2 September 2018
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran hubungan antara tingkat pendidikan,
pengetahuan tentang K3 dengan budaya K3 pada perusahaan manufaktur. Adapun yang menjadi
target populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja pada bagian produksi di
perusahaan kendaraan bermotor roda dua Kawasan Industri Cibitung Bekasi. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 56 responden. Dalam penelitian ini desain penelitian
menggunakan desain cross sectional (potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui
frekuensi dan distribusi variabel bebas dan hubungannya dengan variabel terikat. Berdasarkan
hasil penelitian ditemukan bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dan
pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja dengan budaya kesehatan dan
keselamatan kerja dengan nilai p = 0.00. Hasil menunjukkan tidak ada hubungan signifikan
antara tingkat pendidikan dengan budaya kesehatan dan keselamatan kerja tetapi ada hubungan
signifikan antara pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja dengan budaya
kesehatan dan keselamatan kerja terhadap pekerja yang bekerja di bagian produksi pada
perusahaan manufakturing di Kawasan Industri Cibitung Bekasi.
Kata Kunci: Pendidikan, Pengetahuan, Budaya, Kesehatan, Keselamatan Kerja
ABSTRACT
This research was conducted to find out the description of “ The Relationship Between Level of
Education, Knowledge about K3 and K3 Culture in Manufactur Companies. As for the target
population in this study are employees who work in the production section of the two-wheeled
motorized vehicle company Cibitung Bekasi Industrial Area. The sample used in this study were
56 respondents. In this study the design of the study uses a cross sectional design which aims to
determine the frequency and distribution of independent variables and their relationship with
the dependent variable. Based on the results of the study, it was found that there was a
significant relationship between occupational health and safety with a culture of occupational
health and safety with a value of p = 0.00. The results show there is no significant relationship
between the level of education and the culture of occupational health and safety but there is a
significant relationship between knowledge about occupational health and safety with a culture
of occupational health and safety for workers who work in the production section of a
manufacturing company in Cibitung Industrial Estate Bekasi.
Keywords: Occupational, Health, Work Safety, Education.
Naskah diterima: 23 Agustus 2018, direvisi: 5 September 2018, dipublikasi: 15 September 201
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) terhadap kondisi kesehatan pekerja. Pekerja
adalah seperangkat tata nilai dan norma K3 sering mengunjungi klinik dengan keluhan
yang dimiliki dan diyakini oleh sebagian besar saluran pernapasan kemudian diarea produksi
anggota organisasi/perusahaan. Kesadaran K3 kejadian pekerja yang mengalami kecelakaan
yang tinggi memiliki tata nilai yang kerja saat bekerja dengan menggunakan mesin
mengutamakan terwujudnya operasi, produksi juga masih kerap terjadi.
dan pelaksanaan kerja yang aman. Kesadaran Setelah mengkaji beberapa hal terkait dengan
K3 bukan hanya mematuhi peraturan dan penelitian, maka disusun suatu rumusan
prosedur K3 saja, tetapi juga menghayati masalah penelitian yaitu apakah terdapat
secara mendalam makna K3, yaitu melindungi hubungan signifikan antara tingkat pendidikan
diri dari setiap bahaya yang mungkin dapat dan pengetahuan tentang kesehatan dan
terjadi. Wujud budaya K3 dapat dilihat pada keselamatan kerja dengan budaya kesehatan
perilaku anggota organisasi, keadaan dan keselamatan kerja? Adapun untuk tujuan
lingkungan di tempat kerja (alat, prasarana, penelitian ini adalah untuk mengetahui
lingkungan fisik), sistem pengendalian hubungan dan menganalisa antara tingkat
manajemen (stándar, prosedur, seremoni pendidikan, pengetahuan tentang K3 dengan
maupun kisah/pengalaman perusahaan tentang budaya K3 pada perusahaan manufacturing di
keselamatan yang ada pada perusahaan Kawasan Industri Cibitung Bekasi.
(Gunawan, 2016).
Untuk membangun budaya organisasi harus KAJIAN LITERATUR
dimulai dengan tata nilai (values), yang Tingkat Pendidikan
kemudian dijadikan sebagai pedoman sikap Menurut Dewey (2008) pendidikan adalah
dan perilaku dari seluruh anggota suatu proses pembaharuan makna
organisasi.Sehingga agar tata nilai K3 dapat pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di
menyebar dan diterima langkah utamanya dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang
adalah menjadikan K3 sebagai tata nilai dewasa dengan orang muda, mungkin pula
perusahaan. Dengan menjadikan K3 sebagai terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk
tata nilai perusahaan dan diterapkan oleh para untuk menghasilkan kesinambungan sosial.
pimpinannya, tata nilai ini akan turun Secara normatif pendidikan merupakan modal
mengalir ke bawah mengikuti jalur organisasi dasar dalam meningkatkan sumber daya
sampai kepada para pekerja, sehingga hasil manusia. Salah satu tujuanpendidikan adalah
yang diharapkan adalah setiap pekerja untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan
memiliki sikap dan perilaku yang aman yang terampil dalam suatu bidang pekerjaannya.
pada akhirnya akan menbentuk budaya K3 Di dalam bekerja sering kali faktor pendidikan
yang baik (Gunawan, 2016). merupakan syarat yang penting untuk
Selantutnya yang dimaksud perusahaan memegang jabatan tertentu. Hal ini
manufaktur dalam penelitian ini adalah PT disebabkan tingkat pendidikan akan
Yamaha Motor Electronics Indonesia Salan mencerminkan pengetahuan dan keterampilan
salah satu grup perusahaan nasional yang sebagai prediktor sukses kerja seseorang.
memproduksi komponen kendaraan bermotor Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
roda dua, yang berdiri pada tahun 2000. untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
Perusahaan telah menerapkan manajemen pembelajaran agar peserta didik secara aktif
keselamatan dan kesehatan kerja namun mengembangkan potensi dirinya untuk
belum sepenuhnya melaksanakan dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
menerapkannya, karena masih banyak pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
ditemukan kondisi lingkungan yang belum akhlak mulia, serta keterampilan yang
melaksanakan prinsip – prinsip K3 dengan diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
baik. Kondisi keselamatan dan kesehatan Negara (pasal 1, UU Nomor: 20/2003).
kerja pada perusahaan manufaktur tersebut Pendidikan adalah upaya persuasi atau
dalam kurun waktu tiga tahun kebelakang, pembelajaran kepada masyarakat, agar
diamati masih kerap terjadi kecelakaan kerja masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan
diarea produksi dan data di klinik perusahaan (praktik) untuk memelihara mengatasi
menyebutkan adanya peningkatan keluhan masalah- masalah), dan meningkatkan
kesehatannya. Perubahan atau tindakan anak yang tadinya tidak tahu menjadi tahu,
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang akan tetapi pendidikan juga harus dapat
dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini mengembangkan potensi dan keterampilan
didasarkan kepada pengetahuan dan seseorang sepanjang hayat. Pendidikan
kesadarannya melalui proses pembelajaran, sebagai pranata utama dalam membangun
sehingga perilaku tersebut diharapkan akan Sumber Daya Manusia (SDM), harus jelas
berlangsung lama (long lasting) dan menetap berperan membentuk penduduk menjadi aset
(langgeng), karena didasari oleh kesadaran ( bangsa. Pendidikan harus diarahkan
Notoatmodjo, 2010). untukmenuju terbentuknya kepribadian
Tingkat pendidikan di Indonesia, seperti yang manusia yang utuh, yang memiliki norma-
dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem norma sebagai anggota masyarakat dan
Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 memiliki potensi untuk berkembang secara
yaitu Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah mandiri. Pendidikan juga merupakan proses
Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI) pembentukan watak, kepribadian, sikap serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) / kemandirian penduduk.Pendidikan formal
Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah yang diselenggarakan oleh lembaga
Menegah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah pendidikan dengan kurikulum yang sudah
(MA) / SekoIah Menengah Kejuruan (SMK) / terstruktur, dengan jelas akan lebih efektif
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan dalam meningkatkan kualitas sumber daya
Perguruanl tinggi (Universitas, Sekolah manusia.
Tinggi, Institut, Politeknik, atau Akademik) Pengetahuan Kesehatan dan Keselamatan
(Hasbullah, 2008). Kerja (K3)
Tingkat pendidikan seseorang akan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu
berpengaruh dalam memberikan respon setelah orang melakukan penginderaan
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi
yang berpendidikan tinggi akan memberikan melalui panca indera manusia, yakni indera
respon yang lebih rasional terhadap informasi penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
yang datang dan akan berpikir sejauh mana dan raba. Sebagian besar pengetahuan
keuntungan yang mungkin diperoleh dari manusia diperoleh melalui mata dan telinga
gagasan tersebut (Notoatmojo 2010). (Notoatmodjo S, 2007). Pengetahuan atau
Pendidikan merupakan rangkaian kegiatan kognitif merupakan domain yang sangat
yang menuntut dalam jumlah tahun dapat penting untuk terbentuknya tindakan
digunakan sebagai indikator tingkat seseorang (Overt Behaviour). Menurut
pendidikan yang dimiliki seseorang. pendekatan kontruktivistis, pengetahuan
UNESCO mengembangkan konsep bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang
pendidikan yang berusaha menyatukan sedang dipelajari, melainkan sebagai
kegiatan di dalam sekolah maupun diluar konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek,
sekolah sepertikegiatan dalam masyarakat, pengalaman, maupun lingkungannya.
dalam keluarga secara terpadu dan Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada
berlangsung sepanjang hidup manusia. dan tersedia dan sementara orang lain tinggal
Konsep UNESCO tersebut berdasarkan menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai
argumen bahwa semua kebudayaan itu suatu pembentukan yang terus menerus oleh
beragam. Keberagaman ini berdasarkan seseorang yang setiap saat mengalami
berbagai macam faktor seperti gender, agama reorganisasi karena adanya pemahaman-
dan yang terpenting adalah lokasi geografis, pemahaman baru.
sehigga implikasi kegiatan pendidikan Pengetahuan K3 adalah pengetahuan tentang
merupakan pendidikan multibudaya. Konsep keselamatan dan kesehatan kerja yang baik
tersebut mengandung dua pengertian penting serta pengalaman kerja yang dimiliki oleh
yaitu pendidikan berlangsung seumur hidup tenaga kerja, mengenai bahaya-bahaya
dan pendidikan merupakan kegiatan terpadu kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pekerja
antara pendidikan di sekolah, maupun diluar yang hanya diberi pengenalan tentang bahaya-
sekolah. Pendidikan seumur hidup tidak lagi bahaya kecelakaan dan penyakit-penyakit
bertujuan untuk membentuk pengetahuan akibat kerja yang bersifat pasif hanya teori
dan tanpa dilakukan praktek, menyebabkan Budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja
program keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
tidak dapat ditetapkan atau dilaksanakan. Oleh Menurut Cooper (2002) dunia industry saat ini
karena itu usaha K3 dimulai sejak tingkat menganggap budaya K3 merupakan
awal menjadi tenaga kerja agar pelaksanaan pendekatan yang paling efektif untuk
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) benar- mengurangi potensi risiko terjadinya bencana
benar diterapkan saat bekerja (John Ridley, dalam skala besar yang disebabkan oleh factor
2008). manusia. Budaya K3 dianalogikan sebagai
Keselamatan kerja merupakan keselamatan landasan fundamental kemampuan organisasi
yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat, untuk mengelola keselamatan dalam
bahan, proses pengolahan, landasan tempat hubunganya dengan aspek operasional.
kerja dan lingkungan tempat kerja serta cara Tujuan diterapkannya budaya K3, menurut
melakukan pekerjaannya. Keselamatan kerja cooper mengurangi kcelakaan dan kesakitan
bertujuan untuk mengamankan aset dan (turner, et all) memastikan isu keselamatan
memperlancar proses produksi dengan disertai menjadi perhatian utama (IAEA), memastikan
perlindungan tenaga kerja khususnya dan seluruh pekerja memiliki nilai, keyakinan
masyarakat pada umumnya agar terbebas dari tentang risiko keselakaan dan kesakitan,
kemungkinan bahaya kecelakaan, kebakaran, meningkatkan komitmen pekerja dibidang
peledakan, penyakit akibat kerja dan keselamatan, dilakukannya pengukuran dan
pencemaran lingkungan serta terhindar dari evaluasi program safety.
dampak negatif kemajuan teknologi Menurut Cooper (2002) penerapan budaya K3
(Soedirman, 2014). yang efektif akan dapat mengurangi kerugian
Keselamatan kerja adalah sarana utama yang diakibatkan karena kecelakaan. Agar
pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian budaya K3 dapat berjalan efektif, diperlukan
sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan komitmen dan kepemimpinan yang kuat dari
kerja yang baik adalah pintu gerbang dari top manajemen untuk memastikan bahwa
keamanan tenaga kerja. Kecelakaan kerja budaya K3 benar-benar dijiwai didalam
selain berakibat langsung bagi tenaga kerja, organisasi. Namun demikian, pendekatan
juga menimbulkan kerugian-kerugian secara manajemen sering mengalami kegagalan
tidak langsung yaitu kerusakan pada karena hubungan antara perilaku, nilai,
lingkungan kerja (Gunawan, 2015). Tenaga persepsi yang dianut pekerja dan situasi atau
kerja yang bekerja dalam suatu perusahaan lingkungan kerja yang sering diabaikan.
perlu mendapat perlindungn. Perlindungan Sejalan dengan hal tersebut, agar program K3
tenaga kerja meliputi aspek yang cukup luas diperhatikan oleh pekerja, manajemen
yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan memerlukan strategi untuk meningkatkan
dan pemeliharaan moral kerja serta perlakuan motivasi pekerja untuk berperilaku aman
yang sesuai dengan martabat manusia dan secara konsisten.
norma agama. Perlindungan tersebut
bertujuan agar tenaga kerja aman melakukan Hipotesis
pekerjaan sehari-hari dan meningkatkan 1. H1 : Terdapat hubungan singnifikan
produksi. Kesehatan kerja adalah spesialisasi antara tingkat pendidikan dengan budaya
dalam ilmu Kesehatan atau Kedokteran kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
beserta prakteknya yang bertujuan agar 2. H2 : Terdapat hubungan signifikan antara
pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh pengetahuan tentang kesehatan dan
derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik keselamatan kerja dengan budaya
fisik atau mental, maupun sosial dengan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap 3. H3 : Terdapat hubungan signifikan antara
penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan tingkat pendidikan dan pengetahuan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor tentang kesehatan dan keselamatan kerja
pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap dengan budaya kesehatan dan
penyakit-penyakit umum (Soedirman, 2014). keselamatan kerja (K3).
tersebut seluruh responden memiliki budaya Pengukuran skor variabel budaya kesehatan
kesehatan dan keselamatan kerja rendah. dan keselamatan kerja diperoleh dengan
Uji signifikan tingkat pendidikan dengan menggunakan 15 pernyataan . Pernyataan
budaya kesehatan dan keselamatan kerja di tersebut memiliki nilai 1 (satu) untuk jawaban
peroleh probabilitas value (p-value)=0,120 sangat tidak setuju, nilai 2 (dua) untuk
Karena nilai p >0,05 maka dapat disimpulkan jawaban tidak setuju, nilai 3 (tiga) untuk ragu
bahwa H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan – ragu, nilai 4 (empat) untuk jawaban setuju
signifikan antara tingkat pendidikan dengan dan nilai 5 (lima) untuk jawaban sangat
budaya kesehatan dan keselamatan kerja. setuju.
Hasil analisa dari pernyataan teresbut
Hubungan Pengetahuan Tentang K3 dikelompokkan dalam 2 (dua) kelompok,
dengan Budaya K3 yaitu dengan memakai nilai mean sebagai cut
Pengukuran skor variable pengetahuan off point. Nilai mean dalam variabel budaya
mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja kesehatan dan keselamatan kerja adalah
diperoleh dengan menggunakan perangkat tes 62,84. Jika hasil perhitungannya ≥ (diatas)
yaitu berupa soal sebanyak 15 pernyataan. nilai mean (62,84) maka responden memiliki
Pernyataan tersebut memiliki nilai 1 (satu) budaya kesehatan dan keselamatan kerja
untuk pekerja yang menjawab benar dan nilai yang tinggi , dan apabila < (dibawah) nilai
0 (nol) untuk pekerja yang jawabannya salah. mean maka budaya kesehatan dan
Hasil dari pernyataan tersebut dikelompokkan keselamatan kerja responden masih rendah.
dalam 2 (dua) kelompok, yaitu dengan Dalam penelitian ini jumlah responden yang
memakai nilai mean sebagai cut off point. mempunyai budaya kesehatan dan
Nilai mean dalam variabel pengetahuan keselamatan kerja tinggi sebanyak 32
tentang kesehatan dan keselamatan kerja responden (57,1%) sedangkan jumlah
adalah 11,77. Jika hasil perhitungannya ≥ responden yang mempunyai budaya
(diatas) nilai mean (11,77) maka pengetahuan kesehatan dan keselamatan kerja rendah
tentang kesehatan dan keselamatan kerja sebanyak 24 responden (57,1%) Dengan
responden adalah tinggi, dan apabila < demikian secara persentase dapat disimpulkan
(dibawah) nilai mean maka pengetahuan bahwa sebagian besar responden mempunyai
tentang kesehatan dan keselamatan kerja budaya kesehatan dan keselamatan kerja
responden rendah. Dalam penelitian ini tinggi, secara rinci dapat dilihat pada tabel.
jumlah responden yang mempunyai Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden
pengetahuan tinggi sebanyak 27 orang menurut Pengetahuan Tentang K3
(48,2%) sedangkan yang mempunyai Pekerja Area Produksi di Perusahaan
pengetahuan rendah sebanyak 29 orang Manufaktur
(51,8%). Dengan demikian secara persentase Budaya K3 Frekuensi Presentase
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Budaya K3 24 42.9
responden mempunyai pengetahuan tentang Rendah
kesehatan dan keselamatan kerja yang masih Budaya K3 32 57.1
rendah, secara rinci dapat dilihat pada tabel. Tinggi
Total 56 100.0
Tabel 2. DistribusiF rekuensi Responden
menurut Pengetahuan Tentang K3 Hasil analisis hubungan pengetahuan tentang
Pekerja Area Produksi di Perusahaan kesehatan dan keselamatan kerja dengan
Manufaktur budaya kesehatan dan keselamatan kerja
Pengetahuan K3 Frek. % terhadap 56 responden menunjukkan bahwa
Pengetahuan rendah 29 51.8 29 (51,8%) responden mempunyai
pengetahuan tentang kesehatan dan
Pengetahuan tinggi 27 48.2
keselamatan kerja rendah, dari jumlah tersebut
Total 56 100.0 19 (33,9%) mempunyai budaya kesehatan dan
keselamatan kerja rendah dan 10(17,9%)
responden mempunyai budaya kesehatan dan keselamatan dan kesehatan kerja , sedangkan
keselamatan kerja tinggi. jika dilihat secara parsial antara tingkat
Kemudian sebanyak 27 (48,2%) responden pendidikan (𝑥1 ) terhadap budaya keselamatan
mempunyai pengetahuan tentang kesehatan dan kesehatan kerja hubungannya lemah,
dan keselamatan kerja tinggi, dari jumlah yaitu 0,089.
tersebut 5 (8,9%) responden mempunyai Tetapi hubungan pengetahuan tentang
budaya kesehatan dan keselamatan kerja keselamatan dan kesehatan kerja ( 𝑥2 ) dengan
rendah dan 22(39,3%) responden mempunyai budaya keselamatan dan kesehatan kerja
budaya kesehatan dan keselamatan kerja memiliki hubungan yang sangat kuat yaitu
tinggi. 0,813.
Uji signifikan hubungan pengetahuan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja dengan Koefisien Determinasi
budaya kesehatan dan keselamatan kerja di Variabel tingkat pendidikan (𝑥1 ) dan
peroleh probabilitas value (p-value)=0,00 pengetahuan tentang keselamatan dan
Karena nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan kesehatan kerja ( 𝑥2 ) terhadap Y
bahwa H2 diterima, artinya ada hubungan menghasilkan nilai = 𝑅 2 x 100% = (0,615)2
signifikan antara pengetahuan tentang x 100% = 62% artinya bahwa tingkat
kesehatan dan keselamatan kerja dengan pendidikan dan pengetahuan tentang
budaya kesehatan dan keselamatan kerja. keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai
Hasil penelitian ini mempertegas penelitian hubungan 62% dengan budaya keselamatan
yang dilakukan (Bayu, 2015) yang dan kesehatan kerja dan sisanya 38%
menyimpulkan adanya hubungan atau korelasi dipengaruhi oleh varabel lain.
yang positif antara pengetahuan K3 dengan Selain pendidikan dan pengetahuan perilaku
perilaku pekerja. sehari-hari pekerja di dalam perusahaan,
kebiasaan-kebiasaan dalam K3, lingkungan
Hubungan Tingkat Pendidikan dan kerja yang dimiliki perusahaan terkait
Pengetahuan Tentang K3 dengan Budaya contohnya Sistem Manajemen K3, Standar
K3. Operational Procedure (SOP) , komite K3,
Dibawah ini disajikan table Data Questioner peralatan dan lingkungan kerja dapat
hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan mempengaruhi budaya K3 dalam perusahaan
tentang K3 dengan Budaya K3. Gunawan (2015).
Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi
Tabel 4. Hubungan Tingkat Pendidikan referensi perusahaan manufakturing dalam
dan Pengetahuan Tentang K3 dengan mengetahui hubungan antara tingkat
Budaya K3 pendidikan, pengetahuan tentang K3 terhadap
budaya K3 dalam perusahaan, sehingga dapat
Total Tingkat Pengetahua Budaya mengevaluasi setiap penerapan manajemen
Pendidika n Tentang K3
n (X1) K3 (X2)
K3 agar dapat terus meningkatkan dan
(Y)
melakukan perbaikan – perbaikan agar
56 70 659 3519 pelaksanaan sistem manajemen K3 menjadi
budaya dalam organisasi perusahaan.
X1 2 X2 2 Y2 X1 . Y X2. Y
PENUTUP
Berdasarkan analisis hubungan tingkat
104 8187 223267 4382 42000 pendidikan, pengetahun tentang K3 dengan
budaya K3, beberapa hal penting dapat
Menghitung nilai korelasi secara simultan disimpulkan bahwa hasil analisis hubungan
R X1 X2 Y (Hubungan tingkat pendidikan tingkat pendidikan dengan budaya K3 pada
dan pengetahuan K3 terhadap Budaya K3) perusahaan manufaktur didapatkan hasil yaitu
Angka korelasi sebesar = 0,615 menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara tingkat
secara simultan budaya keselamatan dan pendidikan dengan budaya K3, diketahui dari
kesehatan kerja ditentukan oleh variable nilai korelasi sebesar 0.089. Hasil analisis
tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang
ISSN: 2355-0295, e-ISSN: 2528-2255 200
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/ecodemica
Jurnal Ecodemica, Vol. 2 No. 2 September 2018