Anda di halaman 1dari 22

IMAN KEPADA YG GHAIB

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Keimanan dan pengucapan dua kalimat syahadat mengharuskan adanya
keimanan pada hal ghaib yang diinformasikan Allah melalui Rosul-Nya. Maka
dari sinilah muncul istilah rukun iman, yang semuanya bersifat ghaib, atau
mempunyai unsur ghaib. Iman kepada tujuh langit, yang didalamnya terdapat
malaikat, baitul ma’mur, di tingkat ketujuh ada syurga, atapnya adalah ‘Arsy, ruh-
ruh kaum mukminin naik padanya, semuanya adalah bagian dari keimanan kepada
Al-Qur’an. Iman dengan adanya alam barzah setelah kematian adalah cabang dari
keimanan kepada hari akhir, begitu seterusnya, tidak ada satupun perkara yang
ghaib yang tidak merujuk kepada enam rukun.
Ghaib adalah kata masdar yang digunakan untuk setiap sesuatu yang tidak
dapat diindra, baik diketahui maupun tidak. Iman kepada yang ghaib berarti
percaya kepada segala sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh panca indra dan
tidak bisa dicapai oleh akal biasa, akan tetapi ia diketahui oleh wahyu yang
diterima oleh para nabi dan rasul.
Iman kepada yang ghaib adalah salah satu sifat dari orang-orang mukmin. Al-
Quran sendiri telah menyebutkan kata “ghaib” kurang lebih sebanyak 56 kali. Dan
di permulaan surat al-Baqarah, Allah meyebutkan salah satu dari karakter orang-
orang yang beftaqwa adalah, orang-orang yang beriman kepada yang ghaib. Allah
Subhannahu wa Ta’ala berfirman:

“Alif laam miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan pada-nya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang
ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami
anugerahkan kepada mereka.” (Al-Baqarah: 1-3).

Iman yang benar terhadap adanya pahala menjadikan seseorang bergegas


melakukan ihsan dan kebajikan demi mendapatkan pahala yang kekal, suatu
perkara yang menjadikan bersihnya jiwa dan merebaknya kasih sayang di antara
individu dan jama’ah. Sebagaimana Allah menceritakan tentang orang-orang yang
telah mempraktekkan hal itu dalam firmanNya: “Dan orang-orang yang telah
menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan)
mereka (Muhajirin), me-reka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.
Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang
sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ’Ya Tuhan kami,
ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari
kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 9-10).
Bentuk percaya kepada alam ghaib bukan berarti boleh meminta-minta
kepada makhluq halus, jin, syetan, iblis dan sebagainya. Ini pengertian percaya
yang keliru. Percaya disini meyakini keberadaan dan eksistensi alam dan makhluq
ghaib, termasuk surga, neraka, malaikat, alam kubur, alam barzakh, padang
mahsyar dan seterusnya. Inti dari kepercayaan kepada semua itu tidak lain bahwa
kita harus mempersiapkan diri untuk mati dan masuk ke alam ghaib itu serta
mempertanggung-jawabkan semua amal kita di dunia.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut:

a. Bagaimana Iman Kepada Allah?


b. Bagaimana Iman Kepada Malaikat
c. Bagaimana Iman Kepada Hari Kiamat
d. Bagaimana Iman Kepada Padang Mahsyar
e. Bagaimana Iman Kepada Qada dan Qadar
f. Bagaimana Iman Kepada Makhluk Allah Swt.
g. Bagaimana Iman Kepada Eksistensi Alam
1.3. TUJUAN MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah sebagai
berikut:

a. Untuk mengetahui Iman Kepada Allah.


b. Untuk mengetahui Iman Kepada Malaikat.
c. Untuk mengetahui Iman Kepada Hari Kiamat.
d. Untuk mengetahui Iman Kepada Padang Mahsyar.
e. Untuk mengetahui Iman Kepada Qada dan Qadar.
f. Untuk mengetahui Kepada Makhluk Allah Swt.
g. Untuk mengetahui Kepada Eksistensi Alam.

BAB II PEMBAHASAN

“Ghaib” adalah apa yang tersembunyi dari manusia tentang perkara-perkara


yang akan datang atau yang telah lalu dan apa yang tidak mereka lihat[1]. Ilmu
ghaib ini khusus milik Allah semata Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah:"tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui
bila mereka akan dibangkitkan”. (An-Naml:65)
Maka tak seorangpun mengetahui yang ghaib kecuali Allah SWT semata,
namun terkadang Allah memperlihatkan apa yang dikehendakinya dari yang ghaib
kepada rasul-rasulnya untuk suatu hikmah dan kemaslahatan. Allah SWT
berfirman : “(dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. kecuali kepada Rasul
yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga
(malaikat) di muka dan di belakangnya”. (Al-jin 26-27)
Artinya Allah tidak memperlihatkan sesuatupun dari masalah ghaib kecuali
kepada orang yang dipilihnya untuk mengemban risalahnya. Allah
memperlihatkan kepadanya apa yang dikehendakinya dari masalah ghaib. Karena
bukti kenabiannya adalah mukjizat dan diantara mukjizat itu adalah mengabarkan
tentang masalah ghaib yang diperlihatkan Allah kepadanya. Dan hal ini berlaku
umum bagi rasul (utusan Allah), baik dari jenis malaikat maupun dari jenis
manusia. Dan selain mereka tidak diperlihatkan masalah ghaib berdasarkan dalil
yang membatasinya. Barang siapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib dengan
cara apapun, padahal dia bukan orang yang dipilih Allah sebagai rasul maka ia
adalah pendusta dan kafir.
Alam yang dapat disaksikan oleh Al-Qur’an dinamakan alam syahadah (alam
nyata), sedangkan alam yang tidak tampak oleh indra kita (alam metafisik)
dinamakan alam ghaib. Tentang alam nyata, semua manusia mempercayai dan
membenarkan keberadaannya. Bahkan hewan yang bisu saja dengan perasaannya
dapat mengetahui keberdaannya. Jadi,dalam mempercyai masalah ini tidak ada
orang yang lebih unggul daripada yang lain. Sebab ini termasuk dalam kategori
ilmu dhaaruri. Keunggulan hanya ada dalam kepercayaan kepada yang gaib.
Keunggulan ini ada pada orang beriman kepada apa yang tidak dapat ia lihat,
namun ia membenarkan keberadaannya karena bersandar kepada kebenaran berita
mengenai hal itu.
Bagaimana kita percaya kepada yang gaib, sedangkan Allah tidak
memberikan kepada kita indra untuk mengetahuinya? Jika kita hanya bersandar
pada indara dan akal untuk menentukan segalanya, maka kita akan tetap pada
kejahilan mengenai apa yang ada dibalik materi, oleh karena itu, diantara hikmah
Allah dan rahmatnya yang diberikan kepada kita, Allah tidak membiarkan akal
dalam kelemahanya untuk mengetahui, tetapi Allah memberitahukan hal-hal yang
dibutuhkannya.
Pemberitahuan itu tidak berasal dari jiwa, tetapi datang dari luarnya bukan
dari intuisi jiwa, inspirasi spiritual, kilasan pikiran, juga bukan kesimpulan akal.
Kia tidak muncul dari kemampuan manusiawi, tetapi datang dari luar melalui
salah satu dari tiga jalan[2]: Pertama, diberikannya berita-berita ini oleh Allah
kepda manusia melalui ilham, mimpi atau jalan lainnya yang tidak bisa direkayasa
oleh manusia dan tidak dapat dihasilkan dengan cara ijtihad, lalu ia merasakan
dan mengungkapkannya. Kedua, memperdengarkannya tanpa bisa diketahui siapa
yang sebenarnya telah mengatakannya, sehingga hal itu sampai ketelinganya yang
akhirnya ioa dapat mengetahui. Ketiga, (yang paling sering), Allah mengutus
salah seorang dari makhluknya yang pilihan dan taat serta gaib dari mata kita,
yaitu makhluk yang dinamakan malaikat, kepada salh seorang manusioa yang
dipilih oleh Allah yakni Rasul untuk menerima risalhnya dan memerintahkannya
agar menyampaikan risalah itu kepada manusia.
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata
dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[1347] atau
dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana”.(Asy-Syura : 51)
Maslah gaib yang merupakan rukun iman dimana orang yang mengingkarinya
dianggap kufur dan keluar dari agama islam adalah masalah-masalah gaibn yang
dikemukkan oleh Al-Qur’an. Adapun maslah gaib yang disebutkann dalam
sunnah hadis yang sahih, maka orang yang mengingkarinya tidak bisa dikafirkan
dan tidak sampai keluar dari agama, tetapi dianggap fasiq.
Perbedaan antara kitab dan sunah disini perlu sedikit dijelaskan. Wahyu yang
diterima oleh Nabi yang kemudian beliau sampaikan kepada umatnya dan hadis
yang beliau tuturkan , keduanya pada dasarnya memiliki kekuatan yang sama
untuk dijadikan hujjah.
Hal-hal yang gaib diberitakan oleh syara dan wajib diimani dan yang
mengingkarinya dinyatakan kufur adalah malaikat dan jin, kitab-kitab dan para
rasul, hari akhir dan segala kejadian didalamnya yang berupa hisab dan setelah itu
pahala dan sikasa, qadar, berita-berita didalam Al-Qur’an mengenai penciptaan
langit dan bumi, penciptaan manusia, dan segala hal yang diberitakan oleh Al-
Qur’an.
Alam gaib itu bermacam-macam, diantaranya: Pertama, kegaiban yang tidak
kita ketahui, namun diketahui oleh manusia yang lain selain kita. Misalnya, kisah
Yusuf yang dinamakan oleh Allah sesuatu yang gaib. Sebab Nabi Muhammad
SAW dan kaumnya tidak mengetahui kisah tersebut dengan indra mereka tidak
melihat serta tidak pula mendengarnya. Kedua, kegaiban yang tidak diketahui
oleh manusia, meskipun ada kemungkinan secara akal mereka dapat
mengetahuinya sekiranya Allah mengemukakan waktu penciptaan mereka. Seperti
misalnya, peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dibumi sebelum mereka dan
berita-berita mengenai makhluk-makhluk yang pernah menghuninya, meski
secara riil mereka tidak mengetahuinya. Ketiga, kegaiban yang tidak mungkin
dapat diketahui dengan indra, tidak dapat ditentukan oleh akal, dan tidak dapat
dimengerti hakikatnya dengan imajinasi. Contohnya sifat-sifat Allah dan segala
makhluknya yang digaibkan dari kita seperti para malaikat, jin, setan, keadaan
hari kiamat, serta kejadian-kejadian sesudah hari kiamat yang berupa hisab,
pahala, dan siksa.
2.1. Iman Kepada Allah
Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan
memperbuat dengan anggota badan (beramal). Dengan demikian iman kepada
Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada, Allah
Maha Esa. Keyakinan itu diucapkan dalam kalimat :
‫أشهد أن الإله إال هللا‬
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”
Sebagai perwujudan dari keyakinan dan ucapan itu, harus diikuti dengan
perbuatan, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Beriman
kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah
memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman
Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada
Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan
kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari
kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa :
136)
Itulah keimanan yang sesungguhnya. Jika sudah demikian Insya Allah hidup
kita akan tentram. Apabila hati dan jiwa sudah tentram, maka seseorang akan
berani dan tabah dalam menghadapi liku-liku kehidupan ini. Segala nikmat dan
kesenangan selalu disyukurinya. Sebaliknya setiap musibah dan kesusahan selalu
diterimanya dengan sabar.
Dasar Beriman Kepada Allah: (a) Kecenderungan dan pengakuan hati, (b)
Wahyu Allah atau Al-Qur’an, dan (c) Petunjuk Rasulullah atau Hadits. Setiap
manusia secara fitrah, ada kecenderungan hatinya untuk percaya kepada kekuatan
ghaib yang bersifat Maha Kuasa. Tetapi dengan rasa kecenderungan hati secara
fitrah itu tidak cukup. Pengakuan hati merupakan dasar iman. Namun dengan
pengakuan hati tidak akan ada artinya, tanpa ucapan lisan dan pengalaman
anggota tubuh. Sebab antara pengakuan hati, pengucapan lisan, dan pengalaman
anggota tubuh merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Untuk
mencapai keimanan yang benar tidak hanya berdasarkan fitrah pengakuan hati
nurani saja, tetapi harus dipadukan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
2.2. Iman Kepada Malaikat
Malaikat adalah kekuatan-kekuatan yang patuh, tunduk dan taat pada perintah
serta ketentuan Allah SWT. Malaikat berasal dari kata malak bahasa arab yang
artinya kekuatan. Iman kepada Malaikat adalah yakin dan membenarkan bahwa
Malaikat itu ada, diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya / nur.
Sifat-Sifat Dasar Malaikat Allah SWT :
a. Pasti selalu patuh pada segala perintah Allah dan selalu tidak melaksanakan
apa yang dilarang Allah SWT.
b. Tidak sombong, tidak memiliki nafsu dan selalu bertasbih.
c. Dapat berubah wujud dan menjelma menjadi yang dia kehendaki.
d. Memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman.
e. Ikut bahagia ketika seseorang mendapatkan Lailatul Qadar.
Fungsi iman kepada Malaikat Allah :
a. Selalu melakukan perbuatan baik dan merasa najis serta anti melakukan
perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh malaikat.
b. Berupaya masuk ke dalam surga yang dijaga oleh malaikat Ridwan dengan
bertakwa dan beriman kepada Allah SWT serta berlomba-lomba mendapatkan
Lailatul Qodar.
c. Meningkatkan keikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita untuk mengikuti /
meniru sifat dan perbuatan malaikat.
d. Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan setiap perbuatan karena
tiap perbuatan baik yang baik maupun yang buruk akan dipertanggungjawabkan
di akhirat kelak.
2.3. Iman Kepada Hari Kiamat
Iman kepada hari Akhir merupakan salah satu rukun dari rukun iman, dan
salah satu ‘aqidah dari ‘aqidah Islam yang pokok, karena masalah kebang-kitan di
negeri akhirat merupakan landasan berdirinya ‘aqidah setelah masalah keesaan
Allah Ta’ala. Hari akhir atau hari kiamat adalah hari binasanya atau hancurnya
seluruh alam semesta. Hari kiamat didahului dengan tanda-tanda seperti keluarnya
Dajjal, Ya’juj Ma’jud, turunnya Nabi Isa AS, keluarnya hewan-hewan besar,
muculnya matahari dari barat dan lain sebagainya.
Iman kepada segala hal yang terjadi pada hari Akhir dan tanda-tandanya
merupakan keimanan terhadap hal ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh akal, dan
tidak ada jalan untuk mengetahuinya kecuali dengan nash melalui wahyu. Karena
pentingnya hari yang agung ini, kita dapati (di dalam al-Qur-an) bahwa Allah
Ta’ala seringkali menghubungkan iman kepada-Nya dengan iman kepada hari
Akhir.
Sesudah hari kiamat manusia dibangkitkan dari kematian dan mulai menjalani
kehidupan baru di alam akhirat dengan fase sebagai berikut :
1. Yaumul Ba’ats ( Hari Kebangkitan )
2. Yaumul Mahsyar ( Hari Berkumpul di Padang Mahsyar )
3. Yaumul Mizan ( Hari Pertimbangan Amal )
4. Yaumul Jaza’ ( Hari Pembalasan )
Sesungguhnya beriman kepada Allah dan hari Akhir, dan beriman kepada apa
yang ada di dalamnya berupa pahala dan siksaan adalah sesuatu yang benar-benar
mengarahkan prilaku manusia kepada jalan yang benar. Tidak ada satu undang-
undang pun yang dibuat manusia, mampu menjadikan prilaku manusia lurus dan
istiqamah sebagaimana yang dihasilkan oleh iman kepada hari Akhir. Oleh
karenanya, ada perbedaan yang sangat nampak antara prilaku orang yang beriman
kepada Allah dan hari Akhir, dia mengetahui bahwasanya dunia adalah ladang
bagi kehidupan akhirat, juga mengetahui bahwasanya amal shalih adalah bekal
hari akhir.
Fungsi iman kepada hari akhir antara lain :
1. Bertindak / beramal dengan penuh tanggung jawab.
2. Pandangan hidup optimis.
3. Kehidupan yang shaleh di masyarakat.
4. Menambah rasa iman dan taqwa pada Allah.
Beriman kepada hari akhir artinya meyakini bahwa hari akhir itu haq dan
tidak ada keraguan tentangnya. Adanya hari akhir dan mengimaninya merupakan
motivasi bagi seorang mukmin untuk semakin bersemangat dalam berlomba-
lomba berbuat kebaikan dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat.
Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir serta apa yang
ada di dalamnya, baik perhitungan maupun pembalasan, maka dia akan selalu
berusaha dengan keras untuk mewujudkan segala keinginannya dalam kehidupan
dunia, terengah-engah di belakang perhiasannya, rakus dalam mengumpulkannya,
dan sangat pelit jika orang lain ingin mendapatkan kebaikan melaluinya. Dia telah
menjadikan dunia sebagai tujuannya yang paling besar, dan puncak dari ilmunya
(pengetahuannya). Dia mengukur setiap perkara dengan kemaslahatannya semata,
tidak mempedulikan orang lain dan tidak pernah melirik sesamanya kecuali dalam
batasan-batasan yang dapat mewujudkan manfaat bagi dirinya pada kehidupan
yang pendek dan terbatas ini. Dia bergerak dengan menjadikan bumi dan umur
sebagai batasannya saja. Oleh karena itu, sistem perhitungan dan
pertimbangannya pun berubah-ubah dan akan berakhir dengan hasil yang salah.
2.4. Iman Kepada Padang Mahsyar
Iman kepada padang mahsyar adalah meyakini bahwa semua makhluk setelah
dibangkitkan dari kubur dan dikumpulkan akan digiring ke Mahsyar, yaitu suatu
tempat berkumpul, berupa padang putih yang luas, rata dan lurus, tidak ada
kelokan dan gundukan. Tak ada bukit yang dapat digunakan manusia untuk
bersembunyi atau jurang untuk berlindung dari pandangan mata. Mahsyar adalah
satu tanjakan yang membentang, tanpa naik turun. Mereka akan digiring kesana
secara berbondong-bondong.
Tingkatan manusia dalam iring – iringan menuju mahsyar ini berbeda-beda
sesuai dengan amal perbuatan mereka di dunia. Ada yang menaiki kendaraan,
yaitu orang-orang yang bertakwa. Ada yang jalan dengan kakinya yaitu orang-
orang islam yang kurang beramal (sedikit amal baiknya). Ada yang berjalan
dengan wajahnya (kepalanya) atau jungkir yaitu orang-orang kafir. Dari tempat
berkumpul itu kemudian mereka diarahkan ke surga atau neraka. Setelah itu
mereka akan melewati jembatan (Shirat).
Dalam hal ini ummat Muhammad terbagi menjadi tujuh macam golongan,
yaitu:
1. Shiddiquun, yaitu orang-orang yang suka pada kebenaran atau sangat
membenarkan ajaran Nabi, mereka berjalan melewati shirat dengan kecepatan
tinggi bagaikan petir yang menyambar.
2. ‘Alimun, yaitu orang-orang yang alim. Mereka berjalan melewati shirat
bagaikan angin yang bertiup kencang.
3. Budala’, Yaitu para wali Abdal (mulya), mereka berjalan melewati shirat
bagaikan burung yang terbang dalam waktu singkat.
4. Syuhada, yaitu orang-orang yang mati syahid. Mereka berjalan melewati shirat
bagaikan kuda balap dalam waktu setengah hari.
5. Hujjaj, yaitu orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji dengan baik.
Mereka berjalan melewati shirat dalam waktu sehari penuh.
6. Muthi’uun, yaitu orang-orang yang taat beribadah kepada Allah. Mereka
berjalan melintasi shirat dalam waktu sebulan.
7. ‘Ashun, yaitu orang-orang yang durhaka(berbuat maksiat), tetapi masih
memiliki iman. Mereka meletakkan kaki pada shirat, sementara dosa-dosanya ada
di punggung mereka. Ketika mereka berjalan melintasinya, api neraka jahanam
akan menjilat mereka. Tetapi saat itu api neraka jahanam akan melihat sinar iman
di dalam hati mereka, maka berkatalah ia :”Selamatlah kau wahai orang yang
beriman. Sesungguhnya sinarmu memadamkan baraku.” Keterangan ini
sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhammad Al Hamdani.
Di padang mahsyar semua makhluk merasa malu ketika dihadapkan kepada
Tuhan Yang Maha Perkasa. Masing-masing sibuk dengan dirinya sendiri,
bertebaran bagaikan laron. Teman-teman dekat bertemu, saling melihat dan saling
mengenal, tetapi mereka tidak saling menyapa. Mereka dalam keadaan telanjang
kaki, telanjang bulat dan berjalan kaki. Rasulullah Saw bersabda: “manusia
dibangkitkan dalam keadaan telanjang kai, telanjang bulat dan belum dikhitan.
Mereka akan dikendalikan oleh keringat yang mencapai daun telinga.”
2.5. Iman Kepada Qada dan Qadar
Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah
sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang
berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah:
kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau
kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk
tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama
berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
Takdir mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia.
Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk
mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-
citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah
berfirman: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah.Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S Ar-
Ra’d ayat 11)
Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang
yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan
ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
2.6. Iman Kepada Makhluk Ghaib Allah Swt.
2.6.1. Jin
Jin adalah nama jenis, bentuk tunggalnya adalah Jiniy (dalam bahasa arab
dahulu kala, dan Genie dalam bahasa Inggris) artinya “yang tersembunyi” atau
“yang tertutup” atau “yang tak terlihat”. Hal itulah yang memungkinkan kita
mengaitkannya dengan sifat yang umum “alam tersembunyi”, sekalipun akidah
Islam memaksudkannya dengan makhluk-makhluk berakal, berkehendak, sadar
dan punya kewajiban, berjasad halus dan hidup bersama-sama kita di bumi ini.
Dalam sebuah hadits dari Abu Tha’labah yang bermaksud : “Jin itu ada tiga jenis
yaitu: Jenis yang mempunyai sayap dan terbang di udara, Jenis ular dan jengking
dan Jenis yang menetap dan berpindah-pindah.”
Allah S.W.T. menciptakan jin sebelum menciptakan manusia, dengan selisih
waktu yang lama bila dikiaskan pada manusia mahupun jin sendiri. Allah S.W.T.
berfirman (maksudnya) : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan
Kami telah menciptakan jin, sebelum itu dari api yang sangat panas”. (QS. Al-
Hijr: 26-27)
Secara etimologi Al-Jin berasal dari kata jamak artinya bersembunyi.Al-Jin
kerena tersembunyi dari pandangan manusia. Jin adalah suatu macam makhluk
yang termasuk dalam golongan ruh yang berakal yang juga diberi perintah taklif
(menjalankan syari’at agama). Allah SWT menjelaskan tentang asal bahan yang
dari padanya jin itu diciptakan oleh-Nya bagaimana firmannya:
“,,Sungguh kami (Allah) telah menciptakan manusia itu dari tanah kering
(yang berasal) dari lumpur hitam,yang diberi bentuk. Dan kami ciptakan jin
sebelum itu dari api yang sangat panas”. (QS.Hijir 26-27)
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa jin diciptakan dari api yang tiada
berasap yang murni sama sekali.dan penciptaan jin lebih dulu dari pada
penciptaan manusia.
Jin juga diperintahkan untuk mengerjakan syariah agama sebagiamana
manusia, sedang yang mereka ikuti adalah rasul dari manusiadalam hal ini Allah
SWT berfirman:
“,,Hai para jin dan manusia! Bukankah sudah datang pada mu rasul-rasul
yang dari golonganmu sendiri, menerangkan ayat-ayat (keterangan-
keterangan)Ku dan member peringatan padamu semua tentang pertemuannya
dengan hari ini? Mereka mengatakan:”Kami menjadi saksi-saksi akan kesalahan
kami sendiri” merka itu telah tertipu oleh kehidupan dunia dan mereka itu
menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka itu lah orang-orang
kafir.”(QS.An’am 130)
Jin itu banyak sekali penggolongannya. Diantara mereka ada yang istiqomah
(berpendirian teguh), baik perangainya serta bagus kelakuaanya. Tetapi ada pula
diantara mereka yang bodoh, lemah akal fikirannya, serta lalai. Diantara mereka
ada pula yang kafir dan inilah bagian yang terbanyak sekali dikalangan bangsa jin
itu.
“,,Diantara kita ada golongan yang baik dan diantara kita ada golongan
yang demikian(yakni tidak baik) kita semua menempuh jalan yang berlain-
lainan”. (QS.Jin 11)
“,,Diantara kita ada yang patuh (memeluk agama islam) dan diantara kita
ada pula yang menganiaya(kafir). Barangsiapa yang patuh (masuk islam) itulah
yang menempuh jalan yang benar. Adapun yang menganiaya,maka mereka itulah
yang menjadi kayu bakar neraka jahanam”. (QS.Jin 14-15)
2.6.2. Iblis
Kata Iblis menurut sebagian ahli bahasa berasal dari ablasa artinya putus asa.
Dinamai iblis karena dia putus asa dari rahmat atau kasih sayang Allah SWT. Iblis
mempunyai kerajaan yang sangat besar. Ada menteri-menteri, pemerintahan dan
pejabat-pejabat. Iblis juga mempunyai wakil-wakil, lima di antaranya wajib
diwaspadai :
* Yang pertama, menurut kalangan Jin, bernama Tsabar. Dia selalu
mendatangi orang yang sedang kesusahan atau ditimpa musibah, baik kematian
isteri, anak ataupun kaum kerabat. Kemudian dia melancarkan bisikannya dan
menyatakan permusuhannya kepada Allah. Diucapkannya, melalui mulut orang
yang ditimpa musibah itu, keluh-kesah and caci-maki terhadap ketentuan Allah
atas dirinya.
* Yang kedua, namanya ialah Dasim. Syaitan inilah yang selalu berusaha
dengan sekuat tenaganya untuk mencerai-beraikan ikatan perkahwinan, membuat
rasa benci antara satu sama lain di kalangan suami-isteri, sehingga menjadi
penceraian. Dia adalah anak kesayangan Iblis di wilayah kerajaannya yang sangat
besar.
* Yang ketiga, namanya ialah Al-A’war. Dia dan seluruh penghuni
kerajaannya, adalah pakar-pakar dalam urusan mempermudah terjadinya
perzinaan. Anak-anaknya menghiaskan indah bahagian bawah tubuh kaum wanita
ketika mereka keluar rumah, khususnya kaum wanita masa kini, betul-betul
menggembirakan Iblis di kerajaan yang besar. Segala persoalan yang menyangkut
keruntuhan moral dan perzinahan berurusan dengan pejabat besar mereka.
* Yang keempat, namanya ialah Maswath, pakar dalam menciptakan
kebohongan-kebohongan besar mahupun kecil. Bahkan kejahatan yang dia dan
anak-anaknya lakukan sampai pada tingkat dia memperlihatkan diri dalam bentuk
seseorang yang duduk dalam suatu pertemuan yang disenggarakan oleh manusia,
lalu menyebarkan kebohongan yang pada gilirannya disebarkan pula oleh
manusia.
* Yang kelima, namanya ialah Zalnabur. Syaitan yang satu ini berkeliaran di
pasar-pasar di seluruh penjuru dunia. Merekalah yang menyebabkan pertengkaran,
caci-maki, perselisihan dan bunuh-membunuh sesama manusia.
Untuk menghindarinya hendaklah mengucapkan :Aku berlindung kepada
Allah dari gangguan syaitan, (**Sebutkan namanya: Tsarbar/Dasim/Al-
A’war/Maswath/Zalnabur) yang terkutuk, serta pengikut-pengikut dan anak-
anaknya.
Menurut buku Asy-Syibli meriwayatkan sebuah riwayat dari Zaid bin
Mujahid yang mengatakan bahawa, “Iblis mempunyai lima anak, yang masing-
masing diserahkan urusan-urusan tertentu. Kemudian dia memberi nama masing-
masing anaknya : Tsabar, Dasim, Al-A’war, Maswath dan Zalnabur.”
2.6.3. Syaitan
Kata Syaitan berasal dari kata syatana artinya menjauh. Dinamai Syaitan
karena jauhnya dari kebenaran. Dalam menjalankan misinya untuk mengganggu
anak cucu Adam, Iblis dibantu oleh Syaithan. Yang dimaksud Syaithan secara
istilah adalah setiap yang mengikuti perbutan Iblis baik dari golongan Jin ataupun
manusia sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-An’am, ayat 112
yang artinya: “Demikianlah kami ciptakan bagi tiap-tiap nabi musuh-musuhnya,
yaitu Syaithan-syaithan yang terdiri dari bangsa manusia dan jin, sebagian
menyampaikan perkataan palsu kepada yang lainnya untuk mengadakan
penipuan”.
Sebagaimana yang telah kita bahas di atas bahwasanya Iblis telah diberikan
kehidupan panjang sampai hari kiamat untuk menggoda keturunan Nabi A’dam.
Dalam segi kedudukan, Iblis adalah pemimpinnya para Syaithan. Sebagaimana
diriwayatkan dari Jarir R.A dari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Iblis itu
meletakkan singasananya di atas air, kemudian ia mengirimkan pasukannya.
Yang paling dekat dengan Iblis (diantara anak buahnya), maka ia adalah yng
terhebat dalam membuat fitnah (kejahatan)”. Iblis dan Syaithan menggoda
manusia dengan cara melupakan mereka dari mengingat Allah (Dzikrullah). Oleh
karena itu Allah SWT beberapakali berfirman dalam Al-Quran, menyuruh
manusia untuk menjadikan Iblis dan syaithan itu sebagai musuh, agar manusia
membenci mereka dan tidak tergoda dari tipu muslihat mereka. Wallahu A’lam.
Dalam kehidupan manusia, Iblis dan Syaithan adalah pengganggu yang
menyesatkan manusia, dan mengajak manusia untuk menjadi penghuni neraka.
Sehingga dengan demikian, iman manusia pun betul-betul diuji. Manusia juga
harus memimikirkan akibat dari sebuah kesalahan yang dikerjakan Iblis sehingga
ia dikeluarkan dari surga dan mendapat la’nat Allah, agar manusia tidak
melakukan hal yang sama dalam kehidupannya.
9 ANAK-ANAK SYAITAN YANG LAINNYA:
a. ZALITUUN : Duduk di pasar/kedai supaya manusia hilang sifat jimat cermat.
Menggoda supaya manusia berbelanja lebih dan membeli barang-barang yang
tidak perlu.
b. WATHIIN : Pergi kepada orang yang mendapat musibah supaya bersangka
buruk terhadap Allah.
c. A’AWAN : Menghasut sultan/raja/pemerintah supaya tidak mendekati rakyat.
Seronok dengan kedudukan/kekayaan hingga terabai kebajikan rakyat dan tidak
mahu mendengar nasihat para ulama.
d. HAFFAF : Berkawan baik dengan kaki botol. Suka menghampiri orang berada
di tempat-tempat maksiat ( i.e. disko, kelab malam & tempat yang ada minuman
keras )
e. MURRAH : Merosakkan dan melalaikan ahli dan orang yang sukakan muzik
sehingga lupa kepada Allah. Mereka ini tenggelam dalam keseronokan dan
glamour etc.
f. MASUUD : Duduk dibibir mulut manusia supaya melahirkan fitnah, gosip,
umpatan dan segala apa sahaja penyakit yang mula dari kata-kata mulut.
g. DAASIM ( Berilah Salam sebelum masuk ke rumah ) : Duduk di pintu rumah
kita. Jika tidak memberi salam ketika masuk ke rumah, Daasim akan bertindak
agar berlaku keruntuhan rumahtangga. (suami-isteri bercerai-berai, suami
bertindak ganas, memukul isteri, isteri hilang pertimbangan menuntut cerai, anak-
anak didera dan perbagai bentuk kemusnahan rumahtangga).
h. WALAHAAN : Menimbulkan rasa was-was dalam diri manusia khususnya
ketika berwudhuk dan solat dan menjejaskan ibadat-ibadat kita yang lain.
i. LAKHUUS : Merupakan sahabat orang Majusi yang menyembah api dan
matahari.
2.7. Iman Kepada Eksistensi Alam
Segala sesuatu tidaklah luput dari ketentuan ALLAH Tabaraka wa Ta’ala
yang telah mengkabarkan kepada kita para ummat-Nya, bahwasanya tiap-tiap
sesuatu bermula adalah mesti ada awal dan adapula akhirnya, jika ada hidup maka
tentu ada mati, jika ada awal dijadikannya semesta alam maka tentu ada pula masa
semesta alam ini diakhiri oleh ALLAH Tabaraka wa Ta’ala.
2.7.1. Alam Ruh
Perjalanan hidup manusia dimulai dari alam ruh (tahapan titik nol) ketika
Allah mengumpulkan semua ruh manusia yang akan diturunkan kebumi. Kejadian
ini dikisahkan dalam QS.Al-A’raf ayat 173:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-
orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
Berkaitan dengan ayat ini, Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits,
“Ketika Allah menciptakan Adam, DIA mengusap punggungnya, maka dari
punggung itu setiap ruh yang menyerupai biji atom berjatuhan, yang DIA (Allah)
adalah penciptanya sejak itu sampai hari kiamat kelak”. (HR. Imam Tirmidzi)
Dari ubay bin Ka’ab ia mengatakan, “Mereka (ruh tersebut) dikumpulkan,
lalu dijadikan berpasang-pasangan, baru kemudian mereka dibentuk. Setelah itu
mereka pun diajak berbicara, lalu diambil dari mereka janji dan kesaksian,
“Bukankah Aku Tuhanmu?”, mereka menjawab “Benar”. Sesungguhnya AKU
akan mempersaksikan langit tujuh tingkat dan bumi tujuh tingkat untuk menjadi
saksi terhadap kalian, serta menjadikan nenek moyang kalian Adam sebagai saksi,
agar kalian tidak mengatakan pada hari kiamat kelak, “Kami tidak pernah berjanji
mengenai hal itu”.
Ketahuilah bahwasanya tiada Tuhan selain Aku semata, tidak ada Rabb selain
diriKu, dan janganlah sekali-kali kalian mempersekutukanKu. Sesungguhnya Aku
akan mengutus kepada kalian para RasulKu yang akan mengingatkan kalian
perjanjianKU itu. Selain itu Aku juga akan menurunkan kitab-kitabKu”. Maka
merekapun berkata, “Kami bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan kami, tidak ada
Tuhan bagi kami selain hanya Engkau semata”.
Dengan demikian mereka telah mengakui hal tersebut. Kemudian Adam
diangkat dihadapan mereka dan ia (Adam) pun melihat kepada mereka, lalu ia
melihat orang yang kaya dan orang yang miskin, ada yang bagus dan ada juga
yang sebaliknya. Lalu Adam berkata, “Ya Tuhanku, seandainya Engkau
menyamakan di antara hamba-hambaMU itu”. Allah menjawab, “Sesungguhnya
Aku sangat suka untuk Aku disyukuri”. Dan Adam melihat para nabi di antara
mereka seperti pelita yang memancarkan cahaya pada mereka”. (HR. Ahmad).
Inilah peristiwa yang terjadi di Alam ruh, dimana setiap jiwa dari kita
manusia telah diambil kesaksian dan melakukan perjanjian dengan Allah SWT,
dengan Nabi Adam dan penduduk langit sebagai saksi. Secara fitrah kita memang
lupa akan perjanjian itu, karena itu Allah mengingatkan sesuai dengan hadits di
atas ; “Sesungguhnya Aku (Allah) akan mengutus kepada kalian para RasulKu
yang akan mengingatkan kalian perjanjianKu itu..”
“Wahai manusia jika kamu ragu kepada hari kebangkitan maka
sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes air mani, kemudian dari segumpal
darah kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna. Agar Kami jelaskan kepadamu dan kami tetapkan
dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai
bayi kemudiankamu menjadi dewasa. Dan di antaramu ada yang diwafatkan dan
ada yang dipanjangkan umurnya hingga pikun supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang telah dia ketahui dahulu. Dan kamu lihat bumi
itu kering dan apabila Kami turunkan
air dari atasnya hiduplah bumi itu dan suburlah menumbuhkan
berbagai macam tumbuhan yang indah.” QS. Al-Hajj : 005
2.7.2. Alam Rahim
Setelah membuat kesaksian tentang Allah selanjutnya satu persatu ruh
tersebut dihembuskan Allah kedalam rahim ibu sebagaimana disebutkan dalam
QS. Sajdah ayat 9, “Kemudian dibentukNya (janin dalam rahim) dan ditiupkan ke
dalamnya sebagian dari ruhNya.”
Sejak itu mulailah manusia memasuki tahap kedua dari perjalanan hidupnya.
Kurang lebih selama 9 bulan janin manusia menetap dirahim ibu untuk kemudian
setelah tiba waktunya lahir kedunia menjadi seorang bayi.
Alam arham adalah ketika manusia berada di rahim ibunya. Arham adalah
bentuk jamak dari kata “rahim”. Rahim berarti kasih sayang. Alam arham adalah
suatu alam di mana manusia dibentuk atas dasar kasih sayang Allah kepada
hamba-Nya. Saat di alam arham ini, sejak itulah terjalin kasih sayang yang disebut
silaturahim.
Sebelum rahim itu ditempelkan kepada manusia, sebelum ditempelkan
kepada manusia rasa kasih sayang Allah itu di sifat rahim tersebut, maka dia
(rahim) berbicara kepada Allah, “Tuhan, inilah saatnya aku berlindung kepada-
Mu dari putusnya tali kasih sayang.”
Dijawab oleh Allah, “Ketahuilah wahai rahim, Aku akan terhubungkan
dengan orang yang menghubungkan denganmu, dan Aku akan memutuskan
hubungan dengan orang yang memutuskanmu.” (Hadits Qudsi). “Dia
menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan dari padanya
isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari
binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi
kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan
kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?”. QS. Az--
Zumar : 006
2.7.3. Alam Kubur
Jika kematian datang menghampiri seseorang maka putuslah hubungannya
dengan kehidupan dunia. Hanya amal baik dan buruklah yang abadi menemani
sampai kealam kubur. Amal baik seperti shalat, zakat, sedekah dan zikir semua itu
akan membawa kebahagian dan ketentraman dialam kubur.
Sebaliknya amal buruk seperti perbuatan dosa mendurhakai Allah, melakukan
perbuatan yang dilarang dan dimurkaiNya, serta meninggalkan amal perbuatan
yang diperintahkan semua itu akan membawa kesengsaraan dialam kubur. Alam
ini adalah masa penantian yang penuh kesengsaraan bagi kaum pendosa dan
penuh kebahagiaan bagi orang beriman. Alam kubur akan berakhir pada hari
kiamat kelak.
“Dan Allah telah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam
keadaan tidak mengetahui segala sesuatu dan Dia
menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati agar kalian bersyukur.”
QS. An-Nahl : 078
Dan pada tahapan inilah yang menentukan bahagia dan celakanya, dan
merupakan negeri ujian dan cobaan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Dialah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan agar menguji kalian
siapa di antara kalian yang paling bagus amalannya.” QS. Al-Mulk : 2
“Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.
Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.
Dan di hadapan mereka ada barzakh (pembatas) sampai hari mereka
dibangkitkan.” QS. Al-Mu’minun : 100.
2.7.4. Alam Akhirat
Sebelum adanya surga dan neraka, ada fase dimana fase tersebut merupakan
fase perhitungan amal. Pada hari berhisab setiap orang diadili, ditimbang amal
baik dan buruknya tidak ada satu perbuatanpun yang luput dari
pemeriksaan. Orang yang baik timbangan amalnya akan menerima raport dari
sebelah kanan. Dia akan kembali kepada teman dan saudaranya dengan penuh
kegembiraan. Sedangkan orang yang buruk timbangan amalnya akan menerima
kitab raport dari belakang, dia mengeluh dan kembali kepada teman serta
saudaranya dengan berkeluh kesah.
Setelah menerima raport setiap orang diperintahkan menempuh perjalanan
menuju tempat abadi yang telah disiapkan untuk mereka. Orang yang telah
menerima raport dari sebelah kanan dengan mudah dapat melalui lembah neraka
yang ganas, dia tidak merasakan panasnya api neraka sedikitpun. Dia sampai di
surga abadi dengan penuh kegembiraan disambut oleh penduduk surga dengan
pesta meriah, hidup kekal selamanya disana.
Namun orang-orang yang menerima raport dari belakang, terpuruk dilembah
nerakadan tidak pernah bisa keluar dari situ untuk. Kehidupan manusia di dunia
adalah kehidupan yang akan menentukan kehidupan dia selanjutnya di alam lain.
Setiap kebaikan sesuai ajaran Islam akan memudahkan hidupnya di alam kubur
dan di hari pembalasan. Dan sebaliknya, keburukan akan membawanya pada
kesengsaraan di alam kubur dan di alam akhirat. Semoga kita termasuk orang-
orang yang senantiasa memperbanyak amal untuk meraih ridho-Nya dan bertemu
dengan-Nya di surga kelak.
2.7.4.1. Surga
Dalam al-Qur’an (Islam), konsep surga dimaksudkan terjemahan dari kata
bahasa arab, jannah - jamak dari Jinan - yang berarti “kebun, taman”. Ia adalah
tempat yang kekal di akhirat dan diperuntukkan bagi hamba-hamba Allah Swt
yang beriman dan beramal shaleh, tempat yang memberikan kenikmatan yang
belum pernah dirasakan ketika hidup di dunia dan sebagai balasan jerih payah
memenuhi perintah dan menjauhi larangannya.
Dari arti “kebun” itu, tampaknya sangat sesuai ketika Al-Qur’an
melukiskan Al-Jannah (surga) sebagai sebuah tempat yang indah, dipenuhi
pohonn-pohon rindang, sungai yang airnya mengalir jernih dan segala keindahan
lainnya. Hal tersebut dimaksudkan dan juga sejumlah penafsir menggarisbawahi
bahwa keadaan di surga, begitu indah dan nikmatnya sampai tidak terbayangkan
oleh manusia.
Di dalamnya terdapat segala sesuatu yang memikat dan menyenangkan hati
serta pandangan, di dalamnya terdapat segala sesuatu yang belum pernah dilihat
oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah terpikirkan oleh
akal pikiran. Oleh karena itu, Allah subhanahu wata'aala berfirman: “Seorangpun
tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam
nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan.” (As Sajdah: 17).
Berdasarkan Al Quran dan hadits Nabi Saw, Ada sepuluh golongan yang akan
menjadi penghuni Surga. Kesepuluh golongan itu diantaranya: para Nabi, orang-
orang yang jujur, syuhada, dan orang-orang yang shalih, Orang-orang yang
berbuat baik (al-Abrar), Orang-orang yang terdahulu (masuk islam) yang
didekatkan kepada Allah, Ashhabul Yamin yaitu orang-orang yang menerima
buku catatan amal dari sebelah kanan, Al-Muhsinun, yaitu orang-orang yang
senantiasa berbuat baik dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan syariat, Ash-
Shabirun, yaitu orang-orang yang bersabar, Orang yang takut saat menghadap
Tuhannya, Al-Muttaqun, yaitu orang-orang yang bertakwa, Orang-orang yang
beriman dan beramal shalih, dan At-Taaibun, yaitu orang-orang yang bertaubat.
2.7.4.2. Neraka
Neraka dalam terminologi al-Quran memiliki beberapa pengertian, di
antaranya: 1) Alam akhirat tempat penyiksaan untuk orang berdosa, 2) Sial, dan 3)
Keadaan atau tempat menyengsarakan, penyakit parah, dan kemiskinan.
Dalam terminologi al-Quran, kata neraka disebut naar, yang berartiapi yang
menyala. Secara istilah, neraka berarti tempat balasan berupa siksaan bagi orang
yang berbuat dosa dan kesalahan.
Neraka adalah tempat penyiksaan dimana bentuk hukumannya yang paling
sangat menyiksa digambarkan sebagai api. Nama-nama neraka yang digunakan di
dalam al-Quran: al-Naar (api), jahannam, al-Jahim (yang membakar), al-
Sa’ir (jilatan api), al-Saqar (api yang menghanguskan), al-Hawiyah (jurang), al-
Huthamah (api yang meremukkan).
Naar adalah api yang panas sekali atau api yang dijadikan jin darinya. Adapun
ayat-ayat yang menggunakan kata naar ditemukan sebanyak 194 kali. Jahannam,
yang memiliki arti sumur yang dalam. Kata jahannam dalam al-Quran disebutkan
sebanyak 77 kali.
Dalam firman Allah l tersebut terdapat enam sifat orang yang bakal
dilemparkan ke dalam Jahannam, diantaranya: Orang yang sangat ingkar, Keras
kepala, Sangat menghalangi kebajikan, Melanggar batas, Lagi ragu-ragu, dan
Yang menyembah sesembahan yang lain beserta.

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Iman kepada yang ghaib mempunyai pengaruh yang besar sekali, sehingga
terpantul dalam tingkah laku seseorang dan juga dalam jalan hidupnya. Ia
merupakan motivator yang sangat kuat untuk melahirkan amal kebajikan dan
memberantas kejahatan. Ikhlas beramal untuk memperoleh pahala dan
menghindarkan diri dari siksa di akhirat, bukan menginginkan balasan dunia dan
pujian manusia.
Kuat, tegas dan tegar dalam pembenaran. Apa yang dijanjikan Allah untuk
orang yang beriman menjadikan seseorang teguh dalam men-jalankan segala
perintahNya, menjelaskan yang haq, mengajak kepada yang haq, menjelaskan
yang batil dan memeranginya. Meremehkan bentuk-bentuk penampilan duniawi.
Hal ini merupakan pengaruh dari makmurnya hati karena keimanan bahwa dunia
beserta kenikmatannya akan lenyap, sedangkan akhirat adalah kehidupan kekal,
damai abadi selamanya. Maka tidak masuk akal lebih memilih hal yang fana
daripada yang kekal. Lenyapnya kebencian dan kedengkian. Sesungguhnya usaha
mewujudkan keinginan nafsu tanpa melalui jalan yang benar menyebabkan
kebencian dan kedengkian antarmanusia. Sedangkan iman kepada yang ghaib,
berupa janji-janji Allah dan ancamanNya menjadikan seseorang mau mawas diri
dan mengoreksi diri sendiri dalam setiap gerak-geriknya demi mendapatkan
pahalaNya dan menjauhi sik-saNya.

3.2. DAFTAR PUSTAKA


 http://ferinaldop.blogspot.com/
 http://ibnuhussain.wordpress.com/umum/beriman-kepada-yang-ghaib/
 http://irpanmaulana91.blogspot.com/2014/04/percaya-kepada-hari-akhir-
makalah.html
 http://media.zoya.co.id/inspirasi/perjalanan-panjang-kehidupan-manusia-di-tujuh-
alam
 http://pondokassunnah.com/pelajaran-2-07-iman-kepada-hal-hal-yang-ghaib/
 http://qomiuth-thughyan.blogspot.com/2013/02/8-iman-kepada-hasyr-
dikumpulkannya.html
 http://tausyah.wordpress.com/2012/12/20/lima-fase-atau-tahapan-kehidupan-
manusia-yang-mesti-dialami-manusia-dari-awal-sampai-akhir-tahapan-titik-nol-
atau-ketidak-adaan-tahapan-di-alam-rahim-alam-dunia-alam-barzakh-dan-alam-
akhirat/
 http://thelittlepuu.blogspot.com/2013/01/pengertian-surga-dan-neraka.html
 Shalih bin fauzan.2010.”Kitab Tauhid 3”. (Jakarta :Darul Haq)
 Thantawi Syaikh Ali.2004.”Aqidah Islam Doktrin dan Filosofi”. (Solo: Era
Intermedia)

[1] Shalih bin fauzan.2010.”Kitab Tauhid 3”. (Jakarta :Darul Haq).hlm.35-36


[2] Thantawi Syaikh Ali.2004.”Aqidah Islam Doktrin dan Filosofi”. (Solo: Era
Intermedia)hlm.148

Anda mungkin juga menyukai