Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MEMBANGUN PARADIGMA QUR’ANI

Oleh:

Vivi Puspita Melati Putri (12220059)

Dosen Mata Kuliah:

Seni Radiah, S.Ag,M.Pd.I

MATKUL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNDIKNAS University
SEMESTER 1
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II. ISI
A. Tujuan Dan Fungsi Diturunkannya Al-Qur’an
B. Proses Diturunkannya Al-Qur’an
C. Paradigma Al-Qur’an dalam kehidupan modern
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan penting dalam pemenuhan aspek-aspek


kemanusiaan karena memberikan pondasi bagi rasionalisasi tindakan yang dipilih
manusia. Yang membedakan manusia dengan hewanyang sama-sama merupakan
makhluk ciptaan Allah utamanya terletak pada aspek kemampuan memilih (ikhtiyari)
dengan menggunakan rasio. Sebagai salah satu indikator indeks pembangunan
manusia, pendidikan yang merupakan hak asasi setiap manusia akan selalu menjadi
isu aktual kontemporer karena selalu bersinggungan dengan proses historis
peradaban manusia.

Merunut kembali catatan peradaban umat manusia, sejarah telah memperlihatkan


betapa peradaban yang dijiwai nilai-nilai Islam pernah mengalami kejayaan selama
sekian abad yang terbentang dari Anda lusia sampai dataran Turkistan. Hal tersebut
terkait dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didorong oleh
semangat memperluas berbagai aspek pendidikan yang dimotivasi oleh spirit Al-
Qur'an.

Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lima belas abad silam dengan
sebuah awalan perintah untuk membaca (iqra' ) yang dalam konteks luas menjadi
seruan untuk membaca, mengkaji, menganalisis, dan meneliti fenomena diri dan
sekitar yang dalam aplikasi turunannya dikemudian hari telah melahirkan sebuah
masyarakat berpendidikan dan menghasilkan sebuah karakter peradaban Islami yang
kemudian menjadi titik tolak peradaban Barat yang kini menghegemoni arah sejarah
peradaban manusia masa kini.

Pondasi bangkitnya fajar baru peradaban Eropa-Kristen di abad pertengahan banyak


disumbang oleh peradaban Muslim sebelumnya. Namun, disaat bangsa Eropa
mengalami masa kebangkitan kembali(renaissance) dan masa pencerahan
(enlightenment ), bangsa Muslim yangtersebar dari daratan Maghribi hingga
Nusantara justru sedang mengalami kemunduran dan terpuruk menjadi korban
imperialisme politik, budaya,dan ekonomi bangsa Eropa.

Dari sinilah agenda besar terbentang di depan yaitu untuk mengulangkembali


kesuksesan Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam yang telahmenjadi tonggak
inspirasi sebuah perubahan besar umat manusia dengan berhasil mengubah
sekumpulan masyarakat jahiliah Arab dan sekitarnya untuk kemudian menjadi
masyarakat yang terdidik dan tercerahkan serta dinaungi nur Islami. Apakah hal
serupa bisa terwujud kembali lima belas abad berikutnya?
Bagi umat Muslim, menjadikan Al-Qur'an sebagai inspirasi sekaligus paradigma
dalam mewujudkan atau mendesain pendidikan bukanlah halyang bersifat utopis
dan berlebihan justru merupakan suatu keniscayaan mengingat AlQur'an merupakan
sumber utama sekaligus menjadi basis referensi dalam perumusan hukum Islam.
Sebagai sebuah paradigma,maka hal tersebut akan terwujud dalam kerangka yang
menjadi tolok ukur sejauh mana semangat dan pesan Al-Qur'an direalisasikan dalam
mengupayakan pendidikan Islam.
BAB ll

PEMBAHASAN

A.Tujuan Dan Fungsi Diturunkannya Al-Qur’an

Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT pasti mengandung maksud dan
tujuan tertentu di baliknya. Terutama dalam penciptaan kitab suci umat muslim, Al
Quran. Tujuan diturunkannya Al-Qur’an ini telah banyak dijelaskan dalam ayat-ayat
yang dikandungnya.

"Kita akan menemukan beberapa ayat yang dapat memberikan gambaran kepada
kita akan tujuan dari diturunkannya Al Quran. Terkadang, ayat-ayat tersebut seolah
memberikan penjelasan beberapa tujuan yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya," tulis buku Ulumul Quran oleh Muḥammad Bāqir Ḥakīm.

Selain itu, melalui kumpulan firman-firman Allah SWT yang dikandungnya, Al Quran
berisi tentang aturan-aturan yang berlaku bagi seluruh makhluk ciptaanNya baik di
langit maupun di bumi. Lantas, apa saja tujuan diturunkannya Al Quran yang telah
dijelaskan ayat-ayat di dalamnya?

1. Memimpin manusia ke jalan keselamatan dan kebahagiaan


Tujuan diturunkannya Al Quran yang pertama adalah untuk memimpin manusia ke
jalan keselamatan dan jalan yang lurus. Hal ini semata-mata untuk memberikan
kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

Dijelaskan dalam surat Al Maidah ayat 15-16, Allah SWT berfirman,

َ ‫يرا م َّما كُ ْنت ُ ْم ت ُ ْخفُونَ منَ ْالكتَاب َويَ ْعفُو‬


َّ َ‫ع ْن كَثير ۚ قَ ْد َجا َءكُ ْم من‬
‫ّللا نُور َوكتَاب‬ ً ‫يَا أَ ْه َل ْالكتَاب قَ ْد َجا َءكُ ْم َرسُولُنَا يُبَينُ لَكُ ْم كَث‬
)15( ‫ُمبين‬
ُّ ‫سبُ َل الس َََّلم َوي ُْخ ر ُج ُه ْم منَ ال‬
)16( ‫ظلُ َمات إلَى النُّور بإ ْذنه َويَ ْهديه ْم إلَى ص َراط ُم ْستَقيم‬ ُ ُ‫ّللا َمن اتَّبَ َع رض َْوانَه‬
ُ َّ ‫يَ ْهدي به‬

Artinya: "Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu,
menjelaskan kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan
banyak (pula) yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari
Allah, dan Kitab yang menjelaskan.

Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti
keridaanNya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke
jalan yang lurus."

2. Memelihara dan mempertahankan martabat kemanusiaan


Al Quran mengajarkan manusia bagaimana cara untuk mempertahankan martabat
yang tinggi. Yakni, memelihara dan mempertahankannya dengan iman dan
kebajikan. Hal ini diajarkan dalam surat At Tin ayat 6,

َ ‫صال َحات فَلَ ُه ْم أَجْ ر‬


‫غي ُْر َم ْمنُون‬ َ ‫إ َّّل الَّذينَ آ َمنُوا َو‬
َّ ‫عملُوا ال‬
Artinya: "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka
mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya."

3. Peringatan dan pengingat bagi umat manusia


Selanjutnya, diterangkan dalam surat Al An'am ayat 19 yang menyebutkan Al Quran
diturunkan sebagai peringatan dan pengingat bagi manusia. Allah SWT berfirman,

َّ ‫ي هَذَا ْالقُرْ آنُ ِل ُ ْنذ َركُ ْم به َو َم ْن بَلَ َغ ۚ أَئنَّكُ ْم لَتَ ْش َهدُونَ أَنَّ َم َع‬
‫ّللا‬ َ ‫ّللا ۖ شَهيد بَيْني َوبَ ْينَكُ ْم ۚ َوأُوح‬
َّ َ‫ي إل‬ ُ َّ ‫يء أَ ْكبَ ُر َش َها َدةً ۖ قُل‬ ُّ َ‫قُلْ أ‬
ْ ‫ي َش‬
َ
َ‫آل َهة أ ْخ َرى ۚ قُلْ َّل أ ْش َه ُد ۚ قُلْ إنَّ َما هُ َو إلَه َواحد َوإنَّني بَريء م َّما ت ُ ْشركُون‬ ُ ً

Artinya: "Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya?"


Katakanlah, "Allah, Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Al-Qur'an ini
diwahyukan kepadaku agar dengan itu aku memberi peringatan kepadamu dan
kepada orang yang sampai (Al-Qur'an kepadanya). Dapatkah kamu benar-benar
bersaksi bahwa ada tuhan-tuhan lain bersama Allah?" Katakanlah, "Aku tidak dapat
bersaksi." Katakanlah, "Sesungguhnya hanya Dialah Tuhan Yang Maha Esa dan
aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)."

4. Pedoman, petunjuk, dan rahmat bagi manusia


Tujuan diturunkannya Al-Qur’an tentunya juga agar manusia menjadikannya sebagai
pedoman, petunjuk, dan rahmat. Hal ini dikabarkan dalam surat Al Jasiyah ayat 20,

َ َ‫هَذَا ب‬
َ‫صائ ُر للنَّاس َوهُدًى َو َرحْ َمة لقَ ْوم يُوقنُون‬

Artinya: "(Al-Qur'an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang meyakini."

5. Pelajaran dan penerangan


Al Quran juga menjadi kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
kitab untuk memberi penerangan bagi manusia. Berikut bunyi dalil surat Yasin ayat
69,

‫علَّ ْمنَاهُ الش ْع َر َو َما يَ ْنبَغي لَهُ ۚ إ ْن ه َُو إ َّّل ذ ْكر َوقُرْ آن ُمبين‬
َ ‫َو َما‬

Artinya: "Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair
itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab
yang jelas,"

6. Pemutus hukum
Al Quran juga diturunkan sebagai pemutus hukum dan pengangkat perselisihan
serta pembeda antara yang haq dan batil. Allah dalam surat An Nahl ayat 64
berfirman,

َ‫اختَلَفُوا فيه ۙ َوهُدًى َو َرحْ َمةً لقَ ْوم يُؤْ منُون‬ َ ‫علَيْكَ ْالكت‬
ْ ‫َاب إ َّّل لت ُ َبينَ لَ ُه ُم الَّذي‬ َ ‫َو َما أَ ْنزَ ْلنَا‬

Artinya: "Dan Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur'an) ini kepadamu (Muhammad),
melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
Pada intinya, tujuan diturunkannya Al-Qur’an semata-mata bentuk kasih sayang
Allah SWT kepada makhluk ciptaanNya. Tentunya agar menjalani kehidupan sebaik
mungkin dan meraih kebahagiaan abadi di surga.

Sebagai pedoman hidup yang benar, Al-Qur’an niscaya harus memberikan suatu
petunjuk hidup yang benar, mendasar dan pasti. Sehingga dapat dijadikan sebagai
pegangan yang kokoh dalam menghadapi hidup. Oleh karena itu tujuan utama
diturunkannya Al-Qur’an tidak lain kecuali untuk memberikan petunjuk kepada umat
manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat. Adapun petunjuk yang diberikan oleh Al-Qur’an pada pokoknya ada tiga:

1. Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul
dalam keimanan akan keesaan Allah dan kepercayaan akan kepastian adanya hari
pembalasan.

2. Petunjuk mengenai akhlaq yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma


keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara
individual dan kolektif.

3. Petunjuk mengenai syari’at dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar


hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan
sesamanya.

B. Proses Diturunkannya Al-Qur’an

Al Quran mulai diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW pada bulan Ramadhan
tahun 610 dan disebarkan secara bertahap hingga 632 M. Bukti menunjukkan bahwa
Nabi Muhammad membacakan teks, sementara ahli-ahli Taurat menuliskan apa
yang mereka dengar. Beberapa sahabat Nabi mulai mengumpulkan semua "surah"
(bab) ke dalam satu jilid, yang kemudian disebarluaskan dalam cara itu. Upaya ini
menghasilkan sejumlah versi berbeda dari kitab suci dari "Sahabat Nabi", versi yang
hari ini sebagai “Kodeks Para Sahabat”. Tak lama setelah kematian Nabi
Muhammad, naskah tulisan tangan yang berbeda menjadi populer di berbagai
bagian negeri Muslim.

Turunnya Surat Al-Alaq ayat 1-5 menjadikan awal dari kenabian Muhammad. Waktu
turunnya Al Quran juga menjadi awal penyebaran agama Islam. Al Quran diturunkan
dalam dua cara, yaitu secara lengkap di malam Lailatulqadar dari Lauh Mahfudz ke
langit dunia, lalu diturunkan ke Nabi Muhammad secara bertahap. Sejarah turunnya
Al Quran dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Mekkah (sebelum hijrahnya Nabi
pada 17 Ramadan 610 M) dan Madinah (setelah hijrah).

Selama periode Mekkah, pada umumnya ayat yang diturunkan berisi tentang akidah
(paham terkait keimanan) dan tauhid (dasar ajaran agama Islam). Pada periode ini,
terdapat 86 surat yang diturunkan selama 12 tahun lima bulan.
Ayat yang turun di Madinah umumnya berkaitan dengan muamalat (hubungan
manusia sebagai makhluk sosial), syariat (aturan dalam kehidupan Islam), dan
hukum Islam. Pada periode setelah hijrahnya Nabi Muhammad ini, terdapat 28 surat
yang diturunkan selama sembilan tahun sembilan bulan. Ayat Al-Qur’an yang terakhir
diturunkan adalah surat Al-Maidah ayat 5. Nabi Muhammad mewahyukan ayat ayat
Al-Qur’an selama 23 tahun. Sekitar 42 juru tulis menulis ayat-ayat tersebut pada
bahan yang berbeda, seperti kertas, kain, pecahan tulang dan kulit.

Pada zaman kuno, literasi adalah keterampilan yang hanya dimiliki sedikit orang dan
Nabi Muhammad sendiri tidak tahu cara membaca atau menulis. Pada
masa Khalifah Abu Bakar, ketika 70 orang yang penghafal Al Quran (qari), terbunuh
dalam Pertempuran Yamama, Umar bin al-Khattab menjadi prihatin dan memohon
kepada Abu Bakar untuk menyusun Al Quran menjadi sebuah buku. Abu Bakar
membentuk delegasi di bawah pimpinan Zaid bin Tsabit, salah seorang ahli kitab
terkemuka. Kelompok itu terdiri dari 12 orang, diantaranya tokoh-tokoh terkenal
seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talha bin Ubaydullah, Abdullah bin
Masood, Ubayy bin Kab, Khalid bin Walid, Hudhaifah dan Saleem.

Mereka berkumpul di rumah Umar dan mengumpulkan semua bahan-bahan yang di


atasnya tertulis ayat-ayat Al Quran. Selain itu, mereka juga mendengarkan lantunan
ayat-ayat yang dihafal oleh para sahabat nabi. Masing-masing dari mereka diminta
untuk menunjukkan dua orang saksi dari ayat yang mereka baca.

Dengan demikian, semua ayat Al Quran yang menggambarkan penciptaan alam


semesta dan manusia, hari penghakiman, kisah teladan orang-orang yang hidup
sebelumnya dan kepercayaan, ibadah, moral dan dasar hukum yang harus dipatuhi
oleh orang-orang yang beriman dikumpulkan menjadi satu volume buku. Setiap ayat
diajarkan oleh malaikat Jibril dan dinyatakan oleh Nabi Muhammad. Ayat adalah
nama yang diberikan untuk setiap kalimat Al Quran, dan surah adalah nama yang
diberikan untuk setiap bagian dari kitab suci.

Dalam Al-Qur’an ada 6.236 ayat, 114 surah dan sekitar 323.000 surat. Saeed bin al-
Aas, yang terkenal dengan keindahan tulisan tangannya, menuliskannya di atas kulit
kijang. Tulisan yang digunakan adalah tulisan Arab pada masa itu, yang sudah tua
dan umum digunakan pada masa itu di Hijaz. Para sahabat sepakat bahwa tulisan
yang digunakan Nabi Ismail di Hijaz ini adalah tulisan kaum Muslim. Salinan Al
Quran dibacakan kepada para sahabat pada pertemuan umum. Tidak ada keberatan.
Maka, muncullah kitab yang disebut “mushaf” yang artinya ayat-ayat tertulis.
Sebanyak 33.000 sahabat sepakat bahwa setiap huruf Al Quran sudah benar.
Kemudian naskah ini dikirim kepada Umar bin al-Khattab. Setelah kematiannya, kitab
ini diteruskan ke Hazrat Hafsah, putri Umar dan istri Nabi Muhammad.

Perbedaan diamati dalam pembacaan Al Quran dalam pertempuran Armenia antara


Muslim dari Damaskus dan Irak selama periode khalifah ketiga, Khalifah Utsman.
Hudhaifah, salah satu sahabat nabi, pergi ke hadapan khalifah dalam perjalanan
kembali dari ekspedisi dan memintanya untuk mencegah perbedaan itu. Pada
tanggal 25 Hijriah (647), Utsman mengumpulkan delegasi yang dihadiri oleh
Abdullah bin al-Zubair, Saeed bin al-Aas dan Abd al-Rahman bin Harits di bawah
pimpinan Zaid bin Tsabit. Semuanya, kecuali Zaid, berasal dari Quraisy.

Utsman berkata bahwa dialek Quraisy harus lebih diutamakan, jika mereka berkonflik
dengan Zaid mengenai dialek, karena Nabi Muhammad berasal dari suku Quraisy. Al
Quran diturunkan dalam tujuh dialek bahasa Arab pada masa itu. Muslim pertama
yang melek huruf dapat dengan mudah membaca tulisan bahasa mereka sendiri.
Tetapi kondisinya agak berbeda pada saat itu, karena aksara Arab tidak memiliki
tanda diakritik untuk membedakan huruf atau simbol vokal.

Rombongan membawa naskah asli dari Hafsah. Dalam mushaf ini, surat-suratnya
tidak dipisahkan satu sama lain. Surat-surat diurutkan menurut urutan keturunannya
dalam naskah Ali dan menurut panjangnya dalam naskah Abdullah bin Masood.
Sekarang ayat-ayat itu ditulis dalam dialek Quraisy. Surat-surat itu disusun dalam
barisan, dipisahkan satu sama lain berdasarkan panjangnya. Urutan surat-surat itu
tidak didasarkan pada perintah yang diberikan malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad, tetapi berdasarkan kesepakatan para sahabat nabi.

C. Paradigma Al-Qur’an Dalam Kehidupan Modern

Apa yang dimaksud paradigma? Apa pula yang dimaksud paradigma Qurani?
Mengapa Al-Quran dijadikan paradigma untuk menghadapi berbagai persoalan?
Secara etimologis kata paradigma dari bahasa Yunani yang asal katanya adalah para
dan digma. Para mengandung arti "di samping‟, "di sebelah‟ dan "keadaan
lingkungan‟. Digma berarti "sudut pandang‟, "teladan‟, "arketif" dan "ideal‟. Dapat
dikatakan bahwa paradigma adalah cara pandang, cara berpikir, cara berpikir tentang
suatu realitas.

Adapun secara terminologis paradigma adalah cara berpikir berdasarkan pandangan


yang menyeluruh dan konseptual terhadap suatu realitas atau suatu permasalahan
dengan menggunakan teori-teori ilmiah yang sudah baku, eksperimen, dan metode
keilmuan yang bisa dipercaya. Dengan demikian, paradigma Qurani adalah cara
pandang dan cara berpikir tentang suatu realitas atau suatu permasalahan
berdasarkan Al-Quran.

Berikutnya, Mengapa Al-Quran dijadikan paradigma? Semua orang menyatakan


bahwa ada suatu keyakinan dalam hal orangorang beriman, Al-Quran mengandung
gagasan yang sempurna mengenai kehidupan Al-Quran mengandung suatu gagasan
murni yang bersifat metahistoris. Menurut Kuntowijoyo (2008), Al-Quran
sesungguhnya menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan cara
berpikir. Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan berdasarkan
paradigma Al-Quran jelas akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan umat
manusia. Kegiatan itu mungkin bahkan tentu saja akan menjadi rambahan baru bagi
munculnya ilmu-ilmu pengetahuan alternatif. Premis-premis normatif Al-Quran
dapat dirumuskan menjadi teori-teori yang empiris dan rasional. Struktur
transendental Al-Quran adalah sebuah ide normatif filosofis yang dapat dirumuskan
menjadi paradigma teoritis.

Paradigma Qurani akan memberikan kerangka bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan


empiris dan ilmu pengetahuan rasional yang orisinal, dalam arti sesuai dengan
kebutuhan pragmatis masyarakat Islam yaitu untuk mengaktualisasikan misinya
sebagai khalifah di muka bumi.

Bahwa umat Islam mundur karena mereka meninggalkan ajarannya, sedangkan non-
Islam maju justru karena mereka meningglkan ajarannya. Adapun ajaran dimaksud
adalah ajaran murni al-Islām sebagaimana yang tercantum dalam AlQuran dan sunah
bukan ajaran-ajaran yang bersumber dari budaya selain AlQuran dan sunah.

Kemajuan yang dicapai dengan keberhasilan pengembangan Iptek tentu akan


membawa perubahan yang sangat dahsyat. Revolusi kebudayaan terjadi karena Iptek
telah mengantarkan manusia kepada kemajuan yang luar biasa. Kemajuan
melahirkan kehidupan modern dan kemodernan menjadi ciri khas masyarakat maju
dewasa ini. Bagi umat Islam kemodernan tetap harus dikembangkan di atas
paradigma Al-Quran. Kita maju bersama Al-Quran, tidak ada kemajuan tanpa
AlQuran. Al-Quran bukan hanya sebagai sumber inspirasi, tetapi ia adalah landasan,
pedoman paradigma dan guide dalam mengarahkan kemodernan agar dapat
menyejahterakan manusia dunia dan akhirat. Apa arti kemodernan kalau tidak
membawa kesejahteraan? Apa arti kemajuan Iptek kalau manusia tidak makrifat
kepada Allah? Imam Junaid al-Bagdadi menyatakan, “Meskipun orang tahu segala
sesuatu tetapi jika dia tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya, maka identik dengan
tidak tahu sama sekali”. Junaid ingin menyatakan bahwa landasan Iptek adalah
ma‟rifatullāh, dan Al-Quran adalah paradigma untuk pengembangan Iptek.
BAB III

PENUTUPAN

A.Kesimpulan

Paradigma Qur’ani adalah cara pandang dan cara berpikir tentang suatu realitas atau
suatu permasalahan berdasarkan AL-Qur’an. Adanya kesadaran bagi seluruh umat
muslim adalah yang terpenting untuk menjaga dan mewujudkan paradigma Qur’ani
ini. Karena, tanpa kesadaran dari umat muslim ini, paradigma tak akan terwujud dan
mungkin bisa saja terjadi kekacauan bagi seluruh muslim karena memang hanya Al-
Qur’an pedoman bagi seluruh umat muslim.

Anda mungkin juga menyukai