Disisi lain kebutuhan kesehatan populasi di wilayah bencana meningkat drastis karena
mengalami trauma fisik maupun psikis sebagai dampak langsung bencana. Disamping
itu hancurnya sarana dan prasarana kehidupan seperti rumah, sarana air bersih, sarana
sanitasi, dan terganggunya suplai pangan akan memperburuk status kesehatan mereka.
Salah satu masalah kesehatan utama yang muncul akibat bencana adalah penyakit
menular.
Meskipun penyakit menular tidak serta merta muncul sesaat sesudah bencana akan
tetapi, apabila tidak ada pengamatan penyakit secara seksama dengan sistem
surveilans yang baik maka penyakit menular akan mempunyai potensi yang sangat
besar utk mjd wabah atau epidemi, sbg akibat:
Berkumpulnya manusia dlm jml yg banyak
Sanitasi, air bersih, dan nutrisi yang tidak memadai
Rusaknya fasilitas public : Listrik, air minum, maupun sistem pembuangan limbah
akan terpengaruh oleh bencana alam. Hilangnya sarana MCK akan meningkatkan
penyakit menular melalui makanan dan air. Kurangnya air utk mencuci tgn maupun
mandi jg akan meningkatkan penyebaran melalui kontak langsung.
Pemilihan kasus prioritas : Tidak semua penyakit menular muncul dlm situasi paska
bencana dan tidak semua penyakit menular yg muncul merpkan peny yang harus
mendapatkan prioritas dlm pengamatan maupun pengendalian. Bbrp penyakit menular
mjd prioritas pengamatan didasari oleh beberapa pertimbangan di bawah ini :
Definisi kasus dan pengendalian penyakit: Definisi kasus merupakan aspek yang
sangat krusial dalam melakukan deteksi dan pengendalian penyakit menular pada
situasi paska bencana. Definisi kasus mempengaruhi terdeteksi atau tidaknya sebuah
penyakit berpotensi KLB. Definisi kasus utk kegiatan surveilans paska bencana
haruslah bersifat sederhana, dengan sensitivitas yg tinggi agar sebuah penyakit dapat
segera mungkin dideteksi dan dikendalikan utk mencegah terjadinya KLB. Utk itu,
definisi kasus surveilans bencana umumnya menggunakan definisi kasus sindromik,
mengingat sensitivitasnya yang umumnya lebih tinggi maupun fleksibilitas
implementasi di lapangan. Meskipun demikian, utk beberapa kasus, konfimasi
laboratoris utuk penegakan diagnosis msh dibutuhkan.
Beberapa definisi kasus penyakit prioritas paska bencana dapat dilihat dalam boks
dibawah ini.
Meningitis
Suspek kasus: Demam tinggi mendadak (> 38.5) dgn kaku kuduk. PD pasien bayi
ditandai dgn mencembungnya ubun-ubun.
Probable meningitis bakterial: suspek kasus spt definisi diatas dengan cairan
cerebrospinal yg keruh. Probable meningococcal meningitis: suspek kasus spt
definisi diatas dgn pengecatan gram menunjukkan bakteri diplococcus gram negatif
atau saat tjd epidemi atau adanya petekie atau rash purpura.
Confirmed case: kasus suspek atau probabble spt definisi diatas dgn cairan
serebrospinal positif thd antigen N. meningitidis atau kultur positif cairan
serebrospinal atau darah terhadap N. meningitidis.
Malaria: Penderita dgn demam atau riwayat demam pd 48 jam terakhir (dgn
atau tanpa gejala spt mual, muntah dan diare, sakit kepala, sakit punggung, mengigil,
sakit otot) dgn hasil positif pd pemeriksaan Lab parasit malaria [apusan darah (tebal
atau tipis) atau rapid diagnostik test].
Campak: Demam dgn ruam maculopapular (non vesikuler) dan batuk pilek
(yaitu hidung berair) atau konjungtivitis (yaitu mata merah) atau setiap penderita
dimana petugas kesehatana mencurigai infeksi campak
Pneumonia: Pd anak <5 tahun: batuk atau kesulitan bernafas dan pernapasan
50 kali per menit atau lebih pd anak berumur 2 bulan-1 tahun atau pernapasan 40x /
menit atau lebih pd anak berumur 1 hingga 5 tahun, dgan atau tanpa ada tarikan
dinding dada ke dalam, atau ada stridor
dlm sistem surveilans rutin, pengamatan pola penyakit dan sistem kewaspadaan dini
dibedakan dengan menggunakan formutir W1 (kewaspadaan dini thdp penyakit
berpotensi KLB) serta W2 utk melihat pola penyakit secara mingguan. Surveilans
paska bencana sebenarnya ttp mencoba utk mengakomodasi kedua kepentingan tsb.
meskipun menggunakan model yang lebih sederhana. Menggunakan sistem surveilans
rutin dalam kondisi bencana tentu sesuatu usaha yang sia-sia, krn lumpuhnya sistem
kes yang menjadi tulang punggung kegiatan surveilans. Utk itu pelaporan data
penyakit dari fasilitas kesehatan ke dinkes harus dibuat dengan sistem sesederhana
mungkin, tetapi dengan sensitivitas yg tetap tinggi.
Respon cepat pengendalian penyakit : Utk mencegah kejadiannya kejadian luar biasa
pada situasi bencana, maka deteksi kasus dan respon pengendalian harus dilakukan
scr simultan. Setiap informasi yang mengarah munculnya sebuah kasus penyakit
prioritas di wilayah bencana (meskipun dalam bentuk rumor), harus ditindak lanjuti
dengan proses verifikasi segera dengan melakukan penyelidikan epidemiologis. Tim
epidemiolog lapangan harus sesegera mungkin diterjunkan ke lapangan utk
mengambil sampel penderita, melakukan verifikasi Laboratorium, yang apabila
memungkinkan dengan menggunakan tes cepat (rapid test), agar verifikasi diagnosis
dapat dilakukan pada saat itu juga.
Kegagalan Struktur Akibat Bencana Alam : Bencana alam diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempabumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor
Terjadinya Bencana : Ancaman bahaya & kerentanan – risiko bencana – pemicu –bencana
Upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera
terjadi. Pemberian peringatan dini harus :
Menjangkau masyarakat (accesible)
Segera (immediate)
Tegas tidak membingungkan (coherent)
Bersifat resmi (official)
Mitigasi
Upaya yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Ada 2 bentuk mitigasi :
1) Mitigasi struktural (membuat check dam, bendungan, tanggul sungai, dll.)
2) Mitigasi non struktural (peraturan, tata ruang, pelatihan)
Tanggap Darurat (response) : Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana,
untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan
harta benda, evakuasi dan pengungsian.
Bahaya (Hazard)
Suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, yang berpotensi
menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia.
Bahaya berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu menjadi
bencana.
Kerentanan (vulnerability) : Sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik,
sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan
dan penanggulangan bencana.
Faktor Kerentanan
1. Fisik : kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman
bencana.
2. Sosial : kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat)
terhadap ancaman bencana.
3. Ekonomi : kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di
wilayahnya.
4. Lingkungan : Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta
kerusakan lingkungan yan terjadi.
Kemampuan (capability) : Kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga dan
masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-siaga, menanggapi
dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.
Risiko (risk) : Besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia, kerusakan dan
kerugian ekonomi yg disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu daerah pada suatu waktu
tertentu, Resiko biasanya dihitung secara matematis, merupakan probabilitas dari dampak
atau konsekwesi suatu bahaya.
Mitigasi Bencana : Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.
Bentuk mitigasi :
1. Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, rumah tahan
gempa, dll.)
2. Mitigasi non-struktural (peraturan perundang-undangan, pelatihan, dll.)