Anda di halaman 1dari 15

I’TIKAF

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh

Dosen: Abi Waqqosh S.E.I, M.E,I

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

NABILA KHAIRANI
NABILA DWI CAHYA
NISA ERVIANI
OLIVIA TASYA MARYA

KELAS 1B EKONOMI SYARIAH REGULER

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


SYEKH ABDUL HALIM HASAN AL-ISHLAHIYAH BINJAI
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan ridho Allah
SWT. Karena tanpa rahmat dan ridhonya, penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan selesai tepat waktu.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang
dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyermpurnaan makalah ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abi Waqqosh S.E.I,


M.E.I selaku dosen mata kuliah Fiqh yang telah membimbing penulis dalam pengerjaan
makalah ini dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini menambah wawasan dan memberimanfaat bagi semua


pihak yang memerlukan. Akhir kata,penulis berharap laporan ini dapat memberikan
manfaat dan menjadi referensi bagi para pembaca. Terima Kasih.

Binjai, 25 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1


B. Tujuan Makalah .................................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 2

A. Pengertian I’tikaf .................................................................................................. 2


B. Hukum I’tikaf ....................................................................................................... 4
C. Dalil Disyariatkannya I’tikaf ................................................................................ 5
D. Syarat-Syarat I’tikaf .............................................................................................. 5
E. Rukun I’tikaf ........................................................................................................ 6
F. Tujuan dan Manfaat I’tikaf ................................................................................... 6
G. Yang Membatalkan I’tikaf ................................................................................... 7
H. Hal-hal Yang Dibolehkan Sewaktu I’tikaf ............................................................ 8
I. Waktu I’tikaf ........................................................................................................ 8
J. AmalanYang Dianjurkan I’tikaf ........................................................................... 9
K. Hikmah I’tikaf ...................................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 11

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 12


ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
I’tikaf merupakan pelengkap pancaran Rabbani. Melalui dzikir, kontemplasi,
intropeksi diri dan bacaan ayat-ayat Qur’ani, seorang yang beri’tikaf berusaha menyucikan
jiwa sekaligus mengarahkannya pada nilai-nilai transendental Yang Maha Suci, hingga
semakin merasakan kedekatan yang melahirkan kekaguman, rasa cinta, dan menguatkan
iman. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam menjalani liku kehidupan yang penuh warna,
manusia kadang disibukkan oleh tugas dan tuntutan hidup hingga merasa terjauh dari Ilahi,
bahkan sekedar untuk mendeteksi sinyal-sinyal Rabbani. Tak jarang hati mengaduh dalam
gelisah, atau bahkan menjerit melalui resah untuk sekedar melepas rindu pada Sang
Pencipta, mendambakan ketenangan yang terpancar dari Nya. Boleh diduga, untuk itulah
momentum i’tikaf dilahirkan agar hati dapat menghimpun segenap energi dalam
menggapai sinar-sinar Rabbani.

B. TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1) Menyelesaikan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen.
2) Sebagai bahan pokok diskusi antar kelompok.
3) Sebagai sumbangan pemikiran pembaca yang menganggap baik makalah ini.

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1) Apa saja pengertian dari i'tikaf?
2) Apa saja hukum-hukum dari i’tikaf?
3) Kapan waktu I’tikaf dilaksanakan dan apa dalil disyariatkannya i’tikaf ?
4) Apa saja syarat-syarat i’tikaf itu?
5) Apa saja hal-hal yang membatalkan i’tikaf ?
6) Apa saja rukun-rukun dari i’tikaf?
7) Bagaimakah tujuan dan manfaat dari i’tikaf ?
8) Bagaimanakah amalan yang dianjurkan dari i’tikaf dan apa saja hikmah dari
i’tikaf?
1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN I’TIKAF

I'tikaf dari segi bahasa bermakna menetap pada sesuatu atau menghabiskan waktu
untuk sesuatu atau atau dengan bahasa sekarang disebut at' tafarrugh labu
(mencurahkan waktu untuknya). I'tikaf menurut syari'at berarti menetapnya seorang
muslim yang berakal dan baligh di dalam satu masjid dengan niat i'tikaf untuk waktu
tertentu.1 Istilah i'tikaf berasal dari Bahasa Arab dan merupakan bentuk masdar

(infinitif) dari ً‫فً َي ْعتَ ِكفً اِ ْع ِت َكافا‬


َ ‫ اِ ْعتَ َك‬yang berarti tinggal, menetap, atau berdiam diri
di suatu tempat. Sedangkan menurut istilah, i'tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid
untuk beribadah kepada Allah yang dilakukan oleh orang tertentu dengan tata cara
tertentu.

Dalam beberapa ayat al-Qur-an al-Karim tercantum kata i'tikaf yang menunjukkan
satu arti, yaitu menetap pada sesuatu atau menghabiskan waktu untuknya.

Allah Ta'ala. Berfirman:

ً‫ع ِه ْد َنآً ا ِٰلٓىً اِب ْٰر ٖه َم‬


َ ‫صلًّ ۗىً َو‬ ِ ‫ًواتَّ ِخذ ْو‬
َ ‫اًم ْنً َّمقَ ِامًاِب ْٰر ٖه َمً م‬ َ ‫ًوا َ ْمن ۗا‬
َ ‫اس‬ ْ ‫َواِ ْذً َج َع ْلن‬
ِ ‫َاًال َبيْتَ ً َمثَا َبة ًِلل َّن‬
ُّ ‫الر َّك ِعًال‬
ً‫سج ْو ِد‬ ُّ ‫ًو‬ َ َ‫لط ۤا ِٕى ِفيْن‬
َ َ‫ًو ْال ٰع ِك ِفيْن‬ َّ ‫يً ِل‬ َ ً‫َواِسْمٰ ِع ْيلًَا َ ْن‬
َ ‫ط ِه َراً َب ْي ِت‬
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan
tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat salat.
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku
untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang
sujud!” ( AL-Baqarah: 125).2

1 Ar-Radh, Ahmad Jamil bin Syaikh Samir bin. (2005). Arl-Du'aa' wal I'tikaaf. (T. P. Katsir, Penyunt.) Bogor, Jawa
Barat, Indonesia: Pustaka Ibnu Kasir.hlmn 1

2 Ma'arif, Zainul. (2020). FIKIH MTs KELAS VIII. (A. A. Leksono, Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia:
Direktorat KSKK Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI.hlmn 76

2
Allah Ta'ala. Berfirman:

ًَ ‫َار َب َهاًالَّ ِت ْي ًٰب َر ْكنَاًفِ ْي َه ۗا‬


ْ ‫ًوتَ َّم‬
ً‫ت‬ ِ ‫ًو َمغ‬
َ ‫ض‬ ْ َ‫َارق‬
ِ ‫ًاْلَ ْر‬ ِ ‫ضعَف ْونَ ً َمش‬ ْ ‫َوا َ ْو َر ْثن‬
ْ َ‫َاًالقَ ْو َمًالَّ ِذيْنَ ً َكان ْواًي ْست‬
ً‫ع ْون‬ َ ‫صنَعًًفِ ْر‬ ْ ‫ًودَ َّم ْرنَاً َماً َكانَ ً َي‬ َ ً‫ع ٰلىً َب ِن ْٓيًاِس َْر ۤا ِء ْي َۙ َلً ِب َما‬
َ ‫ص َبر ْو ۗا‬ َ ً‫ًر ِبكَ ً ْالحس ْٰنى‬ َ ‫َك ِل َمت‬
َ ٗ‫َوقَ ْومه‬
ًَ‫ًو َماً َكان ْواً َي ْع ِرش ْون‬

Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian
baratnya yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu
(sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa
yang telah dibuat Fir‘aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun. (QS. Al-
A'raaf:137).

Allah Ta'ala. Berfirman tentang ucapan Nabi Musa AS. Kepada Samiri:

ً‫ًوا ْنظ ْرًا ًِٰلٓى‬ ٗۚ


َ ٗ‫ًوا َِّنًلَكَ ً َم ْو ِعداًلَّ ْنًت ْخلَفَه‬ َ َۖ ‫س‬
َ ‫اس‬ َ ‫ًم‬ ِ ‫ًَْل‬ َ ‫ىًال َح ٰيوةًِا َ ْنًتَق ْول‬ ْ ِ‫قَالًَفَا ْذهَبْ ًفَا َِّنًلَكَ ًف‬
‫عا ِكفاًًۗلَن َح ِرقَ َّنهٗ ًث َّمًلَ َن ْن ِسفَ َّنهٗ ًفِىً ْال َي ِمً َنسْفا‬ َ ً َ‫ظ ْلت‬
َ ً‫علَ ْي ِه‬ ْ ‫ا ِٰل ِهكَ ًالَّ ِذ‬
َ ً‫ي‬

Dia (Musa) berkata, “Pergilah kau! Maka sesungguhnya di dalam kehidupan (di
dunia) engkau (hanya dapat) mengatakan, “Janganlah menyentuh (aku)”. Dan engkau
pasti mendapat (hukuman) yang telah dijanjikan (di akhirat) yang tidak akan dapat
engkau hindari, dan lihatlah tuhanmu itu yang engkau tetap menyembahnya. Kami pasti
akan membakarnya, kemudian sungguh kami akan menghamburkannya (abunya) ke
dalam laut (berserakan). (QS. Thaahaa: 97).

Allah Ta'ala. Berfirman tentang ucapan Nabi Ibrahim AS.:

ٰ ‫اًه ِذهًِالتَّ َما ِثيْلًالَّ ِت ْٓيًا َ ْنت ْمًلَ َه‬


ًَ‫اًع ِكف ْون‬ ٰ ‫ًوقَ ْو ِم ٖهً َم‬ ِ ‫اِ ْذًقَال‬
َ ‫ًَْلَ ِب ْي ِه‬
Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-
patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” (QS. A1-Anbiyaa': 52).

3
Allah Ta'ala. Berfirman tentang ucapan Bani Israil:

‫ًع ِك ِفيْنَ ً َحتّٰىً َي ْر ِج َعًاِلَ ْينَاًم ْوسٰ ى‬


ٰ ‫علَ ْي ِه‬
َ ً‫قَال ْواًلَ ْنً َّنب َْر َح‬

Mereka menjawab, “Kami tidak akan meninggalkannya (dan) tetap


menyembahnya (patung anak sapi) sampai Musa kembali kepada kami.” (QS.
Thaahaa:9I).3

B. HUKUM I’TIKAF
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa hukum asal melaksanakan i’tikaf adalah
sunnah. Namun hukum ini bisa berubah menjadi wajib jika seseorang bernadzar untuk
melaksanakannya. Meskipun demikian, ada perbedaan pendapat diantara para ulama
tentang tingkat kesunnahannya. Madzhab Asy-Syafi’iyah memandang semua i’tikaf itu
sunnah muakkadah, kapan saja dilakukan. Namun, bila dilakukan pada 10 hari dibulan
Ramadhan, level kesunnahannya lebih tinggi lagi. 4

Allah Ta'ala. Berfirman:

ً‫ًّٰللاًا َ َّنك ْمًك ْنت ْم‬ َ ًًۗ‫اسًلَّه َّن‬


ّٰ ‫ع ِل َم‬ َ ‫اسًلَّك ْم‬
ٌ ‫ًوا َ ْنت ْمً ِل َب‬ َ ‫ًالرفَثًا ِٰلىً ِن‬
ٌ ‫س ۤا ِٕىك ْمًًۗه َّنً ِل َب‬ ِ َ‫ا ِح َّلًلَك ْمًلَ ْيلَة‬
َّ ‫ًالص َي ِام‬
َ ً‫ًّٰللاًلًَك ْم‬
ً‫ًۗوكل ْوا‬ ّٰ ‫َب‬ َ ‫ع ْنك ْمًًۚٗفَ ْال ٰـنَ ً َبا ِشر ْوه َّن‬
َ ‫ًوا ْبتَغ ْواً َماً َكت‬ َ ً‫عفَا‬ َ ‫علَيْك ْم‬
َ ‫ًو‬ َ ً‫َاب‬ َ ‫ت َْختَان ْونَ ًا َ ْنف‬
َ ‫سك ْمًفَت‬
ً‫امًاِلَى‬
َ ‫واًالص َي‬
ِ ْ َ‫ًِمن‬
‫ًالفَجْ َۖ ِرًث َّمًا َ ِت ُّم‬ ِ ‫ًاْلَس َْود‬ ْ َ‫ًمن‬
ْ ‫ًال َخي ِْط‬ ْ ‫ًال َخيْط‬
ِ ‫ًاْلَ ْب َيض‬ ًْ ‫َوا ْش َرب ْواً َحتّٰىً َيتَ َبيَّنَ ًلَكم‬
ّٰ ‫ًّٰللاًفَ ََلًتَ ْق َرب ْوه َۗاً َك ٰذًِلكَ ًي َب ِين‬
ً‫ًّٰللا‬ ْ ِ‫ًع ِكف ْو َۙنَ ًف‬
ِ ّٰ ‫ىًال َمسٰ ِج ِدًًۗ ِت ْلكَ ًحد ْود‬ ٰ ‫ًوا َ ْنت ْم‬
َ ‫ًو َْلًت َبا ِشر ْوه َّن‬َ ‫الَّ ْي ۚٗ ِل‬
ِ ‫ٰا ٰي ِت ٖهً ِللًَّن‬
ًَ‫اسًلَعَلَّه ْمً َيتَّق ْون‬

Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa
kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan

3 Ar-Radh, Ahmad Jamil bin Syaikh Samir bin. (2005). Arl-Du'aa' wal I'tikaaf. (T. P. Katsir, Penyunt.) Bogor, Jawa
Barat, Indonesia: Pustaka Ibnu Kasir.hlmn 2-3

4
Ma'arif, Zainul. (2020). FIKIH MTs KELAS VIII. (A. A. Leksono, Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Direktorat
KSKK Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI.hlmn 76-77

4
kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.
Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah
ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa. (Al-Baqoroh: 187).5

C. DALIL DISYARIATKANNYA I’TIKAF


I'tikaf adalah Sunnah yang disyari'atkan berdasarkan beberapa jenis dalil, yaitu:
1. Berdasarkan al-Qur-an al-Karim.
2. Perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana
yang disebutkan dalam beberapa hadits.
3. Perbuatan istri-istri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dan perbuatan
sebagian dari Sahabat beliau.
4. Umat yang terdahulu hingga sekarang tetap mengikuti petunjuk beliau tersebut.6

D. SYARAT-SYARAT I’TIKAF
Sebelum melaksanakan I’tikaf ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Islam, dengan disyaratkannya status beragama Islam. Maka orang kafir atau orang
yang tidak beragama Islam tidak sah untuk melaksanakan i’tikaf.
2. Baligh/Mumayyiz, seorang anak yang belum baligh tetapi sudah mumayyiz,apabila
melaksanakan ibadah i’tikaf, hukumnya sah dan berpahala. Sebagaimana kalau
anak yang belum baligh itu menjalankan ibadah shalat dan berpuasa, bila sudah
mumayyiz, maka hukumnya sah dan berpahala baginya.
3. Berakal Sehat, ibadah i’tikaf membutuhkan niat dan sengaja untuk melakukannya.
Orang yang tidak punya kesadaran atas dirinya, tentu tidak bisa berniat untuk

5 Ruray, Idham Sofyan Chalid bin. (2021). Fikih I'tikaf dan Laitatul Qodr. (M. T. Islam, Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta,
Indonesia: Markaz Ta'awun Dakwah dan Bimbingan Islam.hlmn 28

6 Ar-Radh, Ahmad Jamil bin Syaikh Samir bin. (2005). Arl-Du'aa' wal I'tikaaf. (T. P. Katsir, Penyunt.) Bogor, Jawa
Barat, Indonesia: Pustaka Ibnu Kasir.hlmn 7

5
mengerjakan suatu ibadah, termasuk i’tikaf. Maka secara otomatis orang gila, tidak
sah bila melakukan i’tikaf.
4. Suci dari Haidh dan Nifas, wanita yang sedang mendapat darah haidh dan nifas
tidak dibenarkan ikut beri’tikaf di masjid. Dasarnya bukan karena khawatir
darahnya akan mengotori masjid. Sebab syariat Islam membolehkan wanita yang
sedang mengalami istihadhah untuk masuk masjid. Kalau larangan itu semata-mata
karena khawatir darah akan menetes dan merusak kesucian masjid., seharusnya
wanita yang sedang mengalami istihdhah pun dilarang masuk masjid.
5. Suci dari Hadas Besar (Janabah), orang yang sedang dalam keadaan berjanabah
atau berhadas besar, diharamkan masuk ke dalam masjid. Sehingga ia tidak boleh
mengerjakan i’tikaf, lantaran i'tikaf itu hanya dilaksankan di dalam masjid saja.7

E. RUKUN I’TIKAF
Pada waktu beri’tikaf ada 4 rukun yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Mu’takif (‫)معتكف‬, yaitu orang yang beri’tikaf.

2. Niat (‫)نية‬, yaitu keinginan dari hati untuk melakukan tindakan seperti beribadah
kepada Allah SWT.
3. Menetap, yaitu tidak ada batasan minimal yang disebutkan oleh Al-Quran dan
hadis tentang lamanya menetap di masjid.
4. Tempat I’tikaf, yaitu masjid yang digunakan untuk melaksanakan ibadah.

F. TUJUAN DAN MANFAAT I’TIKAF


Ibnu Qayyim menyebutkan bahwa tujuan disyariatkannya i’tikaf adalah agar hati
terfokus kepada Allah saja, terputus dari berbagai kesibukan kepada selain-Nya, sehingga
yang mendominasi hati hanyalah cinta kepada Allah Ta'ala, berdzikir kepada-Nya,
semangat menggapai kemuliaan ukhrawi dan ketenangan hati sepenuhnya hanya bersama
Allah Ta'ala. Tentunya tujuan ini akan lebih mudah dicapai ketika seorang hamba
melakukannya dalam keadaan berpuasa, oleh karena itu i’tikaf sangat dianjurkan pada
bulan Ramadhan khususnya di sepuluh hari terakhir.

7 Ma'arif, Zainul. (2020). FIKIH MTs KELAS VIII. (A. A. Leksono, Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia:
Direktorat KSKK Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI.hlmn 77-79

6
Adapun manfaat i’tikaf di antaranya adalah:
1. Terbiasa melakukan shalat lima waktu berjamaah tepat waktu.
2. Terlatih meninggalkan kesibukan dunia demi memenuhi panggilan Allah Ta'ala.
3. Terlatih untuk meninggalkan kesenangan jasmani sehingga hati bertambah khusyu’
dalam beribadah kepada Allah Ta'ala.
4. Terbiasa meluangkan waktu untuk berdoa, membaca Al-Quran, berdzikir,
qiyamullail, dan ibadah lainnya dengan kualitas dan kuantitas yang baik.
5. Terlatih meninggalkan hal-hal yang tidak berguna bagi penghambaannya kepada
Allah Ta'ala.
6. Memperbesar kemungkinan meraih Lailatul Qadar.
7. Waktu i’tikaf adalah waktu yang tepat untuk melakukan muhasabah dan bertaubat
kepada Allah Ta'ala.8

G. HAL YANG MEMBATALKAN I’TIKAF


Beberapa hal yang dapat membatalkan i’tikaf, antara lain:
1. Berhubungan suami-istri (bersetubuh)
Allah Ta'ala. Berfirman:

ً‫اج ِد‬
ِ ‫س‬ ْ ِ‫عا ِكفونَ ًف‬
َ ‫يًال َم‬ َ ً‫ًوأ َ ْنت ْم‬
َ ‫َوْلًت َبا ِشروه َّن‬
“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu ber-i’tikaf
dalam mesjid.” (Al Baqarah: 187).

2. Mengeluarkan Sperma
3. Gila
4. Mabuk yang disengaja
5. Murtad (keluar dari agama)
6. Haid
7. Nifas
8. Keluar masjid tanpa uzur
9. Keluar masjid untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda

8 Masjid Jami' At-Taqwa. (2016). Buku Panduan I’tikaf Profetik. (T. M. At-Taqwa, Penyunt.) Sleman, DKI Yogyakarta,
Indonesia: Takmir Masjid Jami' At-Taqwa.hlmn 8-9

7
10. Memutus niat untuk beri’tikaf

H. HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN SEWAKTU I’TIKAF


Ada beberapa hal yang diperbolehkan saat beri’tikaf antara lain:
1. Keluar masjid untuk keperluan yang tidak bisa ditunda (buang hajat, keluar dalam
urusan ketaatan).
2. Menyisir rambut dan merapikannya.
3. Membawa kasur dan perlengkapan lainnya ke masjid.
4. Makan dan minum didalam masjid dengan tetap memelihara dan menjaga
kebersihan dan kemuliaan masjid.
5. Menerima tamu dan mengantarkannya ke pintu masjid.9

I. WAKTU I’TIKAF
Waktu i’tikaf adalah di sepuluh hari terakhir Ramadhan, inilah yang diriwayatkan
dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu’anhu.
Tidak ada satu riwayat pun anjuran beri’tikaf di selain sepuluh hari terakhir
Ramadhan, tidak di awal dan pertengahan Ramadhan, tidak pula di bulan-bulan yang lain,
kecuali karena qodho’ atau nazar, maka boleh dikerjakan dibulan yang lain.
Dan nazar itu sendiri hukum asalnya adalah makruh apabila karena ingin
mendapatkan sesuatu yang diinginkan, namun apabila sudah bernazar maka wajib
ditunaikan.
Andai i'tikaf di selain sepuluh hari akhir Ramadhan itu dianjurkan, tentu akan
dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, maka tidaklah patut
menganjurkan manusia untuk i’tikaf di selain sepuluh hari akhir Ramadhan.
Akan tetapi barangsiapa melakukannya maka tidak terlarang dan tidak dihukumi
bid’ah, karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengizinkan Umar bin Khattab
Radhiyallahu’anhu menunaikan nazar i’tikaf di selain 10 hari akhir Ramadhan.
Namun jika seseorang setiap kali masuk masjid berniat i’tikaf maka hendaklah
diingkari dan dilarang, karena itu tidak termasuk petunjuk Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam.10

9 Ma'arif, Zainul. (2020). FIKIH MTs KELAS VIII. (A. A. Leksono, Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia:
Direktorat KSKK Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI.hlmn 80

8
J. AMALAN YANG DIANJURKAN I’TIKAF
Bacaan niat diperlukan untuk membedakan maksud seseorang berdiam diri di
masjid. Apakah untuk ibadah atau melakukan aktivitas lain. Bagi yang ingin beribadah,
tentu wajib taat pada rukun dan syarat yang berlaku.

Berikut adalah niat dari ibadah I’tikaf:

ْ َ‫فًفِيً ًَهذ‬
ً‫اًال َمس ِْجدًِ َماًد ْمتًفِي ِه‬ َ ‫ن ََويْتًأ َ ْنًأ َ ْعتَ ِك‬
"Saya berniat i'tikaf di masjid ini selama saya berada di dalamnya."

Beberapa amalan yang dianjurkan ketika i’tikaf diantaranya, yaitu:

1. Shalat. Memperbanyak shalat saat i’tikaf amat dianjurkan. Sebab, shalat


merupakan seutama-utamanya ibadah dan paling besar pahalanya.
2. Memperbanyak membaca al-Qur’an. Dengan membaca al-Qur’an hati akan
menjadi tenang dan jiwa menjadi tentram. Terlebih, pahala membaca al-Qur’an
juga amat besar. Orang banyak membaca al-Qur’an mendapat jaminan untuk
mendapatkan syafaat di hari akhir kelak.
3. Berzikir. Orang yang beri’tikaf dianjurkan untuk memperbanyak zikir. Tentu saja,
yang diutamakan adalah amalan-amalan yang disyariatkan dan dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, seperti bertasbih,takmid,tahlil,istighfar,dan
sebagainya. Menurut para ulama, zikir merupakan salah satu ibadah khusus untuk
bertaqarub kepada Allah Ta'ala.
4. Bershalawat. Amalan lainnya yang dianjurkan bagi orang yang beri’tikaf adalah
memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Bershalawat menjadi salah satu sebab turunnya rahmat Allah Ta'ala.
5. Mengurangi hubungan dengan orang banyak. Pada saat i’tikaf dianjurkan untuk
mengurangi hubungan dengan orang banyak, agar lebih fokus pada ibadah yang
kita lakukan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Bersabda, “Barangsiapa
bangun (untuk beribadah) pada dua malam ID dengan mengharapkan pahala dari

10 Ruray, Idham Sofyan Chalid bin. (2021). Fikih I'tikaf dan Laitatul Qodr. (M. T. Islam, Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta,
Indonesia: Markaz Ta'awun Dakwah dan Bimbingan Islam.hlmn 30

9
Allah, maka Allah tidak akan mematikan hatinya pada saat dimatikannya semua
hati.” 11

K. HIKMAH I’TIKAF
I’tikaf memiliki hikmah yang sangat besar yakni menghidupkan sunnah Rasul
shallallahu ‘alaihi wasallam dan menghidupkan hati dengan selalu melaksanakan ketaatan
dan ibadah kepada Allah Ta'ala.12 I’tikaf bisa membantu seseorang untuk menyesuaikan
diri dan mengevaluasi diri. Membuat ibadah lebih khusyuk. Serta membangun hubungan
antara manusia dan Allah Ta'ala.

11 Ma'arif, Zainul. (2020). FIKIH MTs KELAS VIII. (A. A. Leksono, Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia:
Direktorat KSKK Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI.hlmn 80-81

12 Rahimahullah. Abdur Rahman Al-Jibrin Syaikh Abdullah bin. (2004). FIQIH I'TIKAF. (Y. Al-Sofwa, Penyunt.)
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Yayasan Al-Sofwa.hlmn 7

10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
I’tikaf merupakan ibadah yang disunatkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam. karana beliau pernah beri’tikaf pada sepuluh hari akhir bulan Ramadhan.
Beliau selalu megerjakan sampai beliau wafat. Dapat diambil kesimpulan antara lain Itikaf
adalah berdiam diri dimasjid sebagai ibadah yang disunnahkan.

B. SARAN
Saran dalam penulisan makalah ini mungkin banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Melalui
makalah ini kami menghimbau para pembaca khususnya mahasiswa, agar menggali lebih
dalam berbagai macam ilmu pengetahuan sebagai bahan untuk meningkatkan iman dan
taqwa sehingga berdayaguna diera globalisasi ini. Mudah-mudahan Allah Ta'ala.
Memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita agar dapat menjalankan i’tikaf sesuai
dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, terutama di bulan Ramadhan
yang mulia.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ar-Radh, Ahmad Jamil bin Syaikh Samir bin. (2005). Arl-Du'aa' wal I'tikaaf. (T. P.
Katsir, Penyunt.) Bogor, Jawa Barat, Indonesia: Pustaka Ibnu Kasir.

Ma'arif, Zainul. (2020). FIKIH MTs KELAS VIII. (A. A. Leksono, Penyunt.) Jakarta, DKI
Jakarta, Indonesia: Direktorat KSKK Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam, Kementerian Agama RI.

Masjid Jami' At-Taqwa. (2016). Buku Panduan I’tikaf Profetik. (T. M. At-Taqwa,
Penyunt.) Sleman, DKI Yogyakarta, Indonesia: Takmir Masjid Jami' At-Taqwa.

Rahimahullah. Abdur Rahman Al-Jibrin Syaikh Abdullah bin. (2004). FIQIH I'TIKAF. (Y.
Al-Sofwa, Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Yayasan Al-Sofwa.

Ruray, Idham Sofyan Chalid bin. (2021). Fikih I'tikaf dan Laitatul Qodr. (M. T. Islam,
Penyunt.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Markaz Ta'awun Dakwah dan
Bimbingan Islam.

12

Anda mungkin juga menyukai