Ittiba'
Ittiba'
MAKALAH
Oleh:
Dosen:
PENGANTAR
Segala puji bagi dzat, yang karena-Nya kita masih bisa merasakan ni’mat
Islam dan iman hingga detik ini.
Demikian pengantar kami, mohon maaf bila ada salah kata dalam penyusunan
makalah ini, kritik dan saran para pembaca sangat kami harapkan.
ٱ
ٌۭ نَرْص ٌۭ ِّم َن هَّلل ِ َوفَ ْت ٌۭح قَ ِر
يب
DAFTAR ISI
PENGANTAR.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2
A. IJTIHAD........................................................................................................................2
B. TAQLID.........................................................................................................................6
C. ITTIBA’.........................................................................................................................9
A. Kesimpulan...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................11
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mempunyai tradisi keilmuwan yang kuat sejak zaman dahulu. Terbukti
dari para Ulama-ulama yang sholih dan mempunyai kecerdasan dalam keilmuan.
Sehingga kita sebagai pewaris ilmu-ilmu itu harus bisa tetap menjaga tradisi
keilmuan.
Ilmu Ushul Fiqih merupakan cabang ilmu yang sangat penting bagi orang
Islam. Dari Ushul Fiqih kita bisa menarik hukum-hukum yang telah ditetapkan
oleh Alloh ta’ala dan Rosul-Nya ﷺ.
Termasuk di antara pembahasan dalam kajian Ushul Fiqih adalah Ijtihad,
Taqlid dan Ittiba’. Untuk itu perlu kita jelaskan mengenai definisnya dan
pembahasan singkatnya dalam makalah yang ringkas ini. Dengan mengharap
kepada Alloh ta’ala agar ilmu yang kita kaji ini bisa memberikan manfaat bagi kita
semua.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. IJTIHAD
1. Pengertian
Ijtihad ialah
والسنَّ ِة
ّ ا ْجهِت َا ُد ِإ ْس ِت ْف َرا ُغ ُالو ْسع ِ يِف ن َ ْيلِ ُحمْك ٍ رَش ْ ِع ّ ٍي ب َِط ِريْ ِق ا ْس ِتن ْ َب ِاط ِم َن ال ِكتَ ِاب
ِإل ِإل
“Menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum syara’ dengan
jalan menentukan dari kitab dan sunah.”1
امل ُ ْجهَت ِ دُ ه َُو ال َف ِق ْي ُه امل ُ ْس َت ْف ِر ُغ ِل ُو ْس ِع ِه ِل َت ْح ِص ْيلِ َظ ٍّن حِب ُ مْك ٍ رَش ْ ِع ّ ٍي ب َِط ِريْ ِق ا ْس ِتن ْ َب ِاط ِمهْن َا
ِإل
“Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan seluruh
kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum
agama dengan jalan istinbath dari Al-Qur’an dan As-Sunah.”2
a. Mengetahui isi Al-Qur’an dan hadits yang bersangkutan dengan hukum itu
meskipun tidak hafal di luar kepala;
b. Mesti mengetahui bahasa arab dari segi sintaktis dan filologinya, seperti
nahwu, shorof, ma’ani, bayan, dan badi’ agar dapat menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an atau sunah dengan cara berpikir yang benar;
1
Moh. Rifa’I, USHUL FIQIH, h. 145
2
Moh. Rifa’I, USHUL FIQIH, h. 145
3
c. Mesti mengetahui ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang seluas-
luasnya karena ilmu ini sebagai dasar berijtihad;
e. Mengetahui ilmu riwayat dan dapat membedakan hadits yang shahih dan
hasan, yang dhaif, yang makbul, dan yang mardud;
g. Memiliki sifat takwa dan muru’ah (harga diri), tidak takabur dan menjauhi
segala larangan Alloh swt.
4. Cara Berijtihad
5. Kebenaran Ijtihad
Para Mujtahid banyak jumlahnya, mungkin pula mereka berselisih pendapat satu
sama lain dalam suatu hukum. Kalau demikian, apakah setiap Mujtahid benar?
لَي َْس لُك ُّ ُم ْجهَت ِ ٍد ِب ُم ِصي ٍْب َوَأ َّن امل ُ ِصي َْب ِمهْن ُ ْم َوا ِح ٌد
“Tidak semua Mujtahid mencapai kebenaran, tetapi yang bisa mencapai hanya
satu.”
5
)اب فَهَل ُ َأ ْج َر ِان َوإ ْن ْاجهَت َدَ فََأخ َْطَأ فَهَل ُ َأ ْج ٌر َوا ِح ٌد (رواه البخارى ومسمل
َ احلَامِك ُ َذا ا ْجهَت َدَ فََأ َص
ِإ
“Hakim apabila berijtihad kemudian kemudian dapat mencapai kebenaran, maka
ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai
kebenaran, ia mendapat satu pahala.”
Hadits ini menyatakan bahwa benar itu hanya satu dan setiap Mujtahid itu
meskipun salah, tetap mendapat pahala karena Ijtihadnya. Sedangkan Mujtahid
yang mencapai kepada kebenaran mendapat satu pahala lagi, yaitu pahala
kebenarnnya.
6
B. TAQLID
1. Pengertian
2. Syarat-Syarat Taqlid
a. syarat orang yang bertaklid; ialah orang awam yang tidak mengerti cara-cara
mencari hukum syara’. Ia tidak boleh mengikuti orang alim yang
mengamalkan. Sedang orang yang alim dan sanggup mencari sendiri hukum-
hukum syara’ harus berijtihad sendiri jika cukup waktunya. Akan tetapi,
kalau waktunya telah sempit dan dikhawatirkan akan ketinggalan waktu
untuk mengerjakan yang lain dalam soal ibadah menurut suatu pendapat
boleh mengikuti pendapat orang alim lainnya.
b. Soal-Soal yang Ditaklidi; terhadap hukum akal tidak boleh bertaklid kepada
orang lain, seperti mengetahui ada Zat pencipta alam semesta ini serta sifat-
sifat-Nya karena jalan untuk menetapkan hukum-hukum tersebut ialah
dengan akal yang semua manusia memilikinya.
moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat
petunjuk.” QS. Al-Baqarah: 170
Jika yang ditaklidi adalah hukum syara’, maka dalam hal ini dapat dibagi
dua;
1). Yang tidak boleh ditaklidi, seperti wajibnya shalat lima waktu, puasa
ramadhan, zakat, haji, dan juga tentang haramnya berzina serta
minuman keras karena perkara-perkara ini semua orang dapat
mengetahuinya; dan
2). Yang dibolehkan taklid, seperti menyelidiki dan mencari dalil perkara-
perkara ibadah dan hukum-hukum yang kecil-kecil lainnya. Alasannya
firman Alloh ta’ala:
16: 43
ٱ
َ فَ ْسٔـََٰٔلُ ٓو ۟ا َأ ْه َل ِّذل ْك ِر ن ُكنمُت ْ اَل تَ ْعلَ ُم
ون
ِإ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui.” QS. An-Nahl: 43
2. Taklid kepada orang yang kita tidak tahu, apakah orang yang kita taklidi itu
mempunyai keahlian untuk ditaklidi
ْ ِإ َذا خَص َ َخرَب ٌ خُي َا ِل ُف َم ْذ َهيِب ْ فَات َّ ِب ُع ْو ُه َوا ْعلَ ُم ْوا َأن َّ ُه َم ْذ َهيِب
“Bila mana telah sah suatu khabar (walaupun) menyalahi mazhabku, maka
ikutilah khabar itu dan ketahuilah itulah yang sebenarnya mazhabku.”
اَل تُ َقدّْل ْ يِن ْ َواَل تُ َقدِّل ْ َما ِلاًك َواَل التَّ ْو ِر َّي َواَل األ ْو َز ِع َّي َوخ ُْذ ِم ْن َح ْي ُث َأخ َُذ ْوا
“Janganlah kamu taklid kepadaku dan janganlah taklid kepada Imam Malik
dan janganlah taklid pula kepada Imam Tsauri dan jangan kepada Imam
Auza’I dan ambilah dari mana mereka ambil.”
9
C. ITTIBA’
1. Pengertian
“Menerima perkataan orang lain dan (kamu) mengetahui dari mana sumber
alasan tersebut.”
َٰ ٱت َّ ِب ُعو ۟ا َمٓا ُأن ِز َل ل َ ْيمُك ِّمن َّر ِبّمُك ْ َواَل تَت َّ ِب ُعو ۟ا ِمن ُدو ِن ِه ٓۦ َأ ْو ِل َيٓا َء ۗ قَ ِلياًۭل َّما ت ََذكَّ ُر
ون
ِإ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu
ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.”
QS. Al-A’raaf: 3
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membaca dan mempelajari tentang apa pengertian Ijtihad, taqlid dan
ittiba’, maka kita bisa membedakannya dan juga mengetahui contoh-contohnya.
Tentunya semua ilmu bermanfaat bagi kita, terutama bagi ummat Islam,
termasuk ilmu ushul fiqih mengenai ijtihad, taqlid, dan ittiba’ ini. Untuk itu, wajib
bagi kita ummat Islam untuk terus menambah dan memperdalam ilmu agama,
serta ilmu-ilmu penunjang kehidupan kita.
11
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Suci:
Buku: