Anda di halaman 1dari 14

Hukum Acara Perdata

Di sampaikan Oleh :
TONDI MADINGIN AN SITUMEANG, S.H.
PARTNERS PADA TAN AKMAL LAW FRIM
Profil Singkat

• Tondi Madingin AN Situmeang, S.H., merupakan Advokat dan Konsultan


Hukum yang terdaftar di Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), saat ini dalam kesehariannya menjadi
Partners di beberapa kantor hukum terkhusus di TAN AKMAL LAW FRIM.
Adapun Pendidikan yang telah ditempuh Lulusan S-1 Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipaya, Jakarta, adapun perkara
yang pernah dan sedang ditangani adalah Perkara Litigasi Pidana,
Perdata Keluarga, Perdata Bisnis/ Perusahaan, Perdata Pertanahan,
maupun Hubungan Industrial.
• Pada prinsipnya Motto yang dipakai dalam bekerja adalah “Bekerjalah
dengan Iklas, dan Tuntas, Karena kunci sukses terletak pada seni bekerja
dalam penanganan perkara/sengketa”
Apa itu Hukum Acara Perdata?

• Menurut para ahli seperti : • Soedikno Mertokusumo menuliskan hukum


acara perdata adalah peraturan hukum yang
• Wirjono Prodjodikoro Hukum Acara
mengatur bagaimana caranya menjamin
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan
ditaatinya hukum perdata materiil dengan
yang memuat cara bagaimana orang harus
perantaraan hakim atau peraturan hukum yang
bertindak terhadap dan di muka pengadilan
menentukan bagaimana caranya menjamin
dan cara bagaimana pengadilan itu harus
pelaksanaan hukum perdata materiil.
bertindak, satu sama lain untuk
Konkretnya hukum acara perdata mengatur
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan
tentang bagaimana caranya mengajukan
hukum perdata.
tuntutan hak, memeriksa serta memutus dan
• R. Subekti berpendapat hukum acara itu pelaksanaan dari pada putusannya.
mengabdi kepada hukum materiil, maka
• Menurut Abdul Kadir Muhammad hukum
dengan sendirinya setiap perkembangan
acara perdata ialah peraturan hukum yang
dalam hukum materiil itu sebaiknya
mengatur prosespenyelesaian perkara perdata
selalu diikuti dengan penyesuaian hukum
lewat hakim (pengadilan) sejak dimajukannya
acaranya.
gugatan sampaidengan pelaksanaan keputusan
hakim.
Bagaimana Sejarah Hukum Acara Perdara?

• Belanda merancang hukum acara perdata di Proses perdata serta proses pidana bagi golongan
Indonesia disebut dengan Istilah HIR atau
dikenal dengan Herziene Indonesisch bumiputera. Dalam waktu yang relatif singkat yaitu
Reglement (HIR) yang pada mulanya belum sampai satu tahun, Mr Wichers berhasil
bernama Indlandsch Reglement (IR) yang mengajukan sebuah rencana peraturan acara perdata
berarti Reglemen Bumi Putera yang saat itu
dirancang oleh Mr. H.L. Wichers yang dan pidana yang terdiri dari 432 Pasal. Indlandsch
menjabat sebagai Presiden dari Reglement atau IR ditetapkan dengan Keputusan
Hooggerechtschoft/ Badan Pengadilan Pemerintah tanggal 5 April 1848 dan mulai berlaku
Tertinggi di Indonesia pada zaman belanda.
Pada perkembangannya berdasarkan Surat tanggal 1 Mei 1848. Pembaharuan IR menjadi HIR dalam
Keputusan Gubernur Jendral Rochussen, tahun 1849.
tertanggal 5 Desember 1864 No. 3 Mr.
Wichers diberi tugas untuk merancang Praktik beracara menggunakan HIR sudah berjalan di
reglemen tentang administrasi, polisi, dan
Indonesia sejak tahun 1849 sampai dengan saat ini masih
berlaku sebagai hukum acara di Pengadilan Negeri (dulu
dikenal Landraad) atau sebagai acuan para hakim dalam
memutus atau mengadili suatu perkara perdata.
APA SAJAKAH ASAS DAN SUMBER HUKUM
ACARA PERDATA?
• Adapun asas-asas Hukum Acara Perdata tidak terlepas dari
asas-asas peradilan atau pedoman bagi lingkungan peradilan • Sumber Hukum Acara Perdata di Indonesia adalah :
baik umum, maupun khusus. Antara lain : 1. Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
1. Peradilan bebas dari campur tangan pihak-pihak di luar 2. Reglement Voor de Buitengewesten (RBg)
kekuasaan kehakiman;
3. Reglement op de Burgelijke Rechtvordering
2. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan; (RV)
3. Asas Objektivitas; 4. Adat Kebiasaan
4. Gugatan / Permohonan dapat diajukan dengan surat atau 5. Doktrin
lisan;
6. Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah
5. Inisiatif berperkara diambil oleh pihak yang berkepentingan; Agung
6. Keaktifan hakim dalam pemeriksaaan; 7. Yurisprudensi
7. Beracara dikenakan biaya; 7. Undang-Undang Perkawinan, UU
8. Para pihak dapat meminta bantuan atau mewakilkan kepada Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah
seorang kuasa; Agung, Dst.
9. Sifat terbukanya persidangan;

10. Mendengar kedua belah pihak.


Apakah Perbedaan Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana?
• Bahwa hukum acara perdata bersumber dari beberapa aturan hukum seperti • Bahwa sebelumnya hukum acara pidana sama dengan hukum acara
HIR, RBg, RV, Doktrin, Yurisprudensi, dan lainya, yang mana dalam Hukum Acara perdata yang bersumber pada HIR, namun seiring berjalannya waktu
Perdata dikenal beberapa Istilah seperti :
dengan lahirnya UU No. 8 Tahun 1981, tertanggal 31 Desember 1981
Lembaran Negara 1981 Nomor 76 Tentang Hukum Acara Pidana yang
disebut KUHAP maka ketentuan sepanjang mengenai Hukum Acara Pidana
1. Penggugat dan Tergugat; yang tercantum dalam HIR (Titel I s/d VIII dan Titel X) telah dicabut,
sehingga hukum acara pidana yang berlaku saat ini di lingkungan
2. Pelawan dan Terlawan; peradilan umum dan Mahkamah Agung di Indonesia adalah KUHAP, adapun
dalam KUHAP dijelaskan dan dikenal istilah :
3. Hakim terikat pada alat bukti
1. Tersangka, Terdakwa, Terpidana;
yang sah;
2. Kepolisian terdiri dari Penyidik dan Penyelidik;
4. Bertujuan mencari kebenaran
3. Kejaksaan dikenal dengan Jaksa Penuntut
formal/formil; Umum;
5. Para Pihak berperkara dapat 4. Hakim tidak terikat pada alat bukti yang sah, namun
menghentikan pemeriksaan perkara sebelum juga terikat pada keyakinannya sendiri atas kesalahan terdakwa;
hakim menjatuhkan putusan; 5. Mencari kebenaran materiil;
6. Hakim bersifat Pasif; 6. Jaksa tidak berwenang mencabut tuntutannya;
7. Putusan yang diberikan untuk memberikan kepastian hukum 7. Hakim Bersifat Aktif;
8. Mengenal adanya Sanksi seperti penahanan sebelum vonis maupun
terhadap subjek hukum yang dapat membuktikan suatu
sifatnya sementara dan tetap;
peristiwa atau tuntutan yang diajukannya dihadapan
9. Hukuman memberikan efek jera kepada si pelaku tindak pidana
pengadilan;
Apa itu Gugatan Dalam Perdata?

Pengertian Gugatan
• Gugatan adalah permasalahan • Di Indonesia adapun gugatan-gugatan yang diajukan ke
Pengadilan yaitu :
yang mengandung sengketa - Gugatan Perbuatan Melawan Hukum;
antara 2 (dua) pihak atau lebih - Gugatan Wanprestasi;
yang diajukan kepada Ketua - Gugatan Perselisihan dan Kepentingan Hak Pada
Pengadilan Negeri dimana tempat Pengadilan Hubungan Industrial;
kedudukan hukum pihak lain yang - Gugatan Perceraian;
disebut sebagai Tergugat. - Gugatan Hak Merek, HAKI, dan Hak Cipta;
• Adapun gugatan bersifat - Gugatan Waris;
contentiosa yang artinya perkara - Gugatan Sederhana;
yang mengandung sengketa. - Gugatan Class Action, dst…
Apa itu Permohonan dalam Perdata?

contoh Permohonan yang diajukan, sebagai


berikut :
Pengertian Permohonan
• Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa;
• Permohonan adalah permasalahan • Permohonan pengangkatan pengampu bagi orang dewasa yang
perdata yang diajukan dalam bentuk kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus
permohonan yang ditandatangani oleh hartanya lagi, misalnya karena pikun;
pemohon atau kuasanya yang dtujukan • Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai
kepada Ketua Pengadilan Negeri/ umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16
tahun, yang dapat diajukan kepada Pengadilan Agama atau
Pengadilan Agama tempat dimana alamat Pengadilan Negeri (pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974);
Pemohon;\ • Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur
21 tahun (pasal 6 ayat (5) Undang-undang No. I tahun 1974);
• Bahwa Permohonan bersifat voluntair
karena bersifat kepentingan sepihak saja • Permohonan pembatalan perkawinan (pasal 25, 26 dan 27 Undang
-undang No.1 tahun 1974);
dan tidak ada orang lain atau pihak
ketiga yang ditarik sebagai lawan (Vide : • Permohonan pengangkatan anak (diperhatikan SEMA No. 6/1983);
Pasal 2 ayat 1 UU No. 14/1970 Jo. UU No. • Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan
sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam
4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan akta tersebut;
Kehakiman)
Apa perbedaan Permohonan dan Gugatan?

• Adapun Permohona mempunyai ciri sebagai • Adapun Gugatan mempunyai ciri sebagai berikut :
berikut :
- Permasalahan hukum yang diajukan ke Pengadilan
- Masalah yang diajukan bersifat kepentingan mengandung sengketa (disputes differences);
sepihak saja (for benefit of one party only);
- Terjadi sengketa di antara para pihak, minimal di antara 2
- Permasalahan yang dimohonkan penyesuaian (dua) pihak;
kepada Pengadilan Negeri pada prinsipnya tanpa
sengketa dengan pihak lain (without dispute or - Bersifat partai (party), dengan komposisi pihak satu
differences with another party); bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak
lainnya berkedudukan sebagai tergugat;
- Tidak ada orang lain atau pihak lain/pihak ketiga
yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat mutlak - Tidak boleh dilakukan secara sepihak (ex-parte), hanya
satu pihak (ex-parte) pihak Penggugat atau Tergugat saja;
- Pemeriksaan sengketa harus dilakukan secara kontradiktor
dari permulaan siding sampai putusan dijatuhkan, tanpa
mengurangi kebolehan mengucapkan putusan tanpa
kehadiran salah satu pihak.
Apa saja Syarat dan Isi Gugatan?

• Bahwa adapun Isi Gugatan harus memuat beberapa hal seperti :


• Bahwa suatu gugatan perdata
- Identitas Para Pihak baik itu Penggugat maupun Tergugat, termasuk apakah
diprasyaratkan/ harus didahului dengan Penggugat diwakili oleh Kuasanya dengan melampirkan Surat Kuasa;
adanya peristiwa hukum yang - Memuat alasan - alasan diajukannya Gugatan (fundamentum petendi);
mengharuskan seseorang mengajukan - Memuat Waktu dan Tempat peristiwa;
suatu tuntutan hukum dihadapan/ dimuka - Peristiwa Hukum harus jelas apakah Wanprestasi, Perbuatan Melawan Hukum atau
Pengadilan, dan atas peristiwa hukum Peristiwa Hukum lainnya;
tersebut pihak yang merasa dirugikan - Akibat atas peristiwa hukum yang diminta seperti memuat kerugian materill atau
immaterial;
diprasyaratkan harus dapat membuktikan
- Perlu atau tidaknya dimintakan tindakan penyitaan seperti Sita Cocervatoir (barang
atas tuntutan yang diajukan dihadapan Tergugat) atau Sita Revindikatoir (barang penggugat di tangan Tergugat);
persidangan sebagaimana ketentuan Pasal - Meminta pembayaran kerugian, Bunga atau denda yang seharusnya diajukan oleh
163 HIR Jo. Pasal 1865 KUHPerdata yang Penggugat jika berkaitan dengan Perjanjian/ Wanprestasi;

berbunyi : “ setiap orang yang - Pada bagian akhir gugatan harus/ wajib menguraikan Petitum/ Resume dari Posita
yang telah diuraikan seperti :
mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
hak atau guna meneguhkan haknya sendiri 2. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum/
maupun membantah suatu hak orang lain,
Wanprestasi;
menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan
3. Menghukum Tergugat untuk membayar suatu denda jika wanprstasi namun jika
membuktikan adanya hal atau peristiwa
PMH Menghukum Tergugat untuk mengembalikan kebendaan yang menjadi suatu
tersebut”
objek perkara;
Bagaimana tata cara/ teknis mengajukan
suatu gugatan?
• Bahwa seiring berjalannya waktu perkembangan peradilan di Indonesia semakin berkembang
pesat, adapun terobosan hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia saat
ini yaitu transformasi dibidang digitalisasi/ elektronik, melalu Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara
Elektronik.
• Adapun mekanisme Pendaftaran Gugatan secara E-Court sebenarnya hampir sama dengan
dengan cara manual dimana Gugatan ditujukan ke Pengadilan Negeri/ Pengadilan Umum
tempat kedudukan Hukum Tergugat sebagaimana Pasal 118 HIR, tujuan Penggunaan E-Court
saat ini untuk memangkas panjangnya antrian pendaftaran gugatan di pengadilan dan selain
itu untuk mempermudah biaya ringan dan proses cepat;
• Teknis pendaftaran E-Court dapat dilakukan oleh Para Advokat maupun Para Pencari Keadilan
dengan system E-Filing yang telah terdaftar, setelah itu login ke akun E-Court dan memilih
pada bagian pendaftaran dengan memilih Pengadilan dimana diajukannya gugatan, lalu
mengupload Surat Kuasa, Mengisi Identitas para pihak, Mengupload Gugatan, Bukti Sementara
dan setelah itu melakukan pembayaran secara elektonik melalu Bank yang telah ditunjuk oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Apakah suatu gugatan dapat dicabut/dirubah?

• Pencabutan Surat Gugatan :


• Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah
memberi jawabannya, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).
• Perubahan atau Perbaikan/ Penambahan Gugatan :
• Perubahan gugatan tidak dapat dilakukan jika sudah memasuki pemeriksaan pokok perkara, yang dapat dilakukan adalah
perbaikan gugatan tanpa merubah posita maupun petitum gugatan asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak
hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.
• Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi
yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.
• Bahwa Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI No. 1535.K/Pdt/1983, memberi kaidah hukum :
“tambahan dan atau perubahan gugatan tidak boleh mengakibatkan perubahan posita gugatan dan petitum gugatan”.
Bahwa berdasarkan Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI No. 1535.K/Pdt/1983 tersebut, memberikan batasan mengenai
perubahan gugatan. Batasan-batasan tersebut antara lain perubahan gugatan tidak boleh mengubah materi pokok perkara,
perubahan gugatan tidak bersifat prinsipil, perubahan tanggal yang tidak dianggap merugikan kepentingan tergugat, tidak
merubah posita gugatan, dan pengurangan gugatan tidak merugikan tergugat.
Apakah Penggabungan Gugatan dapat
dibenarkan secara Perdata?
• Hukum positif tidak mengatur mengenai penggabungan gugatan. Baik HIR
maupun RBg tidak mengaturnya. Hal yang sama juga dengan Rv, tidak diatur
di dalamnya, setidaknya tidak diatur secara tegas, namun juga tidak
melarangnya. Yang dilarang adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 103 Rv,
yaitu hanya terbatas pada penggabungan atau kumulasi gugatan antara
tuntutan hak menguasai (bezit) dengan tuntutan hak milik.
• Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 575 K/Pdt/1983, yang memberi
kaidah hukum:
- Meskipun Pasal 393 ayat (1) HIR mengatakan hukum acara yang diperhatikan
hanya HIR, namun untuk mewujudkan tercapai process doelmatigheid,
dimungkinkan menerapkan lembaga dan ketentuan acara di luar yang diatur
dalam HIR, asal dalam penerapan itu berpedoman pada ukuran: a). Benar-
benar untuk memudahkan atau menyederhanakan proses pemeriksaan; b).
Menghindari terjadinya putusan yang saling bertentangan;
- Berdasarkan alasan itu, boleh dilakukan penggabungan (samenvoeging) atau
kumulasi objektif maupun subjektif, asal terdapat innerlijke samenhangen atau
koneksitas erat di antaranya. Ternyata dalam kasus ini, hal itu tidak terdapat,
karena utang yang terjadi adalah utang yang masing-masing berdiri sendiri,
sehingga tidak bisa dikumulasi.
Kewenangan Mengadili/ Kompetensi dalam
Hukum Acara Perdata
• Bahwa dalam sistem peradilan di Indonesia dikenal 2 Kewenangan Mengadili/ Kompetensi suatu Pengadilan yaitu :
1.Kewenangan/Kompetensi Absolut
Kewenangan/kompetensi absolut merupakan pemisahan kewenangan yang menyangkut pembagian kekuasaan antara badan-
badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili (attributie van
rechtsmacht). Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan
bahwa kekuasaan kehakiman terdiri dari Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Terhadap kewenangan absolut, walaupun Tergugat tidak mengajukan eksepsi kewenangan absolut atas perkara yang diajukan ke
suatu badan pengadilan, maka majelis hakim tetap harus memeriksa terkait kewenangan absolutnya untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara yang diajukan kepadanya. Apabila terbukti bahwa perkara tersebut bukan merupakan
kewenangan absolut pengadilan yang bersangkutan, maka majelis hakim wajib menghentikan pemeriksaan.

Contoh terhadap kewenangan/kompetensi absolut, yaitu pengajuan gugatan oleh Penggugat ke Pengadilan Negeri. Dimana
diketahui sebelumnya dalam perjanjian pihak-pihak yang bersengketa terdapat perjanjian arbitrase yang menegaskan pilihan
forum penyelesaian sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
2. Kewenangan/ Kompetensi Relatif
Kewenangan/kompetensi relatif mengatur pembagian kekuasaan mengadili antar badan peradilan yang sama, tergantung pada
domisili atau tempat tinggal para pihak (distributie van rechtsmacht), terutama tergugat. Pengaturan mengenai kewenangan
relatif ini diatur pada Pasal 118 HIR. Kewenangan relatif ini menggunakan asas actor sequitor forum rei yang berarti yang
berwenang adalah Pengadilan Negeri tempat tinggal Tergugat/ Objek Gugatan dalam bentuk benda tidak bergerak.

Anda mungkin juga menyukai