Anda di halaman 1dari 4

Pengertian utang lancar 

| Utang lancar, sering juga disebut kewajiban lancar atau liabilitas lancar,


adalah utang atau kewajiban yang akan diselesaikan dalam siklus operasi normal atau dalam 12 bulan
setelah tanggal neraca. Siklus operasi yang dimaksud adalah periode waktu antara pengadaan barang
dan jasa hingga kas dari penjualan barang dan jasa itu diterima.

Dalam standar akuntansi keuangan, liabilitas lancar mencakup: (1) liabilitas yang akan jatuh tempo dalam
12 bulan; (2) liabilitas yang diperkirakan akan diselesaikan dalam siklus operasi normal entitas; (3)
liabilitas yang dimiliki untuk tujuan diperdagangkan; (4) liabilitas yang tidak memungkinkan entitas
memiliki hak tanpa syarat untuk menangguhkan penyelesaiannya lebih dari 12 bulan. Kewajiban-
kewajiban lain yang tidak memenuhi kriteria tersebut dikelompokkan sebagai kewajiban jangka panjang.

Contoh utang lancar:

 Utang usaha (utang dagang).


 Utang wesel (wesel bayar atau surat sanggup atau promes).
 Pinjaman bank jangka pendek.
 Utang jangka panjang yang jatuh tempo kurang dari satu tahun lagi.
 Utang dividen.
 Utang pajak (PPh, PPN).
 Pendapatan diterima di muka dan pembayaran di muka (deposit) dari pelanggan.
 Utang gaji.
 Tabungan atau simpanan jangka pendek nasabah bank.

Pencatatan transaksi utang usaha (utang dagang)


Utang usaha atau utang dagang adalah kewajiban yang harus dibayar kepada pemasok
(supplier) terkait pembelian persediaan barang dagangan atau persediaan perlengkapan secara
kredit. Ini seperti kebalikan dari piutang usaha (piutang dagang) yang merupakan tagihan kepada
pelanggan terkait penjualan barang dagangan. Transaksi yang bagi pemasok menimbulkan
piutang dagang akan menjadi utang dagang bagi pelanggan. Seperti halnya piutang dagang,
bukti transaksi utama utang usaha adalah faktur (invoice).
 Faktur yang diterbitkan pemasok (faktur pembelian) memuat informasi mengenai barang/jasa
yang dibeli, harga, serta ketentuan pengiriman dan syarat pembayaran. Sebagai contoh,
ketentuan pengirimanFOB Shipping Point berarti hak kepemilikan beralih dari perusahaan
penjual ke perusahaan pembeli “pada titik pengiriman”, yang berarti barang dalam perjalanan
sudah menjadi hak milik, dan risiko terkait ditanggung oleh, pembeli. Sebaliknya, FOB
Destination berarti barang menjadi hak milik pembeli ketika “tiba di tujuan.” Notasi 2/10, n/30
dalam faktur berarti diskon 2% jika dibayar dalam 10 hari, dan jatuh tempo 30 hari.
Sebagai contoh, pada tanggal 10 Agustus PT Wiro Waras menerima faktur pembelian (2/10,
n/30) barang dagangan senilai Rp10.000.000 dari CV Shinto Sehat. Ada dua metode untuk
mencatat utang dagang, yaitu metode neto dan metode bruto.

Bagaimanakah jurnal untuk mencatat timbulnya utang dagang dengan metode


neto? Dengan metode neto, utang dagang dicatat dengan harga diskon sebagai berikut:


Perhatikan, persediaan dan utang usaha diukur dengan jumlah rupiah setelah dikurangi diskon
(potongan) pembelian.

Bagaimanakah jurnal untuk mencatat pelunasan utang dagang dalam periode potongan
dalam metode neto? Jika pada tanggal 20 Agustus PT Wiro Waras melunasi faktur, jurnal
pembayaran utang dagang adalah sebagai berikut:


 Bagaimana jika PT Wiro Waras gagal memanfaatkan potongan pembelian dan baru
melunasi faktur pada tanggal 25 Agustus? Contoh jurnal pelunasan di luar periode potongan
dengan metode neto adalah sebagai berikut:


 Kerugian potongan yang tidak dimanfaatkan menjadi beban (expense), mengurangi laba bersih
yang disajikan di laporan laba-rugi.
 Bagaimana jurnal untuk mencatat retur pembelian dalam metode neto? Kembali ke contoh
utang dagang di atas, jika pada tanggal 15 Agustus PT Wiro Waras menerima memo debit terkait
barang yang dikembalikan sehari sebelumnya senilai Rp2.000.000 karena barang itu rusak
dalam perjalanan, jurnal untuk mencatat disetujuinya retur pembelian itu disajikan sebagai
berikut:


 Perhatikan, dengan metode neto utang dagang dan persediaan akan disajikan dengan harga
tunai persediaan, yang merupakan nilai kini atau nilai sekarang dari utang dagang. Ketika
perusahaan gagal memanfaatkan potongan pembelian, selisih jumlah yang harus dibayar dengan
nilai kini dianggap sebagai kerugian (beban) yang pada dasarnya identik dengan beban bunga.
 Praktik pengelolaan piutang yang baik merekomendasikan perusahaan untuk melunasi faktur
pembelian dalam periode potongan. Kegagalan membayar dalam periode potongan berarti
perusahaan menggunakan fasilitas pembiayaan/pendanaan yang mahal (dalam contoh di atas
adalah 2% untuk periode waktu singkat, dari hari ke-11 sampai dengan hari ke-30 jatuh tempo
faktur).
 Bagaimana jika transaksi-transaksi di atas dicatat dengan metode bruto? Metode bruto
lebih umum digunakan karena penerapannya lebih praktis. Dengan mencatat utang dagang
sebesar nilai faktur (nilai jatuh tempo), metode ini sebenarnya mencatat persediaan dan utang
dagang lebih tinggi dari yang seharusnya (overstated).
 Jurnal-jurnal yang diperlukan dalam metode bruto adalah sebagai berikut.
 Pada saat faktur pembelian/barang diterima:


 Jika faktur dilunasi dalam periode potongan:


 Jika faktur dilunasi setelah periode potongan:


 Jika barang diretur dan disetujui pemasok:


 Sebagai catatan akhir, kepraktisan adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
menyelenggarakan sistem akuntansi. Metode bruto, meskipun dianggap lemah dari segi teori
akuntansi, masih menjadi praktik yang lazim saat ini. Standar akuntansi keuangan pun tidak
melarang penggunaan metode bruto dalam mencatat utang dagang.

Anda mungkin juga menyukai