OLEH :
LAYLI KHAINUR (102.2019.038)
SEMESTER DUA
PROGRAM PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2020 M / 1441 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat
segenap aktivitas-aktivitas sebagai hamba Allah Swt. Sholawat dan salam semoga
paham dan mengerti tentang seputar yang mana dijadikan sebuah referensi
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, Januari 2014), hlm. 259.
minoritas burang lebih sebanyak 3,9% dari jumlah penduduk myammar secara
keseluruhan, thailand sebanyak 4%, di Philipina pemeluk Islam berjumlah
9%, sedangkan di singapura penduduk dengan beragama Islam berjumlah
sebanyak 16% dari jumlah penduduk Islam secara keseluruhan.2
Komunitas Muslim di Laos merupakan minoritas kecil di negara
mayoritas buddha dan mencakup sekitar 0,01 % dari populasi. Komunitas
Muslim dapat dijumpai di ibu kota Laos yaitu vientiane, yang juga memiliki
Mesjid jami’. Populasi Muslim sebagian besar bergerak di perdagangan dan
mengelola toko daging. Sebuah komunitas kecil Muslim cham dari Kamboja
yang lolos dari khmer juga ditemukan, Muslim hidup terutama diperkotaan.3
Populasi muslim sebagian esar bergerak diperdagangan dan mengelola
toko daging. Sebuah komunitas kecil muslim cham dan dari kamboja yang
lolos dari khmer merah juga ditemukan, muslimnya hidup terutama
diperkotaan. Sulit memang menemukan Muslim di Laos. Namun, bukannya
tidak ada. Laos memang dikenal sebagai negara di Asia Tenggara yang
populasi Muslimnya paling sedikit. Saat ini, Muslim yang tinggal di wilayah
bekas jajahan Prancis itu tak sampai 800 orang. Sejarah mencatat islam masuk
kelaos sekitar abad ke-18 adalah orang-orang dari tamil, selatan india yang
pertama kali membawa islam ke Laos.
Kebanyakan Muslim tamil adalah laki-laki yang bekerja sebagai
penjaga dan buruh, ada pula yang berdagang , yakni menjual kosmetik yang
mereka impor dari cina, Vietnam dan Thailand. Sebagian besar dari mereka
tinggal di vientiane, ibu kota Laos. Mereka juga menyebar dan tinggal di 3
kota besar Laos lainnya , yakni luang prabang, pakse dan savannakhet. Islam
juga di bawa masuk oleh muslim dari pakistan. Banyak dari mereka yang
2
Marshall G,S Hogdson, the Venture Islam, (Chicago : Uversity of Chicago Press
1974), hlm. 244
3
M.G. Ricklefs, Bruce Lckhart, Albert Lau, Portia Rayes, Maitri Awung,
Thwin, Sejarah Asia Tenggara : dari Masa Prasejarah Sampai Kontemporer, (Depok :
Komunitas Bambu, Mei 2013), hlm. 217-218
bekerja untuk pasukan inggris di tempatkan di myammar selama perang dunia
pertama. Lokasi myanmar yang berdekatan dengan laos membuat muslim
pakistan yang kerap di panggil pakhtun mudah menyebarkan islam di laos.
Muslim pakhtum adalah kelompok etnis Muslim yang cukup besar di
Laos . kebanyakan dari mereka telah menjadi penduduk laos dan menikahi
perempuan laos. Sebagian laki-laki pakhtum bekerja sebagai pegawai negeri
dan polisi. Sejumlah lainnya memiliki toko pakaian atau lahan pertanian.
Presiden asosiasi muslim laos, Muhammad rafiq alias sofi seng sone,
menyatakan hubungan muslim dengan pemerintah laos sangat baik. “tidak ada
masalah terkait hubungan antar agama, masyarakat laos pada umumnya
sangat ramah dan perhatian dan kami merasa sangat beruntung bisa hidup
disini” ujarnya. Penerimaan itulah yang membuat muslim di laos dapat
dengan mudah membangun mesjid untuk beribadah.
Laos dikenal sebagai salah satu Negara dengan sistem pemerintahan
komunis yang tersisa di dunia dengan mayoritas penduduknya merupakan
pemeluk Budha Theravada. Tak heran kalau Laos merupakan negara dengan
penduduk Muslim paling sedikit di Asia Tenggara.
Agama Islam pertama kali masuk ke Laos melalui para pedagang Cina
dari Yunnan. Para saudagar Cina ini bukan hanya membawa dagangannya ke
Laos, namun juga ke negara tetangganya seperti Thailand dan Birma. Oleh
masyarakat Laos dan Thailand, para pedagang asal Cina ini dikenal dengan
nama Chin Haw. Peninggalan kaum Chin Haw yang ada hingga hari ini
adalah beberapa kelompok kecil komunitas Muslim yang tingal di dataran
tinggi dan perbukitan. Mereka menyuplai kebutuhan pokok masyarakat
perkotaan. Di sini, mereka memiliki masjid besar kebanggaan. Letaknya di
ruas jalan yang terletak di belakang pusat air mancur Nam Phui. Masjid ini
dibangun dengan gaya neo-Moghul dengan ciri khas berupa menara gaya
Oriental. Masjid ini juga dilengkapi pengeras suara untuk adzan.
Ornamen lain adalah tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam
lima bahasa, yaitu Arab, Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok
Muslim Chin Haw, ada lagi kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos
yaitu komunitas Tamil dari selatan India. Muslim Tamil dikenal dengan nama
Labai di Madras dan sebagai Chulia di Malaysia dan Phuket. Mereka masuk
Vientiane melalui Saigon yang masjidnya memiliki kemiripan dengan masjid
mereka di Tamil. Para jamaah Muslim India Selatan inilah yang mendominasi
masjid di Vientiane. Meski demikian, masjid ini juga banyak dikunjungi
jamaah Muslim dari berbagai negara. Jamaah tetap di masjid ini termasuk
para diplomat dari negara Muslim di Vientiane, termasuk dari Malaysia,
Indonesia, dan Palestina.
C. Faktor penyebab kurangnya umat Muslim di Laos
Laos merupakan salah satu negara yang kaya dengan keberagaman
etnis. Setengah populasinya yang mencapai empat setengah juta orang berasal
dari etnis Lao atau yang dikenal masyarakat lokalnya sebagai Lao Lum.
Selain mendominasi dari segi jumlah penduduk, mereka juga mendominasi
pemerintahan dan komunitas masyarakatnya. Mereka yang berasal dari etnis
ini memiliki kedekatan kekerabatan dengan penduduk kawasan timur laut
Thailand. Mereka berasal dari dataran rendah Mekong yang hidup
mendominasi di Vientiane dan Luang Prabang. Secara tradisional, mereka
juga mendominasi pemerintahan dan masyarakat Laos.4
Saat ini, sebagian besar Muslim di Vientiane merupakan pembisnis.
Mereka berjaya di bidang tekstil, ekspor-impor, atau melayani komunitas
mereka sendiri dengan menjadi penjual daging atau pemilik restoran halal.
Beberapa restoran di kawasan Taj off Man Tha Hurat Road, dan dua atau tiga
restoran halal lainnya berdiri di persimpangan jalan Phonxay dan Nong Bon
Roads. Selain melayani komunitas Muslim, mereka juga menyediakan jasa
ketring bagi petugas kedutaan yang beragama Islam. Sisanya, para pekerja
4
Grolier, Negara dan Bangsa Asia. (Jakarta: Widyadara, 1988), hlm. 123
Muslim lokal di Vientiane bekerja di bagian tesktil di berbagai pasar di kota
ini, seperti di Talat Sao atau pasar pagi, di persimpangan jalan Lan Xang, dan
Khu Vieng. Selain di Vientiane, ada lagi komunitas Muslim lainnya di Laos.
Namun mereka berjumlah lebih sedikit dan memutuskan tinggal di kota kecil
di luar Vientiane. Sebagian orang menyatakan ada sebuah masjid kecil di
Sayaburi, di tepi barat Mekong tidak jauh dari Nan. Sayaburi dulu pernah
dinyatakan sebagai daerah tertutup bagi orang asing. Muslim Laos didominasi
oleh para pendatang dari kawasan Asia Selatan dan juga Muslim Kamboja.
Khusus untuk Muslim Kamboja, mereka adalah para pengungsi dari rezim
Khmer berkuasa. Mereka melarikan diri ke Negara tetangga mereka (Laos),
setelah pemimpin rezim Pol Pot menyerukan gerakan pembersihan masal etnis
Kamboja Cham Muslim dari tanah Kamboja. Sebagai pengungsi, kehidupan
mereka terbilang miskin.
Selain itu mereka mengalami trauma akibat pengalaman hidup di
bawah tekanan Khmer sejak 1975. Semua Masjid di Kamboja dihancurkan.
Mereka juga dilarang untuk beribadah atau berbicara dalam bahasa Kamboja
dan banyak di antara mereka dipaksa untuk memelihara babi. Sejarah pahit
mengiringi kepergian Muslim Kamboja ke Laos. Mata imam masjid Kamboja
di Vientiane, Musa Abu Bakar, berlinang air mata ketika menceritakan
kematian seluruh anggota keluarganya dari kelaparan. Mereka dipaksa makan
rumput, sementara satu-satunya daging yang mereka dapatkan dari tentara
Khmer hanyalah daging babi, yang diharamkan oleh Islam. Beberapa orang
Kamboja, seperti mereka yang di Vientiane, kemudian melarikan diri dari
kampung halamannya. Sementara sisanya berhasil bertahan dengan cara
menyembunyikan identitas etnis mereka dan juga keislamannya.
Dari suluruh populasi Muslim Kamboja, diperkirakan tujuh puluh
persennya tewas akibat kelaparan dan pembantaian. Kini di Laos
diperkirakan ada sekitar 200 orang Muslim Kamboja. Mereka memiliki
masjid sendiri yang bernama Masjid Azhar atau yang oleh masyarakat lokal
dikenal dengan nama Masjid Kamboja. Masjid ini berlokasi di sebuah sudut di
distrik Chantaburi Vientiane. Meski berjumlah sangat sedikit dan tergolong
miskin, mereka teguh memegang agama. Umumnya, mereka adalah penganut
mahzab Syafii, berbeda dengan komunitas Muslim Asia Selatan di Vientiane
yang menganut mazhab Hanafi.5
Muslim Chin Haw juga memiliki Masjid sendiri di Laos. Masjid
tersebut terletak di ruas jalan yang terletak di belakang pusat air mancur Nam
Phui. Masjid ini dibangun dengan gaya neo-Moghul dengan ciri khas berupa
menara gaya oriental. Masjid ini juga dilengkapi pengeras suara untuk azan.
Penerimaan itulah yang membuat Muslim Laos dapat dengan mudah
membangun Mesjid untuk beribadah. Muslim asal kamboja misalnya,
memiliki Mesjid sendiri yang bernama Mesjid Azhar. Masyarakat lokal
mengenalnya dengan nama Masjid Kamboja. Masjid ini berlokasi di sebuah
sudut di Distrik Chantaburi yang berjarak sekitar empat kilometer dari pusat
Kota Vientiane. Meskipun dibangun oleh Muslim Kamboja, namun masjid ini
juga banyak dikunjungi jamaah Muslim dari berbagai negara. Jamaah tetap di
masjid ini kebanyakan warga dari negara tetangga, juga para diplomat dari
negara Muslim di Vientiane, seperti dari Malaysia, Indonesia, dan Palestina.
Bangunan masjid ini cukup sederhana, namun dilengkapi dengan
madrasah untuk anak-anak Muslim belajar agama Islam. Keberadaan masjid
ini di Vientiane tidak diprotes oleh masyarakat sekitar. “Bahkan, ketika azan
berkumandang, komunitas non-Muslim di Vientiane tak merasa terganggu,”
kata Rafiq. Di Laos, ada sekitar seribu muslim, orang campa dan orang china
pada 1978. Banyak orang campa minta berimigrasi ke malaysia6
5
aifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2010) hlm. 24
6
Kettani Ali, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: 2005, Raja Grafindo
Persada), hlm. 227
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muslim di laos adalah minoritas ditangah-tengahpenganut agama
budha. Penduduk yang beragamakan islam di laos sangat lah sedikit.
Komunitas muslim di laos hanya terdapat di beberapa kota saja. Masuk nya
agama islam di Laos ini dibawa oleh para pedagang cina dan yunan. Ada
banyak faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah penduduk muslimdi laos.
Salah satunya ada trauma akibat pengalaman hidup di bawah tekanan Khmer
sejak 1975. Semua Masjid di Kamboja dihancurkan. Mereka juga dilarang
untuk beribadah atau berbicara dalam bahasa Kamboja dan banyak di antara
mereka dipaksa untuk memelihara babi.
Sejarah pahit mengiringi kepergian Muslim Kamboja ke Laos. Mata
imam masjid Kamboja di Vientiane, Musa Abu Bakar, berlinang air mata
ketika menceritakan kematian seluruh anggota keluarganya dari kelaparan.
Mereka dipaksa makan rumput, sementara satu-satunya daging yang mereka
dapatkan dari tentara Khmer hanyalah daging babi, yang diharamkan oleh
Islam. Beberapa orang Kamboja, seperti mereka yang di Vientiane, kemudian
melarikan diri dari kampung halamannya. Sementara sisanya berhasil
bertahan dengan cara menyembunyikan identitas etnis mereka dan juga
keislamannya. Hal itulah yang membuat muslim di laos sedikit.
B. Saran
Dalam makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai
pihak. Masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalh ini . maka dari itu
kritik dan saran yang membangun di butuhkan suoaya bisa jadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Kettani, (2005). Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, Jakarta: 2005, Raja
Grafindo Persada
G Marshall,S Hogdson, (1974). the Venture Islam, Chicago : Uversity of Chicago
Presshlm.
Grolier,(1988). Negara dan Bangsa Asia. Jakarta: Widyadara.
M.G. Ricklefs, Lckhart Bruce, Albert Lau, Portia Rayes, Maitri Awung, Thwin,
(2013). Sejarah Asia Tenggara : dari Masa Prasejarah Sampai
Kontemporer, Depok : Komunitas Bambu,
Saifullah, (2010). Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Yatim Badri , (2014). Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada,