Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEORI PERUBAHAN SOSIAL


Dosen pengampu : Jamahari SHi, MH

Kelompok 4:
Ending yulianti

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA (HTN)


SEMESTER V A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


AN-NADWAH KUALA TUNGKAL

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca .
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

Kuala tungkal, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar...............................................................................................i
Daftar isi.........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1. Latar belakang..............................................................................................1
2. Rumusan masalah........................................................................................1
BAB II Pembahasan
A. Definisi perubahan sosial.............................................................................2
B. Tipe-tipe perubahan sosial...........................................................................2
1. Perubahan sosial.......................................................................................2
2. Perubahan sosial agama............................................................................4
3. Perubahan kebudayaan.............................................................................5
C. Teori perubahan sosial.................................................................................6
1. Teori evolusi............................................................................................6
2. Teori konflik............................................................................................6
3. Teori fungsional.......................................................................................7
4. Teori siklus..............................................................................................8
5. Teori linier...............................................................................................8
6. Teori ekoilibrium.....................................................................................8
7. Teori matrealis.........................................................................................9
8. Teori modemisasi...................................................................................10
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan..................................................................................................11
Dafar pustaka...............................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari
hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di
antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial
(social group) yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan bersama.
Namun bukan berarti semua himpunan manusia dapat dikatakan kelompok sosial.
Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-persyaratan tertentu.
Dalam kelompok social yang telah tersusun susunan masyarakatnya akan
terjadinya sebuah perubahan dalam susunan tersebut merupakan sebuah
keniscayaan. Karena perubahan merupakan hal yang mutlak terjadi dimanapun
tempatnya.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang,
organisasi atau komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai
dan norma” serta “pran”. Dengan demikina, istilah yang lebih lengkap mestinya
adalah “perubahan sosial-kebudayaan” karena memang antara manusia sebagai
makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan itu sendiri.
Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial (masyarakat) dan
kebudayaan itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat itu sendiri, bahkan jika ingin mendapatkan gambaran
yang lebih jelas lagi mengenai perubahan mayarakat dan kebudayaan itu, maka
suatu hal yang paling baik dilakukan adalah mencoba mengungkap semua
kejadian yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat itu sendiri.
2. Perumusan Masalah
1) Apa definisi dari perubahan sosial dalam masyarakat dan bagaimana
pendapat para ahli tentang perubahan sosial?
2) Sebutkan tipe-tipe dari perubahan sosial?
3) Apa saja teori perubahan social?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan
fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya
ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang
bersangkutan1.Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap
1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam
sistem sosial.
3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social
sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi
dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi
sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat
sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur
masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya
perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat
seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan
kebudayaan.
B. Tipe-Tipe Perubahan
Dalam pandangan awam setiap perubahan yang terjadi pada masyarakat
disebut dengan perubahan sosial. Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat
transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah laku anak muda. Pada
beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan sosial, agama dan
budaya.
1.      Perubahan sosial.
perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan
keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di
masyarakat selamanya memiliki mata rantai diantaranya elemen yang satu dan

1 Elly M Setiady, Ilmu Soisla  dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2006) h. 49
eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya. Perubahan sosial dapat
dilihat dari empat teori, yaitu teori kemunculan diktator dan demokrasi, teori
perilaku kolektif, teori inkonsistensi status dan analisis organisasi sebagai
subsistem social.
a.   Teori Barrington Moore.
Teori yang disampaikan oleh Barrington Moore berusaha menjelaskan
pentingnya faktor struktural dibalik sejarah perubahan yang terjadi pada negara-
negara maju. Negara-negara maju yang dianalisis oleh Moore adalah  negara yang
telah berhasil melakukan transformasi dari negara berbasis pertanian menuju
negara industri modern. Secara garis besar proses transformasi pada negara-
negara maju ini melalui tiga pola, yaitu demokrasi, fasisme dan komunisme.
Demokrasi merupakan suatu bentuk tatanan politik yang dihasilkan oleh
revolusi oleh kaum borjuis. Pembangunan ekonomi pada negara dengan tatanan
politik demokrasi hanya dilakukan oleh kaum borjuis yang terdiri dari kelas atas
dan kaum tuan tanah. Masyarakat petani atau kelas bawah hanya dipandang
sebagai kelompok pendukung saja, bahkan seringkali kelompok bawah ini
menjadi korban dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara tersebut.
Terdapat pula gejala penhancuran kelompok masyarakat bawah melalui revolusi
atau perang sipil. Negara yang mengambil jalan demokrasi dalam proses
transformasinya adalah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.
Berbeda halnya demokrasi, fasisme dapat berjalan melalui revolusi
konserfatif yang dilakukan oleh elit konservatif dan kelas menengah. Koalisi
antara kedua kelas ini yang memimpin masyarakat kelas bawah baik di perkotaan
maupun perdesaan. Negara yang memilih  jalan fasisme menganggap demokrasi
atau revolusi oleh kelompok borjuis sebagai gerakan yang rapuh dan mudah
dikalahkan. Jepang dan Jerman merupakan contoh dari negara yang mengambil
jalan fasisme. Masyarakat tanpa kelas. Negara yang menggunakan komunisme
dalam  proses transformasinya adalah Cina dan Rusia
b. Teori Perilaku Kolektif
 Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi
sosial. Aksi sosial merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk
merubah norma dan nilai dalam jangka waktu yang panjang. Pada sistem sosial
seringkali dijumpai ketegangan baik dari dalam sistem atau luar sistem.
Ketegangan ini dapat berwujud konflik status sebagai hasil dari diferensiasi
struktur sosial yang ada. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara
yang menghubungkan antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur
organisasi dengan perubahan sosial.

c. Teori Inkonsistensi Status


 Stratifikasi sosial pada masyarakat pra-industrial belum terlalu terlihat
dengan jelas dibandingkan pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan oleh
masih rendahnya derajat perbedaan yang timbul oleh adanya pembagian kerja dan
kompleksitas organisasi. Status sosial masih terbatas pada bentuk ascribed status,
yaitu suatu bentuk status yang diperoleh sejak dia lahir. Mobilitas sosial sangat
terbatas dan cenderung tidak ada. Krisis status mulai muncul seiring perubahan
moda produksi agraris menuju moda produksi kapitalis yang ditandai dengan

2.      Perubahan sosial agama


a. Agama adalah bagian dari kebudayaan manusia.
Demi pemahaman baiknya masalah mengenai hal ini lebih baik kita ingat
kembali: pengertian agama dan pengertian kebudayaan. Tanpa mengulang
kembali definisi agama seluruhnya, cukuplah kiranya bahwa agama dipandang
oleh sosiologi sebagai suatu jenis system sosial tertentu, yang dibuat oleh
penganunya. Sedangkan pengertian kebudayaan menurut pandangan sosiologi
ialah keseluruhan pola kelakuan ahir dan batin yang memungkinkan hubungan
sosial antara angota-angota suatu masyarakat. Pola kelakuan lhiriyah ialah cara
bertindak yang ditiru oleh banyak orang berulang-ulang. Pola kelakuan batin ialah
cara berfikir, berkemauan dan merasa yang diikuti orang banyak berulangkali2.
     
b. Agama sebagai institusi sosial.

2 D. Hendro Puspito O.C, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983). H. 111.


Persoalan apakah agama itu seyogyanya tidak berbentuk institusi atau
sebaliknya yaitu harus berbentuk institusi bukanlah masalah utama dari sosiologi.
Masalah itu mungkin primer untuk teologi atau falsafat. Namun karena sosiologi
agama menghadapi kenyataan kongkrit agama sebagai intitusi sosial, maka ia
wajib memberikan penerangan yang msauk akal dengan caranya sendiri mengapa
hal yang demikian itu terjadi.3
      Jawaban atas soal diatas dalam garis besarnya sama dengan jawaban atas soal:
mengapa hidup bersama berbentuk sekian banyak institusi?, misalnya, prokreasi
dalam bentuk perkawinan, pendidikan anak menjelma dalam departemen P dan K,
lembaga yudisial dan seterusnya. Kenyataan yang ada dapat dikatakan, seluruh
kegiatan dimulai daru kelahiran sampai dengan kematian tidak lolos dari
peraturan-peraturan yang dilembagakan. Demikian pula kehidupan beragama
sebagai fakta sosial ternyata juga tidak luput dari mekanisme institusional.     
3.      Perubahan kebudayaan
Perubahan sosial budaya terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-
unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam
unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan
tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang
dinamis. Teori klasik dalam sosiologi dimaknai sebagai teori yang mengawali
munculnya berbagai studi kemasyarakatan (sosiologi), kemudian teori ini juga
menjadi dasar bagi munculnya teori-teori yang lahir sesudahnya. Kajian mengenai
sosiologi sebenarnya telah dimulai sejak abad ke-14, diawali dengan pemikiran
Ibnu Khaldun (lahir tahun 1332). Meskipun Khaldun tidak menyebut
pemikirannya adalah pemikiran yang sosiologis, namun sebenarnya pemikirannya
sangat sosiologis. Ia tidak memakai terminologi sosiologi, namun ia banyak
menggunakan konsep-konsep dalam sosiologi, seperti konsep masyarakat dan
solidaritas sosial. Pemikiran Khaldun juga dikenal dalam disiplin ilmu politik,
agama, sejarah dan filsafat.

3 . Ibid, h. 113
C. Teori perubahan social.
1. Teori Evolusi ( Evolution Theory )
Teori ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang memerlukan proses
yang cukup panjang. Dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus
dilalui untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Ada bermacam-macam teori
tentang evolusi. TeoIri tersebut digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu
unilinear theories of evolution, universal theories of evolution, dan multilined
theories of evolution.4
a. Unilinear Theories of Evolution
Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk
kebudayaannya akan mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan
tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya
sempurna. Pelopor teori ini antara lain Auguste Comte dan Herbert Spencer.
b. Universal Theories of Evolution
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu
melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti
suatu garis evolusi tertentu. Menurut Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah
bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen
menjadi kelompok yang heterogen.
c. Multilined Theories of Evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahap-tahap
perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan
penelitian tentang perubahan sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke
sistem pertanian menetap dengan menggunakan pemupukan dan pengairan.

2. Teori Konflik ( Conflict Theory )


Menurut pandangan teori ini, pertentangan atau konflik bermula dari
pertikaian kelas antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan
dengan kelompok yang tertindas secara materiil, sehingga akan mengarah pada

4 Elly M Setiadi,Ilmu dan Budaya Sosial Dasar, Op,Cit. h.51


perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip bahwa konflik sosial dan perubahan
sosial selalu melekat pada struktur masyarakat.
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik
sosial, bukan perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari
adanya konflik tersebut. Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka
perubahan juga akan mengikutinya. Dua tokoh yang pemikirannya menjadi
pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendorf. Secara
lebih rinci, pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan pada hal berikut ini.
a. Setiap masyarakat terus-menerus berubah.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
d. Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang
satu oleh golongan yang lainnya.

3. Teori Fungsional ( Functionalist Theory )


 Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan
budaya). Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa
perubahan sosial tidak lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam
masyarakat. Menurut teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah
dengan sangat cepat sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti
kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan
unsur yang berubah secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan
kesenjangan sosial atau cultural lag.
Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsional adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus)
di kalangan anggota kelompok masyarakat.
4. Teori Siklus ( Cyclical Theory )
Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat
dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap
masyarakat terdapat perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori
ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan sosial
merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.

5. Teori Linier (Teori Perkembangan)


Perubahan sosial budaya bersifat linier atau berkembang menuju titik
tertentu, dapat direncanakan atau diarahkan.  Beberapa tokoh sosiologi
mengemukakan tentang teori linier yaitu:
a. Emile Durkheim: Masyarakat berkembang dari solidaritas mekanik ke
solidaritas      organic
b. Max Weber : Masyarakat berubah secara linier dari masyarakat yang
diliputi oleh pemikiran mistik dan penuh tahayul menuju masyarakat yang
rasional
c. Herbert Spencer : mengembangkan teori Darwin, bahwa orang-orang yang
cakap yang akan memenangkan perjuangan hidup
Ketiga tokoh diatas menggambarkan bahwa setiap masyarakat berkembang
melaui tahapan yang pasti. 
6. Teori Ekuilibrium
Pendekatan ekuilibrium menyatakan bahwa terjadinya perubahan sosial
dalam suatu masyarakat adalah karena terganggunya keseimbangan di antara
unsur-unsur dalam sistem sosial di kalangan masyarakat yang bersangkutan, baik
karena adanya dorongan dari faktor lingkungan (ekstern) sehingga memerlukan
penyesuaian (adaptasi) dalam sistem sosial, seperti yang dijelaskan oleh Talcott
Parsons, maupun karena terjadinya ketidakseimbangan internal seperti yang
dijelaskan dengan Teori kesenjangan Budaya (cultural lag) oleh William F.
Ogburn (Tokoh yang juga menjelaskan mengenai teori materialis).
Teori ekuilibrium yang dijelaskan diatas cenderung mengatakan bahwa perubahan
sosial dikarenakan adanya salah satu bagian sistem yang tidak berfungsi dengan
baik. Dalam pendekatan ini perubahan sosial berjalan dengan lambat dan
perubahan sosial diatur dan dikendalikan oleh struktur yang ada (behind design)
atau rekayasa sosial.

7. Teori Materialis (Materialist Theory)


Teori Materialis disampaikan oleh William F. Ogburn.  Inti dari teori ini adalah
bahwa:
a. Penyebab dari perubahan adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena
kondisi sosial yang berlaku pada masa yang mempengaruhi pribadi
mereka.
b. Meskipun unsur-unsur sosial satu sama lain terdapat hubungan yang
berkesinambungan, namun dalam perubahan ternyata masih ada sebagian
yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain  masih dalam
keadaan tetap (statis). Hal ini juga disebut dengan istilah cultural lag,
ketertinggalan menjadikan kesenjangan antar unsur-unsur yang berubah
sangat cepat dan yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan
menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat. Ketertinggalan budaya
menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di
belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan
difusi. Teknologi, menurut Ogburn, berubah terlebih dahulu, sedangkan
kebudayaan berubah paling akhir. Dengan kata lain kita berusaha mengjar
teknologi yang terus menerus berubah dengan mengadaptasi adat dan cara
hidup kita untuk memenuhi kebutuhan teknologi. Teknologi menyebabkan
terjadinya perubahan sosial cepat yang sekarang melanda dunia.
c. Perubahan teknologi akan lebih cepat dibanding dengan perubahan pada
perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang
menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena itu,
perubahan seringkali menghasilkan kejutan sosial yang yang apada
gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku baru, meskipun terjadi
konflik dengan nilai-nilai tradisional.
8. Teori Modernisasi
Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert More, Marion
Levy, dan Neil Smelser, pada dasarnya merupakan pengembangan dari pikiran-
pikiran Talcott Parsons, dengan menitikberatkan pandangannya pada kemajuan
teknologi yang mendorong modernisasi dan industrialisasi dalam pembangunan
ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang
besar dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk perubahan
dalam organisasi atau kelembagaan masyarakat5.

5 Elly M Setiady, Ilmu Soisla  dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2006) h. 57
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang mencakup hampir semua
aspek kehidupan sosial dan budaya dari suatu masyarakat atau komunitas. 
Acapkali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan
sosial dan perubahan kebudayaan.  Akan tetapi, perubahan sosial dan budaya
mempunyai satu aspek yang sama yaitu kedua-duanya memiliki keterikataan
dengan suatu penerimaan dari cara baru atau suatu perbaikan dari cara masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya. 
Teori mengenai perubahan sosial budaya antara lain yaitu: Teori evolusi,
teori konflik, teori fungsional, teori siklus, teori linier (teori perkembangan) teori
ekuilibrium, teori materialis (materialist theory) dan teori modernisasi.
Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial budaya, di dalamnya
terdapat bentuk, faktor pendorong, faktor penghambat dan faktor penyebab
timbulnya perubahan sosial budaya di dalam masyarakat.
Mengenai relasi antara pendidikan dan perubahan sosial budaya adalah
saling berintegrasi. Posisi pendidikan dalam perubahan social sesuai dengan
pernyataan Eisenstadt, institusionalisasi merupakan proses penting untuk
membantu berlangsungnya transformasi potensi-potensi umum perubahan
sehingga menjadi kenyataan sejarah. Dan pendidikanlah yang menjadi salah satu
institusi yang terlibat dalam proses tersebut. Pendidikan adalah suatu institusi
pengkonservasian yang berupaya menjembatani dan memelihara warisan-warisan
budaya masyarakat. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengurangi
kepincangan yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan harus dipandang sebagai
institusi penyiapan anak didik untuk mengenali hidup dan kehidupan itu sendiri,
jadi bukan untuk belajar tentang keilmuan dan keterampilan karenanya yang
terpenting bukanlah mengembangkan aspek intelektual tetapi lebih pada
pengembagan wawasan, minat dan pemahaman terhadap lingkungan social
budayanya.
DAFTAR FUSTAKA

Hendopuspito, 1983, Sosiologi Agama, Jakarta: Kanisius

Kama Abdul Hakam, 2002, Pendidikan Nilai,Value Press: Bandung

Muji Sutisno, dkk, 2005, Teori-Teori Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius

Setiadi, Elly M, 2006, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta; Kencana

Anda mungkin juga menyukai