PENDAHULUAN
Tujuan dari studi kasus ini ialah untuk memecahkan permasalahan terkait dengan gangguan-gangguan pada trafo yang ada
di gardu induk dengan cara optimalisasi peran proteksi internal dan eksternal. Metode yang digunakan ialah metode
kualitatif, yakni studi kasus. Sasarannya ialah menyediakan kesiapan daya listrik (MVA available) yang berkesinambungan
untuk mencapai kepuasan konsumen sesuai dengan target. Menekan angka lama waktu padam transformer outage
duration (TROD) trafo serta memperbaiki profil tegangan. Menekan angka jumlah terjadi padam transformer outage
frequency (TROF) trafo. Hasil dari studi kasus ini ialah sebagai berikut: sebuah Gardu Induk (GI) sejatinya memiliki proteksi
internal maupun proteksi internal trafo yang berfungsi untuk pengamanan saat terjadi suatu kondisi yang tidak diinginkan.
PT. PLN (Persero) P3B JB APP Salatiga Basecamp Yogyakarta GI 150 kV Bantul merupakan salah satu contoh GI yang
memiliki peralatan proteksi yang cukup lengkap guna mengatasi berbagai gangguan (permasalahan) yang ada. Proteksi
internal trafo terdiri dari rele diferensial, rele bucholtz, rele tekanan lebih/sudden pressure relay, dan sebagainya,
sedangkan proteksi eksternal trafo terdiri dari rele arus lebih/over current relay (OCR), rele restricted earth fault (REF), rele
gangguan ke tanah/groud fault relay (GFR), dan lain-lain. Selain kemampuan teknis, kemampuan manajerial mutlak
dibutuhkan untuk melakukan proteksi dengan baik dan benar, karena apabila kemampuan (teknis dan manajerial) tersebut
dipadukan, maka akan tercipta suatu perbaikan dalam hal kualitas, keandalan, dan kontinyuitas dalam sistem tenaga listrik
yang baik dan holistik (menyeluruh), khususnya di PT. PLN (Persero) P3B JB APP Salatiga Basecamp Yogyakarta Gardu Induk
150 kV Bantul dalam segala lini, sehingga menekan angka TROD dan TROF trafo. Menjaga kesetabilan tegangan sekunder
trafo tenaga/distribusi. Kesimpulan dari studi kasus yang telah dilakukan dengan simulasi menggunakan perangkat lunak
ETAP, baik untuk proteksi internal pada trafo telah bekerja secara baik dan lancar (normal), begitupun dengan proteksi
trafo eksternal pada trafo dengan konfigurasi terbaik menggunakan proteksi rele diferensial dan rele OCR untuk mengatasi
permasalahan yang ada. Kata kunci: GI, proteksi internal, proteksi eksternal, trafo, PT. PLN (Persero).
A.1. Latar Belakang Studi Kasus Gardu induk adalah suatu instalasi yang terdiri dari sekumpulanperalatan listrik yang
disusun menurut pola tertentu dengan pertimbangan teknis,ekonomis serta keindahan. Fungsi dari gardu induk adalah
sebagai berikut: a). mentransformasikan tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ketegangan yang lainnya atau tegangan
menengah, b). pengaturan daya ke gardu-gardu lainnya melalui tegangan tinggi dan gardu distribusi melalui feeder
(penyulang) tegangan menengah, dan c). pengukuran pengawasan operasi serta pengaturan pengamanan dari sistem
tenaga listrik (Marsudi, 2005). Pada dasarnya gardu induk terdiri dari saluran masuk dan dilengkapi dengan transformator
daya, perlatan ukur, peralatan penghubung, dan lainnya yang saling menunjang atar satu dengan yang lain, sehingga GI
berperan penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam optimalisasi fungsi dan peran dari GI adalah: kontinyuitas,
keandalan, kontingensi, dan lain-lain (dll). Masalah yang sering muncul dewasa ini terkait erat dengan gangguan yang
terjadi pada gardu induk, baik gangguan teknis yang terjadi dilapangan dan sebagainya. Koordinasi dari terjadi dari berbagai
rele yang beroperasi diharapkan mampu meminimalisir efek kerusakan yang diakibatkan oleh gangguan dan juga
meminimalisir pemadaman pada sistem tenaga listrik, khususnya pada sistem distribusi, lebih spesifik lagi pada GI.
Masalah-masalah yang sering muncul di GI 150 kV Bantul adalah sebagai berikut: kelebihan beban (over load), tegangan
lebih (over voltage), arus lebih (over current), dan sebagainya, sehingga menyebabkan gangguan pada sistem distribusi,
khusunya berdampak pada terganggunya operasionalisasi PT. PLN (Persero) P3B JB APP Salatiga Basecamp Yogyakarta
Gardu Induk 150 kV Bantul, lokusnya dalam studi kasus ini ialah pada transformator (trafo). Alternatif pemecahan masalah
dari banyaknya gangguan yang terjadi, salah salah satunya ialah dengan optimisasi peran proteksi trafo internal dan
eksternal pada tenaga di PT. PLN (Persero) P3B JB APP Salatiga Basecamp Yogyakarta Gardu Induk 150 kV Bantul, D.I.
Yogyakarta. Sebuah perusahaan atau industri tentunya mempunyai teknologi yang berarti dan berkemampuan untuk
memanfaatkan teknologi secara efektif dan sekaligus mengembangkannya. Teknologi pelayanan transmisi dan distribusi
listrik yang mempunyai arti sebagai rangkaian proses, alat, metode, prosedur dan piranti yang digunakan untuk
memberikan pelayanan distribusi listrik untuk masyarakat. Pemilihan teknologi akan mempengaruhi desain pekerjaan,
produktivitas, kualitas dan strategi perusahaan dalam menarik pelanggan. Disamping itu, permasalahan yang terjadi pada
GI Bantul ialah meledaknya trafo tenaga II berkapasitas 60 MVA yang diakibatkan oleh berbagai faktor. Dengan alasan
inilah maka diusulkan untuk melakukan studi kasus di perusahaan PT. PLN (Persero) P3B JB APP Salatiga Basecamp
Yogyakarta Gardu Induk 150 kV Bantul
A.2. Tujuan Studi Kasus Studi kasus yang dilakukan mahasiswa PSPPI Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
bertujuan:
1. Tujuan Umum
a. Belajar menerapkan ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah dengan kenyataan yang ada dilapangan, khususnya yang
berkaitan dengan bidang teknik elektro.
c. Mengetahui gambaran sistem kerja dilapangan dan situasi organisasi struktural serta interaksinya dalam perusahaan.
d. Memperluas wawasan mahasiswa PSPPI setelah memasuki dunia kerja yang sesungguhnya
C. Kajian Teori
C.1. Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik (STL) adalah suatu sistem kesatuan dari tenaga listrik yang terdiri dari mulai
sistem pembangkitan tenaga listrik, sistem transmisi tenaga listrik, sistem distribusi tenaga listrik hingga sampai kepada
konsumen tenaga listrik, yang saling terinterkoneksi (Saadat, 1999). Secara konfigurasi dalam STL secara umum terbagi 2,
yakni sistem interkoneksi (saling terhubung) seperti sistem Jawa-Madura-Bali (Jamali), dan sistem yang masih bersifat radial
(tidak saling terhubung), seperti di luar wilayah Jamali
C.2. Sistem Interkoneksi Sistem interkoneksi adalah suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat listrik
(pembangkit) dan beberapa gardu induk yang saling terhubung (terinterkoneksi) antara satu dengan yang lain melalui
sebuah saluran transmisi dan melayani beban yang ada pada semua gardu induk yang terhubung. Tujuan dari sistem
interkoneksi yaitu untuk menjaga kontinyuitas penyediaan tenaga listrik karena apabila salah satu pusat pembangkit
mengalami gangguan masih dapat disuplai dari pembangkit lain yang terhubung secara interkoneksi (saling terhubung)
(Stevenson, 1982).
C.3. Sistem Distribusi Sistem distribusi tenaga listrik meliputi semua jaringan tegangan menengah 20 kV dan semua jaringan
tegangan rendah 220/380 V hingga meter-meter pelanggan. Distribusi tenaga listrik dilakukan dengan menarik kawat-
kawat distribusi baik penghantar udara maupun penghantar di bawah tanah dari GI hingga ke pusat-pesat beban. Setiap
elemen jaringan distribusi pada lokasi tertentu dibangun gardugardu distribusi dimana tegangan distribusi diturunkan ke
level tegangan lebih rendah, yaitu dari 20 kV menjadi 220/380 V. Dari gardu-gardu ini kemudian para pelangan listrik
dilayani dengan menarik kabel-kabel tegagan rendah menjelajah sepanjang pusat-pusat pemukiman, komersial maupun
pusatpusat industri. Beberapa pelanggan besar dapat juga dilayani secara khusus dengan menggunakan jaringan tegangan
tinggi baik 150 kV atauun dengan jaringan tegangan 20 kV (Pandjaitan, 1999). C.4. Gardu Induk Gardu induk adalah suatu
instalasi yang terdiri dari sekumpulan peralatan listrik yang disusun menurut pola tertentu dengan pertimbangan teknis,
ekonomis, serta keindahan (estetika). Fungsi dari gardu induk adalah sebagai berikut: a). mentransformasikan tenaga listrik
tegangan tinggi yang satu ketegangan yang lainnya atau tegangan menengah, b). pengaturan daya ke gardu-gardu lainnya
melalui tegangan tinggi dan gardu distribusi melalui feeder tegangan menengah, dan c). pengukuran pengawasan operasi
serta pengaturan pengamanan dari sistem tenaga listrik. Pada dasarnya gardu induk terdiri dari saluran masuk dan
dilengkapi dengan transformator daya, perlatan ukur, peralatan penghubung, dan lainnya yang saling menunjang atar satu
dengan yang lain (Marsudi, 2005)
C.5. Transformator Transformator atau trafo adalah pengubah tegangan listrik bolak-balik agar diperoleh tegangan yang
diinginkan (lebih besar atau lebih kecil). Transformator untuk menaikkan tegangan disebut transformator step-up,
sedangkan transformator penurun tegangan disebut transformator step-down. Transformator tenaga adalah suatu
peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga/daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau
sebaliknya. Berdasarkan tegangan operasinya dapat dibedakan menjadi: 1. Transformator 500/150 kV dan 150/70 kV biasa
disebut interbus transformer (IBT). 2. Transformator 150/20 kV dan 70/20 kV disebut juga trafo distribusi
Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik
dari sumber daya listrik besar (bulk power source) sampai ke konsumen. Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah: 1).
pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan), dan 2). merupakan sub sistem tenaga listrik
yang langsung berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung
melalui jaringan distribusi. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik besar dengan tegangan dari 11 kV
sampai 24 kV dinaikkan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan menjadi 30 kV, 150kV, dan
500kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya
listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir
(I2 .R.).
Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya
juga akan kecil pula. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun
tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh
saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan
tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu: 220/380Volt. Selanjutnya, disalurkan oleh
saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang
penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan. Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan
setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat tinggi ini (HV, UHV, EHV)
menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-
perlengkapannya, selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-
daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down.
Akibatnya, bila ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-bagian
saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.
Pengelompokan Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian serta
pembatasanpembatasan sebagai berikut:
Daerah II: Bagian penyaluran (transmission), bertegangan tinggi (high voltage/HV, ultra high voltage/UHV, dan extra high
voltage/EHV).
. Daerah IV: (Di dalam bangunan pada beban/konsumen), Instalasi, bertegangan rendah. Berdasarkan pembatasan-
pembatasan (boundaries) tersebut, maka diketahui bahwa porsi materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan IV, yang
pada dasarnya dapat dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari segi apa klasifikasi itu dibuat. Dengan
demikian ruang lingkup jaringan distribusi adalah:
1. SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah), terdiri dari: Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor dan peralatan
perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.
2. SKTM (Saluran Kabel Tegangan Menengah), terdiri dari: Kabel tanah, indoor dan outdoor termination, batu- bata, pasir,
dan lain-lain.
3. Gardu Trafo, terdiri dari: Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka tempat trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung,
arrester, kabel-kabel, transformer band, peralatan grounding, dan lainlain.
4. SUTR (Saluran Udara Tegangan Rendah) dan SKTR (Saluran Kabel Tegangan Rendah), terdiri dari: sama dengan
perlengkapan/material pada SUTM dan SKTM yang membedakan hanya dimensinya
Peralatan Utama Pada Gardu Induk Peralatan pendukung proses produksi diantaranya, yaitu:
1. Trafo daya/tenaga,
9. Sumber DC GI (battery),
D. Metode Penelitian
D.1. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh hasil yang bersifat objektif, maka digunakan beberapa metode.
Adapun metode yang digunakan tersebut adalah: 1. Data Primer Data primer merupakan suatu data yang diperoleh secara
langsung dari sumbernya yaitu PT. PLN (Persero) P3B JB APP Salatiga Basecamp Yogyakarta Gardu Induk 150 kV Bantul.
Untuk mendapatkan data primer ini, penulis menggunakan metode:
a. Metode Interview Dalam metode ini kegiatan yang dilakukan yaitu dengan cara mengumpulkan datadata yang
diperlukan dengan cara melalui konsultasi maupun tanya jawab dengan pihakpihak yang terkait.
b. Metode Observasi Dalam metode ini yaitu dengan cara terjun langsung mengamati dilapangan baik teknis ataupun
secara non-teknis tentang perlatan-peralatan yang dipakai dalam proses proteksi internal maupun eksterna dari trafo
tenaga
c. Metode Partisipasi Metode pengumpulan data dan informasi yang melibatkan praktikan secara langsung dalam
aktivitas..tertentu.
2. Data Sekunder Data sekunder merupakan suatu data yang diperoleh tidak secara langsung, melainkan dengan cara:
a. Studi/Riset Perpustakaan Metode ini yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan melalui referensi dari
berbagai macam buku dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada, apabila mungkin dapat dilakukan di
perpustakaan PT. PLN (Persero) P3B JB APP Salatiga Basecamp Yogyakarta Gardu Induk 150 kV Bantul.
b. Riset Internet Metode ini digunakan juga oleh penulis dalam pengumpulan data dan penyusunan laporan, karena
internet merupakan sumber informasi yang lengkap, selain itu internet juga dapat diakses dimana saja dan kapan saja.
c. Simulasi Simulasi dilakukan dengan perangkat lunak ETAP versi 12.6.0. ETAP merupakan salah satu perangkat lunak
aplikasi yang digunakan untuk menyimulasikan sistem tenaga listrik
implementasi studi kasus yang dikerjakan berbasis manajemen, yakni: Planning, Organising, Actuating, dan Controlling
(POAC): E.1. Planning (Perencanaan) Perencanaan dalam studi kasus ini berkenaan dengan perencanaan proteksi internal
(internal protection) dan proteksi eksternal (external protection) dengan berdasar pada panduan teknis yang berlaku di
PLN. Perencanaan yang matang terkait dengan proteksi dalam sistem tenaga listrik, dalam hal ini ialah proteksi internal dan
proteksi internal trafo tenaga
Gambar E.5.2. Laporan Hasil Simulasi Load Flow (Aliran Daya) di Semua Bus
Interpretasi hasil simulasi dari dari gambar E.5.1. dan E.5.2. adalah sebagai berikut: aliran
daya telah berjalan dengan baik, beban-beban (load/burdens) teraliri daya listrik, sehingga pada
laporan aliran daya bus 1, bus 2, dan bus 4 beroperasi secara normal, sementara itu, pada bus 5
mengindikasikan bahwa bus yang diatur tegangan (mesin yang dikendalikan tegangan atau tipe ayun
terhubung ke sana). Interpretasi hasil simulasi pada bus 1: aliran daya yang mengalir sebesar 38,426
MW dan 27,264 Mvar, dengan arus yang mengalir sebesar 181,3 A, serta faktor daya bernilai 81,6%,
dan seterusnya.
Disisi lain, berikut merupakan hasil simulasi starting motor di PT. PLN (Persero) P3B JB APP
Salatiga Basecamp Yogyakarta Gardu Induk 150 kV Bantul yang telah berjalan dengan baik:
Rele proteksi trafo internal dan eksternal yang terbaik yakni rele diferensial dan rele OCR
bekerja dengan baik, sehingga saat ada gangguan, rele dapat mengatasi gangguan yang ada
dengan secepat dan setepat mungkin, secara persentase berhasil 100%, sehingga dapat
menekan angka lama waktu padam transformer outage duration (TROD) trafo, serta menekan
angka jumlah terjadi padam transformer outage frequency (TROF) trafo. Dalam kaitannya
dengan breaking capacity (melebihi kapasitas) yakni Icu (kapasitas pemutusan tertinggi/rated
breaking capacity) (dalam kA) adalah nilai maksimum arus hubung pendek yang dapat
diterima pemutus sirkit, tanpa mengalami kerusakan. Nilainya diuji dengan standard urutan
uji coba. Karakteristik ini ditetapkan pada tegangan khusus Ue. Ics (kapasitas pemutusan
layanan pengenal/rated service short-circuit breaking capacity) (kA rms/root mean square)
diberikan pabrik pembuat dan dinyatakan dalam % terhadap Icu. Kinerja Ics penting, dalam
kaitannya dengan penggambaran kemampuan pemutus sirkit dalam operasi normal secara
total dalam membuka arus hubung pendek sebanyak 3x (O – CO – CO pada Ics), cara setting.
Semakin tinggi Ics, semakin efektif dan bagus kinerja pemutus sirkit. Kemudian, Icm
(kapasitas kemampuan hubung pendek pengenal/making current) (puncak kA) adalah nilai
maksimum arus hubung pendek asimetris untuk dialirkan pada pemutus sirkit. CB
Masterpact NW08H2 dengan Icu (rated breaking capacity) 100 kA, maka.nilai Icm sebesar
100 x 2,2 = 220 kA (PUIL, 2011).
Lebih lanjut, berikut merupakan cara setting rele proteksi, khususnya rele OCR untuk
konfigurasi inverse adalah sebagai berikut (Affandi, 2009):
1. Konfigurasi standard inverse (standar terbalik)
0,14
t= TMS
𝐼0,02−1
Nilai tersebut adalah nilai primer, Untuk mendapatkan nilai setelan sekunder yang
dapat disetkan pada rele OCR, maka harus dihitung dengan menggunakan ratio trafo
arus (CT) yang terpasang pada sisi primer maupun sisi sekunder trafo tenaga:
1
Iset (sek) = Iset (prim) x
𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝐶𝑇
Pada dasarnya penyetelan pengaman arus lebih dilakukan penyetelan atas besaran arus
dan waktu. Batasan dalam penyetelan arus yang harus diperhatikan adalah:
Batas penyetelan minimum arus kerja yang tidak boleh bekerja pada saat arus beban
maksimum:
Is =
𝐾𝑓𝑘 x Imax
𝐾𝑑
Batas penyetelan maksimum arus kerja yang harus bekerja pada saat arus gangguan
minimum: Is ≤ Ihs2ø
Secara umum constraint/batasan dalam penyetelan arus dapat dituliskan sebagai
Dimana:
Is = Nilai setting arus.
Imax = Arus beban maksimum yang diizinkan untuk alat yang diamankan pada umumnya
Gambar E.5.2. Laporan Hasil Simulasi Load Flow (Aliran Daya) di Semua Bus
Interpretasi hasil simulasi dari dari gambar E.5.1. dan E.5.2. adalah sebagai berikut: aliran
daya telah berjalan dengan baik, beban-beban (load/burdens) teraliri daya listrik, sehingga pada
laporan aliran daya bus 1, bus 2, dan bus 4 beroperasi secara normal, sementara itu, pada bus 5
mengindikasikan bahwa bus yang diatur tegangan (mesin yang dikendalikan tegangan atau tipe ayun
terhubung ke sana). Interpretasi hasil simulasi pada bus 1: aliran daya yang mengalir sebesar 38,426
MW dan 27,264 Mvar, dengan arus yang mengalir sebesar 181,3 A, serta faktor daya bernilai 81,6%,
dan seterusnya.
Disisi lain, berikut merupakan hasil simulasi starting motor di PT. PLN (Persero) P3B JB APP
Salatiga Basecamp Yogyakarta Gardu Induk 150 kV Bantul yang telah berjalan dengan baik:
Rele proteksi trafo internal dan eksternal yang terbaik yakni rele diferensial dan rele OCR
bekerja dengan baik, sehingga saat ada gangguan, rele dapat mengatasi gangguan yang ada
dengan secepat dan setepat mungkin, secara persentase berhasil 100%, sehingga dapat
menekan angka lama waktu padam transformer outage duration (TROD) trafo, serta menekan
angka jumlah terjadi padam transformer outage frequency (TROF) trafo. Dalam kaitannya
dengan breaking capacity (melebihi kapasitas) yakni Icu (kapasitas pemutusan tertinggi/rated
breaking capacity) (dalam kA) adalah nilai maksimum arus hubung pendek yang dapat
diterima pemutus sirkit, tanpa mengalami kerusakan. Nilainya diuji dengan standard urutan
uji coba. Karakteristik ini ditetapkan pada tegangan khusus Ue. Ics (kapasitas pemutusan
layanan pengenal/rated service short-circuit breaking capacity) (kA rms/root mean square)
diberikan pabrik pembuat dan dinyatakan dalam % terhadap Icu. Kinerja Ics penting, dalam
kaitannya dengan penggambaran kemampuan pemutus sirkit dalam operasi normal secara
total dalam membuka arus hubung pendek sebanyak 3x (O – CO – CO pada Ics), cara setting.
Semakin tinggi Ics, semakin efektif dan bagus kinerja pemutus sirkit. Kemudian, Icm
(kapasitas kemampuan hubung pendek pengenal/making current) (puncak kA) adalah nilai
maksimum arus hubung pendek asimetris untuk dialirkan pada pemutus sirkit. CB
Masterpact NW08H2 dengan Icu (rated breaking capacity) 100 kA, maka.nilai Icm sebesar
100 x 2,2 = 220 kA (PUIL, 2011).
Lebih lanjut, berikut merupakan cara setting rele proteksi, khususnya rele OCR untuk
konfigurasi inverse adalah sebagai berikut (Affandi, 2009):
5. Konfigurasi standard inverse (standar terbalik)
0,14
t= TMS
𝐼0,02−1
Nilai tersebut adalah nilai primer, Untuk mendapatkan nilai setelan sekunder yang
dapat disetkan pada rele OCR, maka harus dihitung dengan menggunakan ratio trafo
arus (CT) yang terpasang pada sisi primer maupun sisi sekunder trafo tenaga:
1
Iset (sek) = Iset (prim) x
𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝐶𝑇
Pada dasarnya penyetelan pengaman arus lebih dilakukan penyetelan atas besaran arus
dan waktu. Batasan dalam penyetelan arus yang harus diperhatikan adalah:
Batas penyetelan minimum arus kerja yang tidak boleh bekerja pada saat arus beban
maksimum:
Is =
𝐾𝑓𝑘 x Imax
𝐾𝑑
FAKULTAS TEKNIK
` UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Teknik Transmisi dan Distribusi
20501241032
4 X 50 Menit Tugas Studi Kasus
Batas penyetelan maksimum arus kerja yang harus bekerja pada saat arus
gangguan minimum: Is ≤ Ihs2ø
Secara umum constraint/batasan dalam penyetelan arus dapat
Dimana:
Is = Nilai setting arus.
kembali.
Imax = Arus beban maksimum yang diizinkan untuk alat yang diamankan