Anda di halaman 1dari 25

UAS HUKUM INTERNASIONAL

ANNIZA INDIHAR ELFARIZAN

41210010
Ujian Akhir Semester Genap

A. KASUS

Negara Annica dan Negara Union adalah dua negara tetangga yang ada di Benua Alder. Di
antara Negara Annica dan Negara Union ada danau Luang yang dimanfaatkan bersama oleh
rakyat dari kedua negara tersebut. Negara Annica dan Negara Union belum memiliki
perjanjian internasional yang mengatur mengenai penggunaan Danau Luang. Danau Luang
memiliki banyak ikan dan warga di sekitaran Danau Luang suka menangkap dan
mengkonsumi ikan dari Danau Luang.

• Pada tahun 2010, Perusahaan milik negara Annica (seperti Badan Usaha Milik
Negara), bernama PT XYZ membangun suatu pabrik dekat Danau Luang. PT XYZ
membuang limbahnya di Danau Luang. Namun, tidak hanya PT XYZ yang
membuang, penduduk disana dan beberapa pabrik lain juga membuang limbahnya di
Danau Luang. Pabrik PT XYZ di Danau Luang adalah pabrik paling besar disana.
• Pada tahun 2015 muncul penyakit misterius yang menyerang warga di sekitaran
Danau Luang dan tidak hanya warga di Negara Annica, namun Negara Union juga
terkena dampak dari penyakit misterius ini. Penyakit ini menyebabkan berupa
kerusakan pada saluran pencernaan, sistem saraf, dan ginjal.

2
Ujian Akhir Semester Genap

• Penelitian menemukan bahwa Danau Luang terkena pencemaran merkuri dan ikan-
ikan disana juga tercemar merkuri, sehingga warga yang mengkonsumsi ikan dari
Danau Luang akan terkena penyakit yang disebabkan oleh logam merkuri tersebut.
• Dari limbah PT XYZ diketemukan kandungan logam merkuri, namun di pabrik-
pabrik pembuang limbah juga ada logam merkuri-nya.

Pada tanggal 18 Juli 2015, Negara Union kemudian mengajukan protes kepada Negara
Annica untuk menghentikan pembuangan limbah ke Danau Luang karena menyebabkan
warganya terkena penyakit merkuri, namun Negara Annica tidak memberikan tanggapan dan
PT XYZ tetap membuang limbahnya di Danau Luang.

Rakyat dari Negara Union yang tinggal deket Danau Luang marah dan protes dengan
tindakan Negara Annica dan PT XYZ yang menurut dugaan mereka telah mencemari Danau
Luang. Pada tanggal 21 Juli 2015 mereka mengajukan gugatan perdata terhadap Negara
Annica dan PT XYZ yang memiliki cabang di Negara Union terkait pencemaran di Danau
Luang berdasarkan pelanggaran Hukum Nasional dan Internasional di Pengadilan Negeri
Negara Union.

Mr. Andi, adalah direktur dari PT XYZ dan juga adalah pegawai negeri Negara Annica yang
sedang menuju ke Negara Union untuk melakukan rapat bisnis dengan duta besar dan
diplomat dari Negara Annica (diplomat Negara Annica yang sedang posting/berkerja di
Negara Union) pada tanggal 28 Agustus 2015. Ketika Andi sedang rapat dengan para
diplomat dari Negara Annica di suatu hotel, Andi kemudian ditangkap oleh polisi Negara
Union dan ditahan untuk pemeriksaan akibat pencemaran dan pelanggaran lingkungan yang
dilakukan oleh PT XYZ. Dokumen-dokumen meeting tersebut juga ikut disita oleh polisi
Negara Union dengan tujuan investigasi pencemaran lingkungan PT XYZ.

Negara Annica tidak terima dan protes kepada Negara Union karena telah menahan warga
negaranya tanpa dasar dan menyita dokumen milik negara.

Negara Annica dan Negara Union adalah anggota United Nations dan mereka membawa
sengketa ini ke International Court of Justice untuk menyelesaikan kasus pencemaran Danau
Luang dan juga penangkapan Andi, warga negara Annica.

2
Ujian Akhir Semester Genap

B. PERTANYAAN

1. Apakah Negara Union dapat menggugat Negara Annica akibat pencemaran merkuri di
Danau Luang? Sebutkan dasar hukum, atribusi dan pelanggarannya.
2. Apakah Masyarat Negara Union dapat menggugat Negara Annica dan PT XYZ di
pengadilan negeri/local Negara Union?
3. Apakah Negara Annica dapat menggugat Negara Union yang telah melakukan
penangkapan dan penahanan Andi dan juga ternyata menyita dokumen-dokumen di
meeting tersebut? Sebutkan dasar hukum dan pelanggarannya.
4. Apakah Andi bisa meminta tolong kepada Negara Annica untuk membebaskannya
dari tahanan Negara Union?
5. Tuntutan bentuk tanggung negara apa yang dapat diminta masing-masing oleh Negara
Union dan Negara Annica?

C. JAWABAN

1. Apakah Negara Union dapat menggugat Negara Annica akibat pencemaran merkuri
di Danau Luang? Sebutkan dasar hukum, atribusi dan pelanggarannya.

Pada dasarnya negara Union dapat menggugat negara Anniza akibat pencemaran
dikarenakan, negara Annica telah melanggar Hukum Lingkungan Internasional.

Hukum lingkungan internasional (huklin) merupakan bidang baru (new development) dalam
sistem hukum internasional. Bidang baru ini dapat pula dianggap bagian dari hukum baru
dengan nama hukum lingkungan laut internasional. Untuk membahas sistem hukum
lingkungan internasional ini menurut dapat dikaji dalam kerangka hukum internasional
berdasarkan,

(i) customary international law (CIL) dan


(ii) conventional international law, dari kedua sumber hukum ini telah tumbuh hukum
lingkungan internasional sebagai bagian dari hukum lingkungan

Zat pencemar dalam hal ini zat kimia yang mengandung merkuri dari pembuangan linmbah
dari PT. XYZ negara Annica yang masuk pada ekosistem laut tidak hanya dapat secara
langsung merusak lingkungan laut, namun lebih jauh dapat pula berbahaya bagi suplay

2
Ujian Akhir Semester Genap

makanan dan habitat lingkungan laut yang merupakan sumber kekayaan alam bagi suatu
Negara khususnya bagi kawasan Negara Union yang penduduknya banyak bergantung pada
hasil perikanan. Dalam hal ini terdapat beberapa aturan hukum lingkungan internasional yang
mengatur masalah pencemaran lingkungan laut yaitu:

1) United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS)


2) International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (Civil
Liability Convention).
3) Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and
Other Matter 1972 (London Dumping Convention).
4) The International Covention on Oil Pollution Preparedness Response And
Cooperation 1990 (OPRC).
5) International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 (Marine
Pollution).

PERKEMBANGAN PENGATURAN PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT


DALAM HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

A. United Nation Covention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS)

Konvensi Hukum Laut 1982 adalah merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut,
yang disetujui di montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982. Konvensi Hukum Laut
1982 secara lengkap mengatur perlindungan dan pelestarian lingkungan laut (protection and
preservation of the marine environment) yang terdapat dalam Pasal 192-237.

Pasal 192 berbunyi : yang menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban untuk
melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Pasal 193 menggariskan prinsip penting dalam
pemanfaatan sumber daya di lingkungan laut, yaitu prinsip yang berbunyi : bahwa setiap
Negara mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan
kebijakan lingkungan mereka dan sesuai dengan kewajibannya untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut.

Konvensi Hukum Laut 1982 meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya guna
mencegah (prevent), mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control) pencemaran

2
Ujian Akhir Semester Genap

lingkungan laut dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran dari pembuangan limbah
berbahaya dan beracun yang berasal dari sumber daratan (land-based sources), dumping, dari
kapal, dari instalasi eksplorasi dan eksploitasi. Dalam berbagai upaya pencegahan,
pengurangan, dan pengendalian pencemaran lingkungan tersebut setiap Negara harus
melakukan kerja sama baik kerja sama regional maupun global sebagaimana yang diatur oleh
Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982. Negara peserta Konvensi Hukum Laut 1982
mempunyai kewajiban untuk menaati semua ketentuan Konvensi tersebut berkenaan dengan
perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, yaitu antara lain sebagai berikut :

1. Kewajiban membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan dan


pelestarian lingkungan laut yang mengatur secara komprehensif termasuk
penanggulangan pencemaran lingkungan laut dari berbagai sumber pencemaran,
seperti pencemaran dari darat, kapal, dumping, dan lainnya. Dalam peraturan
perundang-undangan tersebut termasuk penegakan hukumnya, yaitu proses
pengadilannya
2. Kewajiban melakukan upaya-upaya mencegah, mengurangi, dan mengendalikan
pencemaran lingkungan laut,
3. Kewajiban melakukan kerja sama regional dan global, kalau kerja sama regional
berarti kerja sama ditingkat (CONTOH KAWASAN ASEAN) negara-negara anggota
ASEAN, dan kerja sama global berarti dengan negara lain yang melibatkan negara-
negara di luar ASEAN karena sekarang persoalan pencemaran lingkungan laut adalah
persoalan global, sehingga penanganannya harus global juga.
4. Negara harus mempunyai peraturan dan peralatan sebagai bagian dari contingency
plan
5. Peraturan perundang-undangan tersebut disertai dengan proses mekanisme
pertanggungjawaban dan kewajiban ganti ruginya bagi pihak yang dirugikan akibat
terjadinya pencemaran laut.

Dalam melaksanakan kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut tersebut,
setiap Negara diharuskan melakukan kerja sama baik kerja sama regional maupun global.
Keharusan untuk melakukan kerja sama regional dan global (global and regional co-
operation) diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982. Pasal 197 Konvensi
berbunyi :

2
Ujian Akhir Semester Genap

“Negara-negara harus bekerja sama secara global dan regional secara langsung atau
melalui organisasi internasional dalam merumuskan dan menjelaskan ketentuan dan
standard internasional serta prosedur dan praktik yang disarankan sesuai dengan Konvensi
bagi perlindingan dan pelestarian lingkungan laut dengan memperhatikan keadaan regional
tersebut”.

Kerja sama regional dan global tersebut dapat berupa kerja sama dalam pemberitahuan
adanya pencemaran laut, penanggulangan bersama bahaya atas terjadinya pencemaran laut,
pembentukan penanggulangan darurat (contingency plans against pollution), kajian, riset,
pertukaran informasi dan data serta membuat kriteria ilmiah (scientific criteria) untuk
mengatur prosedur dan praktik bagi pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran
lingkungan laut sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 198-201 Konvensi Hukum Laut 1982.
Di samping itu, Pasal 207-212 Konvensi Hukum Laut 1982 mewajibkan setiap Negara untuk
membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur pencegahan dan pengendalian
pencemaran laut dari berbagai sumber pencemaran, seperti sumber pencemaran dari darat
(land-based sources), pencemaran dari kegiatan dasar laut dalam jurisdiksi nasionalnya
(pollution from sea-bed activities to national jurisdiction), pencemaran dari kegiatan di
Kawasan (pollution from activities in the Area), pencemaran dari dumping (pollution by
dumping), pencemaran dari kapal (pollution from vessels), dan pencemaran dari udara
(pollution from or through the atmosphere).

Tanggung Jawab Dan Kewajiban Ganti Rugi

Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur persoalan tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi
berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Pasal 235 Konvensi
menegaskan bahwa setiap Negara bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban
internasional mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, sehingga semua Negara
harus memikul kewajiban ganti rugi sesuai dengan hukum internasional.

Setiap Negara harus mempunyai peraturan perundang-undangan tentang kompensasi yang


segera dan memadai atas kerugian (damage) yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan
laut yang dilakukan orang (natural person) atau badan hukum (juridical person) yang berada
dalam jurisdiksinya. Oleh karena itu, setiap Negara harus bekerja sama dalam
mengimplementasikan hukum internasional yang mengatur tanggung jawab dan kewajiban

2
Ujian Akhir Semester Genap

ganti rugi untuk kompensasi atas kerugian akibat pencemaran lingkungan laut, dan juga
prosedur pembayarannya seperti apakah dengan adanya asuransi wajib atau dana kompensasi.

Tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi dari Negara atau disebut tanggung jawab Negara
(state sovereignty) merupakan prinsip fundamental dalam hukum internasional, sehingga
kalau terjadi pelanggaran kewajiban internasional akan timbul tanggung jawab Negara.
Pelanggaran kewajiban internasional tersebut seperti tidak melaksanakan ketentuan-ketenuan
yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982 yang sudah mengikat negaranya. Belum
ada perjanjian yang secara khusus mengatur tanggung jawab Negara dalam hukum
internasional. Selama ini persoalan tanggung jawab Negara mengacu padaDraft Articles on
Responsibility of States for International Wrongful Acts yang dibuat oleh Komisi Hukum
Internasional International Law Commission (ILC) yang menyatakan: setiap tindakan negara
yang salah secara internasional membebani kewajiban Negara yang bersangkutan.

B.  International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (Civil
Liability Convention).

Konvensi Internasional Mengenai Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pencemaran


Minyak di Laut (International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage). CLC
1969 merupakan konvensi yang mengatur tentang ganti rugi pencemaran laut oleh minyak
karena kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini berlaku untuk pencemaran lingkungan laut di
laut territorial Negara peserta. Dalam hal pertanggungjawaban ganti rugi pencemaran
lingkungan laut maka prinsip yang dipakai adalah prinsip tanggung jawab mutlak.

Lingkup Berlakunya

konvensi ini berlaku hanya pada kerusakan pencemaran minyak mentah (persistent oil) yang
tertumpah dan muatan kapal tangki. Konvensi tersebut mencakup kerusakan pencemaran
lokasi termasuk perairan negara anggota konvensi Negara Bendera Kapal dan Kebangsaan
pemilik kapal tangki tidak tercakup dalam tingkup aplikasi dan CLC Convention. Notasi
“kerusakan pencemaran” (Pollution Damage),termasuk usaha melakukan Pencegahan atau
mengurangi kerusakan akibat pencemaran didaerah teritorial negara anggota konvens,
(Preventive measures).

2
Ujian Akhir Semester Genap

Konvensi ini diberlakukan hanya pada kerusakan yang disebabkan oleh tumpahan muatan
minyak dari kapal tangki dan tidak termasuk tumpahan minyak yang bukan muatan atau
usaha pencegahan murni yang dilakukan dimana tidak ada sama sekali Minyak yang tumpah
dari kapal tangki. Konvensi ini juga hanya berlaku pada kapal yang mengangkut minyak
sebagai muatan yakni kapal tangki pengangkut minyak. Tumpahan (Spills) dari kapal tangki
dalam pelayaran “Ballast Condition” dan spills dari bunker oil atau kapal selain kapal tangki
tidak termasuk dalam konvensi ini, Kerusakan yang disebabkan oleh “Non-presistent Oil”
seperti gasoline, kerosene, light diesel oil, dan lain sebagainya, juga tidak termasuk dalam
CLC Convention.

Tanggung Jawab Mutlak

Pemilik kapal tangki mempunyai kewajiban ganti rugi terhadap kerusakan pencemaran yang
disebabkan oleh tumpahan minyak dan kapalnya akibat kecelakaan. Pemilik dapat terbebas
dan kewajiban tersebut hanya dengan alasan :

1. Kerusakan sebagai akibat perang atau bencana alam.


2. Kerusakan sebagai akibat dan sabotase pihak lain, atau
3. Kerusakan yang disebabkan oleh karena pihak berwenang tidak memelihara
alat bantu navigasi dengan baik.

Alasan pengecualian tersebut diatas sangat terbatas, dan pemilik boleh dikatakan
berkewajiban memberikan ganti rugi akibat kerusakan pencemaran pada hampir semua
kecelakaan yang terjadi.

Batas Kewajiban Ganti Rugi (Limitation of Liability)

Pada kondisi tertentu, pemilik kapal memberikan kompensasi ganti rugi dengan batas 133
SDR (Special Drawing Rights) perton dari tonage kapal atau 14 juta SDR, atau sekitar US$
19,3 juta diambil yang lebih kecil. Apabila pihak yang mengklaim (Claimant) dapat
membuktikan bahwa kecelakaan terjadi karena kesalahan pribadi (actual fault of privity) dari
pemilik, maka batas ganti rugi (limit his liability) untuk pemilik kapal tidak diberikan.

Permintaan Ganti Rugi (Channeling of Liability)

KIaim terhadap kerusakan pencemaran di bawah CLC Convention hanya dapat ditujukkan
pada pemilik kapal terdaftar. Hal ini tldak menghalangi korban mengklaim kompensasi ganti

2
Ujian Akhir Semester Genap

rugi diluar konvensi ini dari orang lain selain pemlik kapal. Namun demikian, konvensi
melarang melakukan klaim kepada perwakilan atau agen pemilik kapal. Pemilik kapal harus
mengatasi masalah klaim dari pihak ketiga berdasarkan hukum nasional yang berlaku.

C.      Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other


Matter 1972 (London Dumping Convention).

London Dumping Convention merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah terjadinya


Pembuangan (dumping),  yang dimaksud adalah pembuangan limbah yang berbahaya baik itu
dari kapal laut, pesawat udara ataupun pabrik industri. Para Negara konvensi berkewajiban
untuk memperhatikan tindakan dumping tersebut. Dumping dapat menyebabkan pencemaran
laut yang mengakibatkan ancaman kesehatan bagi manusia, merusak ekosistem dan
mengganggu kenyamanan lintasan di laut.

Beberapa jenis limbah berbahaya yang mengandung zat terlarang diatur dalam London
Dumping Convention adalah air raksa, plastik, bahan sintetik, sisa residu minyak, bahan
campuran radio aktif dan lain-lain. Pengecualian dari tindakan dumping ini adalah apabila
ada “foce majeur”,  yaitu dimana pada suatu keadaan terdapat hal yang membahayakan
kehidupan manusia atau keadaan yang dapat mengakibatkan keselamatan bagi kapal-kapal.

D.   The International Convention on Oil Pollution Preparedness Response And


Cooperation 1990 (OPRC).

OPRC adalah sebuah konvensi kerjasama internasional menanggulangi pencemaran laut


dikarenakan tumpahan minyak dan bahan beracun yang berbahaya. Dari pengertian yang ada,
maka dapat kita simpulkan bahwa Konvensi ini dengan cepat memberikan bantuan ataupun
pertolongan bagi korban pencemaran laut tersebut, pertolongan tersebut dengan cara
penyediaan peralatan bantuan agar upaya pemulihan dan evakuasi korban dapat ditanggulangi
dengan segera.

2
Ujian Akhir Semester Genap

Pencemaran laut oleh tumpahan minyak bukan merupakan hal yang baru bagi Negara-negara
Asia Tenggara khususnya di Indonesia, sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2009
pencemaran laut dikarenakan tumpahan minyak berulang kali terjadi di Kepulauan Seribu,
korbannya adalah para masyarakat pesisir dan nelayan, dampak pencemaran laut oleh minyak
sangatlah luas, laut yang tercemar oleh minyak akan menyebabkan gangguan pada fungsi
ekosistem di pesisir laut, kehidupan aquatic pantai seperti terumbu karang, hutan mangrove
dan ikan akan terganggu. Pada sisi ekonomi, hasil tangkapan seperti udang dan ikan tentu
akan beraroma minyak yang berdampak pada nilai jual yang rendah dan mutu ataupun
kualitas menurun. Dengan adanya gelombang, arus dan pergerakan massa air pasang surut,
residu minyak akan tersebar dengan cepat. Bila tidak ditangani dengan segera, pencemaran
limbah minyak ini akan membawa dampak kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsi
ikan yang tercemar.

Indonesia juga memiliki aturan mengenai pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan
minyak dilaut tersebut. Bagi pelaku pencemaran laut oleh tumpahan minyak, dalam hal ini
kapal-kapal tanker wajib menanggulangi terjadinya keadaan darurat tumpahan minyak yang
berasal dari kapalnya, yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun
2006  Tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut.

E. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 (Marine


Pollution).

Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal,1973
sebagaimana diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan untuk
meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut melalui penghapusan
pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan meminimalkan pembuangan
zat-zat tersebut tanpa disengaja.

MARPOL 73/78 garis besarnya mengatur :

1. mewajibkan negara untuk menyediakan fasilitas penerimaan untuk pembuangan


limbah berminyak dan bahan kimia. Ini mencakup semua aspek teknis pencemaran
dari kapal, kecuali pembuangan limbah ke laut oleh dumping, dan berlaku untuk

2
Ujian Akhir Semester Genap

kapal-kapal dari semua jenis, meskipun tidak berlaku untuk pencemaran yang
timbul dari eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral laut.
2. Semua kapal berbendera di bawah Negara-negara yang menandatangani marpol
tunduk pada persyaratan , tanpa memperhatikan tempat mereka berlayar dan Negara
anggota bertanggung jawab atas kapal yang terdaftar dibawah kebangsaan Negara
masing-masing.
3. Setiap Negara penandatangan bertanggung jawab untuk memberlakukan undang-
undang domestic untuk melaksanakan konvensi dan berjanji untuk mematuhi
konvensi, lampiran dan hukum terkait bangsa-bangsa lain;
4. mengatur desain dan peralatan kapal;
5. menetapkan sistem sertifikat dan inspeksi

International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 yang kemudian
disempurnakan dengan Protocol pada tahun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama
MARPOL 1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes yang berisi regulasi-
regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap :

a.      Annex I : Prevention of pollution by oil ( 2 october 1983 )

Total hydrocarbons (oily waters, crude, bilge water, used oils, dll) yang diizinkan untuk
dibuang ke laut oleh sebuah kapal adalah tidak boleh melebihi 1/15000 dari total muatan
kapal. Sebagai tambahan, pembuangan limbah tidak boleh melebihi 60 liter setiap mil
perjalanan kapal dan dihitung setelah kapal berjarak lebih 50 mil dari tepi pantai terdekat.
Register Kapal harus memuat daftar jenis sampah yang dibawa/dihasilkan dan jumlah limbah
minyak yang ada. Register Kapal harus dilaporkan ke pejabat pelabuhan.

b.   Annex II: Control of pollution by noxious liquid substances ( 6 April 1987

Aturan ini memuat sekitar 250 jenis barang yang tidak boleh dibuang ke laut, hanya dapat
disimpan dan selanjutnya diolah ketika sampai di pelabuhan. Pelarangan pembuangan limbah
dalam jarak 12 mil laut dari tepi pantai terdekat.

c.    Annex III : Prevention of pollution by harmful substances in packaged form ( 1 july


1992 )

2
Ujian Akhir Semester Genap

Aturan tambahan ini tidak dilaksanakan oleh semua negar yaitu aturan standar pengemasan,
pelabelan, metode penyimpanan dan dokumentasi atas limbah berbahaya yang dihasilkan
kapal ketika sedang berlayar

d.      Annex IV : Prevention of pollution by sewage from ships ( 27 september 2003 )

Aturan ini khusus untuk faecal waters dan aturan kontaminasi yang dapat diterima pada
tingkatan (batasan) tertentu. Cairan pembunuh kuman (disinfektan) dapat dibuang ke laut
dengan jarak lebih dari 4 mil laut dari pantai terdekat. Air buangan yang tidak diolah dapat
dibuang ke laut dengan jarak lebih 12 mil laut dari pantai terdekat dengan syarat kapal
berlayar dengan kecepatan 4 knot.

e.       Annex V : Prevention of pollution by garbage from ships ( 31 december 1988)

Aturan yang mengatur tentang melarang pembuangan sampah plastik ke laut.

f.       Annex IV : Prevention of air pollution by ships

Aturan ini tidak dapat efektif dilaksanakan karena tidak cukupnya negara yang meratifiskasi
(menandatangani persetujuan.)

MARPOL 1973/1978 memuat peraturan untuk mencegah seminimum mungkin minyak yang
mencemari laut. Tetapi, kemudian pada tahun 1984 dilakukan beberapa modifikasi yang
menitik-beratkan pencegahan hanya pada kagiatan operasi kapal tangki pada Annex I dan
yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapai dengan Oily Water Separating
Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems.

2. Apakah Masyarat Negara Union dapat menggugat Negara Annica dan PT XYZ di
pengadilan negeri/local Negara Union?

Masyarakat negara Union dapat menggugat negara Annica atas pencemaran yang terjadi di
Danau Luang atas dasar pencemarag lingkungan Internasional dan
melaporkan/menyelesaikan sengketa melalui pengadilan International Court Of Justice atas
pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT XYZ yang telah membuang limbah zat kimia

2
Ujian Akhir Semester Genap

berupa merkuri ke danau Luang yang mengakibatkan masyarakat mengalami dan menderita
penyakit serius.

3. Apakah Negara Annica dapat menggugat Negara Union yang telah melakukan
penangkapan dan penahanan Andi dan juga ternyata menyita dokumen-dokumen di
meeting tersebut? Sebutkan dasar hukum dan pelanggarannya.

Konsekuensi Hukum berkaitan dengan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

Penangkapan tersangka atau seorang/sekelompok warga negara asing dapat menimbulkan


permasalahan hak asasi manusia. Dalam banyak kasus, dalam penangkapan lintas negara
banyak ditemui kekerasan fisik, pembatasan kemerdekaan bergerak seseorang dan ancaman
terhadap integritas seseorang. Korban-korban tersebut kadang-kadang diseret, dibawa dalam
kendaraan yang tertutup rapat dan bahkan tidak mengetahui motif dan identitas pihak yang
melakukan penangkapan (Evans (1964) Acquisition of Custody Over the International
Fugitive Offender -- Alternatives to Extradition: A Survey of United States Practice).
Terlebih lagi, pengurangan kebebasan dalam penangkapan lintas negara yang disertai
penculikan secara paksa telah gagal dalam mengikuti prosedur yang ditentukan oleh hukum.
Oleh karena itu, dalam penangkapan lintas negara, seringkali terdapat pelanggaran hak atas
kebebasan, hak atas proses hukum yang adil dan hak untuk tidak disiksa.

 Konsekuensi Hukum dalam hal Tanggung Jawab Negara di Mahkamah Internasional

Negara yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam penangkapan warga negara asing,
terutama pelanggaran kedaulatan negara lain, pelanggaran prinsip itikad baik dan
pelanggaran hak asasi manusia dapat dituntut di Mahkamah Internasional (International Law
Commission Draft Articles on State Responsibility).

Dasar dari diajukannya tuntutan (legal standing) yaitu prinsip kerugian langsung (direct
injury). Contohnya, apabila terdapat pelanggaran perjanjian internasional. Di samping itu,
negara yang warga negaranya menjadi korban juga dapat menuntut ke Mahkamah
Internasional dengan dasar prinsip perlindungan warga negara (diplomatic protection).

2
Ujian Akhir Semester Genap

4. Apakah Andi bisa meminta tolong kepada Negara Annica untuk membebaskannya
dari tahanan Negara Union?

1. Pada prinsipnya setiap negara akan bertanggung jawab untuk memberikan


perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya dimanapun ia berada dan orang
asing akan mendapat perlindungan hukum, dalam pembatasan-pembatasan tertentu,
baik dari negara tempat sementara ia berada dan dari negara asalnya. Dengan
demikian, maka status kewarganegaraan seseorang erat kaitannya dengan
perlindungan hukum internasional yang akan diberikan kepadanya, terhadap dirinya,
harta benda, dan keluarganya.

2. Penerapan prinsip tanggungjawab negara terhadap warga negaranya di luar negeri


atau orang asing, lebih didasarkan pada prinsip kedaulatan negara. Suatu negara
yang berdaulat akan memberlakukan hukum nasionalnya kepada warga negaranya
dalam batas-batas teritorialnya. Di luar itu yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan
hukum dari negara lain atau ketentuan hukum internasional.

3. Perlindungan hukum yang diberikan negara kepada warga negara yang melakukan
kejahatan dinegara lain adalah dengan adanya prinsip umum hukum internasional,
dimana setiap negara berkewajiban melindungi warga negaranya dari penerapan
hukum negara asing walaupun warga negara tersebut melakukan tindak pidana
dinegara asing dan yang bersangkutan berada dinegara tersebut.

4. Selain itu, dalam hal penyerahan seorang tersangka atau terdakwa atau terpidana oleh
negara tempat di mana orang tersebut berada kepada negara lain yang hendak
mengadili, ada asas yang kemudian berlaku yaitu asas tidak menyerahkan sendiri
yang kemudian diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang
Ekstradisi. Artinya, jika tersangka, terdakwa atau terpidana yang diminta adalah
warga negara dari negara yang diminta, maka negara yang diminta berhak untuk tidak
menyerahkan warga negaranya kepada negara yang meminta.

Jadi Andi dapat meminta bantuan dan perlindungan hukum dengan cara melapor atau
diberitahukan perihal penangkapan terhadap orang asing (pak Andi) kepada kedutaan Annica,

2
Ujian Akhir Semester Genap

konsulat, atau misi diplomatik negara Annica, atau ke perwakilan organisasi internasional
yang kompeten di wilayah negara Union

5. Tuntutan bentuk tanggung negara apa yang dapat diminta masing-masing oleh
Negara Union dan Negara Annica?

Perhatian masalah pencemaran laut memberikan implikasi terhadap ekosistem dan ekologis
termasuk sumber daya laut dalam bidang perikanan serta pengaruhnya terhadap kehidupan
masyarakat pesisir. Tindakan pencemaran yang biasa disebabkan oleh kapal, pengeboran
lepas pantai, dan pembuangan ›at⁄›at berbahaya ke laut. Tentunya hal ini
memberikan dampak negatif bagi lingkungan laut dan masyarakat pesisir sehingga
memerlukan penyelesaian sengketa secara komprehensif.

Perkembangan kerjasama antara negara⁄negara anggota, terutama untuk menunjukkan


tujuan utama dari Intergovernmental Maritime Consultative Organi›ation (IMCO)2, sejak
tanggal 22 Mei 1982 IMCO berubah nama menjadi International Maritime Organi›ation
(IMO) tentang keselamatan di laut dan efesiensi pelayaran, atau insiatif IMO telah
melahirkan berbagai Konvensi di bidang Maritim, sebagai berikut:

1. International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS), 1948,


amended 1960 and lastly 1974;

2. International Regulation for Preventing Collisions at Sea (COLREG), 1960,


amended 1972;

3. International Convention for the Prevention of Pollution of the Sea by Oil


(OILPOL), 19S4, as amended 1962;

4. Convention on facilitation of International Maritim Traffic,


196S;

5. The International Convention of Load Lines, 1966;

6. The International Convention Tonnage Measurement of Ship, 1969;

2
Ujian Akhir Semester Genap

7. The International Convention Relating to Intervention on the High Seas in


Cases of Oil Pollution Casualties, 1969;

8. The International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage,


1969;

9. The Special Trade Passenger Ship Agreement, 1971;

10. The Internasional Convention Relating to Civil Liability in the field of


Maritime Carriage of Nuclear Material, 1971;

11. The International Convention on the Establishment of an International fund


for Compensation for Oil Pollution Damage, 1971;

12. The International Convention for Sale Containers, 1972;

13. The International Convention for the Pollution from Ships, 1973;

14. The Protocol Relating to Intervention on the High Seas in Cases of Marine
Pollution by Substance Other Than Oil, 1973;

15. The Protocol on Space Requirements for Special Trade Passenger Ships,
1973.

Masalah hukum pada kasus lingkungan yang menjadi perdebatan menyangkut masalah hak
menggugat (ins standi), masalah pembuktian yang terkait dengan verifikasi ilmiah untuk
menjelaskan hubungan kausal, asas ganti rugi, cakupan dan luas (magnitnde) isu lingkungan
untuk menetapkan jumlah ganti rugi, kriteria pemulihan lingkungan, tindak pidana
lingkungan, kesaksian ahli, peranan lab dan metoda analisis zat tercemar untuk menetapkan
ada tidaknya pencemaran dalam arti hukum dan pertimbangan yang didasarkan pada
perkembangan ilmu dan teknologi.

KLASIFIKASI PENCEMARAN LAUT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Tindakan⁄tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran


lingkungan laut. Negara diharuskan mengambil tindakan yang perlu sesuai dengan Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa (P88) Tentang Hukum Laut 1982 (United Nations

2
Ujian Akhir Semester Genap

Convention on the Law of the Sea UNCLOS, 1982)1 baik secara individu maupun secara
bersama⁄sama untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut
yang disebabkan oleh segala sumber. Setiap negara harus mengambil tindakan yang perlu
untuk menjamin agar kegiatan⁄kegiatan yang berada dibawah yurisdiksi atau
pengawasan mereka dilakukan dengan cara sedemikian rupa supaya tindakan⁄tindakan
tersebut tidak mengakibatkan kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran yang
dilakukan oleh negara lain dan lingkungannya, dan agar pencemaran yang timbul dari
tindakan⁄tindakan dan kegiatan dibawah yurisdiksi atau pengawasan mereka tidak
menyebar melewati daerah⁄ daerah yang ada di bawah pelaksanaan hak⁄hak kedaulatannya.
Segala pencemaran lingkungan laut serta tindakan⁄tindakan yang direncanakan untuk
mengurangi sejauh mungkin :

a. Dilepaskannya bahan⁄bahan yang beracun, berbahaya atau


mengganggu, khususnya bahan⁄bahan yang berpersisten, yang berasal
dari daratan atau melalui udara serta karena dumping;

b. Pencemaran dari kendaraan air, terutama tindakan⁄tindakan untuk


mencegah kecelakaan dan yang berkenaan denga keadaan darurat, untuk
menjamin keselamatan operasi di laut, untuk mencegah terjadinya
pembuangan yang disengaja atau tidak serta desain dan konstruksi,
peralatan dan operasi dan tata awak kendaraan air;

c. Pencemaran dari instalasi⁄instalasi dan alat peralatan yang digunakan


dalam eksplorasi atau eksploitasi alam dasar laut dan tanah di
bawahnya, khususnya tindakan⁄tindakan untuk mencegah kecelakaan
yang bertalian dengan keadaan darurat untuk menjamin keselamatan
operasi di laut, serta mengatur desain konstruksi, peralatan, operasi dan
tata awak instalasi⁄ instalasi atau peralatan termaksud;

Menurut UNCLOS 1982, Setiap negara mempunyai andil untuk mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan laut, dalam hal ini terdapat langkah⁄langkah untuk monitoring
dan analisa tentang penilaian lingkungan terhadap pencemaran laut, yaitu:

1
Telah diratifikasi melalui Undang−Undang Nomor 1c Tahun 1985 tentang Pengesahan
Konvensi Hukum Laut 198n.

2
Ujian Akhir Semester Genap

a. Mengamati, mengatur, menilai dan menganalisa berdasarkan metoda ilmiah yang


dibakukan mengenai resiko atau akibat pencemaran lingkungan laut.
b. Mengawasi setiap kegiatan laut yang mengandung kemungkinan mencemarkan
lingkungan laut.
c. Mengumumkan dalam laporan⁄laporan tentang hasil yang diperoleh dari
mengamati, mengatur, menilai dan menganalisa berdasarkan metoda ilmiah yang
dibakukan mengenai resiko atau akibat pencemaran lingkungan laut.
d. Memberikan penilaian dari efek potensial dari kegiatan yang dapat menimbulkan
pencemaran yang berarti atau perubahan yang menonjol dan merugikan terhadap
lingkungan laut.

Klasifikasi pencemaran laut menurut UNCLOS 1982, sebagaimana terdapat dalam bagian
mengenai Peraturan⁄ Peraturan Internasional dan Perundang⁄undangan Nasional Untuk
Mencegah dan Mengurangi dan Mengendalikan Pencemaran Lingkungan Laut (International
Rnles and National Legislation to Prevent, Rednce and Control Pollntion of the Marine
Environment) yakni :

a. Pencemaran laut yang berasal dari sumber daratan


b. Pencemaran laut yang berasal dari kegiatan dasar laut yang tunduk pada yurisdiksi
nasional
c. Pencemaran laut yang berasal dari kegiatan⁄kegiatan di kawasan
d. Pencemaran laut karena dumping
e. Pencemaran Laut yang berasal dari kendaraan air
f. Pencemaran laut yang berasal dari atau melalui udara

TANGGUNG JAWAB DALAM PENCEMARAN LAUT MENURUT HUKUM


INTERNASIONAL

International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973, Konvensi ini
memberikan pembebanan kepada negara peserta bermacam pengendalian atas polusi yang
disebabkan dari kapal laut, dan mulai berlaku (entry into force) pada tahun 1983 yang
bertujuan untuk “to preserve the marine environment by achieving the complete elimination
of international pollntion by oil and other harmfnl snbstances and the minimisation of
accidental discharge of snch snbstances.” Konvensi ini memiliki S annex yang meliputi

2
Ujian Akhir Semester Genap

minyak (oil), ›at atau cairan berbahaya (noxions liqnids), zat kimia berbahaya (harmfnl
snbstances), Pembuangan kotoran melalui air/kotoran (sewage) dan sampah (garbage).

Tanggung jawab dan kewajiban Ganti rugi terdapat dalam United Nations Convention on the
Law of the Sea, 8ab XII Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut Pasal 23S, sebagai
berikut:

1. 1. Negara⁄negara bertanggung jawab untuk pemenuhan kewajiban⁄kewajiban


internasional mereka berkenaan dan pelestarian lingkungan laut. Mereka harus
memikul kewajiban ganti rugi sesuai dengan hukum Internasional.
2. Negara⁄negara harus menjamin tersedianya upaya menurut sistem
perundang⁄undangan nasionalnya untuk diperolehnya ganti rugi yang segera dan
memadai atau bantuan lainnya bertalian dengan kerusakan yang disebabkan
pencemaran lingkungan laut oleh orang perorangan atau badan hukum di bawah
yurisdiksi mereka.
3. Dengan tujuan untuk menjamin ganti rugi yang segera dan memadai bertalian dengan
segala kerugian yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan laut,
negara⁄negara harus bekerja sama melaksanakan hukum internasional yang berlaku
dan untuk pengembangan selanjutnya hukum internasional yang berkenaan dengan
tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi untuk penaksiran mengenai kompensasi
untuk kerusakan serta penyelesaian sengketa yang timbul, dengan demikian, dimana
perlu mengembangkan kriteria dan prosedur⁄prosedur pembayaran ganti rugi yang
memadai seperti halnya asuransi wajib atau dana kompensasi.

Tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi juga terdapat dalam hal riset ilmiah kelautan bagi
kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan tersebut. Negara⁄negara dan
organisasi⁄organisasi internasional yang berkompeten harus bertanggung jawab dan
mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi terhadap tindakan yang dilakukan yang
bertentangan dengan konvensi ini berkenaan dengan riset ilmiah kelautan yang
diselanggarakan oleh negara lain, orang⁄perorangan atau badan hukum atau oleh
organisasi⁄organisasi internasional yang kompeten.3S Selanjutnya negara⁄negara dan
organisasi⁄organisasi internasional yang berkompeten harus bertanggung jawab dan
mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi menurut Pasal 23S untuk kerusakan yang
disebabkan oleh pencemaran lingkungan laut yang timbul dari riset ilmiah kelautan yang
diselenggarakan atau atas nama mereka.

2
Ujian Akhir Semester Genap

Setiap negara bertanggung jawab terhadap pencemaran

lintas batas yang ditimbulkan dari kegiatan yang berada di wilayah yurisdiksinya maupun
dari kegiatan yang berada di bawah pengawasannya. Sebagaimana terdapat dalam Stockholm
Declaration dalam Prinsip 21 yang menyatakan :

“States have, in accordance with the Charter of the United Nations and the Principle of
International Law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own
environmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their
jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other states of areas
beyond the limits of national jurisdictions.”

Pemerintah turut berperan dalam bertanggung jawab atas pengendalian pencemaran dan/atau
perusakan laut, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 1999
Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut. Tugas menteri untuk melakukan
pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan laut.38

Selanjutnya dengan disahkannya International Convention on Oil Pollution Preparedness


Response And Cooperation (OPRC) 1990. Memiliki kekuatan mengikat bagi negara⁄negara
penandatangan. Dalam Konvensi OPRC 1990 disebutkan bahwa apabila terjadi kecelakaan
dan pencemaran, tindakan tepat segera diambil untuk menanggulanginya. Hal ini tergantung
dari adanya kerjasama antara rencana penanggulangan darurat diatas kapal, instalasi
perminyakan lepas pantai dan di pelabuhan serta fasilitas bongkar muat, bersama⁄sama
dengan rencana penanggulangan darurat nasional dan regional. Negara anggota setuju
melakukan kerjasama dan saling membantu anggota yang meminta bantuan menanggulangi
pencemaran yang terjadi, dengan ketentuan memiliki kesanggupan dan sarana yang cukup
serta pihak yang meminta bantuan harus membayar kepada pihak yang membantu biaya
bantuan yang diberikan. Untuk negara berkembang dijanjikan akan diberikan keringanan
pembayaran.

Dalam contoh nyata, Indonesia dengan posisi jalur silang transportasi laut dunia memiliki
tanggung jawab atas perairan dalam sesuai dengan negara kepulauan (archipelagic states)
dalam UNCLOS 1982. Beban tanggung jawab negara dalam pencemaran laut yang
dilakukan individu (orang⁄perorangan) dan badan hukum adalah penanganan pencegahan,
pengendalian, penanggulangan pencemaran serta membayar ganti rugi pada para pihak.

2
Ujian Akhir Semester Genap

TANGGUNG JAWAB INDIVIDU DAN BADAN HUKUM

Asas tanggung jawab dalam penyelesaian sengketa lingkungan khususnya pencemaran laut
berdasarkan asas tanggung jawab mutlak yaitu strict liability dan absolnte liability. Strict
liability merupakan tanggung jawab secara langsung dan seketika, yang merupakan tanggung
jawab mutlak yang bersyarat dengan pembatasan jumlah pembayaran ganti ruginya yang
ditetapkan terlebih dahulu, dalam pencemaran laut secara langsung dan seketika sedangkan
Absolnte liability adalah tanggung jawab mutlak tak bersyarat (secara penuh dan lengkap
dalam pembayaran ganti rugi).

Didalam ganti rugi pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak, prinsip ganti rugi yang
dianut adalah prinsip strict liability, sehingga kewajiban membayar ganti rugi pada negara
pantai timbul seketika pada saat tumpahnya minyak dilaut dan timbulnya kerugian tanpa
mempersoalkan bersalah atau tidaknya kapal tangki yang bersangkutan. Sebagaimana
terdapat dalam Pasal 3 (1) International Convention on Civil Liability for Oil Pollution
Damage 1969 (CLC 1969), yang berbunyi:

“…the owner of a ship at the time of the incident or where the incident consists of serious
occurrences at the time of the first such occurrence, shall be liable for any pollution damage
caused by oil which has escaped or been discharged from the ship as a result of the
incident.”

Dalam UNCLOS 1982 memberikan perlindungan bagi tertuduh pencemaran lingkungan laut.
Sebagaimana terdapat dalam Pasal 230 UNCLOS 1982 mengenai Denda keuangan dan
penghormatan hak⁄hak yang diakui dari tertuduh yaitu :

1. Denda keuangan hanya dapat dikenakan dalam hal adanya pelanggaran terhadap
peraturan perundang⁄undangan nasional atau ketentuan⁄ketentuan serta
standar⁄standar internasional yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan
pengendalian pencemaran lingkungan laut oleh kendaraan air asing di luar laut
teritorial.
2. Denda keuangan hanya dapat dikenakan dalam hal adanya pelanggaran terhadap
peraturan perundang⁄undangan nasional atau ketentuan⁄ketentuan serta
standar⁄standar internasional yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan

2
Ujian Akhir Semester Genap

pengendalian pencemaran lingkungan laut oleh kendaraan air asing di laut teritorial,
kecuali dalam hal kesengajaan dan adanya tindakan pencemaran yang gawat di laut
teritorial.
3. Di dalam melakukan penuntutan berkenaan dengan pelanggaran yang dimaksud yang
dilakukan oleh suatu kendaraan air asing yang berakibat dikenakannya hukuman,
maka hak⁄hak yang diakui oleh tertuduh harus dihormati.

Dengan demikian ketentuan ini harus pula diatur dalam perundang⁄undangan nasional guna
memperoleh hak untuk mendapatkan ganti rugi atas tindakan pencemaran laut.

Proses penyelesaian sengketa lingkungan hidup menurut perundang⁄undangan nasional


dapat melalui luar pengadilan dan pengadilan. Bagi pelaku pencemaran lingkungan hidup
dikenakan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), sebagaimana prinsip tanggung
jawab mutlak dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pasal 88 yang menyatakan bahwa:

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan, menghasilkan


dan/atau mengelola limbah, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan
hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan.

Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan laut wajib melakukan penanggulangan44 dan pemulihan
mutu laut4S pencemaran dan/atau perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya.

Minyak sebagai sumber pencemaran, yang dapat dikelompokkan menjadi : minyak persisten,
yaitu jenis minyak sebagaimana diatur dalam International Convention on Civil Liability for
Oil Pollution Damage 196946 atau biasa disebut CLC 1969 dan Amandemen 1992 dari CLC
1969. Disamping itu juga minyak yang dapat dituntut ganti kerugiannya adalah minyak
sebagaimana yang diatur dalam Undang⁄Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi.47 Pasal 40 Undang⁄Undang Migas No 22 tahun 2001;

1. Badan usaha atau bentuk usaha tetap menjamin keselamatan dan kesehatan kerja
serta pengelolaan lingkungan hidup dan menaati ketentuan peraturan
perundangan⁄undangan yang berlaku dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

2
Ujian Akhir Semester Genap

2. Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa


kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta
pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pasca
operasi pertambangan.

International Convention on the Establishment of an International fund for Compensation for


Oil Pollution Damage (fund Convention) 1971. Konvensi ini mulai berlaku pada tahun 1987
sebagai fund Convention, merupakan tambahan (snpplementary) terhadap CLC Convention
dibentuk guna mengatasi kompensasi dari korban akibat pencemaran tumpahan minyak bila
kompensasi dari CLC tidak mencukupi. Selanjutnya peran the International Oil Pollution
Compentation fund (IOPC fund). Hal ini dimaksudkan membebaskan pemilik kapal
dari beban keuangan yang diakibatkan oleh Civil Liability Convention 8russel 1969, dan
diharapkan dapat disediakan dana sebesar US$ 33.S00.000 (4S0 juta francs) untuk levies on
cargo dana ini kemudian dapat dipergunakan untuk:

1. Membebaskan pemilik kapal dari tanggung jawabnya berdasarkan Civil Liability


Convention.

2. Dalam hal kerugian melebihi tanggung jawab berdasar strict liability.

Tanggung jawab mutlak (strict liability) pemilik kapal atas kerugian yang ditimbulkan oleh
minyak yang diangkut. Dalam hal ini terdapat pengecualian dalam 2 hal yaitu terdapat “force
majenre” dan apabila kecelakaan kapal disebabkan oleh kelalaian dari negara pantai untuk
memelihara perambuan dan perlengkapan atau peralatan navigasi lainnya dalam keadaan
baik. Maka dalam hal demikian si pemilik kapal dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
rugi.S1

8erdasarkan International Convention Relating to Intervention on the High Seas in Case of


Oil Pollution Casualties 1969. Negara pantai berhak untuk mengambil langkah⁄langkah
pengamanan dalam hal terjadinya pencemaran minyak di laut. Adapun pokok⁄pokok dari
konvensi ini adalahS2:

1. Konvensi mengatur kecelakaan di lautan yang menyebabkan pencemaran laut oleh


“persistent oil” saja;

2
Ujian Akhir Semester Genap

2. Konvensi berlaku pada seluruh kapal⁄kapal dagang dan memberikan hak pada peserta
konvensi untuk mengambil langkah di laut lepas yang dianggap perlu untuk mencegah,
menghilangkan atau menghalangi bahaya yang besar yang mungkin timbul pada
pantainya dan kepentingan⁄ kepentingannya yang disebabkan oleh pencemaran minyak
yang timbul karena kecelakaan di laut yang dapat diduga mempunyai akibat yang berat;

3. Sepanjang waktu masih mengi›inkan maka perlu dibuat konsultasi terlebih dahulu di
antara negara⁄negara yang bersangkutan sebelum tindakan yang diambil harus sebanding
dengan bahaya sebenarnya yang mengancam;

4. Ganti rugi harus diberikan jika ternyata bahwa tindakan yang diambil melebihi tindakan
yang dianggap wajar dan perlu untuk mencapai tujuan itu.

KESIMPULAN BENTUK PERTANGGUNG JAWABAN

Tanggung jawab dalam pencemaran laut menurut hukum internasional meliputi : tanggung
jawab secara individu, badan hukum serta negara. Negara turut berperan dalam upaya
pencegahan, pelestarian serta penanggulangan pencemaran laut, sedangkan individu atau
badan hukum mempunyai peran dalam pencegahan, penanggulangan serta ganti rugi dalam
pencemaran laut. Individu atau badan hukum memberikan ganti rugi berdasarkan prinsip
tanggung jawab mutlak (strict liability).

Sehingga kewajiban membayar ganti rugi pada negara pantai timbul seketika pada saat
tumpahnya minyak dilaut dan timbulnya kerugian tanpa mempersoalkan bersalah atau
tidaknya kapal tangki yang bersangkutan. Dalam strict liability telah ditentukan jumlah
maksimum pembayaran ganti rugi melalui asuransi internasional seperti TOVALOP dan
Cristal atau melalui dana International Oil Pollution Compentation fund (IOPC fund).

Anda mungkin juga menyukai