Anda di halaman 1dari 9

Epistemologi

Bayani
Epistemologi Islam
Tipologi Epistemologi Islam
 Tipologi Epistemologi Islam dikonstruksi oleh Al-Jabiri,
sehingga terkadang disebut epistemologi Al-Jabiri.
 Muhammad „Abid Al-Jabiri adalah pemikir Islam kontemporer
dan antropolog yg lahir di Maroko tahun 1936. Sejak tahun
1976 bekerja sebagai dosen Filsafat dan Pemikiran Islam
pada Fakultas Sastra, Universitas Al-Khamis, Rabat, Maroko.
 Tipologi Epistemologi Islam dituangkan dalam buku Al-Jabiri
berjudul Bunyah al-’Aql al-’Arabi (1993). Agenda besar dalam
buku tersebut adalah naqd al-’aql al-’araby, kritik nalar Arab.
 Oleh karena itu, epistemologi ini juga kadang disebut
Epistemologi Arab. Namun karena kearaban dan keislaman
begitu dekat, maka epistemologi Al-Jabiri banyak dikutip dan
diterapkan oleh ilmuan muslim kontemporer di seluruh dunia,
sehingga kini lebih dikenal sebagai epistemologi Islam.
 Al-Jabiri membagi epistemologi Islam dalam 3 corak: bayani,
burhani, irfani.
Epistemologi Bayani
vis a vis Epistemologi Barat
● Epistemologi Bayani menjadi salah satu pembeda yang menonjol antara epistemologi
Barat dengan Epistemologi Timur, dalam hal ini epistemologi Islam.
● Epistemologi Bayani menghargai otoritas teks (terutama kitab Al-Qur‟an) sedangkan
epistemologi Barat sudah membuang jauh-jauh teks (terutama kitab suci mereka:
Bible)
● Meskipun dalam epistemologi Barat telah berkembang penalaran deduktif sejak masa
Plato, yg mana penalaran ini sangat dominan dalam epistemologi bayani, namun Barat
modern lebih mengutamakan penalaran induktif sehingga epistemologinya sangat
bercorak empiris-positivis.
● Bahkan, meskipun filsafat Barat kontemporer sudah menggugat melalui post-
positivisme, konstruktivisme, dan teori kritis, namun masih belum cukup untuk
mengubah dominasi epistemologi Barat yang empiris-positivis tersebut.
● Epistemologi Islam, dalam corak epistemologi Bayani terus bertahan hingga saat ini
dan menjadi antitesa dari epistemologi Barat.
Sumber Epistemologi Bayani
• Bayani berarti penjelasan (explanation)
• Epistemologi Bayani merupakan kristalisasi budaya lisan atau
riwayat yang berubah menjadi budaya tulisan dan telah ada di
dunia Arab sejak era Klasik.
• Perubahan budaya lisan ke tulis, bagi Al-jabiri merupakan
perubahan dari proses ketidakterencanaan (al-La‟i) dalam arti
tidak sistematis, menjadi al-wa‟i (disadari) atau sistematis/ilmiah.
• Menurut Al-Jabiri, sudah banyak tokoh muslim klasik yang
berkontribusi dalam konstruksi epistemologi bayani, misalnya al-
Syafi‟i (wafat 204 H), Al-Jahiz (255 H), Ibn Wahb.
lanjutan

• Berdasarkan analisis sosio-historis terhadap


perkembangan nalar Arab, Al-Jabiri menggunakan istilah
bayan sebagai salah satu struktur berfikir (epistemologi)
yang menguasai budaya bangsa Arab-Islam, yang
dibangun berdasarkan teks (nash), ijma‟ dan ijtihad.
• Hal ini tercermin dalam disiplin ilmu Fiqh (jurisprudence),
kalam (theology), dan nahwu (grammar).
Metode Bayani
 Ketika suatu permasalahan sudah didukung oleh solusi dalam teks,
maka tidak ada kesulitan dalam penerapan bayani. Namun ketika
teks kurang mendukung, akal tetap difungsikan. “nash sebagai landasan
 Karena teks (nash) adalah rujukan utama, maka dalam epistemologi pasti, maka metode apapun
bayani, akal difungsikan sebagai alat memahami dan alat tanpa berkesesuaian
pembenaran (mendukung) teks. Ijtihad (upaya keras dengan akal) dengan nash dianggap
pun digunakan dalam bayani. hanya subyektif. Ketika
 Ijtihad diarahkan pada metode Qiyas (analogi) dan istinbath seorang menggunakan
(penetapan kesimpulan). Ijtihad dalam bayani selalu berusahan subyektifitas, maka
membawa realitas agar masuk dalam otoritas teks (terhubung dianggap menetapkan
dengan suatu dalil nash). Maka qiyas pun diarahkan selalu pada hukum berdasar nafsu (al-
penemuan kesesuaian antara dua hal berbeda ke dalam suatu dalil hukm bi al tasyahhi), dan
yang telah ada. berarti lebih dekat kepada
 Dalam disiplin ilmu Kalam, upaya tersebut setara dengan istidlal dosa.”
(tuntutan mengemukakan alasan/ thalab al-dalil), terutama dalam
bentuk istidlal bi al-syahid ‘ala al-ghaib, berangkat dari yang nyata
(riil) untuk mengukuhkan yang ghaib.
Karakter Epistemologi Bayani

Infishal
(Discontinue) Al-Tajwiz Muqarabah
Prinsip Keterpisahan, misal: Prinsip Serba boleh, lazim maupun tak Prinsip
• Tuhan beda dengan manusia; lazim sama-sama dimaklumi. Prinsip ini kedekatan/keserupaan.
• manusia ada yg iman ada yang mengabaikan hukum sebab-akibat
Hal ini dilestarikan
kafir; (causality). Bahkan cenderung bersikap
• alam dan unsur-unsurnya tidak bila kaifa (jangan tanya kenapa). (hal ini
dengan metode Qiyas.
saling berkait; implikasi dari “teks adalah kebenaran Penalarannya bersifat
• ada ilmu agama dan bukan meskipun kita belum mampu analogis-deduktif.
agama. memahaminya”)
Ciri lainnya dari Epistemologi Bayani

• Pendekatan (approach) bersifat kebahasaan (lughawiyah)


• Tipe argumentasi bayani biasanya bersifat: defensif (bertahan pada
keyakinannya), apologetik (membela diri), polemik (berani bersebarangan
dengan lawan argumen), dogmatik (berpedoman pada dogma atau ajaran
yang secara sah diyakini kebenarannya) – oleh karena itu disebut juga
berargumen jadaliyyah (dialektik).
• Tolok ukur kebenaran bayani adalah keserupaan/kedekatan antara
teks(nash) dengan realitas, termasuk dalam kebenaran otoritatif.
Lets think about it
Poster di samping dibuat dengan
epistemologi yang cenderung bercorak
bayani. Dimana dalil (teks) lebih utama
dari akal.

Poster tersebut dapat lebih bercorak


burhani bahkan tajribi jika tulisannya
diubah: "Seorang laki-laki yang menjaga
celananya tetap bersih-suci sehingga
lebih layak untuk ibadah“

(Tentu karena menjaga kebersihan dan


kesucian pakaian tidak berseberangan
dengan akal! Akal tidak harus
direndahkan)
What Next:
Pekan depan kita akan belajar tentang Burhani

Anda mungkin juga menyukai