 2012, dalam
Fadriany,2018).
Rhizosfer merupakan bagian tanah yang berada di sekitar perakaran tanaman
(Simatupang, 2008 dalam Fadriany , 2018). Populasi mikroorganisme di rhizosfer
umumnya lebih banyak dan beragam dibandingkan pada tanah non-rhizosfer.
Aktivitas mikroorganisme rhizosfer dipengaruhi oleh eksudat yang dihasilkan oleh

39
perakaran tanaman. Beberapa mikroorganisme rhizosfer berperan dalam siklus hara
dan proses pembentukan tanah, pertumbuhan tanaman, memengaruhi aktivitas
mikroorganisme, serta sebagai pengendali hayati terhadap patogen akar.
2. Mikroba tanah
Pada tanah terdapat bermacam jenis organisme yaitu hewan dan tumbuhan baik
yang berukuran mikro maupun makro. Berbagai mikroorganisme bertahan hidup dan
berkompetisi dalam memperoleh ruang, oksigen, air, hara, dan kebutuhan hidup
lainnya (Hanafiah dkk., 2007, dalam Fadriany, 2018). Mikroorganisme tanah dapat
dikelompokkan menjadi bakteri, actinomycetes, jamur, alga dan protozoa (Sumarsih,
2003, dalam Fadriany, 2018). Tanah sebagai media tumbuh tanaman banyak
mengandung mikroorganisme, beberapa di antaranya cenderung berkoloni disekitar
perakaran atau rhizosfer tanaman dan beraktivitas menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat berkontibusi
menggantikan input anorganik (Kafrawi dkk., 2015, dalam Fadriany,2018).
Mikroba di dalam tanah mempunya fungsi yang digolongkan menjadi empat,
yakni sebagai penyedia unsur hara dalam tanah, memacu pertumbuhan tanaman,
perombak bahan organic dan mineralisasi organic, serta sebagai agen hayati
pengendali hama dan penyakit tanaman. Oleh sebab itu, milroba berpengaruh pada
sifat fisika dan kimia tanah serta pertumbuhan tanaman n (Saraswati dan Sumarno,
2008, dalam Fadriany, 2018). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mikrobia
berperan atas perubahan kimiawi yang terjadi di dalam tanah. Peranan mikrobia
dalam beberapa siklus unsur hara yang penting, seperti siklus Karbon, Nitrogen,
Sulfur, ditunjukkan oleh Winogradsky dan Beijerinck (Sumarsih, 2003, dalam
Fadriany, 2018). n (Saraswati dan Sumarno, 2008, dalam Fadriany, 2018). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa mikrobia berperan atas perubahan kimiawi yang
terjadi di dalam tanah. Peranan mikrobia dalam beberapa siklus unsur hara yang
penting, seperti siklus Karbon, Nitrogen, Sulfur, ditunjukkan oleh Winogradsky dan
Beijerinck (Sumarsih, 2003, dalam Fadriany, 2018).
3. Mikroba rhizosfer

40
Rhizosfer adalah selapis tanah yang menyelimuti permukaan akar tanaman yang
masih di pengaruhi oleh aktivitas akar permukaan. Permukan akar tanaman disebut
rhizoplane. Rhizosfer adalah selapis tanah yang menyelimuti rhizoplane yang masih
di pengaruhi oleh aktivitas akar dan merupakan habitat yang sangat baik bagi
pertumbuhan mikroba oleh karena akar tanaman menyediakan berbagai bahan
organik yang umumnya menstimulir pertumbuhan mikroba. Rhizosfer digunakan
untuk menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi oleh perakaran tanaman yang
dicirikan oleh lebih banyaknya kegiatan mikrobiologis di bandingkan kegiatan di
dalam tanah yang jauh dari perakaran tanah. Laju kegiatan metabolik mikroorganisme
rhizosfer berbeda dengan laju kegiatan metabolic mikroorganisme dalam tanah non-
rhizosfer (Rao dan Subba, 2007, dalam Jufri, 2017). Luas daerah rhizosfer sangat
dipengaruhi oleh beberapa luasnya daerah yang masih tercakup oleh pengaruh
aktivitas perakaran tanaman serta mikroorganisme yang berinteraksi dengannya.
Dengan rhizosfer akan selalu merupakan lingkungan dimana kegiatan metabolik
selalu lebih aktif, berubah dengan cepat dan lebih kompetitif dibandingkan dengan
bagian tanah yang ada disekelilingnya (Sylvia, 2005, dalam Jufri, 2017).
4. Bakteri rhizosfer
Bakteri merupakan bentuk kehidupan tertua hingga seakarang, masih terdapat di
dunia. Beberapa sampel fosil menunjukkan bahwa bakteri telah ada sejak lebih dari 2-
3 x tahun lalu, dan tersebar sangat luas diseluruh lingkungan dunia (Handayanto dan
Hairiah, 2007, dalam Jufri, 2017). Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat, batang,
dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat
pertumbuhan tertentu. Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk
yang disebabkan faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan
bagi bakteri (Sumarsih, 2003, dalam Jufri, 2017). Diversitas dan kelimpahan bakteri
tergantung pada ketersediaan hara dan kondisi lingkungannya. Sebagian besar bakteri
memperoleh oksigen dari udara tanah, sehingga peka terhadap kondisi basah dan
disebut aerobik, sedangkan yang peka terhadap kondisi kering disebut anaerobik.

41
Bakteri aerobik yang mampu beradaptasi pada kondisi ada atau tanpa oksigen disebut
aerob fakultatif (Hanafiah dan Kemas, 2012, dalam Jufri, 2017).
Bakteri merupakan jasad bersel satu, berkembang-biak melalui pembelahan sel.
Pada kondisi ideal pembelahan sel inti dapat terjadi setiap periode 20 menit, sehingga
dalam satu hari saja, dari 1 sel dengan waktu pembelahan 1 jam dapat berkembang
menjadi 17 juta bakteri, massa sebesar bumi dapat dihasilkan hanya dalam waktu 6
hari. Namun kondisi ideal ini tergantung pada ketersediaan hara dan faktor tumbuh
lainnya, yang menjadi pembatas perkembangbiakan bakteri (Hanafiah dan Kemas,
2012, dalam Jufri, 2017).
5. Bakteri PGPR
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau rhizobakteri pemacu
tumbuh tanaman merupakan kelompok bakteri menguntungkan yang secara aktif
mengkolonisasi rhizosfer (Rahni, 2012, dalam Fadriany, 2018). Rhizosfer ialah tanah
disekitar akar tanaman yang secara langsung dipengaruhi oleh mikroba tanah dan
eksudasi perakaran tanaman. Tanaman menarik mikroba menguntungkan di daerah
rhizosfer dengan cara mengeluarkan eksudat akar yang berperan sebagai sumber
nutrisi bagi mikroba. Sedangkan mikroba mengeluarkan metabolit berupa senyawa-
senyawa aktif (salah satunya fitohormon) yang digunakan oleh tanaman untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Adanya eksudat akar tersebut yang
menyebabkan populasi mikroba di daerah rhizosfer jauh lebih tinggi daripada di tanah
biasa (Akbari et al., 2007, dalam Fadriany,2018). Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR) adalah rhizobakteria yang berpengaruh meningkatkan
pertumbuhan tanaman inangnya melalui mekanisme secara langsung maupun tidak
langsung (Juanda, 2005, dalam Fadriany, 2018). Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR) adalah bakteri yang hidup di daerah rhizosfer tanaman dan
dapat memacu pertumbuhan tanaman (Khalimi dan Wirya, 2010 dalam Fadriany,
2018).
6. Isolasi mikroba

42
Di lingkungan alami mikroba tidak hidup sendiri tetapu bersamaan dengan
spesies lain baik yang sesame maupun berbeda jenis. Jenis mikroba dapat diketahui
dengan melakukan pemisahan dari makhluk hidup lainnya, yang dikenal dengan
istilah isolasi. Mikroba mampu disiolasi dari berbagai sumber misalnya air, tanah,
minuman, makanan ataupun sumber lainnya. Terdapat cara yang biasanya digunakan
untuk isolasi yaitu cara suspense. Cara suspense merupakan sampel mikroba yang
telah diambil, dibuat suspense baru kemudian suspense itu ditumbuhkan pada media
agar tertentu. Cara tersebut memiliki tujuan supaya pertumbuhan mikroba dari sampel
pada saat ditumbuhkan pada media agar, tidak terlalu menumpuk (Widodo dan
Kusharyanti, 2013). Isolasi murni didapatkan apabila dilakukan isolasi secara
bertahap menggunakan media yang tepat, seperti Nutrient Agar untuk bakteri dan
Potato Dextrose Agar untuk mengisolasi kapang dan khamir. Tiap pertumbuhan
koloni menunjukkan penampilan yang berbeda harus ditumbuhkan ulang pada media
agar yang baru dan dilakukan isolasi kembali (Widodo dan Kusharyanti, 2013).
Pada mikrobiologi, isolasi mengacu pada pemisahan strain dari populasi
cmpuran mikroba hidup alami, seperti pada lingkungan di air atau tanah, atau bahkan
dari makhluk hidup. Secara historis, teknik isolasi laboratorium pertama kali
dikembangkan di bidang bakteriologi dan parasitologi (selama abad ke-19), sebelum
di virologi selama abad ke-20. Metode isolasi mikroba telah berubah drastis selama
50 tahun terkahir, dari perspektif tenaga kerja dengan mekanisasi yang meningkat,
dan erat dengan teknologi yang terlibat, serta kecepatan dan keakuratan yang tak
terelakkan (Kumars, 2020).
7. Pengambilan sampel mikroba
Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi terdiri
dari campuran berbagai macam sel. Di dalam laboratorium populasi bakteri ini dapat
diisolasi menjadi kultur murni yang terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari
morfologi, sifat dan kemampuan biokimiawinya. Dalam pengaplikasiannya dikenal
banyak teknik dalam pengambilan sampel (Putri et al, 2017 : 269).
Terdapat prosedur pengambilan sampel menurut (Putri, et al , 2017 : 269):

43
1) Sampel udara
Apabila mikroba yang diinginkan adalah berada di udara sekitar, misalnya di
kemar mandi, ruangan laboratorium, di lemari penyimpanan dan lain
sebagainya, maka dapat dilakukan dengan membuka tutup cawan petri yang
berisi media steril selama kurang lebuh 5 menit.
2) Sampel tanah
Apabila mikroorganisme yang diinginkan kemungkinan berada di dalam
tanah, maka dapat dilakukan dengan menyesuaikan tujuan dan kebutuhan.
Contohnnya jika yang diinginkan mikroorganisme rhizosfer, maka sampel
dari sekitar perakaran dekat permukaan hingga ujung perakarn.
3) Sampel air
Pengambilan sampel air bergantung kepada keadaan air itu sendiri. Jika
berasal dari air sungai yang mengalir maka botol dicelupkan miring dengan
bibir botol melawan arus air. Bila pengambilan sampel dilakukan pada air
yang tenang, botol dapat dicelupkan dengan tali, jika ingin mengambil sampel
dari air keran maka sebelumya keran dialirkan dahulu beberapa saat dan mulut
kran dibakar.
8. Tahap isolasi mikroba rhizosfer
1) Teknik preparasi suspensi
Sampel yang telah diambil lalu disuspensikan dalam aquades steril. Bertujuan
untuk melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya ke dalam air
sehingga lebih mudah penanganannya (Widodo dan kusharyati, 2013).
a) Swab (ulas) pada suatu permukaan sampel
Metode tersebut menggunakan cotton bud steril pada sampel yang
mempunyai permukaan luas dan pada umunya sulit untuk dipindah atau
sesuatu pada benda tersebut. Misalnya batang kayu. Yaitu dengan
mengusapkan cotton bud memutar sehingga seluruh permukaan kapas dari
cotton bud kontak dengan permukaan sampe. Akan lebih baik apabila

44
dicelupkan telebih dahulu ke dalam larutan atraktan misalnya pepton water
(Putri et al, 2017 : 270)
b) Rinse (bilas) pada bagian tertentu sampel
Metode ini ditujukan untuk melarutkan sel-sel mikroba yang menempel
pada permukaan substrat yang luas tetapi relatif berukuran kecil. Rinse
merupakan prosedur kerja dengan mencelupkan sampel ke dalam akuades
dengan perbandingan 1 : 9 (w/v). Contohnya sampel daun diambil dan
ditimbang 5 g kemudian dibilas dengan akuades 45 ml yang terdapat dalam
beaker glass (Putri et al, 2017 :270)
c) Maceration (penghancuran ) sampel
Sampel yang berbentuk padat dapat ditumbuk dengan mortar dan pestle
sehingga mikroba yang ada dipermukaan atau di dalam dapat terlepas
kemudian dilarutkan ke dalam air. Perbandingan antar berat sampel dengan
pengenceran pertama adalah 1 : 9 (w/v). Untuk sampel dari tanah tidak perlu
dimaserasi (Putri et al, 2017 : 270)
2) Teknik pengenceran bertingkat
Pengenceran bertingkat bertujuan untuk memperkecil atau mengurangi
jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau
banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba
dalam sampel. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan pengenceran
pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya mengandung 1/10
sel mikroorganisme dari pengenceran sebelumnya (Putri et al, 2017 : 270).
3) Teknik penanaman dari suspensi
Teknik penanaman ini merupakan lanjutan dari pengenceran bertingkat.
Pengambilan suspensi dapat diambil dari pengenceran mana saja, tetapi
biasanya untuk tujuan isolasi (mendapatkan koloni tunggal) diambil beberapa
tabung pengenceran terakhir (Widodo dan Kusharyati, 2013).
a) Spread plate (agar tabr ulas)

45
Spread plate merupakan teknik menanam dengan menyebarkan
suspensi bakteri di permukaan agar diperoleh kultur murni. Cara kerjanya
adalah sebagai berikut :
- Sampel hasil pengenceran dalam tabung reaksi dan agar cawan
disiapkan.
- Suspensi cairan diambil sebanyak 0,1 ml dengan pipet ukur
kemudian diteteskan di atas permukaan agar cawan.
- Batang L atau batang drugalsky diambil kemudian disemprot
alkohol dan dibakar di atas bunsen beberapa saat, kemudian
didinginkan dan ditunggu beberapa detik.
- Kemudian disebarkan dengan menggosokkannya pada
permukaan agar supaya tetesan suspensi merata, penyebaran
akan lebih efektif bila cawan ikut diputar.
- Hal yang perlu diingat bahwa batang L yang terlalu panas dapat
menyebabkan sel-sel mikroba dapat mati karena panas.
b) Pour plate (agar tuang)
Teknik ini menggunakan agar yang belum padat (>45 oC) untuk dituang
bersama suspensi bakteri ke dalam cawan petri kemudian dihomogenkan dan
dibiarkan memadat. Hal ini akan menyebarkan sel-sel bakteri tidak hanya
pada permukaan agar saja melainkan sel terendam agar (di dalam agar)
sehingga terdapat sel yang tumbuh di permukaan agar yang kaya O2 dan ada
yang tumbuh di dalam agar yang tidak begitu banyak mengandung oksigen
(Widodo dan Kusharyati, 2013). Widodo dan Kusharyati (2013) lebih lanjut
menjelaskan cara atau prosedur teknik pour plate yaitu sebagai berikut
- Disiapkan cawan steril, sampel hasil pengenceran dalam tabung
reaksi yang akan ditanam, dan media padat yang masih cair
(>45o C).

46
- Diteteskan 1 ml suspensi sel secara aseptis ke dalam cawan
kosong steril.
- Media yang masih cair dituangkan ke cawan kemudian putar
cawan untuk menghomogenkan suspensi bakteri dan media,
kemudian diinkubasi.
c) Streak (teknik penanaman dengan goresan)
- Goresan siambung, cara membuat goresan sinambung yait
sebagai berikut:
• Jarum ose disentuhkan pada koloni dan gores secara
kontinu sampai setengah permukaan agar.
• Jangan pijarkan ose, lalu putar cawan 180 oC lanjutkan
goresan sampai habis.
• Goresan sinambung umumnya digunakan bukan untuk
mendapatkan koloni tunggal, melainkan untuk
peremajaan ke cawan atau media baru.
- Goresan T, cara membuat goresan ini adala sebagai berikut:
• Cawan dibagi menjadi 3 daerah bagian menggunakan
spidol marker.
• Daerah 1 diinokulasi dengan streak zig-zag.
• Jarum inokulan dipanaskan dan tunggu dingin,
kemudian streak zig zag dilanjutkan pada daerah 2.
Cawan diputar untuk memperoleh goresan yang
sempurna.
• Lakukan hal yang sama pada daerah 3.
- Goresan kuadran (streak quadrat), cara membuat goresan
kuadran yaitu hampir sama dengan goresan T, namun berpola
goresan yang berbeda yaitu dibagi empat daerah. Daerah 1
merupakan goresan awal sehingga masih mengandung banyak

47
sel mikroba. Goresan selanjutnya dipotongkan atau disilangkan
dari goresan pertama sehingga jumlah semakin sedikit dan
akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal.
9. Isolasi bakteri dari sampel tanah
Cara isolasi mikroba jenis bakteri dai sampel tanah, yaitu :
- Tanah seberat 1g dimasukkan ke dalam tabung pengenceran 10-
1 secara aseptis, selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat
sampai 10-8.
- Tiga pengenceran terakhir diambil 0,1 ml untuk ditanam secara
spread plate pada media NA, setelah selesai, diinkubasi pada 37
o
C selama 1x24 jam.
- Koloni yang terpilih kemudian ditumbuhkan atau dimurnikan ke
NA baru dengan teknik strek kuadran.
- Diinkubasi selama 1 x 24 jam.
10. Isolasi kapang dari tanah
Cara isolasi mikroba adalah sebagai berikut :
- Tanah dalam cawan petri dipanaskan dengan oven pada suhu 80 oC selama 30
menit untuk membunuh sel vegetatif tetap bertahan.
- Tanah yang telah dioven diambil 1 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung
pengenceran bertingkat.
- Tiga pengenceran terakhir diambil untuk ditanam secara spread plate ke
media PDA yang ditambah streptomycin atau penicillin. Kemudian
diinkubasi pada suhu ruang 5-7 hari.
- Koloni jamur yang tumbuh dimurnikan dan ditanam pada media PDA baru.
- Diinkubasi pada suhu ruang 5-7 hari.

48
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari acara kali ini yaitu :


1. Medium perbanyakan jamur dapat berupa medium sintetis atau medium alternatif.
Medium sintetis berupa Potato Dextrose Agar (PDA), Potato Carot Agar (PCA),
Sabouraud Dextrose Agar (SDA), Czapex Dox Agar (CDA), Corn Meal Agar
(CMA), Nutrient Agar (NA), Malt Extract Agar (MEA), sedangkan medium alternatif
dapat dibuat dari jagung, beras pecah, umbiumbian, singkong, kedelai, kacang hijau,
dan dedak.
2. Pembuatan media alternatif dari jagung pecah dan beras dilakukan dengan
merendam jagung dan beras selama 60 menit kemudian ditiriskan. Media yang telah
ditiriskan dimasukan pada plastik tahan panas dan disterilkan di dalam autoklaf
selama 20 menit.
B. Saran

Sebaiknya plastik yang digunakan adlaah plastik tahan panas supaya tidak melepuh
saat proses sterilisasi dalam autoklaf.

49
DAFTAR PUSTAKA

Arifah, A. A. 2019. Gula Pasir Sebagai Pengganti Dektrosa Pada Komposisi Pda
Untuk Efisiensi Biaya Praktikum Dan Penelitian Di Laboratorium
Fitopatologi. Jurnal Temapela, 2(1), 28-32.

Chang, S.T. and Miles, P.G. (2004) Mushrooms Cultivation, Nutritional Value,
Medicinal Effect, and Environmental Impact. CRC Press. Boca Raton.

Djaenudin, N. 2016. Interaksi Bakteri Antagonis dengan Tanaman: Ketahanan


Terinduksi pada Tanaman Jagung. Tanaman Pangan, 11(2):143-148.

Gao, L., M.H. Sun, X.Z. Liu, and C.S. Yong. 2007. Effects of carbon concentration
and carbon to nitrogen ratio on the growth and sporulation of several
biocontrol fungi. Mycol. Res., 111(1):87 92.

Hanudin, H., & Marwoto, B. (2012). Prospek penggunaan mikroba antagonis sebagai
agens pengendali hayati penyakit utama pada tanaman hias dan sayuran.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 31(1).

Novianti, D. 2018. Perbanyakan Jamur Trichoderma sp pada Beberapa Media.


Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 15(1):
35-41.

Prabowo AKE, Prihatiningsih N, & Soesanto L. 2006. Potensi Trichoderma


harzianum dalam mengendalikan sembilan isolat Fusarium oxysporum
Schelecht.f.sp.zingiberi trijillo pada kencur. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia, 8(2): 76–84.

Purwantisari, S., & Hastuti, R. B. (2009). Uji antagonisme jamur patogen


Phytophthora infestans penyebab penyakit busuk daun dan umbi tanaman
kentang dengan menggunakan Trichoderma spp. isolat lokal. Bioma, 11(1),
24-32.

Schuster, A., dan Schmoll, M. 2010. Biology and biotechnology of Trichoderma.


Appl Microbiol Biotechnol, 87(3): 787–799.

Sharma, M., Sharma, P., Singh, R., Raja, M., & Sharma, P. 2016. Fast isolation and
regeneration method for protoplast production in Trichoderma harzianum.
Internatinal Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, 5: 891-
897.

50
LAMPIRAN

Lampiran 4.1 ACC Acara 4

51
52

Anda mungkin juga menyukai