Jalum 2A Tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi Berbasis Keluarga Dikumpulkan pada Jumat, 4 Februari 2022
ISSUE PERNIKAHAN USIA DINI
Sistem sosial yang masih sedikit patriarki yang walaupun tidak
menjadi persoalan pula apabila ada wanita yang berpendidikan tinggi, bekerja, dan ataupun menjadi seorang pemimpin. Namun kebanyakan warga di kampung saya masih berseriotif bahwa wanita tidak akan lebih menjadi seorang ibu rumah tangga yang hanya mengatur kepentingan domestik saja. Dari sistem sosial seperti itu, banyak sekali kasus pernikahan usia dini disini. Rata-rata remaja fresh graduate dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan bahkan Sekolah Dasar (SD) sudah dinikahkan, dimana mereka menikah pada rentan usia mulai dari 13-16 tahun. Biasanya remaja-remaja tersebut memang tidak melanjutkan pendidikannya. Hal ini yang menjadikan kasus pernikahan dini di kampung saya sangat sering terjadi. Beberapa alasan lain yang dapat saya tangkap dari kejadian pernikahan usia dini disini adalah karena faktor ekonomi keluarga, dimana orang tua ingin segera melepas anaknya untuk dinafkahi orang lain (calon suami). Masyarakat disini pun masih memiliki paradigma negatif bahwa wanita yang menikah diatas 18 tahun adalah perawan tua, hal ini lah yang menjadi kekhawatiran orang tua apabila tidak menikahkan anaknya sedini mungkin. Selain itu, Kurangnya pemahaman efek pernikahan terlalu muda terhadap kedua mempelai menjadikan pernikahan usia dini bukanlah hal yang patut dipermasalahkan disini. Alasan terakhir yaitu orang tua ingin menghindarkan anaknya dari pergaulan bebas anak muda. Salah satu contoh kasus yang dapat diambil adalah pernikahan dini oleh salah satu tetangga saya, kita bisa memanggil Ny. I. Menikah pada saat usianya masih 15 tahun, kedua orang tuanya berpenghasilan rendah dan harus menghidupi banyak kepala. Ny.I menikah dengan lelaki yang usianya tidak jauh dengannya, bekerja sebagai kuli bangunan. Mereka menikah atas dasar kesepakatan keluarga karena takut terjerumus kepada perzinahan. Mereka menikah, selang tidak lama Ny.I hamil dan melahirkan. Setelah melahirkan suami tidak memberikan nafkah batin maupun materi kepada Ny.I. Pengakuan suami, karena keluarga Ny.I terus ikut campur atas urusan rumah tangga mereka. Karena Ny. I masih belum dewasa dalam mengambil keputusan ataupun dewasa dalam berfikir semua permasalahan mereka limpahkan kepada keluarga tanpa ada komunikasi dengan suami. Komunikasi tidak berjalan dengan baik, kedua belah pihak merasa benar. Hingga saat ini Ny.I tidak diberikan nafakah oleh suami, bahkan ingin perceraian sebagai jalan keluarnya. Sebenarnya masih banyak lagi kasus pernikahan usia dini di kampung saya namun secara keseluruhan cerita mereka diakhiri dengan perceraian. Walaupun ada beberapa kasus pernikahan yang masih langgeng namun dari segi ekonomi masih dikatakan rendah. Dari kasus diatas menjadikan salah satu gambaran bahwa pernikahan usia dini secara faktual memiliki dampak yang negatif. pernikahan usia dini mempengaruhi secara negatif masa depan remaja, kerena pernikahan usia dini akan membatasi gerak terlebih wanita, membuat mereka tak punya kesempatan melakukan berbagai hal yang seharusnya mereka lakukan pada usia tersebut. Pendidikan terbengkalai, menjadikan ketidaksiapan mereka untuk terjun di dunia kerja karena minimnya pengetahuan dan pengalaman. Hal ini akan berimbas pada mata pencaharian, serta ketidak siapan dalam perekonomian. Dampak yang paling terlihat adalah maraknya kasus perceraian, di mana alasan utama perceraian tersebut adalah dari faktor ekonomi dampak dari ketidaksiapan mereka. Perkawinan pada usia muda juga mengakibatkan kedua pasangan belum bisa berfungsi secara baik sebagai suami istri, dimana suami belum tau fungsinya dan istri tidak mengetahui kewajibannya. selain itu, Kepribadian yang egoistis baik salah satu maupun kedua-duanya sehingga sulit untuk mencapai mawaddah dan rahmah yang merupakan wujud dari keharmonisan dan keserasian dalam rumah tangga. Namun disisi lain Pernikahan usia dini sepertinya merupakan keputusan yang tepat apabila berada dalam situasi dan kondisi yang tepat pula, misalnya untuk menghindari perzinahan. Tetapi dalam membangun rumah tangga juga sangat memerlukan kesiapan mental, dan pertumbuhan ke arah yang lebih baik ( kesiapan menjalin status pernikahan) memerlukan waktu yang tidak sebentar, artinya harus benar-benar dalam usia dan pemikiran yang sudah matang. Karena bagaimanapun angka tertinggi perceraian salah satunya disebabkan oleh pernikahan karena tidak adanya kesiapan mental yang kuat antara kedua pasangan.