i
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmatNya
peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “studi korelasi
antara tingkat kebugaran, kecemasan, dan kepercayaan diri dengan kinerja
wasit/hakim tinju saat memimpin pertandingan pra pon solo tahun 2023”.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan serta bantuan dari
berbagai pihak, penulis tidak akan mampu menyelesaikan Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu penulis juga tak lupa mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Peneliti
xxxxxxxxxxxxxxxxx
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................................4
1.2.1 Faktor Anak SD..................................................................................4
1.2.2 Faktor Lingkungan..............................................................................6
1.2.3 Tenaga Kesehatan...............................................................................7
1.3 Batasan Masalah..........................................................................................7
1.4 Rumusan Masalah........................................................................................8
1.5 Tujuan Penelitian.........................................................................................8
1.5.1 Tujuan Umum.....................................................................................8
1.5.2 Tujuan Khusus....................................................................................8
1.6 Manfaat Penelitian.......................................................................................9
1.6.1 Bagi Institusi.......................................................................................9
1.6.2 bagi Murid Sekolah Dasar...................................................................9
1.6.3 Bagi Peneliti.......................................................................................9
1
2.3.3 Upaya Pemeliharaan Kebersihan Gigi dan Mulut .............................23
2.3.4 Makanan Yang Berpengaruh Pada Kesehatan Gigi...........................27
2.4 Hubungan Mengenai Pengetahuan Anak Terhadap Kepatuhan Dalam
Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut.........................................................27
2.5 Hubungan Mengenai Perilaku Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada
Anak ........................................................................................................29
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Gambaran Pengetahuan Tentang Cara Menjaga Kesehatan Gigi dan
Mulut di Kelas IV di SDN Putu Gede Surabaya Tahun 20213
6.2 Gambaran Pengetahuan Siswa Tentang Cara Menjaga Kesehatan Gigi
dan Mulut Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelas IV di SDN Putu Gede
Surabaya Tahun 20217
2
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan49
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja wasit bola voli Kabupaten
Tasikmalaya dalam menentukan setiap kejadian, baik yang datang dari internal
wasit itu sendiri ataupun yang diakibatkan oleh gangguan eksternal. Faktor yang
dominan mempengaruhi kinerja wasit adalah faktor internal wasit. Faktor internal
tersebut selain pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seorang wasit adalah
faktor psikologis.
Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi kinerja seorang wasit pada
saat memimpin pertandingan diantaranya kecemasan, stres, kegairahan, percaya
diri, dan motivasi. Faktor-faktor psikologi tersebut ada faktor yang memberikan
dampak negatif dan dampak positif kepada wasit. Kecemasan terjadi pada wasit
bola voli Kabupaten Tasikmalaya dikarenakan oleh faktor penonton yang paling
mempengaruhi wasit bola voli. Kecemasan berhubungan dengan emosi negatif,
sama halnya dengan keraguan dan depresi. Winberg dan Gould (2011:78)
menjelaskan bahwa “Kecemasan adalah keadaan emosi negatif di mana perasaan
gugup, khawatir, dan ketakutan yang berhubungan dengan aktivasi dan
rangsangan dari tubuh”. Stres bisa berawal dari tekanan-tekanan yang dilakukan
pemain, pelatih dan penonton sehingga akan mengakibatkan perubahanperubahan
pada fisik seorang wasit. Tingkat stres yang tinggi mempengaruhi kinerja wasit
Kabupaten Tasikmalaya. Sejalan dengan pendapat Cox, Richard H (2012:158)
bahwa “Proses stres dimulai dengan situasi lingkungan atau persaingan”.
Kegairahan (arousal) juga mempengaruhi seorang wasit dalam memimpin
pertandingan, menurut Winberg dan Gould (2011:78) adalah “Aktivasi fisiologi
dan psikologi secara umum yang bervariasi dari tidur nyenyak sampai kesenangan
yang sangat intens”. Percaya diri berhubungan dengan emosi positif, seperti
kegembiraan dan kebahagiaan. Kepercayaan diri bisa dijadikan sebagai faktor
penting dalam rangka menginterpretasikan gejala-gejala kecemasan sebelum
memimpin suatu pertandingan. Artinya bahwa kepercayaan diri akan
menimbulkan emosi positif, ketika wasit berada dalam keadaan percaya diri, wasit
akan merasa tenang dan relaks walaupun berada dalam tekanan. Motivasi adalah
gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar
5
atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu
(Djamarah, 2011).
Seorang wasit dalam melaksanakan tugasnya tentu mempuyai dorongan-
dorongan yang membuat semangat dalam memimpin pertandingan, dorongan-
dorongan atau motivasi tersebut bisa berasal dari diri sendiri (intrinsik) atau dari
luar (ekstrinsik). Oleh karena itu, motivasi memegang peranan penting dalam
membantu menentukan berhasil tidaknya wasit dalam melaksanakan tugas
memimpin pertandingan. Faktor eksternal diantaranya dari pengaruh suasana
penonton yang terlalu dekat dengan lapangan, bahkan banyak pertandingan yang
dilaksanakan di lapangan terbuka yang tidak menggunakan pemisah antara
penonton dengan lapangan bola voli sehingga akan mempengaruhi jalannya
pertandingan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, faktor psikologis merupakan
salah satu yang mempengaruhi kinerja wasit.
Seorang wasit sering mengalami tekanan yang terjadi dilapangan, baik itu
yang dilakukan oleh pemain, official, ataupun penonton. Pada saat kondisi fisik
yang menurun pengelolaan emosi seorang wasit sangat diperlukan dalam hal ini.
Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan untuk memotivasi diri,
mengendalikan perasaan dan dorongan hati menjaga agar stres tidak mematikan
kemampuan berpikir, berempati dan mengaplikasikan kecerdasan emosi secara
efektif (Goleman, 2001). Aspek perseptual kognitif ternyata berpengaruh terhadap
ketepatan dalam pembuatan keputusan dalam permainan sepakbola (Felipe, 2009).
Untuk itu seorang wasit yang sedang dalam kondisi fisik yang menurun harus
memiliki kecerdasan emosional agar mampu mengatasi tekanan-tekanan yang
muncul. Orang yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menghadapi
tantangan dan menjadikan seorang manusia yang penuh tanggung jawab, produtif
dan optimis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, dimana hal-hal
tersebut sangat dibutuhkan dalam lingkungan kerja (Patton, 1998).
Berdasarkan kajian penelitian dan beberapa fenomena permasalahan yang
ada saat ini yaitu; masih minimnya penelitian tentang kebugaran jasmani,
kecemasan, dan kepercayaan diri dalam wasit di Indonesia, maka peneliti
melakukan penelitian mengenai studi korelasi antara tingkat kebugaran,
6
kecemasan, dan kepercayaan diri dengan kinerja wasit/hakim tinju saat memimpin
pertandingan pra pon solo tahun 2023.
7
Memberikan masukan bagi wasit untuk lebih memperhatikan penampilan
yang dapat mempengaruhi tingkat kebugaran, kepercayaan diri dan kecemasan
dalam menghadapi pertandingan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
memenuhi tuntutan kemampuan fisik dan ketrampilan motorik sesuai tugas yang
dibutuhkan dalam olahraga tersebut. Banyak orang berpikir bahwa kepercayaan
diri adalah ketrampilan yang ditunjukan oleh atlet, namun pada kenyataannya
kepercayaan diri adalah sebuah fondasi yang dibangun seiring dengan
perkembangan motivasi. Atlet yang termotivasi untuk berlatih dan bertanding
tentunya memiliki keyakinan bahwa suatu saat mereka akan sukses dan unggul
dalam olahraga yang ditekuni. (Anung Priambodo, 2017: 121).
10
Untuk itu, bagi pemula yang masih berusia anak anak, sangat penting
untuk pendekan modifikasi untuk menciptakan sebuah pengalaman
keberhasilan bagi atlet.
b. Pengalaman Orang Lain.
Atlet pemula bisa mengalami kesuksesan melalui penggunaan model. Pada
awal belajar ketrampilan baru, atlet pemula perlu sebuah pola atau model
untuk ditiru yaitu dari pelatih, teman satu tim, film atau video dari
seseorang yang terampil. Pada awalnya atlet mengamati, kemudian
menirukan tugas gerak yang dilakukan dengan bantuan model atau pelatih.
c. Persuasi Verbal.
Persuasi verbal biasanya datang dalam bentuk kata kata dorongan dari
pelatih, orang tua atau teman sebaya. Pernyataan yang sangat membatu
kepercayaan diri adalah kata kata dukungan bahwa atlet tersebut mampu
dan bisa meraih kesuksesan. Komentar yang negatih harus dihindari,
sehingga tips kepelatihan harus diberikan dengan ungkapan yang positif,
bukan dengan cara negative. Misalnya “tendangan yang bagus, sekarang
tambahilah tenaganya”.
d. Gugahan Emosional.
Gugahan fisiologis dan emosional adalah faktor yang mempengaruhi
kesiapan dalam belajar. Kondisi emosional dan kesiapan yang optimal
sangat dibutuhkan dalam perhatian. Perhatian yang tepat dapat membantu
atlet untuk menguasai ketrampilan tertentu dan mengembakan efikasinya.
11
dasarnya termotivasi untuk menjadi kompeten pada semua bidang yang bisa
dicapai oleh manusia. Persepsi diri individu tentang kesuksesan dalam
menguasai suatu keahlian memunculkan perasaan sikap positif atau negative.
Saat motivasi kompetensi meningkat, atlet didorong untuk makin menguasai
suatu keahlian. Sebaliknya, jika usaha untuk menguasai justru menghasilkan
persepsi penolaka atau kegagalan, maka motivasu kompetensi yang rendah
dan negative akan mempengaruhi produk akhir. Atlet pria dan wanita yang
merendahkan kompetensinya akan cenderung untuk berhenti dari olahraga.
Secara umum, anak anak yang menilai kemampuannya secara tepat akan
merasa lebih terkendali dan mencari keterlibatan di dalam aktivitas yang
menantang.
Pada usia muda, orang orang yang dekat seperti pelatih, guru atau
pemimpin akan mempengaruhi persepsi atlet. Ketika mereka memberi umpan
balik dan dorongan positif, maka atlet juga akan merasa dirinya memiliki
motivasi yang tinggi. Para pelatih atau guru harus mengakui bahwa menolong
atlet atlet muda mengembakan kepercayaan dalam dirinya adalah hal yang
penting. Menurut model harter, motivasi kompetensi akan membawa
keberhasilan dalam performa tugas. Motivasi kompetensi juga dipengaruhi
oleh motivasi intrinsik. Secara spesifik, penelitian menyatakan bahwa respon
terhadap penampilan yang baik, pujian serta informasi positif terkait teknik
berdampak pada meningkatnya motivasi kompetensi. Pada usia remaja, maka
penerimaan dan dukungan dari teman sebaya sangatlah penting. Meningkatkan
penerimaan teman sebaya bagi para pemuda dalam partisipasi olahraga
merupakan cara yang positif mempengaruhi sikap dan kepercayaan diri.
Proses individu memandang dirinya kompeten telah dikenal sebagai proses
penilai reflektif yaitu fungsi dari penilaian actual orang lain,penilaian diri
sendiri dan persepsi diri tentang bagaimana orang lain menilai dia.
3. Model Multidimensi Vealey.
Model Multidimensi Kepercayaan dalam Olahraga adalah sebuah model
kepercayaan olahraga multidimensi yang terkonsep menjadi lebih bersifat
kecenderungan atau kondisi sesaat melewati suatu rangkaian waktu.
12
Pembentukan kotak kepercayaan diri dalam olahraga tersebut mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh karakteristik atlet (kepribadian, sikap, nilai),
karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, etnis, budaya) dan budaya
organisasi (tingkat kompetisi, iklim motivasional, target dari sebuah program).
Tiga sumber kepercayaan diri dalam olahraga adalah prestasi, regulasi diri
dan iklim social. Pada ranah prestasi bisa berupa penugasan atau demonstrasi
suatu kemampuan,sedang pada ranah regulasi diri bisa berupa fisik maupun
mental. Kemudian pada ranah iklim social bisa berupa dukungan sosial,
kepemimpinan pelatih, pengalaman dari contoh, kenyamanan lingkungan dan
sebagainya. Pada model tersebut,sumber sumber kepercayaan dalam olahraga
tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tiga jenis kepercayaan dalam
olahraga yaitu kepercayaan diri dalam hal efisiensi berpikir, kepercayaan diri
dalam hal keterampilan fisik dan kepercayaan diri dalam hal daya tahan
mental/ keuletan. Kepercayaan diri dalam hal efisiensi berpikir meliputi
pengambilan keputusan, manajemen pikiranmdan mempertahankan fokus.
Sedangkan kepercayaan diri dalam hal ketrampilan fisik bisa berupa
kemampuan latihan dan mengeksekusi gerakan. Kepercayaan diri dalam hal
daya tahan mental/keuletan bisa berupa kemampuan mengatasi hambatan,
kemunduran, keraguan, dan kemampuan mengarahkan fokus perhatian
kembali setelah melakukan kesalahan.
13
2.2 Kecemasan
2.2.1 Defenisi Kecemasan
Setiap orang pasti pernah merasa cemas atau gelisah dalam menghadapi
situasi, termasuk juga para atlet. Perasaan cemas diakibatkan karena ada bayangan
sebelum bertanding, saat bertanding maupun setelah bertanding. Kecemasan
merupakan hal yang sering terjadi dalam lingkup aktivitas jasmani dan olahraga.
Menurut Fauzul Iman (2012:17) kecemasan merupakan masalah gejolak emosi
yang sering menghadapi atlet, terutama pada cabang olahraga individu dengan
kesulitan yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui perasaan manusia ada yang
positif dan ada perasaan yang negatif. Perasaan positif seperti bahagia, senang,
gembira. Perasaan negatif seperti kecewa, bingung, khawatir dan sebagainya.
Tidak ada satu pun untuk mengembangkan perasaan negatif, tetapi seringkali
tidak mempunyai pilihan lain, selain menghadapi keadaan yang tidak
menyenangkan dan harus masuk dalam keadaan perasaan yang negatif.
Menurut Levitt (Singgih D. Gunarsa, 2008:74) kecemasan dirumuskan
sebagai “subjective feeling of apprehension and heightens physiological arousal”.
Kecemasan berbeda dari rasa takut biasa. Rasa takut dirasakan jika ancaman
berupa sesuatu yang sifatnya objektif, spesifik, dan terpusat. Sementara itu,
kecemasan disebabkan oleh suatu ancaman yang sifatnya lebih umum dan
subjektif. Kecemasan merupakan reaksi biasa atau sesuatu yang normal terjadi,
misalnya dalam menghadapi suatu pertandingan. Anxiety (kecemasan) adalah
kondisi emosi negatif ditandai perasaan gugup, kuatir, takut dan diikuti oleh
aktivasi atau arousal dalam tubuh (Jarvis, 2006)
Kecemasan merupakan reaksi emosional yang dihadapi individu terhadap
kejadian atau situasi yang tidak pasti, sehingga ketika harus menghadapi hal yang
tidak pasti, maka timbul perasaan terancam. Seseorang yang biasanya mengalami
kecemasan cenderung tidak sabar, mudah sekali tersinggung, sering mengeluh,
sulit berkonsentrasi, dan mudah terganggu tidurnya. Seorang atlet yang
menghadapi pertandingan harus memiliki persiapan, baik fisik maupun mental.
Kecemasan mempengaruhi persepsi dalam kompetisi olahraga, dimana sebagian
besar atlet menganggap kecemasan menjadi melemahkan kinerja, yang dapat
14
mengakibatkan penurunan kinerja. Di sebuah studi penelitian, yang dilakukan
oleh Kumar et al, disimpulkan bahwa kebanyakan pemain muda atau atlet yang
tidak berpengalaman menjadi cemas dan sebagai hasil akan mempengaruhi kinerja
mereka. Terkadang orang yang mengalami kecemasan merasakan kekhawatiran
dan kepanikan yang berlebihan, sehingga mereka seringkali sulit berkonsentrasi.
Setiap orang pasti pernah merasakan cemas dalam menghadapi sesuatu. Perasaan
yang muncul pada diri seseorang dalam menghadapi apa yang ingin dicapainya
adalah wajar, karena untuk mencapai keberhasilan terkadang selalu diikuti dengan
gejolak psikologis perasaan tersebut, dapat menimbulkan ketegangan atau stress
sehingga dalam perkembangan lebih lanjut akan menimbulkan kecemasan.
15
Rangsangan tersebut dapat berupa tuntutan atau harapan dari luar yang
menimbulkan keraguan pada wasit untuk mengikuti hal tersebut, atau sulit
dipenuhi. Keadaan ini menyebabkan atlet mengalami kebingungan untuk
menentukan penampilannya, bahkan kehilangan kepercayaan diri.
b. Pengaruh massa.
Dalam pertandingan apapun emosi massa sering berpengaruh besar
terhadap penampilan wasit, terutama jika pertandingan tersebut sangat
ketat dan menegangkan. Reaksi massa dapat bersifat mendukung, sehingga
ketegangan yang ada pada wasit menjadi positif. Dalam keadaan yang
demikian wasit akan baik. Ketegangan yang positif akibat pengaruh
lingkungan dapat membangkitkan suatu upaya untuk mengalahkan lawan
dengan gerakan atau pukulan yang luar biasa, seakan-akan secara tibatiba
muncul kekuatan baru. Sebaliknya, reaksi massa juga dapat berdampak
negatif, yaitu jika penonton berada dalam suasana emosi yang meluap-luap
dan menuntut sehingga mengeluarkan teriakan yang negatif. Hal ini
menyebabkan wasit menjadi serba salah dalam bertindak, sehingga
penampilannya menjadi sangat buruk.
c. Hal-hal non-teknis seperti kondisi lapangan, cuaca yang tidak bersahabat,
angin yang bertiup terlalu kencang, atau peralatanyang dirasakan tidak
memadai.
16
melihat aspek fisiologis yang biasanya sulit dilihat dengan kasat mata, sementara
observasi melihat perilaku atau performance atlet yang dapat dilihat dengan kasat
mata. Metode pengukuran kecemasan olahraga yang ketiga adalah pengukuran
psikometris yang menggunakan kuisioner. Metode pengukuran ini memiliki
kelebihan, yakni lebih menghemat waktu karena dapat mengumpulkan data dari
banyak orang dalam waktu yang singkat. Meskipun begitu, metode ini memiliki
kelemaham berupa kemungkinan data yang diperoleh tidak mengungkap kondisi
sebenarnya dari subjek
2.3 Kebugaran
2.3.1 Pengertian Kebugaran Jasmani
Pada hakikatnya Kebugaran Jasmani atau physical fitness adalah
kemampuan tubuh manusia untuk melakukan aktivitas tanpa harus mengalami
kelelahan yang berlebihan. Tujuan dari kebugaran jasmani ialah menjaga
kebugaran tubuh agar tidak mudah lelah dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
selain itu tubuh masih memiliki cadangan energi yang bisa digunakan
sewaktuwaktu. Adapun cara menjaga kondisi kebugaran yaitu : Menyempatkan
olahraga secara teratur, menjaga asupan gizi makanan dan istirahat yang cukup.
Manusia tidak jauh dari kata aktivitas, mulai dari masa anak-anak sampai masa
remaja aktivitas yang dilakukan adalah kewajiban menuntut ilmu.
Di masa dewasa sampai tua aktivitas yang dilakukan adalah bekerja.
Pentingnya kegiatan aktivitas harus didasari dengan kesegaran jasmani yang
bugar. Dengan mempunyai kesegaran jasmani yang baik, manusia akan lebih
mudah melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-hari. Sebaliknya bila kesegaran
jasmani buruk, maka aktivitas yang dilakukan akan terganggu. Pentingnya
kesegaran jasmani, maka akan timbul kesadaran manusia untuk meluangkan
waktu berolahraga agar tubuh tetap bugar serta menunjang aktivitas keseharian.
Menurut Abdurrahim & Hariadi (2018) Kebugaran jasmani adalah kemampuan
tubuh melakukan kegiatan sehari-hari tanpa merasa lelah. Kebugaran jasmani
dapat diukur dengan melaksanakan berbagai macam tes kesegaran jasmani yang
telah dibakukan dan sesuai dengan tingkat peserta usia didik. Menurut Muhajir
17
(2004:2) kebugaran jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh
melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap pembebasan fisik yang diberikan
kepadanya (dari kerja yang dilakukan sehari-hari) tanpa menimbulkan kelelahan
yang berlebihan. Setiap orang membutuhkan kesegaran jasmani yang baik agar ia
dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efektif dan efisien tanpa mengalami
kelelahan yang berarti.
18
kesempatan melakukan recovery (pemulihan) sehingga dapat melakukan kerja
atau aktifitas sehari-hari dengan nyaman.
3. Berolahraga
Berolahraga adalah salah satu alternatif paling efektif dan aman untuk
memperoleh kebugaran sebab olahraga mempunyai multi manfaat fisik
(meningkatkan komponen kebugaran) manfaat sosial (menambah percaya diri
dan saran berinteraksi).
19
Sampai dengan umur pubertas tidak terdapat perbedaan daya tahan jantung
(kardiovaskuler) laki-laki dan wanita, setelah umur tersebut nilai pada wanita
lebih rendah 15-25% dari pada pria. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
adanya perbedaan maximal muscular power yang berhubungan dengan luas
permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin,
kapasitas paru dan sebagainya.
4. Kebiasaan berolahraga
Istirahat di tempat tidur selama 3 minggu akan menurunkan daya tahan
jantung (kardiovaskuler). Efek latihan aerobik selama 8 minggu setelah
istirahat memperlihatkan peningkatan daya tahan jantung (kardiovaskuler).
Macam aktifitas fisik akan mempengaruhi nilai daya tahan kardiovaskuler.
Seseorang yang melakukan lari jarak jauh mempunyai daya tahan
kardiovaskuler yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang melakukan
gymnastic dan main anggar. Pada penderita obesitas aktivitas fisik yang
terarah juga meningkatkan kesegaran jasmani di samping terjadi penurunan
berat badan.
5. Kebiasaan Merokok
Intensitas adalah keadaan tingkatan dan ukuran intensnya. Sedangkan
perilaku merokok menurut uraian sebelumnya adalah suatu aktivitas
membakar tembakau dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya
keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang
disekitarnya serta dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu
sendiri maupun orang-orang disekitarnya.
2.4 Tinju
2.4.1 Pengertian Tinju
Olahraga tinju merupakan suatu cabang olahraga body contact antara 2
atlet atau 2 orang yang saling meninju atau memukul sesuai dengan aturan-aturan
dalam olahraga tersebut. Dalam pertandingan saat saling beradu pukul tidaklah
sembarangan memukul, tetapi terikat dengan peraturan-peraturan. Seperti
dikemukakan oleh H. Hartanto dkk (1994:1) bagwa, “ Bertinju bukanlah berkelahi
20
karena dalam permainannya terikat oleh peraturan-perturan. Sehingga dalam
bertinju dibutuhkan teknik-teknik yang tepat, tidak asal-asalan dalam melontarkan
suatu pukulan. Di dalam bertinju juga dibutuhkan jiwa dan badan yang sehat dan
kuat serta daya tahan yang kuat juga untuk melakukan pertandingan tersebut.
Hartanto dkk (1994:2) 2) menyatakan bahwa,” Sebagai seorang petinju yang
menyenangi olahraga dibutuhkan badan dan jiwa yang sehat dengan daya tahan
yang kuat. Dan tinju merupakan rangkaian dari berbagai aspek gerak dan taktik.
Seperti dikemukakan oleh Jan Oudshoorn yang dikutip oleh Tjun Surjaman (1999:
9) menyatakan bahwa, “ Kombinasi dai berbagai kemungkinan, yaitu
ketrampilan, kekuatan, kecepatan, dan keluwesan. Disamping pengertian yang
baik tentang taktik, dapat membuat pertandingan tinju menjadi peristiwa yang luar
biasa.”
21
Apalagi yang boleh ikut PON adalah atlet-atlet amatir dan ini sesuai
dengan semangat dan ketentuan Olimpiade dan International Olympic Committee
(IOC).Pada tahun 1956 muncul gagasan agar tinju amatir dan tinju bayaran
dipisah sehingga dalam Pertigu ada tiga bagian; tinju amatir, tinju bayaran, dan
gulat.Usul tersebut diterima Ketua Umum Pertigu Frans Mendur sehingga pada
penyelenggaraan PON IV/1957 Makassar, tinju amatir dapat dipertandingkan,
sampai sekarang. Ketika itu diputuskan petinju yang boleh mengikuti PON
hanyalah yang benar-benar belum pernah mengikuti pertandingan tinju bayaran.
Setelah tinju boleh ikut PON, tinju amatir terus berupaya supaya lebih baik dan
keluar dari Pertigu. Sehingga pada 30 Oktober 1959 lahirlah Pertina. Lahirnya
Pertina tidak lepas dari kerja keras Letkol CPM Sudharto Sudiono yang sangat
terkenal di kalangan pengurus dan petinju pada tahun itu. Secara berani Sudharto
atau lebih akrab disapa sebagai Pak Dharto, berhasil menggalang kekuatan untuk
melahirkan Persatuan Tinju Nasional Amatir, yang sekarang lebih dikenal dengan
Persatuan Tinju Amatir Indonesia. Tidak lama, Pertina mendapat pengakuan dari
AIBA sebagai organisasi tinju amatir satu-satunya di Tanah Air.
Untuk menyambut lahirnya Pertina, pada bulan November 1959
diadakanlah pertandingan tinju amatir yang sangat menggemparkan dan pertama
di Stadion Ikada, Jakarta. Perjalanan 50 tahun Pertina telah mencatat sejumlah
nama yang sangat dihormati, baik sebagai pengurus maupun sebagai atlet. Tetapi
dalam tulisan singkat ini sangat tidak mungkin untuk menyebut nama-nama yang
telah berjasa membangun dan membesarkan Pertina. Dalam kepengurusan Pertina
ada satu nama yang telah memberikan hidup dan pemikirannya untuk tinju amatir
secara total. Beliau adalah Saleh Barah, yang menjadi ketua umum Pertina sejak
tahun 1971-1988. Saleh Basarah tiga kali menjabat sebagai ketua umum. Setelah
Saleh Basarah menolak meneruskan kepengurusan.
Ketua umum berikutnya adalah Sahala Radjagukguk, Paul Toding, Sang
Nyoman Suwisma, Nono Sampono, Setya Novanto dan sekarang Reza Ali. Harus
diakui masa kepengurusan Saleh Basarah adalah masa emas bagi Ring Tinju
Amatir Indonesia. Sampai tahun 80-an muncul nama-nama hebat seperti Wiem
Gommies (juara kelas menengah Asian Games dua kali dan juara kelas menengah
22
Asia), Frans VB (juara kelas welter Asia, Syamsul Anwar Harahap (juara kelas
welter ringan Asia), Ferry Moniaga (juara kelas bantam Asia), Benny Maniani
(juara kelas berat ringan Asia), Hendrik Simangunsong (juara Asia kelas
menengah ringan), dan Pino Bahari (juara kelas menengah Asian Games). Pino
adalah generasi terakhir yang mampu memberikan prestasi emas tingkat Asia
untuk Pertina
23
BAB III
METODE PENELITIAN
24
membuat rancangan yang diharapkan dapat membantu dalam penelitian ini.
Adapun langkah penelitian didahului dengan observasi masalah, perencanaan,
pelaksanaan, analisis, dan menyimpulkan hasil penelitian. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut:
1. Prosedur penelitian
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan penentuan
populasi yang akan digunakan sebagai objek dalam penelitian.
2. Proses validasi Instrumen
Berkenaan dengan validitas menurut Sugiyono (2008, 173) adalah instrumen
dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam
penelitian ini uji validitas dilakukan adalah uji validitas konstruk dan validitas
isi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
Tingkat Kecemasan Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS) yang
dikembangkan oleh William W.K Zung (1971). Instrumen terdiri atas 20
pertanyaan/ pernyataan. Instrumen lainnya yang digunakan untuk mengukur
tingkat kepercayaan diri dalam penelitian ini adalah angket yang diadopsi dari
The Inner Coach (2009). Instrumen ini pun terdiri dari 20
pertanyaan/pernyataan. Pengujian validitas mengacu pada validitas konstruk
(Construct Validity), dapat digunakan pendapat dari ahli (Judgment experts).
Dalam hal ini setelah instrumen disesuaikan dengan kebutuhan penelitian
tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori yang sesuai,
maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli.
Selanjutnya item tes yang valid tersebut diuji tingkat reliabilitasnya. Setelah
diuji validitas setiap item selanjutnya alat pengumpul data tersebut diuji
tingkat reliabilitasnya. Realibilitas berhubungan dengan masalah ketetapan
atau konsistensi tes. Reliabilitas tes berarti bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang dipercaya atau reliabel akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar
sesuai dengan kenyataannya, maka berapakalipun diambil, tetap akan sama.
25
Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik belah dua (split half), yaitu membagi
item soal yang valid dalam dua kelompok ganjil dan genap. Selanjutnya skor
total kelompok ganjil dan genap dicari korelasinya. Adapun hasil uji
reliabilitas pada uji coba kecemasan diperoleh reliabilitas dengan cronbach
Alpha 0,965 yang terdiri dari 20 item soal. Sedangkan hasil uji coba instrumen
kepercayaan diri diperoleh reliabilitas dengan cronbach Alpha 0,932 yang
terdiri dari 20 item soal. Berdasarkan kriteria keputusan bahwa apabila
Cronbach Alpha > 0,6 maka instrumen dinyatakan reliabel. Jika reliabilitas
nilai Cronbach Alpha semakin mendekati angka 1, maka instrumen tersebut
memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil pengujian
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak
digunakan untuk mengukur apa yang akan diukur.
3. Pada tahap pelaksanaan penelitian dilaksanakan setelah peneliti mendapatkan
instrumen yang valid dan reliabel yang layak bagi sebuah penggunaan
instrumen penelitian. Pengambilan data penelitian dilakukan pada tiga aspek,
yaitu:
a. Tingkat kecemasan (anxiety). mengambil data tingkat kecemasan pada
sampel dengan menggunakan instrumen Zung Self-Rating Anxiety Scale
(SAS).
b. Tingkat kepercayaan diri (self confidence), mengambil data tingkat
kepercayaan diri pada sampel dengan menggunakan instrumen Self
Confidence Questionnaire.
c. Tingkat Kebugaran. mengambil tingkat kebugaran dalam memimpin suatu
pertandingan pada sampel dengan menggunakan instrumen penelitian
tingkat kebugaran
d. Kinerja Wasit. mengambil data kinerja wasit dalam memimpin suatu
pertandingan pada sampel dengan menggunakan instrumen penelitian
kinerja wasit.
4. Pengambilan Kesimpulan, pada tahap ini berisikan pengolahan data hasil
penelitian dari tes yang dilakukan terhadap sampel yang terdiri dari tingkat
kecemasan, tingkat kepercayaan diri, dan kinerja wasit untuk selanjutnya di
26
analisis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan sesuai dengan tujuan
penelitian yang telah dibuat sebelumnya.
27
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel dependen (terikat).” Pada penelitian ini yang menjadi
variabel bebas adalah tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri. Sedangkan
variabel dependen (terikat) sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen seperti yang diungkapkan Fraenkel dan Wallen (1993:50) yang
menyatakan “the variable that the independent variable is presumed to affect is
called the dependent (or outcome) variable”.
Sugiyono (2010:61) menyatakan bahwa, “Variabel terikat adalah variabel
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kinerja wasit bulutangkis dalam
memimpin suatu pertandingan. Secara rinci dapat diidentifikasikan variabel-
variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel Bebas (Independent)
Pada penelitian ini, yang menjadi variabel bebasnya adalah tingkat
kecemasan dan tingkat kepercayaan diri. Kecemasaan dapat diartikan sebagai
perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan,
yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti jantung
berdebardebar, keringat dingin. Harsono (1998:265) menjelaskan tentang
definisi anxiety sebagai berikut: “perasaan takut, cemas, atau khawatir akan
terancam sekuriti kepribadiannya.” Sedangkan kepercayaan diri diartikan
sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki setiap individu
dalam kehidupannya, serta bagaimana individu tersebut memandang dirinya
secara utuh. Rakhmat (2000:12) mengatakan bahwa, kepercayaan diri atau
keyakinan diri diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang
dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta bagaimana individu
tersebut memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri.
b. Variabel Terikat (Dependent)
Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat (dependent) adalah kinerja
wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan. Kompetensi
memimpin pertandingan adalah suatu kemampuan untuk memahami situasi-
situasi pertandingan yang dihadapi, sekaligus menentukan perilaku yang tepat
28
untuk terlibat dalam situasi itu dengan memuaskan. Kompetensi memimpin
pertandingan akan menggunakan standar yang digunakan PB PBSI dalam
menguji kemampuan wasit.
29
mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut, (b) Bertindak
mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil
keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya
keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk meyakini
tindakan yang diambilnya tersebut, (c) Memiliki konsep diri yang positif,
yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam din sendiri, baik dari pandangan
maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri
sendiri, (d). Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk
mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada
orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat
pengungkapan perasaan tersebut.
c) Kinerja, kompetensi memimpin pertandingan adalah suatu kemampuan untuk
memahami situasi-situasi pertandingan yang dihadapi, sekaligus menentukan
perilaku yang tepat untuk terlibat dalam situasi itu dengan memuaskan.
Kompetensi memimpin pertandingan akan menggunakan standar yang
digunakan PB PBSI dalam menguji kemampuan wasit, yaitu sebagai berikut:
(1) Perkenalan pertandingan, meliputi: memperkenalkan pemain baik
perorangan maupun beregu. (2) Managemen lapangan, meliputi; cek posisi
hakim garis, ketinggian net, posisi bill board, kaos pemain, dan kursi untuk
pelatih. (3) Kelengkapan pertandingan, meliputi; membawa alat tulis, stop
wacth, skor sheet, kartu merah dan kartu kuning, dan koin untuk undian. (4)
Penampilan, meliputi; sikap duduk, suara, menangani kasus, dan cara
berpakaian. (5) Hakim Servis, meliputi; pandangan ketika servis, suara ketika
terjadi servis salah, tanda yang digunakan, pergantian shuttle cock dan j ika
terjadi interval
30
generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan
benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang
dimiliki oleh subjek atau objek itu. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa populasi penelitian mencakup segala sesuatu yang akan dijadikan
subjek/objek penelitian yang akan diteliti, dan yang menjadi populasi dalam
penelitian ini yaitu wasit tinju yang telah memiliki sertifikat Internasional yang
berjumlah 14 orang.
Sugiyono (2010:118) mengatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Jadi sampel merupakan
bagian dari populasi yang mewakili semua karakteristik dan sifat yang ada pada
populasi tersebut. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wasit
Internasional yang telah tersertifikasi. Dadan Heryana, 2012 Hubungan Antara
Tingkat Kecemasan Dan Kepercayaan Diri Dengan Kinerja Wasit Bulutangkis
Dalam Memimpin Suatu Pertandingan Universitas Pendidikan Indonesia. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Sampling
Jenuh. Surakhmad (1994) yang dikutip oleh Riduwan (2010) sebagai berikut:
“Sampling jenuh ialah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi
digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sampling Jenuh
dilakukan bila populasinya kurang dari 30 orang”. Lebih lanjut Sugiyono
(2010:124) mengatakan bahwa sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan
bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin
membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel
jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
Berdasarkan pada pendapat tersebut, karena jumlah populasi kurang dari 30 maka
penulis menggunakan semua populasi yaitu 14 orang.
31
Instrumen penelitian memiliki peranan penting dalam penelitian. Sebuah
instrumen yang digunakan harus tepat kegunaannya dalam mengukur apa yang
akan diukur. Sugiyono (2010:173) mengatakan bahwa “Instrumen yang valid
berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.
Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur.” Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah angket Tingkat Kecemasan Zung Self-Rating Anxiety Scale
(SAS) yang dikembangkan oleh William W.K Zung (1971). Instrumen terdiri atas
20 pertanyaan/pernyataan. Penggunaan instrument ini pun melalui beberapa tahap
penentuan instrument termasuk melakukan uji coba sebelum intrument ini
digunakan sebagai alat penelitian pengumpulan data. Hasil uji coba terhadap
instrumen tersebut diperoleh tingkat reliabilitas dengan cronbach Alpha 0,96 yang
berarti tingkat ketepatanya sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa validitas
instrument ini dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
Instrumen lainnya yang digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri
dalam penelitian ini adalah angket yang diadopsi dari The Inner Coach (2009).
Instrumen terdiri atas 20 pertanyaan/pernyataan. Angket ini pun dilihat dari
beberapa pertanyaan atau pernyataannya banyak yang sesuai dengan indikator dari
kepercayaan diri yang diharapkan dalam penelitian ini. Selain itu, uji coba
instrumen kepercayaan diri diperoleh reliabilitas dengan cronbach Alpha 0,932
yang berarti tingkat validitasnya baik. Hal ini berati angket kepercayaan diri pun
dapat digunakan sebagai alat pengumpul data untuk mengukur kepercayaan diri
wasit waktu meminpin pertandingan. Pengujian validitas ini pun mengacu pada
validitas konstruk (construct validity) yaitu validitas berdasarkan pendapat dari
ahli (Judgment experts). Maksudnya adalah setelah instrumen yang dikonstruksi
tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori, maka
selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli yang memiliki kompetensi atau keahlian
dalam bidang yang sesuai dengan materi yang akan diuji.
Selain validitas konstruk juga mengacu pada validitas isi (content validity),
pengujian validitas ini dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen
dengan teori yang membahas mengenai isi instrumen yang digunakan untuk
32
penelitian. Secara teknis pengujian validitas konstrak dan validitas isi dapat
dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen, atau matrik pengembangan
instrumen. Beberapa tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengadopsi instrumen Tingkat kecemasan dari Zung Self-Rating Anxiety
Scale (SAS) yang dikembangkan oleh William W.K Zung (1971)
2. Mengadopsi instrumen tingkat kepercayaan diri dari The Inner Coach (2009)
3. Menterjemahkan kedua instrumen ke dalam bahasa Indonesia oleh ahli bahasa
inggris dan Indonesia
4. Hasil terjemahan dan draft asli dari instrumen dikonsultasikan dengan
pembimbing untuk memperoleh koreksi dan persetujuan.
5. Langkah selanjutnya adalah justifikasi instrumen oleh pembimbing.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
Harmawan, D. (2017). Hubungan Karakteristik Klien Demam Berdarah Dengue
(Dbd) Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Wilayah Kerja
Puskesmas I Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas (Doctoral
Dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto).
Hendriana, H. (2012). Pembelajaran matematika humanis dengan metaphorical
thinking untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa. Infinity Journal, 1(1),
90- 103.
Ika Putri, Y. (2007). Hubungan antara intimasi pelatih-atlet dengan kecemasan
bertanding pada atlet ikatan pencak silat indonesia (IPSI) Semarang
(Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).
Jannah, M. (2016). Kecemasan olahraga: Teori, pengukuran, dan latihan mental.
Jannah, M. (2017). Psikologi Olahraga: Student Handbook. Gowa: Edutama.
Jarvis, M. (2006). Sport psychology: A student's handbook. Routledge.
Kurniawan, S. N. (2018). Profil Biomotor Atlet Wushu Sanda Di Club Sanbo
(Wushu Sanda–Muaythai) Kabupaten Magelang.
Kushartanti, A. (2009). Perilaku menyontek ditinjau dari kepercayaan diri.
Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 11(2).
Maksum, A. (2007). Kualitas pribadi atlet: Kunci keberhasilan meraih prestasi
tinggi. Anima, Indonesian Psychological Journal, 22(2), 108-115.
Martens, R., Vealey, R. S., & Burton, D. (1990). Competitive anxiety in sport.
Champaign, IL: Human Kinetics.
Muarifah, A. (2005). Hubungan kecemasan dan agresivitas. Humanitas: Jurnal
Psikologi Indonesia, 2(2), 102-112.
Prasetya Ambara, A. R. Y. A. (2017). Hubungan Kondisi Fisik Terhadap Prestasi
Atlet Wushu Sanda di Sasana KIM TIAUW Surabaya. Jurnal Prestasi
Olahraga, 1(1).
Pribadi, E. A., & Erdiansyah, R. (2020). Pengaruh Kepercayaan Diri dan Harga
Diri Terhadap Keterampilan Komunikasi Interpersonal Remaja di Jakarta.
Koneksi, 3(2), 453-462.
Purnamaningsih, E. H. (2003). Kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi
interpersonal pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 30(2), 67-71.
35
Puspodari, P., & Muharram, N. A. (2018, November). Evaluasi Tingkat VO₂Max
Atlet Taekwondo Pemusatan Latihan Atlet Kota (PUSLATKOT) Kediri
Tahun 2018. In Prosiding Seminar Nasional IPTEK Olahraga (SENALOG)
(Vol. 1, No. 1, pp. 11-15).
Rini, J. F. (2002). Memupuk rasa percaya diri. Jakarta: Team e-Psikologi.
Rohmansyah, N. A. (2017). Kecemasan Dalam Olahraga. JURNAL ILMIAH
PENJAS (Penelitian, Pendidikan dan Pengajaran), 3(1). Rohmansyah, N. A.,
Wiyanto, A., & Zhannisa, U. H. Tingkat Kecemasan Dan Stress Atlet
Cabang Beladiri Menjelang Kompetisi Porsenasma Palembang Tahun 2017.
Tidak Ada.
Safitri, D. P., & Masykur, A. M. (2018). Hubungan Efikasi Diri dengan
Kecemasan Menghadapi Kejuaraan Nasional pada Atlet Tenis Lapangan
Pelti Semarang. Empati, 6(2), 98-105.
Saputra, W. N. E., & Prasetiawan, H. (2018). Meningkatkan Percaya Diri Siswa
melalui Teknik Cognitive Defusion. Jurnal Kajian Bimbingan dan
Konseling, 3(1), 14-21.
Satiadarma, M. P. (2000). Dasar-dasar psikologi olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Setyawati, H. (2014). Strategi intervensi peningkatan rasa percaya diri melalui
imagery training pada atlet wushu jawa tengah. Journal of Physical
Education Health and Sport, 1(1), 48-59.
Setyobroto, S. (2002). Psikologi olahraga. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Soliha, S. F. (2015). Tingkat ketergantungan pengguna media sosial dan
kecemasan sosial. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1), 1-10.
Sport Psychology Consulting. (2017). Mental toughness: The key to peak
performance. The Mental Toughness Research Institute USA.
Sugiyono, P. Dr. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.
Bandung: CV Alfabeta.
Triyono, D. (2014). Hubungan Tingkat Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan
Atlet Pencak Silat (Ipsi) Kota Bandung Sebelum Menghadapi Pertandingan
36
Popda/X Jawa Barat Tahun 2014 (Doctoral dissertation, Universitas
Pendidikan Indonesia).
Vealey, R. S., & Greenleaf, C. A. (2001). Seeing is believing: Understanding and
using imagery in sport. Applied sport psychology: Personal growth to peak
performance, 4, 247-272.
Vealey, R. S. (2001). Understanding and enhancing self-confidence in athletes.
Handbook of sport psychology, 2, 550-565.
Vealey, R. S. (1988). Future directions in psychological skills training. The sport
psychologist, 2(4), 318-336.
Vealey, R. S., Garner-Holman, M., Hayashi, S. W., & Giacobbi, P. (1998).
Sources of sport-confidence: Conceptualization and instrument
development. Journal of Sport and Exercise psychology, 20(1), 54-80.
Vealey, R. S. (1986). Conceptualization of sport-confidence and competitive
orientation: Preliminary investigation and instrument development. Journal
of Sport and Exercise Psychology, 8(3), 221-246.
Verducci, T. (2003). The ultimate gamer. Sports Ilustrated, 98, 70-81. 88
Weinberg, R.S., & Gould, D. (1995). Foundations of Sport Physchology.
HumanKinetics.[MR].
Wismanadi, H. (2017). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Performa Atlet
Tim Bolabasket Putra Kota Surabaya Dalam Persiapan Pekan Olahraga
Provinsi IV di Kota Madiun. JOSSAE: Journal of Sport Science and
Education, 2(1), 25-26.
Yulianto, F., & Nashori, F. (2006). Kepercayaan diri dan prestasi atlet tae kwon
do daerah istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi, 3(1), 55-62.
37