Anda di halaman 1dari 79

PENERAPAN INTERVENSI KEPERAWATAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF

PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DENGAN DIAGNOSA HAMBATAN


MOBILITAS FISIK DI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN

KARYA ILMIAH AKHIR PROFESI

OLEH :

RAHMIDA

NPM : 2014901110072

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS


KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS
BANJARMASIN

2022
PENERAPAN INTERVENSI KEPERAWATAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF
PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DENGAN DIAGNOSA HAMBATAN
MOBILITAS FISIK DI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan


Pada Program Studi Profesi Ners

OLEH :

Rahmida
NPM.2014901110072

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
BANJARMASIN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Ilmiah Akhir Profesi Ners ini berjudul Penerapan Intervensi Keperawatan Range Of
Motion (ROM) Pasif Pada Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Diagnosa Hambatan
Mobilitas Fisik di Rumah Sakit Islam Banjarmasin, yang dibuat oleh Rahmida NIM
2014901110072, telah mendapatkan persetujuan dari para pembimbing untuk diujikan pada
Ujian Sidang Karya Ilmiah Akhir Profesi Ners Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan
Universistas Muhammadiyah Banjarmasin.
Banjarmasin , Desember 2022

Pembimbing 1 :

Linda, Ns., M.Kep


NIK.01 10111984 063 006 011

Pembimbing 2 :

Solikin, Ns.,M.Kep.Sp.,Kep.MB
NIK.01 29071979 018 003 002

Mengetahui
Ketua Program Studi Profesi Ners

Evy Noorhasanah, S.Kep.,Ns, M.Imun


NIK. 01 02051983 030 008 005
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama Mahasiswa : Rahmida
NPM : 2014901110072
Prodi : Profesi Ners
Judul KIAP : Penerapan Intervensi keperawatan Range Of Motion
(ROM) pada Pasien Stroke Non Hemoragik dengan
Diagnosa Hambatan Mobilitas Fisik di Rumah Sakit Islam
Banjarmasin.

Menyatakan dengan sesungguhnya karya ilmiah akhir program profesi ners ini
merupakan hasil karya cipta sendiri dan bukan plagiat, begitu pula hal yang terkait
didalamnya baik mengenai isinya, sumber yang dikutip/dirujuk, maupun teknik di
dalam pembuatan dan penyusunan karya ilmiah program profesi ners ini.

Pernyataan ini akan saya pertanggung jawabkan sepenuhnya, apabila di kemudian


hari terbukti bahwa karya tulis ilmiah ini bukan hasil karya cipta saya atau plagiat
atau jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
berdasarkan Undang-undang yang berlaku.

Dibuat di : Banjarmasin

Pada tanggal : Desember 2022

Saya yang menyatakan,

Rahmida
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah SWT, atas segala limpahan kasih sayang-Nya.
Shalawat serta salam mudah-mudahan senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW. Alhamdulillahirobbil’alamin Puji Syukur kehadirat Allah SWT,
atas anugerah dan petunjuk yang diberikan. Karena izin Allah penulis dapat
menyusun Karya Ilmiah Akhir Profesi Ners ini dengan judul “Penerapan Intervensi
Keperawatan Range Of Motion (ROM) Pasif pada Pasien Stroke Non Hemoragik
dengan Diagnosa Hambatan Mobilitas Fisik di Rumah Sakit Islam Banjarmasin”.

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir Program Profesi Ners ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun agar pelaksanaan penelitian ini nantinya
menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku Dekan Fakultas Keperawatan
dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin beserta para
Wakil Dekan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengenyam pendidikan di Program Studi Profesi Ners.
2. Ibu Evy Noorhasanah, Ns.,M.Imun selaku Kepala Program Studi Profesi Ners
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang telah memfasilitasi jalannya
karya ilmiah akhir profesi ners ini.
3. Ibu Linda, Ns., M.Kep selaku pembimbing utama sekaligus penguji 1, yang
telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan masukan sehingga penulis
dapat melaksanakan seminar karya ilmiah akhir profesi ners ini.
4. Bapak Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku pembimbing 2 sekaligus
penguji 2 yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan sehingga
penulis dapat melaksanakan seminar karya ilmiah akhir profesi ners ini.
5. Karyawan Rumah Sakit Islam Banjarmasin khususnya ruang Al-Biruni,
terimakasih atas izin, dukungan dan bantuan yang diberikan dalam pencarian
data di karya ilmiah akhir profesi ners ini
6. Responden dan keluarga yang telah bersedia memberikan informasi dan
meluangkan waktu untuk terlibat dalam karya ilmiah akhir profesi ners ini
7. Civitas akademika dan teman-teman Program Profesi Ners Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin, yang selalu berbagi pengetahuan dan motivasi.
8. Orang tua yang selalu memberi dukungan serta do’a yang tidak pernah putus
sehingga saya mampu menyelesaikan karya ilmiah akhir profesi ners
9. Suami dan anak saya yang selalu memberikan semangat sehingga mampu
menyelesaikan karya ilmiah akhir profesi ini dengan baik
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah akhir
profesi ners ini, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Banjarmasin, Desember 2022


Penulis,

Rahmida
PENERAPAN INTERVENSI KEPERAWATAN RANGE OF MOTION
(ROM) PASIF PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK
DENGAN DIAGNOSA HAMBATAN MOBILITAS FISIK
DI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN

KARYA ILMIAH AKHIR PROFESI NERS

Oleh
Rahmida, S.Kep
NPM : 2014901110072

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022
PENERAPAN INTERVENSI KEPERAWATAN RANGE OF MOTION
(ROM) PASIF PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK
DENGAN DIAGNOSA HAMBATAN MOBILITAS FISIK
DI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan


Pada Program Studi Profesi Ners

Oleh:
Rahmida
NPM : 2014901110072

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB 1 ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
1.4 Penelitian terkait ............................................................................ 5
BAB 2 ..................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7
2.1 Konsep Dasar Stroke...................................................................... 7
2.2 Konsep Kekuatan Otot ................................................................. 13
2.3 Konsep Range Of Motion (ROM) ............................................... 16
BAB 3 ................................................................................................................... 37
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 37
3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 37
3.2 Fokus Studi .................................................................................. 37
3.3 Definisi Operasional .................................................................... 37
3.4 Subjek Studi Kasus KIAP ............................................................ 38
3.5 Tempat dan Waktu Pelasanaan Studi Kasus ................................ 38
3.6 Instrumen Studi Kasus ................................................................. 38
3.7 Teknik Pengumpulan Data........................................................... 38
3.8 Langkah Pengumpulan Data ........................................................ 39
3.9 Etika Penelitian ............................................................................ 40
BAB 4 ................................................................................................................... 43
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 43
4.1 Hasil studi kasus ........................... Error! Bookmark not defined.
4.2 Pembahasan ................................................................................. 60
BAB 5 .................................................................... Error! Bookmark not defined.
KESIMPULAN DAN SARAN .............................. Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan ................................... Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran ............................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan masalah yang universal sebagai salah satu pembunuh di dunia, sedangkan
di negara maju maupun berkembang seperti di Indonesia, stroke memiliki angka kecacatan
dan kematian yang cukup tinggi. Angka kejadian stroke di dunia di perkirakan 200 per
100.000 penduduk dalam setahun. Stroke dapat menyerang otak secara mendadak dan
berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh iskemik maupun
hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai oksigen ke otak terganggu dan
dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
Penyakit stroke biasanya disertai dengan adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
yang ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami penurunan kesadaran (Ayu R D, 2018).

Stroke dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik (non hemoragik) dan stroke
hemoragik. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda, salah satu stroke
adalah stroke iskemik (non hemoragik) yang terjadi akibat adanya penyumbatan pada
pembuluh darah ke otak. Sumbatan ini disebabkan karena adanya penebalan dinding
pembuluh darah yang disebut dengan Antheroscherosis dan tersumbatnya darah dalam otak
oleh emboli yaitu bekuan darah yang berasal dari Thrombus di jantung. Stroke non
hemoragik mengakibatkan beberapa masalah yang muncul, seperti gangguan menelan, nyeri
akut, ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang apabila tidak ditangani maka, akan
meningkatkan tekanan intrakranial dan menyebabkan kematian (Nur’aeni Y R, 2017).

World Health Organization (WHO) tahun 2017 menyatakan bahwa, sebanyak 20,5 juta jiwa
di dunia 85% mengalami stroke iskemik dari jumlah stroke yang ada. Penyakit hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Berdasarkan prevalensi stroke Indonesia
10,9 permil setiap tahunnya terjadi 567.000 penduduk yang terkena stroke, dan sekitar 25%
atau 320.000 orang meninggal dan sisanya mengalami kecacatan. Secara nasional,
prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur

1
2

≥15 tahun sebesar 10,9% atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang. Provinsi Kalimantan
Timur (14,7%). Yogyakarta (14,6%) merupakan provinsi dengan pravalensi tertinggi stroke
di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Imelda Derang (2020) Pengaruh Range Of Motion Aktif-
Assisitif : Latihan Fungsional Tangan Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke
Non Hemoragic di RSUP Haji Adam Malik Medan. Hasil analisis data terhadap kekuatan
otot setelah intervensi(post-test) terhadap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan
menggunakan uji statistic Mann whitney Test didapatkan nilai p= 0,001. Nilai signifikansi
(p) kurang dari α(≤0,05) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok
perlakuan Range Of Motion Aktif-Asisitif Latihan Fungsional Tangan terhadap peningkatan
kekuatan otot dibandingkan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan intervensi tersebut
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis (Ha) diterima yaitu Range Of Motion Aktif-
Asistif Latihan Fungsional Tangan berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot.

Gejala stroke biasanya muncul secara tiba-tiba dengan adanya kehilangan kekuatan pada
salah satu sisi tubuh, perubahan kesadaran , bicara tidak jelas (pelo), gangguan pada
penglihatan, sulit berjalan, sakit kepala, dan hilangnya keseimbangan (Sholihany Fithriyah
et al. 2021). Penderita stroke akan mengalami kehilangan fungsi motorik dan sensorik yang
mengakibatkan hemiparesis, hemiplegia, serta ataksia. Akibat adanya gangguan motorik
pada otak, maka otot akan di istirahatkan sehingga menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot
menyebabkan kekakuan otot, sehingga otot yang kaku tersebut dapat mengalami
keterbatasan gerak pada pasien stroke (Kusuma and Sara 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Dian Andriani dkk (2022) Pengaruh Range Of motion
(ROM) Terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke. hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa latihan ROM dapat mempengaruhi peningkatan kekuatan otot pada
pasien stroke. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai signifikan kekuatan otot
sebelum dan sesudah ROM adalah 0,000. Hal ini membuktikan bahwa ROM berpengaruh
terhadap peningkatan kekuatan otot.
3

Seseorang yang mengalami stroke non hemoragik maupun hemoragik perlu menjalani
proses rehabilitasi yang dapat mengembalikan fungsi motoriknya sehingga pasien tidak
mengalami defisit kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, kemandirian pasien
akan meningkat, tingkat ketergantungan pasien pada keluarga akan berkurang sehingga akan
meningkatkan pula harga diri dan mekanisme koping pasien. Berbagai metode telah
dikembangkan untuk penanganan pada pasien stroke seperti electrotherapy, hydrotherapy,
exercise theraphy, range of motion dalam rangka meningkatkan proses pemulihan
(Wahdaniah, 2019).

Dalam penelitian Anita (2018) mengatakan bahwa pasien Stroke seharusnya di lakukan
mobilisasi sedini mungkin. Salah satu mobilisasi dini yang dapat segera dilakukan adalah
pemberian latihan Range of Motion yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
pasien pasca Stroke. Menurut Peneliti Range of motion (ROM) jika dilakukan sedini
mungkin dan dilakukan dengan benar dan secara terus menerus akan memberikan dampak
yang baik pada kekuatan otot responden. Latihan Range Of Motion dilakukan dengan tujuan
untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian,
merangsang sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk. Jaringan otot yang memendek
akan memanjang secara perlahan apabila dilakukan latihan range of motion dan jaringan otot
akan mulai beradaptasi untuk mengembalikan panjang otot kembali normal (Murtaqib dalam
Muchtar 2019)

Pengumpulan data awal yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Banjarmasin Stroke
hemoragik menduduki peringkat ke 5 dari 10 penyakit terbanyak di rumah sakit Islam
Banjarmasin, Kemudian pada tahun 2022 jumlah keseluruhan pasien stroke di Rumah Sakit
Islam Banjarmasin terhitung dari tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 30 juni 2022 ada
50 orang yang terdiagnosa stroke. Masalah keperawatan yang sering terjadi pada pasien
stroke adalah hambatan mobilitas fisik, (muttaqin, 2008). Salah satu masalah keperawatan
yang perlu penanganan lebih lanjut yaitu hambatan mobilitas fisik, karena pasien stroke akan
merasa kehilangan kekuatan pada salah satu anggota gerak. Pada penderita stroke atau
lumpuh separuh badan, biasanya penderita akan mengalami kesulitan dalam melakukan
4

aktifitas karena keterbatasan ruang gerak. Tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat
kepada pasien stroke dengan hambatan mobilitas fisik diantaranya adalah dengan latihan
range of motion (ROM) tindakan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya kekakuan
pada otot, memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga maupun pasien tentang tujuan
peningkatan mobilitas fisik.

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum untuk mendokumentasikan hasil Asuhan Keperawatan Pada Tn. S
dengan Fokus Penerapan intervensi Terapi Latihan Aktivitas ROM (Range of
Motion) pasif untuk meningkatkan dan mempertahankan fleksibelitas dan kekuatan
otot pada pasien stroke non hemoragik.

1.2.2 Tujuan Khusus


Secara khusus tujuan dari penulisan adalah:
1.2.2.1 Menggambarkan Pengkajian asuhan keperawatan medical bedah pada
penderita stroke non hemoragik dengan kelemahan ekstremitas bagian kiri
dengan diagnose hambatan mobilitas fisik
2.2.2.1 Menggambarkan Diagnosa keperawatan medical bedah pada pasien
penderita stroke non hemoragik dengan kelemahan ekstremitas bagian kiri
dengan diagnose hambatan mobilitas fisik
1.2.2.2 Menggambarkan Rencana keperawatan medical bedah pada pasien
penderita stroke non hemoragik dengan kelemahan ekstremitas bagian kiri
dengan diagnose hambatan mobilitas fisik
1.2.2.3 Menggambarkan implementasi Penerapan Terapi Latihan Aktivitas ROM
(Range of Motion) Pasif sebagai upaya untuk meningkatkan dan
mempertahankan fleksibelitas dan kekuatan otot pada pasien penderita
stroke non hemoragik dengan kelemahan ekstremitas bagian kiri dengan
diagnose hambatan mobilitas fisik
1.2.2.4 Menggambarkan pelaksanaan evaluasi intervensi Penerapan Terapi Latihan
Aktivitas ROM (Range of Motion) pasif pada pasien penderita stroke non
5

hemoragik dengan kelemahan ekstremitas bagian kiri dengan diagnose


hambatan mobilitas fisik
2.2.2.4 Melakukan dokumentasi pada pasien stroke non hemoragik dengan
kelemahan ekstremitas bagian kiri dengan diagnose hambatan mobilitas
fisik

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Bagi Institusi
Sebagai sumber data yang baru dan memberikan perkembangan ilmu pengetahuan
dan penelitian kesehatan tentang intervensi latihan Range of Motion (ROM) pasif
pada pasien stoke non hemoragik dengan kelemahan ekstremitas.
1.3.2 Bagi tempat penelitian
Memberikan ilmu baru serta informasi tentang Latihan Range Of Motion (ROM)
pasif pada pasien stroke non hemoragik dengan dengan kelemahan ekstremitas
1.3.3 Bagi peneliti selanjutnya
Memberikan informasi serta referensi tentang Latihan Range Of Motion (ROM)
pasif pada pasien stroke non hemoragik dengan kelemahan ekstremitas
1.4 Penelitian terkait
1.4.1 Dalam Nanda Masriani Daulay (2021) Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM)
Pasif Terhadap Kekuatan Otot dan Rentang Gerak Sendi Ekstremitas Pada Pasien
Pasca Stroke.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan kelompok
umur mayoritas berada pada kategori umur lansia akhir (56-65 tahun) sebanyak 7
orang (41,2 %).Di Indonesia usia pasien stroke umumnya berkisar pada usia lebuh
dari 45 tahun.(Dinata & Safritai, 2013). Hasil Riskesdas (2013), penyakit terbanyak
pada lanjut usia adalah penyakit tidak menular diantaranya adalah stroke. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang (52,9 %). Jenis kelamin
merupakan pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yaitu laki-
laki dan perempuan (Sudarma, 2008). Watila dkk. (2010), menyatakan bahwa
kejadian stroke terjadi pada laki-laki dikarenakan pada laki-laki terdapat hormon
6

testosteron, dimana hormon ini dapat meningkatkan kadar LDL, apabila kadar LDL
tinggi maka dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang merupakan faktor
resiko terjadinya penyakit degeneratif seperti stroke. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada pengaruh dilakukannya latihan ROM pasif terhadap kekuatan otot pada
pasien pasca stroke dengan nilai p-value 0,001 (p < 0,05) pada ekstremitas atas dan p-
value 0,001 (p < 0,05) pada ekstremitas bawah.

1.4.2 Anisa Eka Kurnia Sari (2021) Penerapan Range Of Motion (ROM) Pasif Untuk
Meningkatkan Kekuatan Otot Pasien Pasca Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Kec. Metro Utara Pasien stroke yang mengalami hemiparase (kelemahan)
pada satu sisi anggota tubuh disebabkan oleh karena penurunan tonus otot. Penerapan
ini adalah untuk meningkatkan kekuatan otot pada Tn. S dengan stroke di Wilayah
kerja Puskesmas Purwosari Kec. Metro Utara tahun 2020. Rancangan karya tulis
ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case study). Subyek yang digunakan yaitu
pasien pasca Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kec. Metro Utara tahun
2020. Analisa data dilakukan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penerapan
menunjukkan bahwa setelah dilakukan penerapan range of motion selama 7 hari,
terjadi peningkatan kekuatan otot pada Tn. S.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Stroke


2.1.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat
terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa
tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak
yang seharusnya mendapat asupan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Kekurangan asupan oksigen ke otak dapat memunculkan kematian sel saraf pada
saraf Neuron. Gangguan fungsi otak ini akan mengakibatkan stroke (Badrid,2020)
Sedangkan menurut (Hariyanti et al., 2020) stroke atau sering disebut CVA
(Cerebro-Vascular Accident) merupakan penyakit/gangguan fungsi saraf yang
terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah dalam
otak.

Stroke merupakan kerusakan organ target pada otak yang diakibatkan oleh
hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki
system yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka Panjang (Nia Permatasari,2020)

Jadi stroke adalah gangguan fungsi saraf pada otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda klinis yang berkembang secara cepat yang disebabkan oleh
terganggunya aliran darah dalam otak.

7
8

2.1.2 Klasifikasi Stroke


Menurut (Yueniwati, 2016) klasifikasi stroke diantaranya yaitu stroke Hemoragik
dan stroke non Hemoragik.
2.1.2.1 Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan jenis stroke yang paling mematikan yang
merupakan sebagian kecil dari keseluruhanstroke yaitu sebesar 10-15% untuk
perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subarachnoid.
Stroke hemoragik dapat terjadiapabila lesi vascular intraserebrum mengalami
rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung
ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan
perdarahan subarachnoid adalah aneurisma sakular dan malformasi
arteriovenal.
2.1.2.2 Stroke iskemik (stroke non hemoragik)
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
Stroke iskemik secara umum diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh
darah serebral, baik yang besar maupun yang kecil. Pada stroke iskemik
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan
dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung
aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam
pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah
arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar
otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir
di dalam darah kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Sekitar 80% kasus
stroke adalah stroke iskemik Stroke iskemik terjadi ketika arteri ke otak
menyempit atau terhambat, menyebabkan aliran darah sangat berkurang
(iskemia). Stroke iskemik dapat dibedakan menjadi dua (Menurut Haryono,
2019) yaitu sebagai berikut:
a. Stroke trombotik
9

Stroke trombotik terjadi ketika gumpalan darah (trombus) terbentuk


di salah satu arteri yang memasok darah ke otak. Gumpalan tersebut
disebabkan oleh deposit lemak (plak) yang menumpuk di arteri dan
menyebabkan aliran darah berkurang (aterosklerosis) atau kondisi
arteri lainnya.

b. Stroke embolik.
Stroke embolik terjadi ketika gumpalan darah atau debris lainnya
menyebar dari otak dan tersapu melalui aliran darah. Jenis gumpalan
darah ini disebut embolus. Stroke embolik berkembang setelah oklusi
arteri oleh embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber umum
embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah infark
miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri
karotis komunis atau aorta (Haryono, 2019).

Sedangkan pada kasus ini akan lebih membahas masalah stroke


iskemik (stroke non hemoragik) terkait dengan kondisi pasien yang
didapat. Stroke non hemoragik merupakan sindroma klinis sebagai
akibat dari gangguan vaskuler menurut. Stroke non-hemoragik adalah
jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah
otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau stroke iskemik ini
merupakan jenisstroke yang paling sering terjadi. Diperkirakan sekitar
lebih dari 80% kasus stroke di seluruh dunia disebabkan oleh stroke
non- hemoragik (Sylvia A, 2016).

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat


emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesimpulan, stroke non
10

hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat berhentinya suplai darah


ke otak baik oleh emboli atau trombosis serebral yang menyebabkan
terjadinya iskemia dan kehilangan fungsi otak (Arif Muttaqin, 2019).

2.1.3 Etiologi stroke Non Hemoragik


Menurut Smeltzer (2008) penyebab stroke non hemoragik yaitu:
2.1.3.1 Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran
darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2.1.3.2 Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
2.1.3.3 Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.

2.1.4 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Stroke iskemik atau stroke penyumbatan disebabkan oleh oklusi cepat dan
mendadak pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Jaringan
otak yang kekurangan oksigen selama lebih dari 60 sampai 90 detik akan menurun
fungsinya. Trombus atau penyumbatan seperti aterosklerosis menyebabkan
11

iskemia pada jaringan otak dan membuat kerusakan jaringan neuron sekitarnya
akibat proses hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli yang terbentuk di daerah
sirkulasi lain dalam sistem peredaran darah yang biasa terjadi di dalam jantung atau
sebagai komplikasi dari fibrilasi atrium yang terlepas dan masuk ke sirkulasi darah
otak, dapat pula mengganggu sistem sirkulasi otak (Haryono, 2019).

Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat daerah otak terbagi menjadi dua
daerah keparahan derajat otak,yaitu daerah inti dan daerah penumbra. Daerah inti
adalah daerah atau bagian otak yang memiliki aliran darah kurang dari 10cc/100g
jaringan otak tiap menit. Daerah ini berisiko menjadi nekrosis dalam hitungan
menit. Lalu daerah penumbra adalah daerah otak yang aliran darahnya terganggu
tetapi masih lebih baik daripada daerah inti karena daerah ini masih mendapat
suplai perfusi dari pembuluh darah lainnya. Daerah penumbra memiliki aliran
darah 10-25cc/100g jaringan otak tiap menit. Daerah penumbra memiliki prognosis
lebih baik dibandingkan dengan daerah inti.

Defisit neurologis dari stroke iskemik tidak hanya bergantung pada luas daerah
inti dan penumbra, tetapi juga pada kemampuan sumbatan menyebabkan
kekakuan pembuluh darah atau vasospasme. Kerusakan jaringan otak akibat oklusi
atau tersumbatnya aliran darah adalah suatu proses biomolekular yang bersifat
cepat dan progresif pada tingkat selular, proses ini disebut dengan kaskade iskemia
(ischemic cascade). Setelah aliran darah terganggu, jaringan menjadi kekurangan
oksigen dan glukosa yang menjadi sumber utama energi untuk menjalankan proses
potensi membran. Kekurangan energi ini membuat daerah yang kekurangan
oksigen dan gula darah tersebut menjalankan metabolisme anaerob ( Haryono,
2019).

Metabolisme anaerob ini merangsang pelepasan senyawa glutamat. Glutamat


bekerja pada reseptor di sel- sel saraf, menghasilkan influks natrium dan kalsium.
Influks natrium membuat jumlah cairan intraseluler meningkat dan pada akhirnya
menyebabkan edema pada jaringan. Influks kalsium merangsang pelepasan enzim
12

protolisis (protese, lipase, nuklease) yang memecah protein, lemak dan struktur sel.
Influks kalsium juga dapat menyebabkan kegagalan mitokondria, suatu organel
membran yang berfungsi mengatur metabolisme sel. Kegagalan-kegagalan tersebut
yang membuat sel otak pada akhirnya mati atau nekrosis (Haryono, 2019).

2.1.5 Manifestasi Klinis Stroke Non Hemoragik


2.1.5.1 Kesulitan berbicara dan kebingungan. Pasien mengalami kesulitan untuk
mengucapkan kata-kata dan/atau mengalami kesulitan memahami ucapan.
2.1.5.2 Kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki. Penderita stroke bisa
mengalami mati rasa tiba- tiba, kelemahan atau kelumpuhan di wajah, lengan
atau kaki. Hal ini sering terjadi di satu sisi tubuh.
2.1.5.3 Kesulitan melihat dalam satu atau kedua mata. Penderitastroke akan mengalami
gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau hitam di satu atau kedua
mata.
2.1.5.4 Sakit kepala yang tiba-tiba dan parah,yang mungkin disertai dengan muntah,
pusing, atau perubahan kesadaran, mungkin menunjukkan seseorang
mengalami stroke
2.1.5.5 Kesulitan berjalan Penderita stroke mungkin tersandung atau mengalami pusing
mendadak, kehilangan keseimbangan, atau kehilangan koordinasi (Haryono,
2019).

2.1.6 Komplikasi Stroke Non Hemoragik


2.1.6.1 Berhubungan dengan immobilisasi disebabkan infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2.1.6.2 Berhubungan dengan paralisis disebabkan nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
2.1.6.3 Berhubungan dengan kerusakan otak disebabkan epilepsi dan sakit kepala.
2.1.6.4 Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal
(Firdayanti, 2014)
13

2.1.7 Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik


2.1.7.1 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2.1.7.2 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2.1.7.3 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
2.1.7.4 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
2.1.7.5 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK dengan meninggikan kepala
15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan (Rio Nurdiansyah.
2013)

2.2 Konsep Kekuatan Otot


2.1.1 Pengertian kekuatan otot
Kekuatan otot merupakan kemampuan otot untuk menghasilkan tegangan dan
tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis statis atau kemampuan
maksimal otot untuk berkontraksi (Trisnowiyanto, B 2012).
Kekuatan otot merupakan kemampuan otot untuk bergerak dan menggunakan
kekuatannya dalam rentang waktu yang cukup lama. Kekuatan memiliki usaha
maksimal, usaha maksimal ini dilakukan oleh otot untuk mengatasi waktu tahanan
(Atmajo, 2008)
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kekuatan Otot
Faktor fisiologis yang memengaruhi kekuatan otot diantaranya yaitu
(Trisnowiyanto, B 2012) :
2.1.2.1 Usia
Usia memiliki hubungan korelasi negatif sehingga semakin tua usia baik pria
maupun wanita, kekuatan otot akan semakin menurun.
2.1.2.2 Jenis Kelamin
Perbedaan kekuatan otot pada pria dan wanita (rata-rata kekuatan otot wanita
14

2/3 dari pria) disebabkan karena ada perbedaan otot dalam tubuh.
2.1.2.3 Suhu Otot
Kontraksi otot akan lebih kuat dan lebih cepat bila suhu otot sedikit lebih tinggi
darpada suhu normal.
2.1.2.4 Makanan
Seperti pada pola makan sehat, aturlah asupan makanan dengan konsumsi
bahan-bahan makanan yang memiliki kandungan protein tinggi. Bukan berarti
rendah karbohidrat harus menahan lapar, karena selain membantu
memperlancar metabolisme tubuh, makanan yang mengandung protein tinggi
dan rendah karbohidrat juga bisa memberi rasa kenyang yang cukup lama
sehingga dapat memengaruhi kekuatan otot.
2.1.2.5 Tingkat Aktivitas Sehari-hari
Tingkat aktivitas yang dilakukan dapat mempengaruhi kekuatan otot.
Seseorang yang memiliki aktivitas tinggi cenderung memiliki kekuatan otot
yang lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang aktivitasnya rendah.

2.1.3 Mekanisme Umum Kontraksi Kekuatan Otot


Bila sebuah otot berkontaksi, timbul suatu kerja dan energi yang diperlukan.
Sejumlah besar adenosine trifosfat (ATP) dipecah membentuk adenosine difosfat
(ADP) selama proses kontraksi. Semakin besar jumlah kerja yang dilakukan oleh
otot, semakin besar jumlah ATP yang dipecahkan, yang disebut efek fenn.Sumber
energi sebenarnya yang digunakan untuk kontraksi otot adalah ATP yang
merupakan suatu rantai penghubung yang esensial antara fungsi penggunaan energi
dan fungsi penghasil energi di tubuh. Proses gerak diawali dengan adanya
rangsangan proses gerak ini, dapat terjadi apabila potensial aksi mencapai nilai
ambang, tahapantahapan timbul dan berakhirnya kontraksi otot yaitu:
2.1.3.1 Suatu potensial aksi berjalan disepanjang saraf motorik sampi ke ujungnya pada
serabut otot.
2.1.3.2 Disetiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter, yaitu asetilkolin
dalam jumlah yang sedikit.
2.1.3.3 Asetilkolin bekerja pada membran serabut otot untuk membuka banyak kanal
15

bergerbang astilkolin melalui molekul-molekul protein yang terapung pada


membran.
2.1.3.4 Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin, memungkinkan sejumlah besar ion
natrium berdifusi kebagian dalam membrane serabut otot. Peristiwa ini akan
menimbulkan suatu potensial aksi membran.
2.1.3.5 Potensial aksi akan berjalan disepanjang membrane serabut otot dengan cara
yang sama seperti potensial aksi berjalan disepanjang membran serabut saraf.
2.1.3.6 Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membranotot, dan banyak aliran
listrik potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan
sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan didalam retikulum.
2.1.3.7 Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filament aktin dan
miosin, yang menyebabkan kedua filament tersebut bergeser satu sama lain,
dan menghasilkan proses kontraksi.
2.1.3.8 Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompakembali ke dalam retikulum
sarkoplasma oleh pompa membrane Ca++, dan ion-ion ini tetap di simpan
dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi, pengeluaran
ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti (Suminar
D.I, 2018).

2.1.4 Pengukuran Kekuatan Otot


Perubahan struktur otot sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan serabut totot,
atrofi, pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang
lain, peningkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung dan lain-lain
mengakibatkan efek negatif. Efek tersebut adalah penurunan kekuatan, penurun
fleksibilitas, perlambatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional
(Pudjiastuti & Utomo, 2008 dalam Suminar D.I 2018). Menurut Nursalam, 2011
dalam Suminar D.I 2018 Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang
umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain
mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan
yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi
perburukan pada penderita.
16

2.1.4.1 Penilaian kekuatan otot tersebut meliputi :


Nilai 0 : paralisis, tidak ada kontrasi otot sama sekali,
Nilai 1 : tidak ada gerakan ekstremitas sama sekali, terlihat/teraba getaran
kontraksi otot
Nilai 2 : Dapat menggerakkan ekstremitas, tidak kuat menahan berat, tidak
dapat melawan tekanan pemeriksa
Nilai 3 : Dapat menggerakkan ekstremitas, dapat menahan berat, tidak dapat
melawan tekanan
Nilai 4 : Dapat menggerakkan sendi untuk menahan berat, dapat melawan
tahanan ringan dari pemeriksa
Nilai 5 : kekuatan otot normal.
Penilaian kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan ROM Pasif Meliputi
(Nursalam,2013) :
0 = Tidak normal
1 = Buruk
2 = Sedikit buruk
3 = Sedang
4 = Baik
5 = Normal

2.3 Konsep Range Of Motion (ROM)


2.3.1 Definisi Range Of Motion (ROM)
Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan untuk menggerakkan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus
otot. ROM adalah kemampuan maksimal seseorang dalam melakukan gerakan.
Merupakan ruang gerak atau batas-batas gerakan dari kontraksi otot dalam
melakukan gerakan, apakah otot memendek secara penuh atau tidak, atau
memanjang secara penuh atau tidak (Potter & Perry, 2010 dalam Suminar D.I
2018).
Range Of Motion adalah gerkan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
17

sendi yang bersangkutan. Latihan ROM ialah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki kemampuan menggerakan persendian secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan masa dan tonus otot sehingga dapat
mencegah kelainan bentuk, kekuatan dan kontraktur (Nurhidayah, et al. 2014).
Range Of Motion (ROM) adalah latihan rentang gerak yang memungkinkan
terjadinya kontraksi atau pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik pasif maupun aktif. Latihan ini
dilakukan untuk meningkatkan kesempurnaan anggota gerak dan untuk
meningkatkan kekuatan otot. (Derang, 2020) Terdapat dua jenis latihan ROM yaitu
ROM aktif dan ROM pasif. ROM aktif adalah latihan gerak isotonik (terjadi
kontraksi dan pergerakan otot) yang dilakukan klien dengan menggerakan masing
masing persendiannya sesuai dengan rentang geraknya yaitu normal, sedangkan
ROM pasif adalah pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkan
persendian klien sesuai dengan rentang geraknya. (Nababan & Giawa, 2019)

2.3.2 Tujuan ROM Pasif


2.3.2.1 Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
2.3.2.2 Memelihara mobilitas persendian
2.3.2.3 Mencegah kelainan bentuk
2.3.2.4 Merangsang sirkulasi darah (Suratun,2008).

2.3.3 Manfaat ROM Pasif


Menentukan nillai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan,
memperbaiki tonus otot, mencegah terjadinya kekuatan sendi dan untuk
memperlancar darah.
Menurut Nurhidayah, et al (2014) menyatakan bahwa manfaat ROM adalah :
2.3.3.1 Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam
2.3.3.2 Melakukan pergerakan
2.3.3.3 Mengkaji tulang, sendi dan otot
2.3.3.4 Mencegah terjadinya kekakuan sendi
2.3.3.5 Memperlancar sirkulasi darah
18

2.3.3.6 Memperbaiki tonus otot


2.3.3.7 Meningkatkan mobilisasi sendi
2.3.3.8 Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

2.3.4 Prinsip Dasar ROM Pasif


Prinsip dasar latihan range of motion (ROM) menurut Suratun, Heryati, Manurung,
& Raenah (2018) yaitu:
2.3.4.1 ROM harus di ulangi sekitar 8 kali dan di kerjakan minimal 2 kali sehari.
2.3.4.2 ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehinga tidak melelahkan pasien.
2.3.4.3 Dalam merencanakan program latihan range of motion (ROM) memperhatikan
umur pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring.
2.3.4.4 ROM sering di programkan oleh dokter dan di kerjakan oleh ahli fisioterapi.
2.3.4.5 Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari, lengan,
siku, bahu, tumit, atau pergelangan kaki.
2.3.4.6 Rom dapat dilakukan pada semua persendian yang dicurigai mengurangi
proses penyakit.
2.3.4.7 Melakukan ROM hrus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah dilakukan.

2.3.5 Hal yang perlu di perhatikan sebelum dan sesudah ROM


Lingkungan dan klien perlu diperhatikan sebelum melakukan mobilisasi. Latihan
yang di lakukan harus sesuai dengan kemampuan klien dan harus memperhatikan
kesungguhan serta tingkat konsentrasi klien dalam melakukan latihan (Lukman,
2009 Suminar D.I 2018).
2.3.5.1 Pergerakan bahu
Fleksi/Ekstensi
1) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
2) Angkat lengan pasien pada posisi awal.
3) Lakukan gerakan mendekati tubuh.
4) Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya: rentang gerak
19

bahu dan kekakuan.


Abduksi dan Adduksi
1) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
2) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat (ke
arah samping).
3) Kembalikan ke posisi semula.
4) Catat perubahan yang terjadi. Misal: rentang gerak bahu, adanya
kekakuan, dan adanya nyeri.
2.3.5.2 Rotasi Bahu
Atur posisi lengan pasien menjauhi dari tubuh (ke samping) dengan siku
menekuk letakkan satu tangan perawat di lengan atas dekat siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
Lakukan rotasi bahu dengan lengan ke bawah sampai menyentuh tempat tidur.
Kembalikan lengan ke posisi awal.
Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke atas. Kembalikan ke posisi awal. Catat perubahan yang
terjadi. Misal, rentang gerak bahu, adanya kekakuan, dan adanya nyeri.
Fleksi dan Ekstensi
1) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan telapak
mengarah ke tubuh pasien.
2) Letakkan tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya
3) Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke bahu.
4) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
5) Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang
gerak pada siku, kekakuan sendi, dan adanya nyeri.

2.3.5.3 Lengan bawah


Pronasi dan Supinasi
1) Atur posisi lengan pasien dengan siku menekuk/lurus.
20

2) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan tangan pasien dan


pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
3) Putar lengan bawah pasien ke arah kanan atau kiri.
4) Kembalikan ke posisi awal sebelum dilakukan pronasi dan supinasi.
5) Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misal, rentang
gerak lengan bawah dan kekakuan.
2.3.5.4 Pergelangan tangan
Fleksi dan Ekstensi
1) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku
menekuk.
2) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien.
3) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
4) Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang
gerak pergelangan dan kekakuan sendi.
2.3.5.5 Jari-jari
Fleksi dan Ekstensi
1) Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan lain
memegang pergelangan.
2) Bengkokkan (tekuk/fleksikan) jari-jari ke bawah.
3) Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke belakang
(hiperekstensikan)
4) Gerakkan kesamping kiri kanan (Abduksi adduksikan) Kembalikan ke
posisi awal.
5) Catat perubahan yang terjadi misal, rentang gerak, dan adanya kekakuan
sendi.
2.3.5.6 Paha
Rotasi
1) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas lutut pasien.
2) Putar kaki ke arah pasien.
21

3) Putar kaki ke arah pelaksana.


4) Kembalikan ke posisi semula.
5) Observasi perubahan yang terjadi.
Abduksi dan Adduksi

1) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit.
2) Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur dan pertahankan
posisi tetap lurus. Gerakan kaki menjauhi badan pasien atau ke samping
ke arah perawat.
3) Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
4) Kembalikan ke posisi semula.
2.3.5.7 Lutut
Fleksi dan Ekstensi
1) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.
2) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
3) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin dan
semampu pasien.
4) Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki ke atas.
5) Kembalikan ke posisi semula.
6) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
7) Observasi perubahan yang terjadi. Missal, rentang gerak dan adanya
kekakuan sendi.
2.3.5.8 Pergelangan kaki
Fleksi dan Ekstensi
1) Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain
di atas pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
2) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke
bagian atas tubuh pasien.
3) Kembalikan ke posisi awal.
4) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki
22

diarahkan ke bawah.
5) Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak dan kekakuan.
Infersi dan Efersi

1) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita


(pelaksana) dan pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan
satunya.
2) Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap
ke kaki lainnya.
3) Kembalikan ke posisi semula.
4) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain.
5) Kembalikan ke posisi awal
6) Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak, dan adanya
kekakuan sendi.
2.3.5.9 Jari-jari
Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
1) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan
lain memegang kaki.
2) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
3) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
4) Gerakan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5) Kembalikan ke posisi awal.
6) Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak, dan adanya
kekakuan sendi.
7) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
8) Catat perubahan yang terjadi. Misal: rentang gerak, dan adanya
kekakuan sendi.

2.3.6 Gerakan Range Of Motion (ROM)


2.3.6.1 Gerakan ROM bisa di lakukan pada leher, ekstermitas atas, dan ektermitas
bawah. Latihan rentang gerak pada leher, meliputi gerakan fleksi, ekstensi,
23

rotasi lateral, dan fleksi lateral. MenurutLukman (2019) rentang gerak (ROM)
standar untuk ekstermitas atas dan ekstermitas bawah. Jadi, untuk mengatasi
terjadinya perubahan system musculoskeletal seperti turunnya kekuatan otot
dan terjadinya kontraktur sendi serta osteoporosis pada penderita stroke non
hemoragik dengan kelemahan (Lukman, 2019).
2.3.6.2 Tahap Kerja Range Of Motion (ROM) pasif
TINDAKAN
No

1 PRA INTERAKSI
a. Verifikasi Order
b. Siapkan Lingkungan : Jaga Privasi B/P
c. Persiapan Pasien

2 PERSIAPAN ALAT
a. Handuk Kecil
b. Lotion/Baby Oil
c. Minyak penghangat bila perlu (missal : minyak telon)
d. Sarung tangan

3 ORIENTASI
a. Beri salam (Assalamualaikum, identifikasi pasien minimal 2 identitas : meminta pasien
menyebutkan Nama / TTL / RMK)
b. Kontrak waktu prosedur
c. Jelaskan tujuan prosedur
d. Memberi klien kesempatan untuk bertanya
e. Meminta persetujuan klien / keluarga
f. Mendekatkan alat kepasien

4 TAHAP KERJA
a. Baca Bismillah
b. Perawat mencuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih
c. Atur ketinggian tempat tidur pasien.
d. Atur pasien ke posisi supinasi.
e. Lakukan gerakan berikut berturut-turut sebanyak tiga kali.

f. Gerakan bahu
Fleksi
24

TINDAKAN
No

Ekstensi

Abduksi

Adduksi
25

TINDAKAN
No

Rotasi Internal

Rotasi Ekternal

Sirkumduksi
26

TINDAKAN
No

g. Gerakan siku
Fleksi

Ekstensi
27

TINDAKAN
No

Supinasi

Pronasi

h. Pergelangan tangan
Fleksi
28

TINDAKAN
No

Ekstensi

Abduksi (Deviasi Radialis)

Adduksi (Deviasi Ulnaris)


29

TINDAKAN
No

i. Jari tangan
Fleksi

Ekstensi

Abduksi
30

TINDAKAN
No

Adduksi

Oposisi

j. Gerakan pinggul
31

TINDAKAN
No

Abduksi

Adduksi

Rotasi Internal

Rotasi Ekternal
32

TINDAKAN
No

Sirkumduksi

k. Gerakan lutut
Fleksi

Ekstensi
33

TINDAKAN
No

l. Pergelangan kaki
Dorsal Fleksi

Plantar Fleksi

m. Telapak kaki
Inversi
34

TINDAKAN
No

Eversi

n. Jari kaki
Fleksi
35

TINDAKAN
No

Ektensi

Abduksi
36

TINDAKAN
No

Adduksi

o. Setelah melatih pergerakan, kaji denyut nadi dan ketahanan tubuh pasien.
p. Catat terhadap perubahan kondisi pasien (pergerakan abnormal, kekakuan, atau
kontraktur sendi).
q. Memberitahukan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai
r. Merapikan pasien
s. Melepas sarung tangan
t. Melakukan cuci tangan 6 langkah
u. Catat tindakan yang dilakukan

5 TAHAP TERMINASI
a. Evaluasi Respon Klien (Subjektif & Objektif)
b. Simpulkan Kegiatan
c. Penkes Singkat
d. Kontrak Waktu selanjutnya
e. Mengucapkan Hamdalah dan mendoakan kesembuhan klien dengan mengucapkan
Syafakillah

6 DOKUMENTASI
Nama klien, jenis tindakan, hari, tanggal, jam pelaksanaan tindakan, nama dan tanda tangan
perawat pelaksana
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Karya ilmiah akhir ini dibuat dengan menggunakan desain berupa studi kasus dengan kasus
tunggal. Metode studi kasus bersifat mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik
kesimpulan data. Studi Kasus adalah penelitian terinci tentang seorang individu atau suatu
unit sosial selama kurun waktu tertentu, atau penelitian terhadap fenomena dalam konteks
kehidupan nyata (Sumantri, 2015).Studi kasus merupakan penelitian yang merupakan
analisis dari berbagai sudut pandang (multi-perspectival analysis).

3.2 Fokus Studi


Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Fokus
studi yang digunakan dalam KIAP adalah :
3.2.1 Asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik dengan diagnose
hambatan mobilitas fisik
3.2.2 Intervensi Keperawatan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke non
hemoragik dengan diagnose hambatan mobilitas fisik

3.3 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah definisi yang berdasarkan karakteristik yang diamati (diukur)
itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek
atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2013)
3.3.1 Asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik dengan diagnose
hambatan mobilitas fisik adalah proses asuhan keperawatan yang dilakukan mulai
dari pengkajian sampai evaluasi dan dokumentasi
3.3.2 Range Of Motion merupakan pergerakan persendian sesuai dengan gerakan yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan semua otot baik secara pasif
maupun aktif (Winstein et al, 2016)

37
38

3.4 Subjek Studi Kasus KIAP


Pasien dengan Penderita Stroke Non Hemoragik dengan diagnose hambatan mobilitas fisik
di ruang bangsal rumah sakit Islam Banjarmasin berjumlah 1 orang dengan kriteria subjek:
3.4.1 Pasien bersedia menjadi subjek dari penelitian
3.4.2 Pasien bekerja sama pada saat melakuakn Latihan range of motion (ROM)
3.4.3 Istri pasien mengijinkan pasien menjadi subjek penelitian

3.5 Tempat dan Waktu Pelasanaan Studi Kasus


3.5.1 Tempat pengambilan studi kasus
Pengambilan kasus dalam tugas akhir ini dilakukan pada pasien Stroke Non
Hemoragik dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik di ruang Al-
Biruni RS Islam Banjarmasin.
3.5.2 Waktu pelaksanaan studi kasus
Waktu studi kasus dimulai pada tanggal 23 Sampai 25 Juni 2022, yang dimulai
dari kegiatan penyusunan pendahuluan, tinjauan pustaka, dan metodologi studi
kasus. Selain itu dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data, pengolahan dan
pembahasan hasil hingga laporan lengkap studi kasus.

3.6 Instrumen Studi Kasus


3.6.1 Instrumen wawancara dan observasi
Instrumen yang digunakan pada studi kasus ini adalah panduan berupa format
pengkajian asuhan keperawatan pada pasien yang terdiri dari pengkajian dan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan program pengobatan (format
terlampir)
3.6.2 Instrumen penerapan intervensi metode relaksasi benson
Penerapan intervensi Latihan Range Of Motion (ROM) dibuat dalam bentuk
Standar Operasional Prosedur dengan menggunakan Evidence Based Nursing
Practice (format terlampir)

3.7 Teknik Pengumpulan Data


3.7.1 Wawancara
Wawancara atau anamnesa dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan
yang telah disusun dalam pedoman wawancara (format pengkajian sesuai
39

peminatan) kepada pasien, keluarga ataupun tenaga medis yang terlibat dalam
perawatan pasien kelolaan. Komponen instrumen pengumpulan data berupa
identitas pasien, riwayat kesehatan, kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual, dan
data subjektif. Wawancara ini dilakukan pada pasien, keluarga terdekat, dan
petugas yang terlibat dalam perawatan pasien.
3.7.2 Observasi
Observasi merupakan pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara
langsung maupun tidak langsung yang meliputi pemeriksaan fisik: keadaan umum,
kulit, kepala dan leher, penglihatan dan mata, penciuman dan hidung, pendengaran
dan telinga, mulut dan mata, dada pernafasan sirkulasi, abdomen, genetalia,
ekstrimitas atas dan bawah yang berkaitan dengan penyakit Stroke non hemoragik
dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik untuk diterapkan intervensi
Latihan Range Of Motion (ROM) pada pasien.
3.7.3 Studi dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data kualitatif
dengan melihat dan menganalisis tentang intervensi latihan Range Of Motion
(ROM) pada pasien Stroke non hemoragi dengan Hambatan Mobilitas Fisik di
Ruang Al-Biruni RS Islam Banjarmasin.

3.8 Langkah Pengumpulan Data


3.8.1 Menjelaskan maksud, tujuan, dan waktu studi kasus pada kepala ruang dan
preseptor klinik di tempat penelitian dan meminta persetujuan untuk melibatkan
subjek dalam studi kasus
3.8.2 Meminta kepala ruang atau preseptor klinik untuk menandatangani lembar
informed consent sebagai bukti persetujuan penelitian mewakili subjek.
3.8.3 Mengidentifikasi atau mendiskusikan dengan subjek tentang latihan Range Of
Motion (ROM) pada pasien stroke non hemoragik dengan masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik
3.8.4 Menyepakati tentang intervensi yang akan dilakukan
3.8.5 Melakukan pengkajian awal pada pasien stroke non hemoragik dengan masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik.
40

3.8.6 Melakukan latihan Range Of Motion (ROM) kepada pasien selama 20 menit sesuai
SOP.
3.8.7 Setelah 20 menit pemberian Latihan Range Of Motion (ROM) relaksasi benson
kepada pasien dilakukan pengkajian ulang untuk pengukuran skala kekuatan otot
dan kriteria lainnya dihari pertama.
3.8.8 Dilanjutkan pengkajian/pengukuran skala kekuatan otot dan kriteria lainnya pada
hari kedua dan seterusnya dengan Latihan Range Of Motion (ROM) kepada pasien
selama 20 menit.
3.8.9 Melakukan pengolahan data dan menyajikan hasil pengolahan data dalam bentuk
narasi dan tabel.

3.9 Etika Penelitian


Dalam KEMENKES (2021) etika studi kasus pada studi kasus ini diantara penelitian dan
subjek studi kasus masing-masing mempunyai hak yang harus diakui dan dihargai oleh
masing-masing pihak. Pertimbangan etik dalam studi kasus ini dilaksanakan dengan
memenuhi prinsip etik yang terdiri dari :
3.9.1 Prinsip menghormati harkat martabat manusia (respect for persons)
Prinsip ini merupakan bentuk penghormatan terhadap harkat martabat manusia
sebagai pribadi (personal) yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih
dan sekaligus bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri.
Secara mendasar, prinsip ini bertujuan untuk menghormati otonomi, yang
mempersyaratkan bahwa manusia mampu
memahami pilihan pribadinya untuk mengambil keputusan mandiri (self-
determination). Di samping itu, dia juga melindungi manusia yang otonominya
terganggu atau kurang, mempersyaratkan bahwa manusia yang mempunyai
ketergantungan (dependent) atau rentan (vulnerable) perlu diberi pelindungan
terhadap kerugian atau penyalahgunaan (harm and abuse).
3.9.2 Prinsip berbuat baik (beneficience) dan tidak merugikan (nonmaleficience)
Prinsip etik berbuat baik menyangkut kewajiban membantu orang lain dilakukan
dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian minimal. Subjek
manusia diikutsertakan dalam penelitian kesehatan dimaksudkan untuk membantu
41

tercapainya tujuan penelitian kesehatan yang tepat untuk diaplikasikan kepada


manusia.
Prinsip etik berbuat baik menyaratkan hal sebagai berikut.
3.9.2.1 Risiko penelitian harus wajar (reasonable) jika dibandingkan dengan
manfaat yang diharapkan;
3.9.2.2 Desain penelitian harus memenuhi persyaratan ilmiah (scientifically
sound).
3.9.2.3 Para peneliti mampu melaksanakan penelitian dan sekaligus mampu
menjaga kesejahteraan subjek penelitian.
3.9.2.4 Prinsip do no harm (non maleficent - tidak merugikan) yang menentang
segala tindakan dengan sengaja merugikan subjek penelitian.
Prinsip tidak merugikan adalah jika tidak dapat melakukan hal yang bermanfaat,
sebaiknya jangan merugikan orang lain. Prinsip tidak merugikan bertujuan agar
subjek penelitian tidak diperlakukan sebagai sarana dan memberikan pelindungan
terhadap tindakan penyalahgunaan.
3.9.3 Prinsip keadilan (justice)
Prinsip etik keadilan mengacu pada kewajiban etik untuk memperlakukan setiap
orang (sebagai pribadi otonom) sama dengan moral yang benar dan layak dalam
memperoleh haknya. Prinsip etik keadilan terutama menyangkut keadilan yang
merata (distributive justice) yang mensyaratkan pembagian seimbang (equitable)
dalam hal beban dan manfaat yang diperoleh subjek dari keikutsertaan dalam
penelitian. Ini dilakukan dengan memperhatikan distribusi usia dan gender, status
ekonomi, budaya, dan pertimbangan etnik. Perbedaan dalam distribusi beban dan
manfaat hanya dapat dibenarkan jika didasarkan pada perbedaan yang relevan
secara moral antara orang-orang yang diikutsertakan. Salah satu perbedaan
perlakuan tersebut adalah kerentanan (vulnerability). Kerentanan adalah
ketidakmampuan untuk melindungi kepentingan diri sendiri dan kesulitan
memberi persetujuan, kurangnya kemampuan menentukan pilihan untuk
memperoleh pelayanan, atau keperluan lain yang mahal, atau karena tergolong
muda atau berkedudukan rendah pada hierarki kelompoknya. Berkaitan dengan
42

itu, diperlukan ketentuan khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan subjek
yang rentan.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Lahan Praktik


4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Islam Banjarmasin
Musyawarah Wilayah Pimpinan Muhammadiyah Kalimantan Selatan ke 25 yang
diadakan di Nagara Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang berlangsung pada tanggal
15 – 17 April 1968 merupakan tonggak sejarah Rumah Sakit Islam Banjarmasin
ditancapkan guna mengembangkan amal usaha persyarikatan.

Rumah Sakit Islam Banjarmasin awalnya merupakan sebuah klinik bersalin yang
bernama “Klinik Bersalin Siti Khadijah”. Berdasarkan Akta Notaris Bachtiar tanggal
1 Maret 1972 Nomor: 1/1972 bahwa Rumah Sakit Islam Banjarmasin berada di
bawah Yayasan Rumah Sakit Islam Banjarmasin dan pada tanggal 19 Agusutus 1972
diberi nama Rumah Sakit Islam Banjarmasin. Tahun 2005 Yayasan Rumah Sakit
Islam Banjarmasin berakhir, dan langsung di bawah Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Kalimantan Selatan.
Rumah Sakit Islam Banjarmasin terakhir mendapat izin dari Dinas Kesehatan Kota
Banjarmasin tertanggal 22 Januari 2018 nomor: 503/524/SIOT/RSUS-I/I-
18/DISKES tentang Izin Operasional Tetap Rumah Sakit Umum Swasta Kepala
Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin.

Pada tanggal 04 Januari 2018 Rumah Sakit Islam Banjarmasin telah bekerjasama dan
melakukan pelayanan terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan dengan 4 (empat)
pelayanan dasar yaitu Penyakit Dalam, Bedah Umum, Kandungan dan Kebidanan,
dan Anak.

43
44

4.1.2 Kondisi Rumah Sakit Islam Banjarmasin


Rumah Sakit Islam Banjarmasin merupakan rumah sakit umum swasta tipe C dengan
status kepemilikan oleh Muhammadiyah. Rumah Sakit Islam Banjarmasin berlokasi
di Jl. Letjen S. Parman, Gang Purnama No.88, Pasar Lama, Kec. Banjarmasin
Tengah, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Rumah Sakit Islam
Banjarmasin telah terakreditasi tingkat “Perdana” oleh Komisi Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) tertanggal 20 April 2017 dengan sertifikat akreditasi nomor: KARS-
SERT/384/IV/2017.
4.1.3 Jenis layanan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
4.1.3.1 Pelayanan rawat jalan
Pelayanan rawat jalan terdiri dari dari Poli Umum dan Spesialis sebagai
berikut :Umum, Gigi, Gizi, Spesialis lainnya (Spesialis Anak, Spesialis Paru,
Spesialis THT, Spesialis Kebidanan dan Kandungan, Spesialis Urologi,
Spesilais Syaraf, Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Kulit & Kelamin,
Spesialis Bedah Umum, Spesialis Fisik dan Rehabilitasi), Poliklinik Spesialis
Pelayanan BPJS (Spesialis Anak, Spesialis Kebidanan dan Kandungan,
Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah Umum).
4.1.3.2 Pelayanan rawat inap
Jenis pelayanan rawat inap yang ada meliputi : dokter spesialis bedah, dokter
spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan
dan kandungan, dokter spesialis radiologi, dokter spesialis anastesi, dokter
spesialis patologi klinik, dokter spesialis jiwa, dokter spesialis mata, dokter
spesialis THT, dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter spesialis kardiologi,
dokter spesialis paru, dokter spesialis saraf dan bedah saraf, dokter spesialis
bedah ortopedi, dokter spesialis urologi, dokter spesialis rehabilitasi medic,
dan dokter spesialis patologi anatomi.
Jumlah tempat tidur (TT) : 104
TT Klasifikasi kamar pasien sebagai berikut :
a. Ruang Al-Farabi : 1) Kelas 1 : 10 TT
b. Ruang Al-Biruni :
45

1) Kelas I : 8 TT
2) Kelas II : 8 TT
3) Kelas III : 12 TT
c. Ruang Al Razi
1) Khusus untuk perawatan pasien COVID : 12 TT
2) Ruang ICU-ICCU Al Gazali : 8 TT
d. Ruang Al Haitam
1) Kelas 2 : 6 TT
2) Kelas 3 : 6 TT
e. Ruang Perinatologi : 15 TT
f. Ruang Al-Farabi : 18 TT
4.1.3.3 Pelayanan medik
a. Instalasi gawat darurat
Instalasi gawat darurat dan kamar terima pasien yang dapat memberikan
pelayanan kegawat daruratan selama 24 jam penuh termasuk pasien-pasien
yang ingin opname dengan dokter jaga yang stand by dengan fasilitas :
EKG, Nebulizer, Defibrilator (DC shoch), ruangan indakan bedah,
observasi bedah dan resusitasi dan resusitasi.
b. Kamar bedak ( OK )
Dapat melayani pasien selama 24 jam yang akan melakukan operasi besar,
sedang dan kecil maupun pelayanan persalinan dan perawatan khusus
ruangan anak pasca melahirkan.
c. Kamar bersalin ( VK )
Kamar bersalin RSIB siap memberikan pelayanan 24 jam untuk membantu
proses persalinan yang ditangani oleh Tim dokter dan bidan yang
berpengalaman dan kompeten.
d. Medical check up ( MCU )
Dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan
maka RSIB menyediakan paket MCU yang disesuaikan dengan kebutuhan
pelanggan. MCU RSIB melayani pemeriksaan antara lain : pemeriksaan
46

dengan paket sederhana, paket standar, paket lengkap, paket paripurna,


paket haji dan paket pranikah.
e. Hemodialisa ( HD )
Hemodialisa memberikan pelayanan cuci darah bagi pasien rawat jalan
dan rawat inap selama 24 jam. Hemodialisa didukung dokter spesialis,
perawat yang kompeten serta peralatan yang canggih dengan jumlah TT 6
buah, pelayanan HD akan memberikan keamanan serta kenyamanan
terhadap pasien.
4.1.3.4 Pelayanan non medik
a. Bimbingan rohani ( BIMROH )
1) Bimroh pasien adalah kunjungan kepada pasien-pasien yang baru
masuk maupun pasien lama antara lain : bimbingan doa, doa
kesembuhan pasien, konsultasi agama, bimbingan pasien dalam
sakratul maut dan lainlain.
2) Bimroh karyawan : sholat zuhur berjamaah, pengajian/ceramah agama,
peringatan hari-hari besar islam, belajar membaca Al-Quran dengan
tajwid, pembacaan hadist setelah sholat zuhur.
b. Pelayanan jenazah/kamar mayat : memandikan mayat, mengkafani,
mensholatkan.
c. Ambulance : pelayanan antar jemput pasien selama 24 jam.
d. Masjid Abu Hanifah : sholat berjamaah, pengajian/ceramah agama, sholat
jumad.
e. Musholla Siti Chadijah : digunakan untuk sholat keluarga pasien dan
pengunjung RS.
f. Koperasi Siti Chadijah : took kebutuhan pasien dan keluarga, kantin
barokah.
g. ATM Bank Syariah Mandiri.
4.1.3.5 Pelayanan penunjang
a. Laboratorium
47

Dapat melakukan pemeriksaan darah secara lengkap selama 24 jam penuh,


baik pasien opname maupun rawat jaln.
b. Instalasi farmasi
Instalasi farmasi dibagi menjadi dua yaitu rawat jaalan dan rawat inap yang
melayani pasien opname, dan untuk rawat jalan buka pukul 08.00 sampai
malam selama buka praktik klinik.
c. Radiologi
Dapat melayani semua pemeriksaan radiologi dan USG (ultra sono grafi)
d. Gizi
Pelayanan makan pasien yang sesuai dengan petunjuk yang telah
ditentukan oleh dokter yang merawat yang disesuaikan dengan penyakit
pasien sebanyak 3 x sehari dan snack. Bagi pasien dan keluarga yang ingin
mengetahui kesehatan dengan pola makan yang tepat maka klinik gizi
menyediakan tempat konsultasu gizi.
e. Fisioterapi
Pelayanan perawatan media pasca operasi/opname dengan jam kerja pada
pukul 19:00 WITA sampai selesai.
4.1.3.6 Falsafah, Motto, Visi dan Misi Rumah Sakit Islam Banjarmasin
a. Falsafah :
Pelayanan kesehatan diselenggarakan berlandaskan etika, profesionalisme,
dan islami.
b. Motto :
C : Cepat dalam pelayanan I : Islami dalam pengabdian N : Nyaman bagi
pelanggan T : Tepat dalam tindakan A : Aman dan bermutu.
c. Visi :
Mewujudkan Rumah sakit islam banjarmasin sebagai rumah sakit yang
profesional bermutu dan menjadi pilihan serta kebanggan masyarakat.
d. Misi :
Rumah sakit islam banjarmasin didirikan untuk pelayanan kesehatan,
membantu pasien untuk memperoleh kesehatan dan juga sebagai media
dakwah islamiah.
48

e. Tujuan :
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tanpa membedakan
suku,agama, ras, aliran, serta membentuk mental spritual yang islami.
4.1.4 Ruang Al-Biruni
4.1.4.1 Karakteristik unit
a. Visi ruangan perawatan Al-Biruni
Menjadikan ruang Al-Biruni sebagai ruangan perawat yang aman dan
nyaman berlandasan pada pemberian asuhan keperawatan yang kholistik
(Bio, Psioko, Sosio, Spiritual, dan Kultural).
b. Misi ruangan perawatan Al-Biruni
1) Meningkatkan kebersihkan dan kerapiaan ruangan
2) Melindungi pasien, pengujung dan tenaga medis dari resiko infeksi
nosokomial (INOS), serta mencegah terjadinya penyakit/komplikasi
lebih lanjut kepada pasien dan keluarga
3) Memberikan asuhan keperawatan yang optimal dari tahap
preinteraksi, terminasi, dan komunikasi serta meningkatkan
komunikasi teraputik.
4) Berubah memberikan kenyamanan dan kepuasan pelayanan kepada
pasein dan keluarga.
4.1.4.2 Sifat kekaryaan ruang
a. Fokus telaah
Dalam bidang pelayanan fokus telaah ruang Al-Biruni tidak
memfokuskan pada kasus penyakit, dikarenakan ruang Al-Biruni
menangani seluruh jenis keluhan penyakit secara umum.
b. Lingkup garapan
Dalam bidang pelayanan lingkup garapan ruang keperawatan Al-Biruni
adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Berdasarkan fokus telaah,
maka lingkup garapan ruang Al-Biruni adalah memberikan pelayanan
secara terpadu dari berbagai multi disisplin ilmu secara aman, berkualitas
dan berkesinambungan dengan segala aktivitas untuk mengatasi
49

gangguan/hambatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan


meningkatkan kualitas hidup yang terjadi akibat masalah/gangguan
fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh yang dialami pasien.
Secara umum lingkup garapan ruang rawat inap Al-Biruni meliputi
penyakit dalam, bedah, gawat, anak dan kebidanan.
c. Basis intervensi
Basis intervensi ruang rawat Al-Biruni merupakan salah satu bagian dari
pelayanan umum bagi pasien dengan berbagai macam penyakit seperti:
Kandungan, TB Paru, DM, HT, CHF, Demam Tipoid, GEA, Dispepsia,
CKD, anemia dan lain-lain. Sehingga memerlukan penanganan yang baik
dan benar. Agar kualitas hidup pasien meningkat.

4.2 Hasil Pengkajian


Bab ini akan dipaparkan hasil pengkajian Tn.S dengan diagnosa Hambatan Mobilitas Fisik
meliputi pengkajian data fokus, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi hasil terkait penyelesaian masalah keperawatan.
4.2.1 Pengkajian
Tn. S laki laki berusia 63 tahun, beragama islam, dan bersuku bangsa banjar. Pendidikan
terakhir pasien adalah SMA, pasien adalah seorang wiraswasta, pasien tinggal bersama
istri dan 1 anaknya di JL. Pangeran NO.15 RT 011 RW 005. Status perkawinan menikah
dan menghasilkan 2 orang anak laki laki dan perempuan. Pengkajian di lakukan pada
tanggal 23 Juni 2022 dengan keluhan kepala terasa pusing nyeri dibagian kepala dan
tidak dapat menggerakkan ekstrimitas bagian kiri atas dan bawah. Saat ditanya penyakit
terdahulu pasien juga pernah terkena stroke pada 9 tahun yang lalu. Untuk riwayat
penyakit sekarang pasien ada memiliki riwayat penyakit hipertensi, pasien biasa nya
hanya berobat di klinik kesehatan atau di puskesmas, pasien tidak memiliki alergi obat
atau makanan. Pasien sempat di bawa kerumah sakit pada 9 tahun yang lalu dengan kasus
yang sama keluarga klien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus,
Pengkajian tinjauan sistem: keadaan umum pasien lemah. Tingkat kesadaran
composmentis dengan GCS : E4V5M5. Hasil TTV: TD 145/110mmHg, Nadi 63x/menit,
RR 22x/menit, Suhu: 36,5°C.
50

Pemeriksaan fisik didapatkan hasil BB: 70 kg. Untuk pemeriksaan sistem presepsi
sensori Tn.S tidak mengalami penurunan fungi pendengaran, perabaan Tn. S baik, Tn. S
tidak mengalami penurunan fungsi penglihatan. Berdasarkan hasil inspeksi, keadaan
mata tampak normal, penglihatan baik, tidak ada peradangan, sklera non ikterik, pupil
isokor. Konjungtiva tidak anemis. Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, bola
mata tampak bergerak ke kiri dan ke kanan. Mata pasien tampak terbuka dan tertutup
(berkedip). Alis simetris, bulu mata ada. Penglihatan pasien baik .

Hidung Tn.S lubang hidung tampak simetris, tidak terlihat cuping hidung saat bernapas
dan tidak terlihat menggunakan otot bantu napas, tidak terdapat sekret, darah dan polip
pada hidung, tidak terpasang NGT
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada benjolan dan tidak ada lesi. Tampak terihat
retraksi dinding dada.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Terdengar bunyi sonor saat diperkusi.
Auskultasi : Suara nafas veskuler.
RR : 22x/menit
Irama Pernafasan : normal reguler
Kedalaman Pernafasan : Normal
Fungsi penciuman baik. Tn.S respirasi 22x/ menit, tidak terlihat adanya alat bantu
pernapasan.
Pemeriksaan sistem kardiovaskuler tidak ada nyeri dada, kesadaran composmentism
GCS E4V5M5, bentuk dada Tn .S terlihat simetris, capillary refill time <2 detik, nadi:
63x/menit.
Inspeksi : Tidak terlihat iktus cordis
Palpasi :Taktil premitus teraba antara kiri dan kanan, iktus cordis teraba tapi tidak
kuat angkat
Perkusi : Terdengar redup saat diperkusi
Auskultasi : Suara jantung S1, S2 tunggal
51

Sirkulasi perfusi darah ke perifer normal, warna ujung jari normal, akral teraba hangat
warna kulit sedikit sawo matang perut tidak terlihat bengkak dan tidak terdapat benjolan
dan lesi terdengar peristaltik usus 10x/menit, tidak adanya nyeri tekan pada abdomen.
Suara abdomen terdengar tympani.

Pemeriksaan sistem saraf pusat, kesadaran composmentis, untuk orientasi waktu Tn.S
mampu membedakan waktu pagi dan malam hari, untuk orientasi orang Tn.S mampu
mengenali orang disekitarnya khususnya pada keluarganya. Berdasarkan hasil inspeksi,
kepala pasien tampak bersih, tidak ada ketombe, keadaan rambut tumbuh merata, bentuk
rambut panjang, warna rambut tampak putih berhuban. Keadaan kulit kepala baik, tidak
ada lesi dan pasien merasa pusing. Pasien tampak menggerakkan kepala ke kanan dan
kiri. Sedangkan berdasarkan hasil palpasi, bentuk kepala pasien normal dan tidak ada
benjolan.
Pemeriksaan gastrointestinal tidak ada keluhan hanya saja Tn.S Selama di RS pasien
mengatakan tidak begitu nafsu makan pada saat sakit makan hanya ½ porsi yang di
berikan di RS, klien makan 3 kali sehari dibantu oleh keluarga. Tidak ada keluhan pada
BAB dan BAKnya selama di RS 3-4 kali sehari dan untuk BAB nya 1 kali sehari.

Pemeriksaaan sistem muskulosekeletal Tn.S pasien mengeluhkan ada kelemahan pada


bagian ekstremitas kiri atas dan bawah. Berdasarkan hasil inspeksi, keadaan ekstremitas
atas normal tidak ada keterbatasan bagian gerak kanan sedangkan pada bagian
ekstremitas kiri ada keterbatasan gerak. Ekstremitas bawah kiri mengalami kelemahan,
tidak terdapat udem. Kemampuan melakukan mobilisasi pasien dalam keadaan lemah.

Skala kekuatan otot :


1111 5555
1111 5555
Keterangan :
• 0 = tidak ada kontraksi otot sama sekali
• 1 = terlihat/teraba getaran kontraksi otot tetapi tidak ada getaran sama
sekali
52

• 2 = dapat menggerakan anggota gerak dan mampu melawan


gravitasi
• 3 = dapat menggerakkan anggota gerak dan dapat melawan
gravitasi
• 4 = dapat menggerakkan sendi dengan aktif dan mampu melakukan
tahanan sedang
• 5 = dapat menggerakan sendi dengan gerakan penuh dan mampu
melawan gravitasi dengan tahanan penuh

Pemeriksaan sistem perkemihan tidak ada gangguan, tidak ada menggunakan alat bantu.
Tn.S Tidak ada keluhan pada BAB dan BAK nya selama di RS, Pasien berjenis kelamin
laki laki berumur 63 tahun, memiliki istri dan 2 orang anak. Tidak terpasang DC pada
area genitalia. Berdasarkan hasil inspeksi, keadaan mulut dan gigi bersih, mukosa bibir
kering, bibir simetris, gigi sudah tidak lengkap karena faktor usia. Pasien tidak
mengalami gangguan menelan.

Pengkajian kegiatan sehari-hari: Indeks Katz : Bathing L Tn. S dapat melakukan


seluruhnya dengan di bantu oleh keluarga. Dressing: Tn.S menaruh, mengambil,
memakai dan melepaskan pakaiannya dibantu keluarga. Toiletting: Tn.S berjalan ketoilet
dibantu keluarga untuk BAB dan BAK, memakai pakaian dalam, membersihkan kotoran
di bantu perawat. Transferring : Tn.S duduk di bad di bantu oleh keluarga. Continence :
Tn.S dapat mengontrol BAB/BAK dengan mandiri. Feeding : Ny. R mengambil
makanan dari piring atau yang lainnya dan memasukkan ke dalam mulut dengan dibantu
oleh keluarga. Indeks Katz B: mandiri untuk 10 aktivitas.

Pengkajian psikososial hubungan pasien dengan orang lain pasien sering duduk di depan
rumah sambil mengobrol dengan tetangga tetangga di sebelah rumah pasien dan keluarga
baik, selama ini klien tinggal bersama istri dan 1 anak laki – lakinya. Keluarga berharap
dan mendoakan kondisi pasien lekas pulih agar bisa lekas pulang ke rumah. Pasien
beragama islam, selama di RS klien bisa melakukan sholat 5 waktu dibantu oleh
53

keluarga.

4.2.2 Diagnosis keperawatan


No Data Etiologi Problem
1. DS : Keluarga Tn.S mengatakan bagian Penurunan kekuatan Hambatan mobilitas
badan sebelah kiri atas dan bawah otot fisik
mengalami kelemahan, pasien sulit
bergerak.
DO : pasien tampak lemah, pasien
tampak tidak bisa menggerakkan
anggota tubuh sebelah kiri pada
ekstremitas atas dan bawah
Skala otot :
Kiri kanan
1111 5555
1111 5555
TTV :
TD = 145/110 Mmhg
Nadi = 63x/menit
RR= 22x/menit
S = 36,5°C
Spo2 = 98%
2. DS : pasien mengatakan pusing, nyeri Agen Cedera Nyeri Akut
diarea kepala hingga belakang Biologis
DO : pasien tampak gelisah, pasien
tampak menunjukkan area yang nyeri.
P : nyeri pada area kepala hingga
belakang
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : dibagian kepala menjalar hingga
belakang
54

S : skala 4 (sedang)
T : tidak menentu
TTV :
TD = 145/110 mmhg
N = 63x/menit
RR = 22x/menit
S = 36,5°C
Spo2 = 98%

Prioritas Diagnosis
4.2.2.1 Hambatan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot
4.2.2.2 Nyeri akut b.d agens cidera biologis

4.2.3 Rencana Keperawatan


4.2.3.1 Hambatan Mobilitas Fisik
a. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x pertemuan
diharapkan terjadi peningkatan fleksibelitas dan skala kekuatan otot pada Tn.S
dan hambatan mobilitas dapat teratasi.
b. Kriteria Hasil:
1. Pasien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah

c. Intervensi
1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
latihan
2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
55

4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Activity Daily Living secara


mandiri sesuai kemampuan (Room Pasif)
5. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
Activity Daily Living pasien.

4.2.3.2 Perencanaan keperawatan nyeri akut


a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 60 menit pertemuan
diharapkan nyeri pada kepala Tn.S hilang.
b. Kriteria Hasil:
1. Nyeri berkurang atau teratasi.
2. Pasien dapat menggunakan tindakan pencegahan nyeri.
3. Pasien melaporkan nyeri yang terkontrol.
4.Melakukan teknik relaksasi efektif.
5.Pasien dapat menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgetik.
6.Tidak ada distress nyeri

c. Intervensi :
1. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya ( skala 0 – 10 ), karakteristik
(misal; berat, berdenyut, konstan), lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk, atau meredakan.
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, seperti; ekspresi wajah,
posisi tubuh, gelisah, menangis / meringis, menarik diri, diaforesis,
perubahan frekuensi jantung / pernafasan, tekanan darah.
3. Pantau tanda-tanda vital klien.
4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan dzikir.

4.2.4 Intervensi keperawatan unggulan


intervensi keperawatan unggulan yang dilakukan berdasarkan hasil pengkajian kepada Tn. S adalah
dengan cara pemberian terapi latihan Range of Motion (ROM) pasif. Penulis menetapkan
intervensi unggulan keperawatan berupa pemberian terapi latihan Range of Motion (ROM) pasif
untuk meningkatan fleksibelitas dan kekuatan otot pada Tn.S yang mengalami stroke non
56

hemoragik dengan kelemahan pada ekstremitas kirinya. Intervensi keperawatan unggulan


diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan pengetahuan bagi pasien maupun keluarga yang
merawatnya dengan bertujuan untuk mengatasi terjadinya kontraktur, kelainan bentuk serta
kekakuan pada sendi, sehingga klien dapat mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot klien
saat beraktivitas agar meningkatkan kemampuan otot pada pasien.

4.2.4.1 Diagnosa Keperawatan : Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Penurunan


Kekuatan Otot
4.2.4.2 Tujuan : Setelah dilakukan terapi latihan Range Of Motion (ROM) Pasif selama 15-20
menit diharapkan fleksibilitas dan kekutan otot meningkat.

4.2.5 Implementasi
4.2.5.1 Implementasi Hambatan Mobilitas Fisik
Implementasi dilakukan pada hari kamis, 23 Juni 2022 pukul 09.30 WITA
pada Tn.S dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot.
Implementasi yang dilakukan
a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
latihan ROM.
Hasil : TD: 120/90 mmhg N: 63 x/m R: 22 x/m
S: 36,5 ̊C, SpO2: 98%
b. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Hasil : Pasien hanya mampu melakukan kegiatan di atas tempat tidur
c. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Hasil : Pasien untuk duduk masih di bantu oleh keluarga
d. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Activity Daily Living secara mandiri
sesuai kemampuan (Rom Pasif)
Hasil : Pasien merasa nyaman setelah dilakukan ROM Pasif, keluarga belum
memahami teknik ROM
e. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan Activity
Daily Living pasien.
57

Hasil : Pasien makan di bantu oleh keluarga

4.2.6 Evaluasi
4.2.6.1 Evaluasi I : kamis, 23 Juni 2022 pukul 10.30 WITA
a. Data Subjektif
Pasien hanya mampu melakukan kegiatan di atas tempat tidur. Keluarga
memahami teknik ROM.
b. Data Objektif
Activity Daily Living dibantu oleh keluarga, keadaan umun pasien masih lemah.
Pasien merasa nyaman setelah dilakukan ROM Pasif Kekuatan otot masih
lemah, dan untuk ekstremitas kiri atas dan bawah juga masih merasa lemah.
TTV : TD : 120/80mmhg, N:73x/m, R:18x/m, S:36 ̊C, SpO2: 98%
Skala otot :

1111 5555
1111 5555

c. Analisa
Masalah hambatan mobilitas fisik belum bisa tercapai.
d. Planning
Lanjutkan intervensi :
1) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
2) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
4) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Activity Daily Living
secara mandiri sesuai kemampuan (Rom Pasif)
5) Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan Activity Daily Living pasien.

4.2.6.2 Evaluasi II : Jum’at, 24 Juni 2022 pukul 14 WITA


58

a. Data Subjektif
Pasien hanya mampu melakukan kegiatan di atas tempat tidur. Keluarga
memahami teknik ROM
b. Data Objektif
Activity Daily Living dibantu oleh keluarga, Keadaan umun pasien lemah pasien
merasa nyaman setelah dilakukan ROM Pasif Kekuatan otot masih lemah, dan
untuk ekstremitas kiri atas dan bawah juga masih merasa lemah.
TTV : TD: 120/88mmhg, N:75x/m, R:18x/m, S:36 ̊C, SpO2: 98%
Skala otot :

1111 5555
1111 5555

c. Analisa
Masalah hambatan mobilitas fisik belum bisa tercapai.
d. Planning
Lanjutkan intervensi :
1) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
2) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
4) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Activity Daily Living
secara mandiri sesuai kemampuan (Rom Pasif)
5) Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan Activity Daily Living pasien.

4.2.6.3 Evaluasi III : Sabtu pukul 09.00 WITA


a. Data Subjektif
Pasien hanya mampu melakukan kegiatan di atas tempat tidur. Keluarga
59

memahami teknik ROM


b. Data Objektif
Activity Daily Living dibantu oleh keluarga, Keadaan umun pasien lemah pasien
merasa nyaman setelah dilakukan ROM Pasif Kekuatan otot masih lemah,
untuk ekstremitas kiri atas dan bawah juga masih merasa lemah.
TTV : TD: 125/89mmhg, N:70x/m, R:20x/m, S:36,6 ̊C, SpO2: 98%
Skala otot :

1111 5555
1111 5555

c. Analisa
Masalah hambatan mobilitas fisik belum tercapai

d. Planning
Lanjutkan intervensi :
1) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
2) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
4) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Activity Daily Living
secara mandiri sesuai kemampuan (Rom Pasif)
5) Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan Activity Daily Living pasien.

4.2.7 Rencana tindak lanjut


Rencana tindak lanjut untuk Tn. S salah satunya dengan melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin setiap satu bulan sekali, meminum obat yang diberikan secara rutin dan teratur,
memonitoring tensi darah apabila ada keluhan atau tanda gejala terjadinya stroke berulang,
melakukan aktivitas fisik seperti jalan kaki, mengajarkan kepada keluarga teknik rom pasif
60

dalam upaya peningkatan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot pasien
dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik

4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisis Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Hambatan
Mobilitas Fisik
Pengkajian dilakukan pada hari Kamis, 23 Juni 2022 pukul 09.30 WITA terhadap Tn. S
laki laki berusia 63 tahun, beragama islam, dan bersuku bangsa banjar. Pendidikan
terakhir pasien adalah SMA, pasien adalah seorang wiraswasta, pasien tinggal bersama
istri dan 1 anaknya. Status perkawinan menikah dan menghasilkan 2 orang anak laki
laki dan perempuan. Pengkajian di lakukan pada tanggal 23 Juni 2022 dengan keluhan
kepala terasa pusing nyeri dibagian kepala dan mengalami kelemahan pada bagian
ekstrimitas kiri atas dan bawah. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Dalam
Huether & McCance (2019) disebutkan bahwa hipertensi bertanggung jawab untuk
peningkatan dua kali hingga tiga kali lipat risiko penyakit aterosklerosis kardiovaskular.
Stroke merupakan kerusakan organ target pada otak yang diakibatkan oleh hipertensi.
Stroke dapat menyerang otak secara mendadak dan berkembang cepat yang
berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh iskemik maupun hemoragik di otak
sehingga pada keadaan tersebut suplai oksigen ke otak terganggu dan dapat
mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
Penyakit stroke biasanya disertai dengan adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK) yang ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami penurunan kesadaran (Ayu R
D, 2018).
Tubuh memiliki system yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut
yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka panjang (Nia Permatasari,2020). Kelumpuhan atau mati rasa pada wajah,
lengan, atau kaki penderita stroke bisa mengalami mati rasa tiba- tiba, kelemahan atau
kelumpuhan di wajah, lengan atau kaki. Hal ini sering terjadi di satu sisi tubuh (haryono,
2019) Kelemahan tangan maupun kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi kontraksi
otot. Berkurangnya kontraksi otot disebabkan karena berkurangnya suplai darah ke otak
61

belakang dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jaras- jaras utama
antara otak dan medula spinalis. Kelainan neurologis dapat bertambah karena pada
stroke terjadi pembengkakan otak (oedema serebri) sehingga tekanan didalam rongga
otak meningkat hal ini menyebabkan kerusakan jaringan otak bertambah banyak.
Oedema serebri berbahaya sehingga harus diatasi dalam 6 jam pertama = Golden
Periode (Gorman, et al, 2012).
Selanjutnya dalam upaya peningkatan pemeliharaan Kesehatan pada Tn.S dengan stroke
non hemoragik dilakukan terapi latihan Range Of Motion (ROM). Latihan range of
motion (ROM) juga sangat efektif dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot, dimana
latihan ini dapat dilakukan 3-4 kali sehari oleh perawat atau keluarga pasien tanpa harus
disediakan tempat khusus atau tambahan biaya bagi pasien ( Wahdaniyah Eka Pratiwi,
2019). Latihan ROM pasif mempengaruhi rentang sendi pada ektremitas atas dan bawah
pada pasien stroke. Latihan ROM pasif dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan
rentang sendi pada ektremitas atas dan bawah pada pasien stroke. Hasil analisis
menunjukan ROM pasif yang dilakukan pada pasien stroke dapat meningkatkan rentang
sendi, dimana reaksi kontraksi dan relaksasi selama gerakkan ROM pasif yang
dilakukan pada pasien stroke terjadi penguluran serabut otot dan peningkatan aliran
darah pada daerah sendi yang mengalami paralisis sehingga terjadi peningkatan
penambahan rentang sendi abduksi-adduksi pada ekstremitas atas dan bawah hanya
pada sendi-sendi besar Sehingga ROM pasif dapat dilakukan sebagai alternatif dalam
meningkatkan rentang sendi pada pasien stroke yang mengalami paralisis (Warsito,
2016).
Berdasarkan hasil analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan
yang ditemukan pada Tn.S adalah Hambatan mobilitas fisik. Batasan karakteristik
berdasarkan Nanda Nic-Noc (2018-2020) yang dapat ditemukan dari Tn.S terkait
kesesuaian dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik yaitu 1) Perubahan
cara berjalan pada Tn.S mengalami kelemahan ekstremitas sebelah kiri sehingga untuk
berjalan pasien dibantu, meniti dinding atau dibantu oleh keluarga karna tidak dapat
berjalan secara normal dan mandiri. 2)Keterbatasan kemampuan melakukan
keterampilan motorik halus, pada Tn.S pasien tidak dapat menggunakan tangan kirinya
untuk beraktivitas seperti makan dan lain sebagainya. 3)Keterbatasan kemampuan
62

melakukan keterampian motorik kasar, pada Tn. S tidak dapat berdiri, berjalan secara
mandiri. Sehubungan dengan hal tersebut maka Tn.S diberikan intervensi unggulan
berupa terapi latihan fisik Range of Motion (ROM) pasif sebagai upaya peningkatan
fleksibelitas dan kekuatan otot pasien stroke dengan kelemahan ekstremitas.

4.3.2 Analisis penerapan intervensi Range Of Motion (ROM) Pasif dengan Hambatan
Mobilitas Fisik
Hasil dari Analisa data menunjukkan pasien stroke non hemoragik diberikan intervensi
Range Of Motion (ROM) untuk meningkatkan skala otot . Penulis memilih intervensi
Range Of Motion (ROM) untuk menjadi intervensi unggulan karena intervensi ini
efektif untuk mengatasi masalah kelemahan otot pada pasien stroke. Intervensi ini juga
dapat dilakukan secara mandiri oleh keluarga ketika dirumah dan tidak mengeluarkan
biaya yang mahal. Pendapat penulis didukung oleh pernyataan tentang manfaat
intervensi Range Of Motion (ROM) itu sendiri.
Implementasi keperawatan dilakukan selama 3 hari, setiap kali tindakan kurang lebih
15-20 menit. Intervensi dilakukan selama 3 hari tidak mengalami hambatan apapun.
Pasien dan keluarga sangat kooperatif, pasien juga tidak mengalami perburukan
terhadap kondisinya. Evaluasi pada hari kamis tanggal 23 juni 2022, pasien mengatakan
merasa nyaman setelah dilakukan range of motion (ROM) data objektif didapatkan data
̊ , SpO2: 98%, pasien
tanda-tanda vital TD: 120/90mmhg, N:73x/m, R:18x/m, S:36 C
tampak berbaring dengan posisi semi fowler. Activity Daily Living dibantu oleh
keluarga, Keadaan umun pasien lemah pasien merasa nyaman setelah dilakukan ROM
Pasif Kekuatan otot masih lemah, dan untuk ekstremitas kiri bawah juga masih merasa
lemah. Evaluasi pada hari jum’at, 22 juni 2022 pasien mengatakan merasa nyaman
setelah dilakukan range of motion (ROM) data objektif didapatkan data tanda-tanda
̊ , SpO2: 98%.
vital TD : 120/88mmhg, N:75x/m, R:18x/m, S:36 C
Pasien tampak berbaring dengan posisi semi fowler. Activity Daily Living dibantu oleh
keluarga, keadaan umun pasien baik pasien merasa nyaman setelah dilakukan ROM
Pasif Kekuatan otot masih sangat lemah, dan untuk ekstremitas kiri atas dan bawah juga
masih merasa lemah. Selama 3 kali dilakukan intervensi range of motion (ROM) pasien
63

merasa nyaman tetapi kekuatan otot masih sangat lemah.


Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2015) dengan judul “Pengaruh pemberian
latihan range of motion (ROM) terhadap Kemampuan motorik pada pasien post stroke
di rsud gambiran”. Hasil jurnal ini menunjukkan ada pengaruh pemberian latihan range
of motion (ROM) terhadap kemampuan motorik pada pasien post stroke. Pada penelitian
ini di berikan latihan range of motion (ROM) pasif pada responden sebanyak 2x sehari
selama 7 hari dan dilakukan pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa intervensi dengan Latihan Range of motion (ROM) dua kali sehari lebih efektif
dari pada menggunakan Latihan Range of motion (ROM) satu kali sehari karena dapat
meningkatkan kekuatan otot yang efektif.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kristiani (2018) dengan judul “ Pengaruh range of
motion exercise terhadap kekuatan otot pada pasien stroke di wilayah puskesmas
sidotopo surabaya” dari hasil meriview artikel tersebut didapatkan kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke setelah 1
bulan menjalani latihan ROM yang menunjukkan terdapat peningkatan kekuatan otot
setelah latihan Range of motion dari skala 3 ke skala 4 dan skala 4 meningkat menjadi
skala 5. Latihan ini dilakukan dengan frekuensi 2x sehari dalam 5 hari. Penelitian ini
menunjukkan bahwa data nilai kekuatan otot dan rentang gerak yang meningkat dapat
menjawab beberapa tujuan latihan Range of motion (ROM) yaitu mempertahankan atau
memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian dan
mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur. Nilai kekuatan otot dan rentang
gerak yang meningkat tersebut juga memberi jawaban pada manfaat Range of motion
(ROM) yaitu memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi, dan memperbaiki
toleransi otot untuk latihan.
Berdasarkan hasil evaluasi selama 3 hari implementasi pada tanggal 23-25 dilakukan 4
kali intervensi range of motion (ROM) pasien merasa nyaman tetapi kekuatan otot
ekstremitas kiri atas dan bawah masih lemah dengan skala otot 1.
4.3.3 Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan masalah atau rencana tindak lanjut yang didapatkan dilakukan untuk
mencegah atrofi pada otot yang mengalami kelemahan dan mengurangi kekakuan dengan
menerapkan Range Of Motion (ROM) pasif sebagai suatu kegiatan yang terjadwal rutin
64

atau biasa dilakukan setiap saat agar meningkakan massa otot dan tonus otot.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Hasil pengkajian yang didapatkan pada pasien Tn.S usia 63 tahun mengatakan
mengalami kelemahan pada ekstremitas kiri atas dan bawah , keadaan umum pasien
lemah. Tingkat kesadaran composmentis dengan GCS : E4V5M5. Pasien tampak
berbaring dengan posisi semi fowler, terpasang infus ditangan sebelah kanan, tidak
terpasang oksigen, tidak terpasang kateter. Hasil pengukuran TTV: TD
145/110mmHg, Nadi 63x/menit, RR 22x/menit, Suhu: 36,5°C.
5.1.2 Masalah yang muncul pada kasus ini Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot
5.1.3 Intervensi yang direncanakan pada kasus ini yaitu bertujuan agar dapat
mengembalikan kekuatan otot pada Tn.S dengan menggunakan intervensi range of
motion (ROM)
5.1.4 Implementasi ini dilakukan selama 3 hari dengan 3 kali latihan range of motion
(ROM) dengan durasi 15-20 menit, melakukan pengukuran TTV dan evaluasi respon
pasien.
5.1.5 Evaluasi hasil yang didapatkan setelah diberikan intervensi range of motion (ROM)
Pasien mengatakan setelah 3 hari pemberian intervensi range of motion (ROM)
pasien merasa nyaman dan rileks walaupun skala otot masih sama yaitu 1. Hasil
pengukuran TTV 120/90mmhg, N:73x/m, R:18x/m, S:36 ̊C, SpO2: 98%. Sebagai
rencana tindak lanjut klien dan keluarga mencoba penerapkan pelaksanaan range of
motion (ROM) dalam kegiatan harian.
5.1.6 Dokumentasi yang telah dilakukan saat kegiatan pemberian implementasi dengan
mengajarkan latihan range of motion (ROM) dapat dilihat pada bagian lampiran pada
pengumpulan laporan penelitian ini.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Profesi Keperawatan

65
66

Hasil karya ilmiah akhir profesi ini diharapkan menjadi informasi profesi
Keperawatan baik dirumah sakit Islam Banjarmasin ataupun di rumah sakit lain
dalam melakukan praktik keperawatan khususnya dalam melakukan asuhan
keperawatan pasien stroke non hemoragik dengan masalah hambatan mobilitas fisik
dengan intervensi Range Of Motion (ROM) untuk membantu mengembalikan
kekuatan otot pasien. Karya ilmiah akhir profesi ini juga dapat menjadi acuan dalam
pemberian terapi non farmakologi.

5.2.2 Bagi Pasien dan Keluarga Pasien


Karya ilmiah akhir profesi ini diharapkan menjadi acuan bagi pasien dan keluarga
untuk membantu mengembalikan kekuatan otot dengan intervensi latihan range of
motion (ROM)

5.2.3 Bagi Penulis


Karya ilmiah akhir profesi ini dapat menambah wawasan bagi penulis tentang
intervensi range of motion (ROM) dalam upaya mengembalikan kekuatan otot pada
pasien stroke non hemoragik. Penelitian ini juga dapat menjadi bahan rujukan untuk
penulis selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, r.d. (2018) Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka. Edisi Indonesia Ke-8.
Volume 1 dan 2. Elsevier. Singapore. Dalam Wilhesmus tahun 2020.
Nur’aeni Yuliatun Rini (2017) Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non Hemoragik
Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang Kenanga
RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Handi, R (2017) Pengaruh Latihan Range ofMotion terhadap kekuatan otot pada pasien
Stroke di Irna F Neurologi BLU RSUP Prof DR.R. D KANDAU MANADO.
Ejournal Keperawatan (e-Kp) vol 1 No. 1 Agustus 2017. WHO. World Health Statistics
2017 : Monitoring Health for The SDGs[Internet].
World Health Organization. 2017. 103 p. Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/255336/1/9789241565486-
eng.pdf?ua=1 Otot Pada Penderita Stroke pada Jurnal Keperawatan GSH Vol 7
No 1 Januari 2018.
Rustadi (2018). Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation. Edisi II. Philadelphia:
Lippincott
Rahayu, Kun Ika Nur. (2014). Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion (ROM)
Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke di RSUD Gambiran.
Jurnal Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kediri
Gunawan (2018). Efektivitas ActiveAsertive Range Of Motion Terhadap Kekuatan Otot
Ekstrimitas pada Pasien Stroke Non Hemoragik. Jurnal Keperawatan, ISSN 1907
– 0357
Kemenkes RI. (2019). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehatan
RI, 53(9), 1689–1699.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun2018.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia definisi
dan Indikator Diagnostik (Edisi III). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Seluruh Indonesia.

67
68

Trisnowiyanto. dkk, 2018. Efektifitas Range Of Motion (Rom) Aktif Terhadap


Peningkatan Kekuatan.
Derang Imelda (2020) Pengaruh Range Of Motion Aktif-Assisitif : Latihan Fungsional
Tangan Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragic di
RSUP Haji Adam Malik Medan.
Daulay Masriani Nanda (2021) Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Terhadap
Kekuatan Otot dan Rentang Gerak Sendi Ekstremitas Pada Pasien Pasca Stroke.
Kurnia Sari Eka Anisa (2021) Penerapan Range Of Motion (ROM) Pasif Untuk
Meningkatkan Kekuatan Otot Pasien Pasca Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Kec. Metro Utara
Kristiani (2018) Pengaruh range of motion exercise terhadap kekuatan otot pada pasien
stroke di wilayah puskesmas sidotopo surabaya.
Andriani Dian dkk (2022) Pengaruh Range Of motion (ROM) Terhadap peningkatan
kekuatan otot pada pasien stroke.
Arif S., Kurniati T., Selaeman S. (2019). Perbandingan Latihan ROM Unilateral dan
Latihan ROM Bilateral terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Hemiparese akibat
Stroke Iskemik di RSUD kota Tasik Malaya. Jurnal Keperawatan Indonesia,
16(1), 40-46.
Anggriani, Zulkarnain, Sulaimani, Roni Gunawan (2018). Pengaruh ROM (range of
Motion) terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien Stroke Non
Hemaoragic. Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018.
Agusrianto, Nirva Rantesigi (2020). penerapan latihan Range of Motion (ROM) pasif pada
pasien non haemoragik stroke dengan kelumpuhan ekstremitas. Jurnal Ilmiah
Kesehatan (JIKA) Vol. 2, No. 2, Agustus 2020
Cahyati (2013), dalam Wahdaniah (2019). Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta:
PERDOSSI
Elsi Rahmadani.(2019). Peningkatan Kekuatan Otot pada Pasien Stroke Non-Hemoragik
dengan Hemiparese Melalui Latihan Pasif Range of Motion (ROM) pada 2019.
Journal of Telenursing 1 (2) 354-363.
69

Fitria Hasanuddin, Rahmawati, St. Suarniati, Helmiati (2019). penerapan range of motion
(ROM) terhadap kekuatan otot pada psien stroke dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitas. Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar Vol. 10 No.
01 2019 e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Findayanti dkk, 2014. Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Terhadap Rentang Sendi
Pasien Pasca Stroke Idea Nursing Journal Vol. VII No.2.
Haryono, R & Maria Putri Sari Utami, (2019). Keperawatan Medikal Bedah II.
Yogyakarta.
Price, Sylvia A. 2016. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa:
Brahm U. Pendit. Editor: Huriawati Hartanto. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2012. Fundamental Of Nursing Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Kekuatan Otot Pada Penderita Stroke pada Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018.

Anda mungkin juga menyukai