Anda di halaman 1dari 15

Studi dan Evaluasi Operasional Pelayaran Perintis di Indonesia

Rudi.S.Suyono1 Elsa Trimukti2


1. Dosen Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Tanjungpura

Abstrak
Pelayanan transportasi keperintisan adalah sebagai unsur pendorong (promoting) menyediakan jasa
transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi dengan daerah berkembang yang
berada di luar wilayahnya dan/atau luar negeri, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang
sinergis. Selain itu, pelayanan kapal perintis tersebut diselenggarakan untuk mewujudkan fokus kerja
Kementerian Perhubungan yaitu peningkatan keselamatan dan keamanan, peningkatan kualitas
pelayanan, dan peningkatan kapasitas. Berdasarkan hasil analisis disparitas yang cukup tinggi terjadi di
wilayah timur Indonesia antara lain di Tanah Bumbu, Kepulauan Anambas, Natuna, Tanjung Pinang,
Bima, Ambon, Kepuluauan Aru, Maluku Barat Daya, Seram Bagian Barat, Tual, Halmahera Barat,
Halmahera Selatan, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Utara, Kepulauan Sula, Pulau
Morotai, Pulau Taliabu, Ternate, Asmat, Boven Digul, Mappi, Merauke, dan Mimika. Disparitas tertinggi
yaitu sebesar 114% terjadi pada tahun 2017 untuk bahan pokok di wilayah Maluku, tepatnya di
Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya, dan Tual. Dari sampel trayek yang diamati didapat bahwa rata-rata
passenger factor untuk setiap voyage berada di rentang 1% hingga 13% saja dengan tingkat keterisian
penumpang maksimum pada satu voyage sebesar 45.5%. Sementara, rata-rata load factor untuk setiap
voyage berada di rentang 0.2% hingga 28% dengan tingkat keterisian barang maksimum pada satu
voyage sebesar 103.5%. Berdasarkan identifikasi konektivitas antara trayek angkutan laut perintis
dengan simpul pelabuhan tol laut, tampak bahwa masih ada ketimpangan konektivitas antara jaringan
angkutan laut perintis dengan simpul pelabuhan tol laut. Konektivitas simpul pelabuhan tol laut dengan
angkutan laut perintis paling tinggi ada di Pelabuhan Saumlaki, dengan 16 trayek terkoneksi dengan
pelabuhan ini.

Kata kunci: studi tinjau ulang, jaringan angkatan laut,kontuinitas kebutuhan bahan pokok dan stabilitas
harga

Abstract
The pioneering transportation service is an element of promoting providing effective transportation services
to connect isolated areas with developing regions that are outside their territory and / or abroad, so that
there is a synergistic economic growth. In addition, the pioneer ship service was carried out to realize the
work focus of the Ministry of Transportation, namely improving safety and security, improving service
quality, and increasing capacity. Based on the results of the analysis of fairly high disparities in eastern
Indonesia, among others in Tanah Bumbu, Anambas Islands, Natuna, Tanjung Pinang, Bima, Ambon,
Kepuluauan Aru, Southwest Maluku, Seram Bagian Barat, Tual, Halmahera Barat, Halmahera Selatan,
Halmahera Tengah, East Halmahera, North Halmahera, Sula Islands, Morotai Island, Taliabu Island,
Ternate, Asmat, Boven Digul, Mappi, Merauke, and Mimika. The highest disparity is 114% in 2017 for
staples in the Maluku region, precisely in the Aru Islands, Southwest Maluku, and Tual. From the sample
routes observed, it was found that the average passenger factor for each voyage was in the range of 1% to
13% with a maximum passenger occupancy rate of one voyage of 45.5%. Meanwhile, the average load
factor for each voyage is in the range of 0.2% to 28% with the maximum level of goods load on one voyage
of 103.5%. Based on the identification of connectivity between pioneer sea transport routes and the sea toll
port node, it appears that there is still a connectivity gap between the pioneering sea transport network and
the sea toll port node. The connectivity of the sea toll port node with the highest pioneer sea transportation
is in Saumlaki Port, with 16 routes connected to this port.

Keywords: eview studies, naval networks, basic needs and price stability

1
1. Pendahuluan mendapat subsidi pemerintah.
Dalam Sistranas dikatakan bahwa pelayanan transportasi
Beberapa pertayaan yang muncul terkait penyelenggaraan
keperintisan adalah sebagai unsur pendorong (promoting)
angkutan laut perintis adalah sebagai berikut:
menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk
1. Bagaimana konektivitas angkutan perintis dengan
menghubungkan daerah terisolasi dengan daerah
angkutan niaga lainya termasuk tol laut yang
berkembang yang berada di luar wilayahnya dan/atau luar
optimum untuk menjaga kontinuitas kebutuhan
negeri, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang
barang pokok agar stabilitas harga terjaga?
sinergis. Berdasarkan peraturan dan ketentuan yang ada,
2. Bagaimana pengoperasian dan jaringan angkutan
penyelenggaraan angkutan laut perintis dilakukan untuk:
laut perintis yang optimum di wilayah terdepan,
1. Menghubungkan daerah-daerah terpencil dan belum
terluar, dan terisolir?
berkembang;
3. Bagaimana dapat terwujudnya kesamaan misi antara
2. Menghubungkan daerah yang belum memiliki
angkutan pelayaran perintis dan tol laut untuk
moda transportasi lain secara memadai;
melayani masyarakat kepulauan yang berada di
3. Menghubungkan daerah yang secara komersial
wilayah terdepan, terluar, dan terisolir?
belum menguntungkan untuk dilayani pelayaran
niaga. Dengan demikian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Perhubungan melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan
Dengan pola penyelenggaraan semacam itu, angkutan
Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan
laut perintis berfungsi untuk menghubungkan satu daerah
bermaksud melakukan kegiatan tinjau ulang terhadap
terpencil atau belum berkembang dengan daerah yang
pengoperasian dan jaringan angkutan laut perintis yang
belum berkembang lainnya, serta dengan daerah yang
bertujuan untuk memberikan masukan terhadap
sudah berkembang. Selain itu, pelayanan kapal perintis
pelayanan angkutan laut perintis yang lebih efektif dan
tersebut diselenggarakan untuk mewujudkan fokus kerja
efisien, sehingga menjaga kontinuitas kebutuhan bahan
Kementerian Perhubungan yaitu peningkatan keselamatan
pokok dan stabilitas harga terutama pada daerah
dan keamanan, peningkatan kualitas pelayanan, dan
tertinggal, terdepan, dan terluar.
peningkatan kapasitas. Hal ini juga sebagai wujud
komitmen Kementerian Perhubungan untuk menjalankan
2. Pendekatan dan Metode
program Nawacita ke-3 Presiden Republik Indonesia,
Hal pertama yang dilakukan adalah diperlukannya
yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan
pendekatan melalui aspek-aspek yang relevan dalam
memperkuat daerah- daerah dan desa dalam
rangka mengidentifikasi faktor-faktor kajian dan lingkup
kerangka negara kesatuan.
kebutuhan datanya. Merujuk pada lingkup kajian dan
Lamanya round voyage kapal-kapal perintis dirasakan keterlibatan tenaga ahli yang diperlukan, maka
masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan pendekatan kajian dilakukan terhadap beberapa aspek
masyarakat, terutama yang berada di daerah- daerah yaitu aspek teknis, aspek ekonomi, aspek supply &
Tertinggal, Terdepan dan Terluar. Kelangkaan barang- demand dan aspek kebijakan. Selanjutnya dilakukan
barang kebutuhan pokok sering terjadi dan harga barang- Pengumpulan data sekunder yang dilakukan melalui
barang tersebut menjadi tinggi dan sering tidak survei kepustakaan, meliputi dasar-dasar teori, referensi-
terkendali. referensi, serta peraturan perundang- undangan, yang
Dalam program Nawacita, dikatakan bahwa untuk terkait dan relevan dengan studi. Dilanjutkan dengan
menghubungkan dan merekat pulau-pulau Indonesia pengumpulan data primer yang dilakukan melalui survei
dilakukan dengan Tol Laut. Tujuan Tol Laut adalah lapangan di beberapa lokasi yang terkait dan relevan,
mengatasi kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok yang dimungkinkan melalui kuesioner sebagai panduan
dan memperkecil terjadinya disparitas harga, antara yang telah disusun sebelumnya.
daerah-daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar dengan
Pada tahap selanjutnya dilanjutkan dengan analisis data
daerah pusat produksi.
yang sudah ada berupa analisis proyeksi dan estimasi
Berdasarkan konsep pelayaran perintis dan program pertumbuhan potensi wilayah hinterland pelabuhan,
Tol Laut, terdapat kesamaan cita-cita/ ide, yaitu analisis proyeksi dan estimasi pertumbuhan arus muatan,
mengembangkan daerah-daerah Tertinggal, Terdepan, analisis dan evaluasi kebutuhan dan disparitas harga
dan Terluar, terutama pada wilayah-wilayah kepulauan. barang-barang kebutuhan pokok, analisis proyeksi dan
Pada sisi lain kedua program tersebut sama-sama estimasi kebutuhan infrastruktur pelabuhan, analisis
aksesibilitas lokasi terhadap Kawasan hinterland, analisis
dan evaluasi terhadap jaringan/trayek yang sudah
------------------------------------------------------------------
beroperasi, dan analisis konektivitas dengan simpul
rudisuyono.rs@gmail.com pelabuhan Tol Laut. Sehingga dihasilkan rekomendasi
elsatrimukti.faisal@gmail.com mengenai konsep pelayanan angkutan laut perintis yang
2
lebih efektif dan efisien, sehingga dapat menjaga Diperoleh bahwa besarnya rata-rata passenger factor di
kesinambungan kebutuhan bahan pokok dan stabilitas setiap voyage untuk trayek R3 berkisar antara 39%
harga terutama pada daerah tertinggal, terdepan, dan sampai 109%. Nilai minimum passenger factor adalah
terluar. sebesar 0% dan nilai maksimum tingkat keterisiannya
3. Jaringan Trayek Angkatan Laut Perintis di sebesar 222,5%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
Wilayah Studi keterisian kapal perintis trayek R3 telah melebihi
Jaringan trayek angkutan laut perintis yang beroperasi kapasitas penumpangnya yaitu sebesar 40 penumpang
saat ini diatur berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal saja. Hal ini wajar mengingat kapal yang digunakan
Perhubungan Laut Nomor AL. 108/5/20/DJPL-17 tentang trayek R3 adalah bekas kapal barang sehingga kapasitas
Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal penumpangnya hanya sedikit, untuk itu perlu dilakukan
Perhubungan Laut Nomor AL. 108/5/11/DJPL-17 tentang penyesuaian ukuran kapal. Sementara, besarnya rata-rata
Jaringan Trayek Angkutan Laut Perintis Tahun Anggaran load factor di setiap voyage untuk trayek R3 berkisar
2018. Saat ini, angkutan laut perintis melayani 22 antara 19.3% sampai 19.4%. Nilai minimum load factor
provinsi di Indonesia di 41 pelabuhan pangkal dengan adalah sebesar 0% dan nilai maksimum tingkat
jumlah trayek sebanyak 113. Pada tahun 2017 angkutan keterisiannya sebesar 41.2%. Hal ini menunjukkan bahwa
perintis terlayani 96 trayek. Pengoperasian angkutan laut tingkat keterisian kapal perintis trayek R3 tidak melebihi
perintis dilaksanakan berdasarkan trayek tetap dan teratur kapasitas penumpangnya yaitu sebesar 750 ton. Hal ini
atau liner dengan jadwal kedatangan dan keberangkatan wajar mengingat kapal yang digunakan trayek R3 adalah
di setiap pelabuhan singgah diumumkan oleh Perusahaan bekas kapal barang sehingga kapasitas barangnya besar.
Angkutan Laut Nasional sebagai operator kapal. 3.3. Evaluasi Kinerja Angkutan Laut Perintis Dari
Dalam penelitian ini pengumpulan data hanya dilakukan Sisi Pengguna
di enam pangkalan yang mencakup 21 trayek angkutan Indikator kinerja pelayaran perintis pada aspek efektivitas
laut perintis. Pangkalan yang menjadi wilayah studi dan efiesensi dapat dilihat dari parameter kemudahan,
adalah pangkalan Teluk Bayur, Surabaya, Sintete, kapasitas, kehandalan, kualitas, keterjangkauan, beban
Ternate, Poso dan Kolonedale, dan Merauke. publik, dan utilisasi. Dalam survei primer dilakukan
Dari hasil kategorisasi daerah 3T diperoleh bahwa dari wawancara terhadap pengguna angkutan laut perintis di
121 pelabuhan singgah di wilayah studi terdapat 80 pelabuhan sampel di wilayah studi baik penumpang
pelabuhan yang masuk dalam wilayah 3T. Sementara 41 maupun barang untuk menilai kinerja angkutan laut
pelabuhan tidak termasuk dalam wilayah 3T. Untuk 80 perintis saat ini. Beberapa indikator kinerja tersebut
pelabuhan yang terdapat pada wilayah 3T yang dirinci: dituangkan dalam kuesioner dalam bahasa yang mudah
sebanyak 63 pada wilayah tertinggal, 12 pada wilayah dimengerti responden. Adapun lokasi wawancara
terdepan dan terluar, serta 5 wilayah termasuk dalam dilakukan pada pelabuhan pangkal Teluk Bayur (R4),
kategori tertinggal, terdepan, dan terluar. Sintete (R9), Tanjung Perak (R18), Poso, Ternate (R64)
dan Merauke.
Berdasarkan kategorisasi di atas dapat dikatakan, bahwa
penyelenggaraan angkutan laut perintis masih sesuai Tak jauh berbeda, dari sisi pengguna pengangkutan
dengan tujuannya seperti disebutkan dalam Peraturan barang, secara keseluruhan dari sisi penumpang, sebagian
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di besar responden menyatakan bahwa kinerja angkutan laut
Perairan Pasal 71 ayat 1 bahwa kegiatan pelayaran perintis saat ini sudah cukup baik, namun terdapat
perintis dilakukan untuk menghubungkan daerah yang beberapa aspek yang perlu diperbaiki antara lain
masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil yang belum berkaitan dengan fasilitas di pelabuhan, frekuensi
berkembang dengan daerah yang sudah berkembang atau keberangkatan, rute pelayaran, dan jumlah kapal.
maju.
3.4. Evaluasi Ruas Jaringan Angkutan laut Perintis
3.1. Evaluasi Jarak dan Waktu Tempuh
Terhadap Moda Lain
Pada tabel dibawah ini disajikan rekapitulasi hasil
perbandingan realisasi jarak, hari layar, dan frekuensi per Terlihat bahwa beberapa ruas trayek angkutan laut
tahun dengan rencana operasi trayek angkutan laut perintis beriirisan dengan trayek angkutan laut perintis
perintis pada tahun 2018 di wilayah studi. lainnya, sebut saja ruas Surabaya – Masalembo dan
Dari hasil analisis dan evaluasi jarak dan waktu tempuh Masalembo – Keramaian yang dilayani oleh R16, R17,
pada trayek angkutan laut perintis yang beroperasi di R18 yang berpangkal di Surabaya, Mayau – Tifure, dan
wilayah studi diperoleh bahwa lama round voyage trayek Tifure - Bitung yang dilayani oleh keempat trayek yang
angkutan laut perintis dapat dikatakan terlalu lama, berpangkal di Ternate yaitu R64, R65, R66, dan R67,
melebihi 2 minggu pelayaran yaitu berkisar antara 11 – ataupun ruas Merauke – Wanam yang dilayani oleh
19 hari pelayaran. trayek R82, R83, R85, dan R86 yang berpangkal di
Merauke.
3.2. Evaluasi Passenger Factor dan Load Factor
Selain itu ditemukan pula beberapa ruas yang tumpang 4. Kebutuhan dan Disparitas Harga Barang Pokok
tindih dengan kapal komersil seperti Letung – Tarempa, 4.1. Kebutuhan Barang Pokok
Bima – Labuan Bajo, Makassar – Bau Bau, dan Tual –
Untuk menilai kinerja angkutan laut perintis saat ini, pada
Dobo, dengan jalan raya yaitu Teluk Bayur – Panasahan,
pelabuhan pangkal Teluk Bayur (R4), Sintete (R9),
Sikabaluan/Pokai – Muara Saibi/Subeleng, Tua Pejat –
Tanjung Perak (R18), Poso, Ternate (R64) dan Merauke
Sioban, Surabaya – Kalianget, Badas – Bima, Waikelo –
dilakukan wawancara terhadap responden (pengguna
Waingapu, Gorontalo – Torosit, Torosit – Bitung, Poso –
angkutan laut perintis) dalam mendapatkan bahan pokok.
Bau Bau, Bau Bau – Bringkasi, Baturube – Kolo, Mafa –
Weda, Jailolo – Bataka, Bataka – Buli, Sagoni – Atsy, Hasil evaluasi mengenai kebutuhan barang pokok di
dan Mur – Kepi, dan dengan tol laut yaitu ruas Tarempa – wilayah sekitar pelabuhan pangkal menunjukkan bahwa
Midai. secara keseluruhan masyarakat dapat memperoleh barang
pokok dengan mudah. Namun terdapat beberapa komoditi
Ditemukan pula beberapa ruas yang dapat ditempuh
yang masih sulit didapatkan seperti daging sapi di Padang
dengan jalur darat karena tersedia jalan raya seperti Teluk
(Pangkalan Teluk Bayur); jagung, kedelai, kacang tanah,
Bayur – Panasahan, Sikabaluan/Pokai – Muara
dan gas elpiji di Poso (Pangkalan Poso dan Kolonedale);
Saibi/Subuleleng, Tua Pejat – Sioban, Surabaya –
telur ayam, cabai, bawang, dan ketela pohon di Ternate
Kalianget, Badas – Bima, Waikelo – Waingapu,
(Pangkalan Ternate); serta ketela pohon dan jagung di
Gorontalo – Torosit, Torosit – Bitung, Baturube – Kolo,
Merauke (Pangkalan Merauke).
Mafa – Weda, Jailolo – Bataka, Atsy – Sagoni, Sagoni –
4.2. Disparitas Harga Barang Pokok
Eci, dan Moor – Kepi.
disparitas harga untuk setiap jenis bahan pokok yang
3.5. Evaluasi Biaya dan Subsidi
cukup tinggi terjadi di daerah Tanah Bumbu, Kepulauan
Analisis biaya dan subsidi dilakukan berdasarkan RAB
Anambas, Natuna, Tanjung Pinang, Bima, Ambon,
yang telah ada untuk menjadi harga satuan jarak (mil).
Kepuluauan Aru, Maluku Barat Daya, Seram Bagian
Hal ini dilakukan untuk mengetahui biaya dan subsidi
Barat, Tual, Halmahera Barat, Halmahera Selatan,
yang harus dikeluarkan dalam 1 mil. Diperoleh rencana
Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Utara,
biaya per mil yang perlu dikeluarkan untuk setiap trayek
Kepulauan Sula, Pulau Morotai, Pulau Taliabu, Ternate,
dalam wilayah studi tahun anggaran 2018 berkisar antara
Asmat, Boven Digul, Mappi, Merauke, dan Mimika.
Rp 198.148,00 hingga Rp 578.710,00 sementara subsidi
Disparitas tertinggi yaitu sebesar 114% terjadi pada tahun
per mil yang perlu dianggarkan untuk setiap trayek dalam
2017 untuk bahan pokok cabai merah di wilayah Maluku,
wilayah studi berkisar antara Rp 175.374,00 hingga Rp
tepatnya di Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya, dan
551.289,00.
Tual. Hal ini kemungkinan terjadi karena masih lamanya
3.6. Konektivitas Dengan Simpul Pelabuhan Tol
waktu round voyage angkutan laut perintis di daerah
Laut
tersebut, sebut saja trayek R66, R84, dan R85 dengan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menetapkan 15
lama round voyage 15 – 16 hari.
(lima belas) jaringan trayek penyelenggaraan angkutan
barang di laut (Tol Laut) Tahun Anggaran 2018 melalui Meskipun demikian, adanya angkutan laut perintis dapat
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor membantu menjaga kestabilan harga bahan pokok di
AL.108/5/17/DJPL-17 tentang Jaringan Trayek daerah yang disinggahi. Sebagai contoh, untuk bahan
Penyelenggaraan Angkutan Barang di Laut Tahun pokok jenis beras perkembangan disparitas harga dalam
Anggaran 2018. Dalam Keputusan Dirjen Perhubungan periode 2016 hingga 2018 cenderung semakin menurun
Laut tersebut ari 15 trayek utama dan 3 trayek feeder setiap tahunnya, meskipun di beberapa daerah sebut saja
dapat diidentifikasi simpul pelabuhan tol laut, yaitu Maluku dan Maluku Utara disparitas harga beras justru
sebanyak 61 simpul. Kemudian, jaringan trayek angkutan meningkat Error! Reference source not found.. Bila
laut perintis yang beroperasi di tahun 2018 diidentifikasi dikaitkan dengan lamanya round voyage angkutan laut
konektivitasnya terhadap 61 simpul pelabuhan tersebut, perintis, pada tahun 2018 trayek R64, R65, dan R66 yang
tingkat konektivitas didasarkan kepada jumlah trayek singgah di kabupaten/kota di Maluku dan Maluku Utara
yang terkoneksi dengan simpul pelabuhan membutuhkan waktu sekitar 13 – 19 hari untuk
tersebut.ditetapkan tambahan 2 trayek untuk tahun 2018 melakukan satu round voyage.
sehingga total berjumlah 15 trayek utama dengan yang
sudah ada saat ini serta 3 trayek feeder, yaitu pada Trayek Hal ini menjelaskan bahwa keberadaan angkutan
T-4 (Hub Tahuna), Trayek T-5 (Hub Tobelo) dan Trayek laut perintis memiliki peranan yang penting dalam
menjaga kestabilan harga bahan pokok sehingga perlu
T-8 (Hub Biak).
dijaga dan ditingkatkan kinerjanya terutama terkait lama
round voyage ataupun frekeunsi pelayarannya agar bahan
pokok semakin mudah didapat dengan harga yang lebih
murah.
5. Proyeksi dan Estimasi Ko Kebutuhan Kapal Berdasarkan
de Proyeksi Penumpang (DWT)
5.1. Proyeksi dan Estimasi Pertumbuhan Potensi N Pang
Tr
Wilayah Hinterland Pelabuhan o kalan
ay 20 20 20 20 20 20 20
Analisis potensi wilayah hinterland pelabuhan akan ek 18 23 28 33 38 43 48
dilakukan dengan menggunakan parameter Produk Teluk 20 20 20 20 20 20 35
R3
Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga 1 Bayur 0 0 0 0 0 0 0
konstan. Estimasi potensi wilayah hinterland pelabuhan Surab R1 20 20 20 35 35 50 50
pangkalan/singgah, dihitung berdasarkan PDRB wilayah 2 aya 8 0 0 0 0 0 0 0
kabupaten/kota lokasi pelabuhan tersebut berada dengan Terna R6 20 20 20 20 20 20 20
menggunakan regresi linier. 3 te 4 0 0 0 0 0 0 0
Proyeksi PDRB untuk jangka pendek, menengah, dan Terna R6 20 20 20 20 20 20 20
jangka panjang menggunakan tahun dasar 2012-2016 4 te 5 0 0 0 0 0 0 0
seperti disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Potensi Sumber: Analisis Konsultan, 2018
wilayah pada hinterland angkutan laut perintis yang
digambarkan oleh PDRB atas dasar harga konstan Tabel 15 Kebutuhan Ukuran Kapal Minimum
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, sehingga Berdasarkan Proyeksi Barang (2018-2048)
dapat dikatakan bahwa estimasi proyeksi muatan Ko Kebutuhan Kapal Berdasarkan
angkutan laut perintis pun akan meningkat sejalan dengan N Pangk de Proyeksi Barang (DWT)
pertumbuhan PDRB wilayahnya o alan Tra 20 20 20 20 20 20 20
5.2. Proyeksi dan Estimasi Pertumbuhan Arus yek 18 23 28 33 38 43 48
Muatan Teluk 75 75 13 13 13 13 13
R3
Proyeksi muatan dilakukan pada data rata-rata naik turun 1 Bayur 0 0 00 00 00 00 00
penumpang dan bongkar muat barang pada tahun 2018 ke 12 12 12 12 12 12 12
tahun 2048 untuk setiap trayeknya di setiap pangkalan. Surab R1 00 00 00 00 00 00 00
2
Dengan pendekatan laju pertumbuhan muatan sama aya 8 G G G G G G G
dengan laju pertumbuhan PDRB setiap tahunnya, T T T T T T T
diperoleh hasil proyeksi naik turun penumpang dan Ternat R6 20 35 50 50 50 50 75
bongkar muat barang lima tahunan pada pelabuhan 3 e 4 0 0 0 0 0 0 0
singgah trayek. Ternat R6 20 20 20 20 20 20 20
5.3. Proyeksi dan Kebutuhan Infrastruktur Yang 4 e 5 0 0 0 0 0 0 0
Mendukung Angkutan Laut Perintis Sumber: Analisis Konsultan, 2018
Analisis proyeksi dan kebutuhan infrastruktur yang
mendukung angkutan laut perintis diperlukan untuk Tabel 16 Rekomendasi Ukuran Kapal Minimum (2018-
mengakomodasi muatan di masa depan, baik infrastruktur 2048)
pengangkutan (kapal) maupun fasilitas pelabuhan Ko Rekomendasi Ukuran Kapal
(dermaga). Besaran proyeksi kebutuhan dilakukan N Pangk de (DWT)
berdasarkan hasil analisis proyeksi muatan angkutan laut o alan Tra 20 20 20 20 20 20 20
perintis di masa depan. Analisis ini akan ditekankan pada yek 18 23 28 33 38 43 48
pelabuhan pengumpul yang lebih tepat daripada Teluk 75 75 13 13 13 13 13
pelabuhan utama. Hal ini didasari karena mayoritas R3
1 Bayur 0 0 00 00 00 00 00
pelabuhan utama merupakan pelabuhan dengan bongkar Suraba R1 20 20 20 35 35 50 50
muat berupa kontainer sedangkan pada angkutan perintis 2 ya 8 0 0 0 0 0 0 0
tidak memuat kontainer. Disisi lain pelabuhan utama akan Ternat R6 20 35 50 50 50 50 75
dirasa cukup padat jika menampung pula angkutan 3 e 4 0 0 0 0 0 0 0
perintis. Oleh karena itu, pelabuhan pengumpul dirasa Ternat R6 20 20 20 20 20 20 20
lebih tepat untuk dikembangkan infrastrukturnya terhadap 4 e 5 0 0 0 0 0 0 0
angkutan perintis. Sumber: Analisis Konsultan, 2018
5.3.1. Kebutuhan Ukuran Kapal Minimum
Mengacu pada hasil proyeksi on board passenger dan on
board load serta standar kapasitas angkut kapal, diperoleh 5.3.2. Kebutuhan Dermaga
hasil penentuan kebutuhan ukuran kapal minimum untuk kebutuhan panjang dermaga, kedalaman kolam dermaga,
setiap trayek yang ditinjau sebagai berikut. dan lebar apron minimum yang dibutuhan untuk setiap
Tabel 14 Kebutuhan Ukuran Kapal Minimum pelabuhan singgah tahun 2023 sampai 2048 berdasarkan
Berdasarkan Proyeksi Penumpang (2018-2048) standar yang dijelaskan pada RSNI Dermaga Untuk
Pelayanan Kapal Perintis. Untuk trayek yang tidak dapat sebaiknya juga tida tumpang tindih dengan moda jalan
dihitung ukurannya karena keterbatasan data dianggap (jalan raya) dan angkutan tol laut.
memiki ukuran yang sama dengan kapal terbesar pada
Namun, daerah yang tadinya dianggap sudah mampu
trayek lain di pangkalan yang sama Mengenai
menyelenggarakan pelayaran sendiri yang didukung oleh
perhitungan panjang dermaga minimum, jumlah tambatan
pelayaran swasta bisa kembali dilayari oleh kapal perintis
ditentukan sebanyak 2 tambatan untuk pelabuhan yang
karena permintaan masyarakat. Daerah seperti Kepulauan
disinggahi lebih dari 2 trayek perintis. Sementara hasil
Riau misalnya pelayaran perintis R-6 yang dihapus
perhitungan kebutuhan kedalaman kolam dermaga dan
trayeknya karena dianggap sudah maju dan dilayari oleh
lebar apron minimum pada tahun rencana yaitu 2018
pelayaran swasta, ternyata kembali dilayari oleh trayek
hingga 2048 tidak berubah yaitu masing-masing 5 meter
perintis karena pelayaran swasta tidak lagi mengunjungi
dan 15 meter di setiap pelabuhan yang ditinjau.
daerah tersebut.
6. Kebutuhan Re-Routing Pada Jaringan Trayek
Angkutan Laut Perintis Mengacu pada kriteria penyelenggaraan angkutan laut
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 perintis pada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
tentang Angkutan di Perairan pasal 71 (1), dijelaskan 2010 akan dilakukan peninjauan kembali jaringan
bahwa kegiatan perintis dilakukan untuk: angkutan laut perintis di pada wilayah studi agar
a. Menghubungkan daerah yang masih tertinggal penyelenggaraan angkutan laut perintis dapat berjalan
dan/atau wilayah terpencil yang belum berkembang sesuai dengan fungsinya. Hasil tinjau ulang jaringan
dengan daerah yang sudah berkembang atau maju; angkutan laut perintis berupa usulan re-routing pada
b. Menghubungkan daerah yang moda transportasi trayek yang tidak memenuhi kriteria penyelenggaraan
lainnya belum memadai; dan angkutan laut perintis. Selain itu re-routing ini juga
c. Menghubungkan daerah yang secara komersial diperlukan untuk mengatasi permasalahan waktu round
belum menguntungkan untuk dilayani oleh voyage yang terlalu lama. Dalam hal ini, re-routing
pelaksana kegiatan angkutan laut, angkutan sungai dilakukan agar waktu round voyage ideal yaitu 10 hari
dan danau, atau angkutan penyeberangan. dapat tercapai.
Dapat dikatakan, fungsi angkutan laut perintis adalah
untuk menghubungkan daerah-daerah terpencil, dan Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam
mengevaluasi dan melakukan re-routing angkutan laut
menciptakan hal yang posistif terhadap perkembangan
perintis yang ada di wilayah studi.
perekonomian daerah tertinggal, terpencil, dan terluar itu
sendiri, serta dapat menciptakan suatu pelayaran yang
teratur, tetap, serta aman.
Selanjutnya dalam peraturan yang sama yaitu pada pasal
71 (2) dijelaskan bahwa kriteria pelayaran perintis adalah:
a. Belum dilayani oleh pelaksana angkutan laut,
angkutan sungai dan danau atau angkutan
penyeberangan yang beroperasi secara tetap dan
teratur; dan
b. Secara komersial belum menguntungkan, atau
tingkat pendapatan per kapita penduduknya masih
rendah.
Tujuan dan kriteria penyelenggaraan angkutan laut
perintis sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 71 ayat 1
dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 inilah
yang dijadikan dasar dalam melakukan evaluasi ruas-ruas
trayek dan rekomendasi re-routing angkutan laut perintis.
Pelayaran perintis harus berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, pelayanan trayeknya tidak tumpang tindih
dengan pelayanan trayek komersil. Pelayanan angkutan
perintis harus juga bisa melayani wilayah perbatasan.
Daerah-daerah yang dianggap sudah mandiri dan mampu
melaksanakan pelayaran dengan angkutan laut komersial,
maka trayek angkutan perintis pada daerah tersebut
dihapus dan dialihkan ke daerah lain yang membutuhkan.
Selain dengan angkutan komersil, angkutan laut perintis
c. Trayek R9 di Pangkalan Sintete
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
R9 dengan lama round voyage 9 hari sudah
memenuhi lama round voyage ideal yaitu 10 hari.
Meskipun demikian, hasil evaluasi yang didapatkan
untuk trayek R9 adalah ruas Letung – Tarempa perlu
diubah pada trayek R9 karena beririsan dengan
kapal laut komersil milik PELNI.
d. Trayek R16 di Pangkalan Surabaya
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
R16 belum memenuhi lama round voyage ideal
yaitu 12 hari. Selain itu, dari hasil evaluasi jaringan
juga didapatkan bahwa seluruh ruas jaringan trayek
R16 beririsan dengan angkutan laut perintis lain
dalam hal ini adalah R19. Dengan demikian,
sebaiknya trayek ini dihilangkan agar penggunaan
kapal perintis lebih efisien.
e. Trayek R17 di Pangkalan Surabaya
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
R17 belum memenuhi lama round voyage ideal
yaitu 12 hari. Hasil evaluasi yang didapatkan pada
trayek R17 adalah sebagai berikut:
 Ruas Surabaya – Masalembo dan Masalembo –
Keramaian perlu diubah pada trayek R19
karena beririsan dengan trayek ini; dan
 Ruas Marabatuan – Batulicin dan Batulicin –
Kotabaru perlu diubah pada trayek R17 karena
beririsan dengan kapal komersil milik PELNI.
f. Trayek R18 di Pangkalan Surabaya
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
R18 dengan lama round voyage 17 hari belum
Beberapa hasil evaluasi yang didapatkan untuk trayek memenuhi lama round voyage ideal yaitu kurang
angkutan laut perintis yang ditinjau antara lain: dari 10 hari. Beberapa hasil evaluasi yang
didapatkan untuk trayek R18 adalah sebagai berikut:
a. Trayek R3 di Pangkalan Teluk Bayur
Lama round voyage untuk trayek R3 sudah  Ruas Surabaya – Kalianget, Badas – Bima,
memenuhi lama round voyage ideal yaitu kurang Waikelo – Waingapu perlu diubah pada trayek
dari 10 hari. Meskipun demikian, hasil evaluasi yang R18 karena beririsan dengan jalan raya;
didapatkan untuk trayek R3 adalah ruas Teluk Bayur  Ruas Bima – Labuan Bajo perlu diubah pada
– Panasahan perlu diubah pada trayek R3 karena: trayek R18 karena beririsan dengan kapal laut
beririsan dengan jalan raya dan beririsan dengan komersil milik PELNI; dan
angkutan laut perintis lain.  Ruas Kalianget – Sapudi, Sapudi – Kangean, dan
Kangean – Sapeken perlu diubah pada trayek
b. Trayek R4 di Pangkalan Teluk Bayur
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek R18 karena beririsan dengan trayek angkutan
R4 belum memenuhi lama round voyage ideal yaitu laut perintis lain.
12 hari. Hasil evaluasi yang didapatkan pada trayek g. Trayek R19 di Pangkalan Surabaya
R4 adalah sebagai berikut: Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
 Ruas Sikalabaluan/Pokai – Muara R19 dengam lama round voyage 14 hari belum
Saibi/Subeleng, Teluk Bayur – Panasahan, dan memenuhi lama round voyage ideal yaitu 12 hari.
Tua Pejat – Sioban pada trayek R4 perlu Hasil evaluasi yang didapatkan pada trayek R19
diubah karena beririsan dengan jalan raya; dan adalah ruas Surabaya – Masalembo dan Masalembo
 Jaringan trayek R4 cenderung memutar karena – Keramaian perlu diubah pada beririsan dengan
menyinggahi pelabuhan Teluk Bayur dan trayek lain.
Panasahan sebanyak tiga kali dalam satu round h. Trayek R29 di Pangkalan Poso
voyage.
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
R29 dengan lama round voyage 6 hari sudah R66 selama 12 hari belum memenuhi lama round
memenuhi lama round voyage ideal yaitu 10 hari. voyage ideal yaitu 10 hari. Selain itu, dari hasil
Meskipun demikian, hasil evaluasi yang didapatkan evaluasi jaringan juga didapatkan bahwa ruas
untuk trayek R29 adalah Ruas Gorontalo – Torosit, Ternate – Mayau, Mayau – Bitung, Bitung – Tobelo,
Torosit – Bitung perlu diubah pada trayek R29 Tobelo dan Tobelo – Daruba perlu diubah karena
karena beririsan dengan jalan raya. beririsan dengan trayek angkutan laut perintis hasil
i. Trayek R110 di Pangkalan Poso re-routing pada R65.
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek n. Trayek R67 di Pangkalan Ternate
R110 sudah memenuhi lama round voyage ideal Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
yaitu kurang dari 10 hari. Meskipun demikian, hasil R67 selama 12 hari belum memenuhi lama round
evaluasi yang didapatkan untuk trayek R110 adalah voyage ideal yaitu 10 hari. Selain itu, dari hasil
sebagai berikut: evaluasi jaringan juga didapatkan bahwa ruas
 Pelabuhan yang disinggahi pada trayek R110 Ternate – Bataka, Bataka – Mayau, Mayau – Tifure,
bukan merupakan daerah 3T namun belum dan Tifure – Bitung, perlu diubah karena beririsan
memiliki moda angkutan yang memadai; dan dengan trayek angkutan laut perintis hasil re-routing
 Tidak ada muatan penumpang di setiap voyage, pada R65.
hanya Bringkasi yang menjadi asal o. Trayek R80 di Pangkalan Merauke
pengangkutan barang. Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
j. Trayek R36 di Pangkalan Kolonedale R80 selama 13 hari belum memenuhi lama round
Diperoleh bahwa trayek R36 dengan lama round voyage ideal yaitu 10 hari. Selain itu, dari hasil
voyage 14 hari belum memenuhi lama round voyage evaluasi jaringan juga didapatkan bahwa ruas Bayun
ideal yaitu 10 hari. Hasil evaluasi yang didapatkan – Atsy, Atsy – Sagoni, dan Sagoni – Eci perlu
pada trayek R36 adalah sebagai berikut: diubah karena beririsan dengan trayek angkutan laut
 Ruas Baubau – Makassar perlu diubah pada perintis lain dan jalan raya.
trayek R36 karena beririsan dengan jalan raya p. Trayek R81 di Pangkalan Merauke
dan angkutan laut komersil; dan Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
 Ruas Baturube – Kolo perlu diubah pada trayek R81 selama 12 hari belum memenuhi lama round
R36 karena beririsan dengan jalan raya. voyage ideal yaitu 10 hari. Selain itu, dari hasil
k. Trayek R64 di Pangkalan Ternate evaluasi jaringan juga didapatkan bahwa ruas Moor
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek - Kepi perlu diubah karena beririsan dengan trayek
R64 selama 18 hari belum memenuhi lama round angkutan laut perintis lain.
voyage ideal yaitu kurang dari 10 hari. Beberapa
hasil evaluasi yang didapatkan untuk trayek R64 q. Trayek R82 di Pangkalan Merauke
adalah sebagai berikut: Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
 Ruas Mafa - Weda perlu diubah pada trayek R64 R82 selama 12 hari belum memenuhi lama round
karena beririsan dengan jalan raya; dan voyage ideal yaitu 10 hari. Selain itu, dari hasil
 Ruas Ternate – Soasio, Ternate – Mayau, Mayau evaluasi jaringan juga didapatkan bahwa ruas
– Tifure, dan Tifure – Bitung perlu diubah Merauke – Wanam dan Wanam - Bayun, perlu
pada trayek R64 karena beririsan dengan diubah karena beririsan dengan trayek angkutan laut
trayek angkutan laut perintis lain. perintis lain.
l. Trayek R65 di Pangkalan Ternate r. Trayek R83 di Pangkalan Merauke
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
R65 selama 29 hari belum memenuhi lama round R83 selama 13 hari belum memenuhi lama round
voyage ideal yaitu kurang dari 10 hari. Beberapa voyage ideal yaitu 10 hari. Selain itu, dari hasil
hasil evaluasi yang didapatkan untuk trayek R65 evaluasi jaringan juga didapatkan bahwa ruas
adalah sebagai berikut: Merauke – Wanam, Bayun – Atsy, dan Atsy - Eci ,
 Ruas Jailolo – Bataka dan Bataka - Buli perlu perlu diubah karena beririsan dengan trayek
diubah pada trayek R65 karena beririsan angkutan laut perintis.
dengan jalan raya; dan s. Trayek R84 di Pangkalan Merauke
 Ruas Ternate – Mayau, Mayau – Tifure, dan Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek
Tifure – Bitung perlu diubah pada trayek R65 R84 selama 12 hari belum memenuhi lama round
karena beririsan dengan trayek angkutan laut voyage ideal yaitu 10 hari. Selain itu, dari hasil
perintis lain. evaluasi jaringan juga didapatkan bahwa ruas Bade
m. Trayek R66 di Pangkalan Ternate – Agats, Agats – Pomako, dan Dobo - Pomako perlu
diubah karena beririsan dengan trayek angkutan laut dibandingkan kebutuhan angkutan dan kesinambungan
perintis lain serta ruas Tual – Dobo perlu diubah pelayanan tidak teratur; dan
karena beriirisan dengan trayek angkutan laut b. Waktu tempuh yang lama dengan moda
komersil milik PELNI. transportasi selain transportasi udara; atau
t. Trayek R85 di Pangkalan Merauke c. Keadaan di daerah yang pada waktu-waktu
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek tertentu pelayanan moda transportasi yang sudah tersedia
R85 selama 13 hari belum memenuhi lama round tidak berkesinambungan dikarenakan faktor alam dan
voyage ideal yaitu 10 hari. Selain itu, dari hasil infrastruktur yang tidak mendukung.
evaluasi jaringan juga didapatkan bahwa ruas
Merauke – Wanam, Bade – Agats, Agats Pomako, 7.2. Mekanisme Penetapan Rute Perintis
Dobo – Pomako, dan Pomako Agatas, perlu diubah Usulan rute perintis dilakukan dengan mekanisme sebagai
karena beririsan dengan trayek angkutan laut berikut:
perintis lain serta ruas Tual – Dobo karena beririsan a. Usulan rute angkutan udara perintis diajukan oleh
dengan kapal komersil milik PELNI. Koordinator Wilayah kepada Direktur Jenderal
u. Trayek R86 di Pangkalan Merauke secara tertulis;
Diperoleh bahwa lama round voyage untuk trayek b. Usulan rute perintis terdiri dari rute lama (existing)
R86 selama 6 hari sudah memenuhi lama round dan rute baru disampaikan setelah berkoordinasi
voyage ideal yaitu 10 hari. Maka, tidak dilakukan dengan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan,
re-routing untuk trayek ini. Unit Pelaksana Pelabuhan cakupan dan Pemerintah
7.Kebutuhan Ketentuan Mengenai Kriteria dan Daerah Setempat;
Evaluasi Penyelenggaraan Angkutan Laut Perintis c. Usulan rute angkutan udara perintis yang diajukan
Saat ini, peraturan mengenai keperintisan lebih banyak oleh Koordinator Wilayah, wajib disertai dengan
dijelaskan untuk angkutan perintis udara. Sebagaimana data kelengkapan sebagai berikut:
Peraturan yang telah diundangkan pada Peraturan Menteri 1. Surat pernyataan oleh Kepala Unit
Nomor 79 Tahun 2017 merupakan perubahan dari Penyelenggara Pelabuhan atau Koordinator
Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2016, membahas Wilayah terkait tentang kesiapan operasional
mengenai jenis kegiatan angkutan udara perintis, kriteria bandar udara pada rute-rute yang diusulkan;
rute perintis, penyelenggaraan angkutan udara perintis, 2. Kerangka Acuan Kerja (Term of
pelaksanaan angkutan udara perintis, evaluasi rute Referrence/TOR) dan perhitungan rincian
perintis, serta kewajiban penyelenggara angkutan perintis. kebutuhan anggaran biaya dalam 1 (satu)
periode pelaksanaan angkutan udara perintis;
Berdasarkan kriteria yang telah disusun oleh Direktorat 3. Data dukung untuk angkutan udara perintis
Jenderal Udara, yang dipandang sudah cukup baik, maka penumpang berupa:
angkutan laut perintis dapat mengacu kepada peraturan a) Data aksesibilitas dengan ibu kota
angkutan udara perintis tersebut. Maka secara kriteria propinsi dan/atau daerah lain yang
untuk angkutan laut perintis dijabarkan sebagai berikut. mempunyai keterhubungan secara
ekonomi yang meliputi:
7.1. Penjabaran Kriteria Penetapan Rute Perintis 1) Pelayanan dan ketersediaan moda
Terutama Fungsi Perintis Untuk Menghubungkan Daerah transportasi lainnya meliputi: (a)
Terpencil dan Daerah Tertinggal jenis dan jumlah moda transportasi
Kriteria daerah terpencil dan daerah tertinggal meliputi: lainnya; dan
a. Daerah yang sulit aksesibilitas dengan ibu kota (b) kapasitas tiap moda transportasi.
propinsi dan/atau daerah lain yang mempunyai 2) Waktu tempuh dengan moda
keterhubungan secara ekonomi; transportasi lainnya;
b. Daerah perbatasan dengan negara lain 3) Kondisi kesinambungan pelayanan
berdasarkan penetapan oleh Badan yang membidangi moda transportasi lainnya; dan
pengelolaan perbatasan; 4) Data potensi keterhubungan secara
c. Pulau-pulau kecil terluar berdasarkan penetapan ekonomi ditunjukkan dengan:
Presiden; atau (a) Besarnya Pendapatan Daerah
d. Daerah tertinggal berdasarkan penetapan Regional Bruto (PDRB) daerah
Presiden. tersebut yang dirinci per
Lebih lanjut dijelaskan mengenai kriteria daerah yang sektor;
sulit aksesibilitas dengan ibu kota dan/atau daerah lain (b) Analisa ekonomi apabila
yang mempunyai keterhubungan secara ekonomi berupa: tersedia angkutan udara
a. Pelayanan dan ketersediaan moda transportasi perintis pada rute tersebut;
lain pada rute perintis tersebut memiliki kapasitas terbatas
b) Data lokasi daerah sesuai dengan
penetapan daerah terpencil, terluar dan 7.4. Koordinator Wilayah
perbatasan; Koordinator wilayah adalah Kepala Unit Penyelenggara
c) Data bandar udara terkait; Pelabuhan yang ditunjuk untuk mengkoordinasikan
d) Jumlah potensi permintaan angkutan penyelenggaraan angkutan udara perintis dan/atau subsidi
udara perintis dibagi atas: angkutan udara kargo pada wilayah yang ditentukan.
1) Profesi masyarakat; dan Koordinator wilayah dapat melakukan penyesuaian
2) Tujuan melakukan kegiatan penyelenggaraan angkutan laut perintis dalam hal
perjalanan. mengusulkan perubahan rute dan/atau penyesuaian
e) Hasil koordinasi dengan Kantor frekuensi angkutan laut perintis penumpang pada tahun
Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan, Unit anggaran berjalan. Perubahan rute dan frekuensi tidak
Penyelenggara Pelabuhan terkait dan boleh melebihi anggaran yang telah ditetapkan. Usulan
Pemerintah Daerah; perubahan rute diajukan kepada Direktur Jenderal dengan
f) Usulan jumlah frekuensi penerbangan, dilengkapi data dukung dan berasal dari instansi terkait.
target penumpang yang akan diangkut Perubahan rute dilaksanakan setelah mendapat
dan waktu tempuh beserta jarak terbang; persetujuan Direktur Jenderal.
g) Rincian perhitungan total biaya operasi Koordinator Wilayah berkewajiban untuk:
pesawat udara yang dapat digunakan a. Menyampaikan persiapan dan pelaksanaan angkutan
untuk melayani rute perintis beserta biaya laut perintis, subsidi angkutan laut perintis dan/atau
operasi pesawat udara per rute perintis; subsidi biaya angkutan bahan bakar minyak dan
dan jadwal pelayaran kepada Direktur Angkutan laut dan
h) Untuk rute lama (existing) yang diusulkan Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan;
kembali wajib menyampaikan hasil b. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan angkutan
evaluasi pelaksanaan angkutan udara laut perintis, subsidi angkutan laut dan/atau subsidi
perintis. biaya angkutan bahan bakar minyak sesuai dengan
7.3. Pelaksanaan Angkutan Laut Perintis kontrak termasuk membentuk tim pengawas
Pada angkutan laut perintinsi belum diatur mengenai angkutan laut perintis pada wilayah cakupannya;
mekanisme penggantian perjalanan yang dibatalkan. c. Melaporkan hasil pengawasan sebagaimana
Berikut adalah rinciannya: dimaksud dalam huruf b kepada Direktur Jenderal
1. Kegiatan angkutan laut perintis dilaksanakan cq. Direktorat Angkutan Laut dan tembusan kepada
berdasarkan rute, target frekuensi pelayaran, dan Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan
target penumpang yang ditetapkan Direktur Jenderal setiap 1 (satu) bulan sebagaimana format laporan
dan dilaksanakan setelah kontrak ditandatangani yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- Peraturan Menteri ini yang dapat dilakukan secara
undangan. manual atau melalui jaringan internet;
2. Pelaksanaan angkutan laut perintis dilaksanakan d. Melakukan evaluasi penyelenggaraan angkutan laut
sesuai dengan jadwal pelayaran yang telah perintis, subsidi angkutan udara laut dan/atau
ditetapkan dalam kontrak. subsidi biaya angkutan bahan bakar minyak setiap 6
(enam) bulan serta melaporkan kepada Direktur
3. Dalam pelaksanaan pelayaran sebagaimana Jenderal Perhubungan Laut dan Kepala Kantor
dimaksud pada ayat (2) apabila terjadi pembatalan
Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan; dan
pelayaran harus segera diganti pelayaran paling
e. Mempersiapkan kesinambungan pelaksanaan
lambat 7 (tujuh) hari kalender.
program angkutan udara perintis dan/atau subsidi
4. Apabila penggantian pelayaran sebagaimana angkutan udara kargo pada tahun berikutnya.
dimaksud pada ayat (3) tidak dilaksanakan sampai
dengan 7 (tujuh) hari kalender maka dikenakan Berikut ini disajikan gambaran struktur organisasi
denda sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. pelaksanaan angkutan laut perintis.
5. Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dikenakan apabila pembatalan pelayaran akibat
kesalahan Pelaksana Angkutan Laut Perintis.
7.5.1. Kriteria Perubahan Rute Perintis Menjadi
Komersial Selain itu pada PM 79/2017 juga dijelaskan
mengenai kriteria perubahan rute perintis menjadi rure
komersial. Sebelumnya pada peraturan yang telah
dihapuskan yaitu PM 9/2016 juga dijelaskan hal yang
sama namun dengan kriteria yang berbeda yaitu:
1. Kebutuhan jasa angkutan meningkat dengan ada
load factor di atas 70% dan frekuensi lebih dari 4
(empat) kali per minggu.
2. Kemampuan daya beli masyarakat tinggi.
3. Tarif perintis telah sesuai dengan tarif angkutan
niaga berjadwal, dan/atau
Gambar Struktur Organisai Pelaksanaan Angkutan Laut Perinti
Sumber: Analisis Konsultan, 2018 4. Terdapat badan usaha angkutan niaga berjadwal
yang bersedia untuk melayani rute tersebut secara
komersial dan berkesinambungan.
7.5. Evaluasi Rute Perintis
Namun pada PM 79/2017 penggunaan indikator load
Pada penyelenggaraan angkutan laut perintis tidak ada
factor dalam mengevaluasi rute perintis menjadi rute
penjelasan mengenai evaluasi rute perinis yang harus
komersial dihapuskan. Hal ini sejalan dengan fungsi
dilakukan, yang dijelaskan hanyalah pelaporan
penyelenggaraan perintis pada dasarnya bukanlah
perlaksanaan kegiatan perintis oleh operator kepada
mencari keuntungan, tetapi untuk meningkatkan
pemerintah pusat.
konektivitas dan aksesibilitas terutama agar masyarakat
Berikut ini adalah penjabaran evalauasi perintis untuk
merasakan kehadiran negara pada daerah tertinggal,
angkutan laut:
terdepan, dan terluar. Sehingga load factor ini bukan
1. Evaluasi pelaksanaan pelayanan angkutan udara
digunakan sebagai indikator finansial tetapi lebih
perintis dan subsidi angkutan laut perintis dilakukan
digunakan sebagai indikator efisiensi terutama dalam
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali oleh
aspek biaya.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kantor
Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan, Koordinator Perubahan rute perintis menjadi rute komersial pada
Wilayah dengan melibatkan Unit Pelaksana angkutan laut perintis dilakukan setelah memenuhi
Pelabuhan dan Pemerintah Daerah. ketentuan sebagai berikut:
2. Evaluasi pelaksanaan angkutan laut perintis a. Terpenuhinya target penumpang dan frekuensi yang
dilaksanakan berdasarkan: telah ditetapkan dalam kontrak;
a. Fungsi keperintisan; b. Besaran tarif perintis telah mendekati tarif angkutan
b. Kinerja penyelenggaraan angkutan laut laut niaga berjadwal; dan/atau
perintis; c. Terdapat badan usaha angkutan laut niaga
c. Pelaporan Kegiatan Angkutan Laut Perintis berjadwal yang melayani rute tersebut secara
yang dilakukan secara berkala setiap bulan komersial dan berkesinambungan.
yang dapat dilakukan secara manual atau 7.5.2. Kriteria Penghentian Penyelenggaraan
elektronik; Angkutan Perintis
d. Log Book; dan
e. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan Penyelenggaraan angkutan laut perintis penumpang
pembangunan insfraktuktur daerah. dihentikan apabila:
3. Hasil evaluasi merupakan dasar: a. Pada rute tersebut sudah tersedia moda transportasi
a. Penetapan sebagai rute perintis dan rute lain dengan kapasitas dan waktu tempuh yang
Subsidi Angkutan Laut Perintis pada tahun memadai dan pelayanan yang berkesinambungan;
berikutnya; atau atau
b. Perubahan rute perintis menjadi rute komersial; b. Pada rute tersebut sudah dilayani angkutan laut
atau niaga berjadwal sampai dengan akhir tahun
c. Penghapusan rute perintis. anggaran kegiatan angkutan laut perintis.
8. Hasil Tinjau Ulang Pengongoperasian dan Jaringan
Angkutan Laut Perintis
8.1. Evaluasi Terhadap Jaringan Trayek Angkutan
Laut Perintis
Dari hasil evaluasi terhadap jaringan trayek angkutan laut
perintis yang sudah beroperasi ditemukan beberapa
masalah yang menyebabkan penyelenggaraan angkutan didominasi oleh daerah yang sudah berkembang atau
laut perintis belum optimal. cenderung maju.
Pertama, terkait realisasi lamanya waktu layar atau Berdasarkan identifikasi konektivitas antara trayek
round voyage dapat dikatakan terlalu lama yaitu berkisar angkutan laut perintis dengan simpul pelabuhan tol laut,
antara 11 – 19 hari pelayaran. Lamanya round voyage tampak bahwa masih ada ketimpangan konektivitas
kapal-kapal perintis ini dirasakan masih belum memadai antara jaringan angkutan laut perintis dengan simpul
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama yang pelabuhan tol laut. Konektivitas simpul pelabuhan tol laut
berada di daerah-daerah Tertinggal, Terdepan, dan dengan angkutan laut perintis paling tinggi ada di
Terluar. Pelabuhan Saumlaki, dengan 16 trayek terkoneksi dengan
pelabuhan ini. Sementara itu masih ada 15 simpul
Berdasarkan hasil analisis disparitas harga barang pokok
pelabuhan tol laut yang belum terkoneksi dengan trayek
diperoleh bahwa disparitas harga yang cukup tinggi
angkutan laut perintis sama sekali.
terjadi di wilayah timur Indonesia antara lain di Tanah
Bumbu, Kepulauan Anambas, Natuna, Tanjung Pinang, Artinya, belum ada integrasi jaringan trayek angkutan
Bima, Ambon, Kepuluauan Aru, Maluku Barat Daya, laut perintis di sini, hal ini mungkin dapat menjelaskan
Seram Bagian Barat, Tual, Halmahera Barat, Halmahera mengapa permasalahan lamanya round voyage dan
Selatan, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, utilisasi kapal perintis menjadi tidak optimal. Adanya
Halmahera Utara, Kepulauan Sula, Pulau Morotai, Pulau ruas trayek yang sudah dilayani angkutan lain dapat
Taliabu, Ternate, Asmat, Boven Digul, Mappi, Merauke, mengurangi bangkitan pergerakan dan menambah daerah
dan Mimika. Disparitas tertinggi yaitu sebesar 114% yang harus dikunjungi angkutan laut perintis yang
terjadi pada tahun 2017 untuk bahan pokok cabai merah berujung pada operasi angkutan laut perintis yang tidak
di wilayah Maluku, tepatnya di Kepulauan Aru, Maluku efisien.
Barat Daya, dan Tual. Hal ini kemungkinan terjadi karena
Sementara, terkait penilaian kinerja dari sisi pengguna
masih lamanya waktu round voyage angkutan laut
angkutan laut, secara keseluruhan dari sebagian besar
perintis di daerah tersebut, sebut saja trayek R66, R84,
responden menyatakan bahwa kinerja angkutan laut
dan R85 dengan lama round voyage 15 – 16 hari.
perintis saat ini sudah cukup baik, namun terdapat
Meskipun demikian, adanya angkutan laut perintis dapat
beberapa aspek yang perlu diperbaiki antara lain
membantu menjaga kestabilan harga bahan pokok di
berkaitan dengan fasilitas di pelabuhan, frekuensi
daerah yang disinggahi. Sebagai contoh, untuk bahan
keberangkatan yang belum memadai, rute pelayaran,
pokok jenis beras perkembangan disparitas harga dalam
waktu tunggu, waktu layar, dan jumlah kapal.
periode 2016 hingga 2018 cenderung semakin menurun
8.2. Evaluasi Terhadap Sarana, Prasarana, Dan
setiap tahunnya. Hal ini menjelaskan bahwa keberadaan
Teknologi Angkutan Laut Perintis
angkutan laut perintis memiliki peranan yang penting
dalam menjaga kestabilan harga bahan pokok. Potensi wilayah pada hinterland angkutan laut perintis
yang digambarkan oleh PDRB atas dasar harga konstan
Kedua, utilisasi penggunaan kapal perintis, cenderung
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, sehingga
dapat dikatakan tidak efisien. Dari sampel trayek yang
dapat dikatakan bahwa estimasi proyeksi muatan
diamati didapat bahwa rata-rata passenger factor untuk
angkutan laut perintis pun akan meningkat sejalan dengan
setiap voyage berada di rentang 1% hingga 13% saja
pertumbuhan PDRB wilayahnya. Hasil proyeksi muatan
dengan tingkat keterisian penumpang maksimum pada
angkutan laut perinis hingga tahun 2048 menunjukkan
satu voyage sebesar 45.5%. Sementara, rata-rata load
bahwa ukuran kapal eksisting saat ini tidak mampu
factor untuk setiap voyage berada di rentang 0.2% hingga
mengakomodasi jumlah penumpang dan barang di atas
28% dengan tingkat keterisian barang maksimum pada
kapal hasil proyeksi. Selain itu, didapatkan perubahan
satu voyage sebesar 103.5%. Sehingga masih diperlukan
kebutuhan dimensi dari hasil proyeksi kebutuhan kapal.
penyesuaian ukuran kapal dengan tetap memperhatikan
standar keselamatan. Permasalahan terkait utilisasi kapal perintis yang belum
efisien terjadi karena ketidaksesuaian ukuran kapal yang
Ketiga, beberapa rute yang dilalui angkutan laut perintis
digunakan sehingga masih diperlukan penyesuaian
tidak memenuhi kriteria fungsi keperintisan sebagaimana
ukuran kapal dengan tetap memperhatikan standar
yang dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 20
keselamatan dan jumlah armada kapal yang sudah
Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pasal 71 ayat 1
tersedia. Hal ini penting dilakukan demi tercapainya cost
dan 2. Berdasarkan evaluasi, masih ditemukan pelayanan
effectiveness, selain dari penyesuaian jaringan trayek,
trayek angkutan laut perintis yang tumpang tindih dengan
penyesuaian spesikasi kapal yang digunakan dapat
pelayanan trayek angkutan komersil, moda jalan (jalan
mengurangi biaya operasi kapal. Selain itu masih
raya), trayek angkutan laut perintis lainnya. Selain itu,
ditemukan kapal yang docking di pelabuhan terlalu lama
ditemukan pula trayek angkutan laut perintis yang
karena mengalami kerusakan. Tentunya hal ini dapat
mengurangi efisiensi pelabuhan terutama di pelabuhan memperoleh kredit. Selain memudahkan pengadaan
pangkalan yang melayani angkutan komersil dan tol laut. kapal, sistem kontrak jangka panjang akan menjamin
perawatan kapal perintis. Jika kontrak dilaksanakan per
8.3. Evaluasi Terhadap Manajemen dan
tahun maka operator pelayaran kesulitan merawat kapal
Pengelolaan Angkutan Laut Perintis
sesuai dengan jadwal dan meningkatkan pelayanan
Penyelenggaraan angkutan laut perintis saat ini dapat angkutan laut perintis kepada penumpang maupun
dikatakan belum optimal dalam berbagai aspek terutama barang.
terkait jaringan trayek angkutan laut perintis. 9. Rekomendasi
Permasalahan ini kemungkinan muncul karena Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis,
manajemen dan pengelolaan angkutan laut perintis yang kebijakan pelayaran angkutan laut perintis di Indonesia
belum baik. Seperti ditemukannya ruas jaringan trayek sebaiknya diarahkan ke empat aspek, yaitu terkat jaringan
angkutan laut perintis yang tidak memenuhi fungsi trayek angkutan laut perintis; sarana, prasarana, dan
keperintisan karena tumpang tindih dengan angkutan lain teknologi; manajemen dan pengelolaan; serta regulasi
atau penempatan pelabuhan singgah yang tidak sesuai angkutan laut perintis.
kriteria menunjukkan masalah integrasi jaringan. Hal ini
terjadi karena setiap trayek dikelola oleh operator yang Adapun rekomendasi yang dapat diberikan untuk
berbeda-beda sehingga dibutuhkan suatu fungsi yang pengoperasian dan jaringan angkutan laut perintis yang
dapat mengkoordinasi penyelenggaraan angkutan laut optimum di wilayah terdepan, terluar, dan terisolir, adalah
perintis berbasis wilayah yang menjadi perantara antara lain:
pemerintah pusat dan operator. Kemungkinan penyebab 1. Terkait optimalisasi jaringan trayek angkutan laut
lainnya, yaitu kurangnya pengawasan dalam penambahan perintis:
rute hasil usulan pemerintah daeah yang cenderung  Penjabaran kriteria penetapan rute perintis
diterima tanpa dievaluasi lebih dalam. terutama fungsi perintis untuk menghubungkan
daerah terpencil dan daerah tertinggal;
Terkait utilisasi kapal yang belum efisien kemungkinan
dapat terjadi karena potensi daerah yang memerlukan  Penjabaran kriteria evaluasi penyelenggaraan
perintis tidak di respon secara baik oleh daerah lain rute angkutan laut perintis terkait perubahan rute
karena penyelenggaraan perintis yang cenderung bersifat perintitis menjadi rute komersial dan
silo-silo. penghapusan rute perintis;
Meskipun evaluasi penyelenggaraan angkutan laut
 Penetapan target penumpang dan frekuensi
angkutan laut perintis yang harus dipenuhi dalam
perintis selalu dilakukan setiap tahun, permasalahan-
kontrak;
permasalahan sebagaimana yang dijabarkan di atas selalu
muncul dan belum membaik. Hal ini terjadi karena  Evaluasi pelaksanaan angkutan laut perintis
ketentuan-ketentuan teknis mengenai penyelenggaraan berdasarkan fungsi keperintisan, kinerja
perintis belum banyak dituangkan ke dalam peraturan, penyelenggaraan angkuran laut perintis,
sehingga pengelolaanya masih belum bisa diawasi dengan pelaporan realisasi pelaksanaan kegiatan perintis
baik. Dalam hal ini belum ada peraturan mengenai secara berkala, dan pertumbuhan ekonomi dan
angkutan laut perintis yang membahas ketentuan yang peningkatan pembangunan infrastruktur daerah;
lebih detail mengenai evaluasi rute perintis, yang ada  Integrasi jaringan dengan melakukan re-routing
hanya penyelenggaraan perintis yang sifatnya masih berdasarkan hasil evaluasi kinerja angkutan laut
umum. Terlebih penyelenggaraan perintis saat ini perintis; dan
dilakukan dengan kontrak per tahun menyebabkan  Angkutan laut perintis sebagai feeder tol laut.
evaluasi dan peningkatan kinerja belum bisa dilaksanakan 2. Terkait sarana, prasarana, dan teknologi:
secara optimal.
 Penggunaan spesifikasi kapal yang lebih efisien
Sistem kontrak tahunan berdasarkan tahun tunggal sesuai hasil evaluasi berkala yang dilakukan
membuat ada waktu-waktu kapal yang tidak beroperasi dengan memperhatikan jumlah armada kapal
karena proses lelang dan kontrak belum selesai. Dengan yang sudah tersedia;
kontrak jangka panjang akan merangsang pengusaha  Pembangunan fasilitas pelabuhan khususnya
membangun kapal baru dan memperbaiki standar fasilitas singgah pada pelabuhan perintis yang
pelayanan angkutan perintis serta memudahkan pihak belum memiliki fasilitas pelabuhan namun
penyelenggara untuk membeli kapal dalam melayani dapat disinggahi kapal perintis;
angkutan laut perintis. Manfaat lainnya dari sistem  Penyediaan kapal-kapal kecil untuk pelaksanaan
kontrak jangka panjang adalah akan meningkatkan ship to ship pada pelabuhan yang tidak bisa
kepercayaan perbankan dan lembaga pembiayaan disinggahi kapal perintis karena hambatan
nonbank terhadap operator angkutan laut perintis guna alam;
 Penyediaan kapal pengganti untuk kapal yang A. Penelitian
sedang docking karena masalah pemeliharaan; Bay M. Hasani. 2017. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal
 Penggunaan skema KPBU dalam pembangunan Perhubungan Laut. Pidato Pembukaan Rapat
dan perbaikan pelabuhan perintis; dan Koordinasi Nasional (Rakornas) Angkutan laut
 Pemeliharaan kapal perintis menjadi tanggung perintis. Selasa, 3 Oktober. Jakarta.
jawab operator yang dimuat dalam kontrak Badan Litbang Perhubungan. 2012. Kebijakan
jangka panjang (multiyear contract); Pengembangan Angkutan Laut Perintis dalam
3. Terkait manajemen dan pengelolaan angkutan laut Rangka Meningkatkan konektivitas dan
perintis: Mendukung Pengentasan Kemiskinan pada Daerah
 Pembentukan koordinator wilayah untuk Tertinggal. Roundtable discussion. 24 November.
mengkoordinasikan penyelenggaraan akutan Jakarta
laut perintis dan/atau subsidi angkutan laut Badan Litbang Perhubungan. 2013. Penyusunan Kriteria
perintis pada wilayah yang ditentukan; di Bidang Trasportasi Laut Untuk Peningkatan
Pelayanan, Keselamatan dan Keamanan. Focus
 Penetapan prosedur dan persyaratan dalam
Group Discussion. 4 November. Jakarta
mengusulkan rute angkutan laut perintis baik
Departemen Perhubungan dan Lembaga Ketahanan
rute lama (eksisting) dan rute baru;
Nasional. 1992. Kajian Pengembangan Pelayaran
 Penyelenggaraan perintis dengan sistem kontrak
Rakyat. Jakarta: Departemen Perhubungan dan
jangka panjang (multiyears contract) dengan
Lembaga Ketahanan Nasional.
pelelengan terbuka; dan
Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal,
 Pembentukan regulasi yang mengatur Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
penyelenggaraan angkutan laut perintis (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan
terutama terkait aspek penjabaran kriteria Nasional (BAPPENAS) berdasarkan surat No.
penyelenggaraan perintis, kinerja dan evaluasi 2421/Dt.7.2/04/2015.
pelaksanaan angkutan laut perintis, dan tata Ditjen Perhubungan Laut. 1997. Indikator Kinerja Sub
cara pengusulan rute angkutan laut perintis. Sektor Transportasi Laut. Jakarta. Departemen
4. Terkait belum adanya peraturan mengenai angkutan Perhubungan.
laut perintis yang membahas ketentuan detail Hermawan, Ferry, dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2008.
mengenai penjabaran kriteria penyelenggaraan Pengembangan Trayek Angkutan Perintis di
perintis, kinerja dan evaluasi pelaksanaan angkutan Wilayah Karesidenan Pekalongan Metode SIG-
laut perintis, dan tata cara pengusulan rute angkutan AHP. Prosiding INSAHP5, Teknik Industri,
laut perintis, maka maka angkutan laut perintis dapat Universitas Diponegoro.
mengacu kepada peraturan angkutan udara perintis Johannes, Standy, M. Ruslin Anwar, dan Eddi Basuki.
PM 79/2017 yang dipandang sudah cukup baik. 2012. Proyeksi Jumlah Pergerakan Dalam
5. Perlu diketahui bahwa rekomendasi re-routing pada Menentukan Kapasitas dan Jumlah Armada
studi ini masih memerlukan penyempurnaan Perintis Kabupaten Maluku Barat Daya. Jurnal
sehingga pada studi selanjutnya dapat melibatkan Teknologi Volume 9. No.2.
hal-hal tambahan sebagai berikut: LP3MT STMT Trisakti Jakarta. 2011. Kajian Kinerja
 Kondisi jalan raya yang tersedia pada ruas Pelayanan Angkutan Laut Perintis Dalam Upaya
jaringan angkutan laut perintis yang Penataan Angkutan Laut Perintis (Studi Kasus
berhimpitan dengan jalan raya; Trayek R5 Pelabuhan Pangkal Tg. Pinang.
 Evaluasi perbandingan ruas jaringan angkutan Siahaan, Denny L. 2013. Diskusi bertema Penyusunan
laut perintis dengan angkutan laut komersil Kriteria di Bidang Trasportasi Laut Untuk
swasta dan angkutan penyeberangan (perintis Peningkatan Pelayanan, Keselamatan dan
dan swasta); Keamanan. Focus Group Discussion Badan
 Evaluasi frekuensi pelayaran angkutan laut dan Litbang Kementerian Perhubungan. Senin 4
angkutan penyeberangan; November. Jakarta.
 Kondisi infrastruktur pelabuhan singgah Soegoto, Eddy Suryanto. 2010. Faktor-Faktor yang
angkutan laut perintis; dan Mempengaruhi Pelabuhan di KTI Disinggahi
 Kajian hubungan sosial budaya pada wilayah Armada Perintis. Majalah Ilmiah Unikom. Vol.7
yang disinggahi angkutan laut perintis serta No.1.
Wahyono, Efendi, Yuda B. Tangkilisan, Djokko
pengaruhnya terhadap bangkitan dan
Marihandono. 2014. Pelayaran Perintis Dalam
tarikan pergerakan. Integrasi Nasional dan Perkembangan Daerah
DAFTAR PUSTAKA Perbatasan, Terpencil, dan Tertinggal 1974-2012.
Laporan Hasil Penelitian Fundamental Universitas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 79 Tahun
Terbuka. 2017 tentang Kriteria dan Penyelenggaraan
Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi
B. Publikasi Berita/Informasi Angkutan Udara Kargo.
Annual Report PT. PELNI Tahun 2016. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun
Dunia Maritim, 5-6/xxxiv/Mei-Juni 1984. 2018 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Publik
Dunia Maritim, 3/xlv/April-Mei 1995. Kapal Perintis.
Info Kajian Bappenas. 2011. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM 49 Tahun
Kabupaten Morowali Utara Dalam Angka. 2017. Badan 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional
Pusat Statistik (SISTRANAS).
Kabupaten Sambas Dalam Angka. 2017. Badan Pusat
D. Kunjungan Instansi
Statistik
Dinas Perdagangan Kota Padang.
Kabupaten Poso Dalam Angka. 2018. Badan Pusat
Dinas Perdagangan Kota Ternate.
Statistik
Dinas Perdangan Provinsi Jawa Timur.
Kota Padang Dalam Angka. 2017. Badan Pusat Statistik.
Dinas Perdangan Provinsi Kalimantan Barat.
Kota Padang Dalam Angka. 2018. Badan Pusat Statistik.
Diretorat Lalu Lintas Agkutan Laut, Direktorat Jenderal
Kota Surabaya Dalam Angka. 2017. Badan Pusat
Perhubungan.
Statistik.
PELNI (Persero).
Kota Ternate Dalam Angka. 2018. Badan Pusat Statistik.
PT. Aksar.
Kota Merauke Dalam Angka. 2017. Badan Pusat
Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Teluk Bayur
Statistik.
Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Sintete
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional. 2018.
Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Tanjung
Subsidi untuk pelayaran perintis pertahun mencapai Rp
Perak
400 milyar pertahun. www.bumn.go.id.
Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Poso
Subsidi untuk Pelayaran nasional tingkat ekonomi
Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Ternate
melalui PT. Pelni mencapai Rp 897 milyar. www.
Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Merauke
tempo.com.
Wibawa, Hendra. 2009.
http://saifulanamfoundation.blogspot.com/2009/04
/operator-minta-kontrak.html.
C. Regulasi
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2018 tentang
Pelayaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
2010.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun
2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan
Angkutan Laut.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 Tahun
2016 tentang Kriteria dan Penyelenggaraan
Kegiatan Angkutan Udara Perintis.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 2 Tahun
2017 tentang Komponen Penghasilan dan Biaya
Yang Diperhitungkan Dalam Kegiatan
Penyelenggaraan Angkutan Laut Perintis Melalui
Mekanisme Pelelangan Umum.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun
2017 tentang Komponen Penghasilan dan Biaya
Yang Diperhitungkan Dalam Kegiatan
Penyelenggaraan Angkutan Laut Perintis Melalui
Mekanisme Penugasan.

Anda mungkin juga menyukai