1
Profesional Jiwa
Ns. D. Ricky, M. Kep., Sp. Kep. J
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
2 Pelayanan Keperawatan Jiwa
RSJ
PKM, RSU
Masyarakat
3 Pelayanan Keperawatan Jiwa
MPKP Pemula
MPKP I
MPKP II
MPKP III
5 MPKP di RSU
MPKP Pemula
•Sama seperti MPKP I
•Tahap awal pengembangan.
MPKP I
•Komponen: ketenagaan, metode pemberian askep, dokumentasi keperawatan.
•Metode tim primer: metode PN + metode Tim
MPKP II
•Tenaga spesialis dan perawat primer.
•Riset dan EBP
MPKP III
•Tenaga doktor, spesialis dan perawat primer.
•Riset keperawatan klinis dan EBP
6 MPKP di RSJ
MPKP Transisi
•Karu dan Katim minimal D3
•Tamatan SPK sebagai PP masih ada.
MPKP Pemula
•Semua tenaga minimal D3.
MPKP Profesional
•MPKP I (Basic) : PP D3, Karu dan Katim minimal S1.
•MPKP II (Intermediate): D3, S1 Ners, Sp Kep Jiwa.
•MPKP III (Advance) : S1 Ners, Sp Kep Jiwa, Doktor Kep.
7 MPKP di RSJ
Hubungan Profesional
(professional relationship).
Perencanaan
Pengorganisasian
Pengarahan
Pengendalian
10 Perencanaan
Karu
Katim Katim
PP PP
Pasien Pasien
18 Struktur Organisasi
Adalah daftar sejumlah pasien yang menjadi tanggung jawab setiap tim
dalam 24 jam dinas.
Setiap pasien memiliki perawat pada setiap shift yang bertanggung jawab
merawat.
Tidak perlu mencantumkan diagnosis dan alamat supaya menjaga
kerahasiaan.
Merupakan bentung tanggung jawab dan tanggung gugat perawat.
Memberikan informasi bagi kolega kesehatan lain dan keluarga dalam
berkolaborasi untuk perkembangan dan perawatan pasien.
Daftar pasien diisi oleh Katim sebelum operan dinas pagi ke dinas sore.
22 Pengarahan
Pedoman Operan
1. Karu membuka kegiatan operan dengan salam.
2. PJ shift menyampaikan operan yang berisi kondisi pasien (dx kep, tindakan
yang telah diberikan, hasil asuhan), rencana tindak lanjut untuk shift
berikutnya.
3. Perawat shift berikutnya melakukan klarifikasi dari penjelasan yang sudah
disampaikan.
4. Karu memimpin ronde ke kamar pasien.
5. Karu merangkum informasi operan dan memberikan saran tindak lanjut.
6. Karu memimpin doa bersama dan menutup kegiatan operan.
7. Saling bersalaman.
26 Pengarahan
Audit struktur:
1. Sumber daya manusia.
2. Lingkungan perawatan seperti fasilitas fisik, peralatan,
organisasi, kebijakan, prosedur, standar, SOP, rekam
medis.
3. Pelanggan (internal dan eksternal).
38 Pengendalian
Audit proses -> mengukur pelaksanaan pelayanan
keperawatan apakah sesuai standar keperawatan.
Restrospektif, concurrent, peer review.
Restrospeksi – menelaah dokumen untuk menilai
pelaksanaan asuhan.
Concurrent – mengobservasi langsung pelaksanaan
kegiatan asuhan.
Peer review – penilaian dari anggota tim terhadap
pelaksanaan asuhan.
Pengendalian
39
Ruang MPKP:
Rapat perawat ruangan.
Case conference.
Rapat tim kesehatan.
Visitasi dokter,
44 Rapat Perawat Ruangan
•Introduction
I
•Situation
S
•Backgroud
B
•Assessment
A
•Recommendation
R
Kompensasi & Penghargaan
di Ruang MPKP Jiwa
Perekrutan staf MPKP diutamakan dari staf yang sudah ada di RS.
Didasarkan pada jenis atau tingkat ruang MPKP yang akan dibuat.
Analisa jumlah perawat yang dibutuhkan (rasio 1:1 atau 1,7:1, ditambah Karu).
Proses perekrutan perawat di ruang MPKP adalah:
1. Adanya kesepakatan perawat di RS untuk membentuk ruang MPKP dan
tingkat ruang MPKP yang akan dibentuk.
2. Sosialisasi ruang MPKP oleh Kabid Keperawatan kepada pejabat struktural
dan pimpinan RS untuk mendapatkan komitmen dan dukungan.
3. Kepala ruangan melakukan sosialisasi kepada semua perawat di ruangan
tentang pembentukan ruang MPKP dan kriteria perawat yang dibutuhkan.
Perekrutan
Kriteria Karu:
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan.
2. Pengalaman menjadi Karu minimal 2 tahun dan bekerja di area keperawatan
jiwa minimal 2 tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pelatihan yang pernah diikuti (bersertifikat): askep jiwa, audit keperawatan,
terapi modalitas keperawatan jiwa, Komunikasi keperawatan, manajemen
keperawatan, bimbingan klinik (untuk RS pendidikan).
5. Lulus tes tulis.
6. Lulus tes wawancara.
7. Lulus tes presentasi.
Perekrutan
Kriteria Katim:
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan.
2. Pengalaman bekerja di area keperawatan jiwa minimal 2 tahun (D3) dan
3 bulan magang (S1).
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pelatihan yang pernah diikuti (bersertifikat): askep jiwa, audit
keperawatan, terapi modalitas keperawatan jiwa, Komunikasi
keperawatan, manajemen keperawatan.
5. Lulus tes tulis.
6. Lulus tes wawancara.
Perekrutan
69
Ns. Denny Ricky, M. Kep., Sp. Kep. J
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
70 Monitoring & Evaluasi
Manajemen, meliputi:
Perencanaan yaitu: rencana
harian.
Pemberian Asuhan Keperawatan:
HDR, RPK. Halusinasi, Waham, RBD,
DPD
Asuhan
Keperawatan
Klien Dengan
Perilaku
Kekerasan
Perilaku Kekerasan 1
Perilaku Kekerasan
• Perilaku kekerasan dapat
beresiko ataupun terjadi pada
perawat atau klien di ruang
psikiatrik.
• Pada situasi yang mengancam,
respon individu dapat pasif,
asertif dan agresif.
• Individu yang menunjukkan
respon pasif biasanya
menempatkan hak mereka di
bawah persepsi mereka
terhadap hak orang lain.
Perilaku Kekerasan 2
Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan 3
Perilaku Kekerasan
• Individu yang menunjukkan respon asertif
dapat menyampaikan pendapatnya tetapi juga
menghargai orang lain.
• Individu yang menunjukkan respon agresif
tidak menghargai hak orang lain dan mereka
merasa harus memperjuangkan haknya
Perilaku Kekerasan 4
Perilaku Pasif
• Mencoba menutupi kemarahannya, tapi malahan
meningkatkan ketegangan dalam dirinya.
• Biasanya dengan komunikasi nonverbal: bicara perlahan,
seperti anak kecil, kontak mata kurang, badan membungkuk,
tangan dilipat ke arah tubuh.
• Sarkasme merupakan cara mengungkapkan perasaan marah
secara tidak langsung.
Perilaku Kekerasan 5
Perilaku Asertif
• Individu berbicara dengan jelas, kontak mata
ada, berada pada batas personal, badan
berdiri tegak tetapi relaks, bahasa tidak
mengancam.
• Individu mampu menolak permintaan orang
lain yang tidak masuk akal tanpa ada perasaan
bersalah.
• Mampu meminta atau menolak permintaaan
secara rasional dan beralasan.
Perilaku Kekerasan 6
Perilaku Agresif
• Biasanya dipakai untuk
menutupi rasa kurang percaya
diri.
• Berusaha meningkatkan harga
diri mereka sehingga
membuktikan kelebihan mereka
di atas orang lain.
• Individu memasuki melewati
batas area personal, bicara
keras dengan penekanan,
kontak mata tajam dan lama,
tangan menunjuk-nunjuk,
tangan dikepal, kaki dihentak,
badan tegak condong ke depan.
Perilaku Kekerasan 7
Jenis Kekerasan
• Domestic violence; intimate
partner violence; family
violence.
• Youth violence.
• Workplace violence.
Perilaku Kekerasan 8
Teori Agresif
• Marah merupakan respon
terhadap suatu ancaman
terhadap fisik ataupun terhadap
konsep diri.
• Ancaman dapat bersumber dari
dalam ataupun dari luar.
• Ancaman dari luar – serangan
fisik, kehilangan hubungan yang
berarti, mendapat kritikan dari
orang lain.
• Ancaman dari dalam – merasa
gagal, ketakutan.
Perilaku Kekerasan 9
Psikologis
• Terdapat faktor tumbuh kembang
atau pengalaman hidup yang
membatasi kemampuan individu
menggunakan koping yang tepat.
• Social learning theory – perilaku
kekerasan dapat dipelajari, baik
secara internal maupun eksternal.
• Internal – perilaku kekerasan
diterima dan mendapatkan
reinforcement positif. Misal: anak
berkelahi, orang tua mendukung.
Perilaku Kekerasan 10
Psikologis
• Eksternal – perilaku
kekerasan karena meniru
orang lain berperilaku
demikian (role model).
Misal: menonton film
kekerasan, orang tua
bertengkar.
Perilaku Kekerasan 11
Sosiokultural
• Faktor sosial dan budaya mempengaruhi perilaku
kekerasan.
• Norma budaya menentukan mana perilaku yang
dapat diterima, mana yang tidak dapat diterima.
• Terdapat sangsi yang diberlakukan secara hukum.
• Norma budaya yang memperbolehkan
menyampaikan “marah” secara asertif akan
membuat individu menyampaikan rasa marah
secara sehat.
Perilaku Kekerasan 12
Sosiokultural
• Perilaku destruktif dapat terjadi karena
penyampaian marah secara kasar diterima dalam
satu budaya.
• Pemukiman yang padat, lingkungan yang panas
sangat berpengaruh terhadap terjadinya perilaku
kekerasan atau tindakan kasar.
• Faktor lainnya: kemiskinan, masalah pernikahan,
keluarga single-parent, pengangguran, kesulitan
dalam hubungan interpersonal dan sosial.
Perilaku Kekerasan 13
Biologis
Perilaku Kekerasan 15
Kelompok Resiko
• Klien dengan gejala psikotik aktif. Misal:
delusi.
• Klien dengan napza. Misal: peminum miras.
• Individu yang memiliki riwayat kekerasan
(sangat beresiko). Misal: psikopat atau
kepribadian antisosial.
• Klien di rumah sakit dan staf rumah sakit –
akibat privasi yang kurang, terlalu padat atau
tidak aktif, staf yang tidak berpengalaman, dll.
Perilaku Kekerasan 16
Pengkajian
• Motor agitation – tidak
tenang atau gelisah,
mengepalkan tangan,
mengatupkan/mengunci
rahang.
• Verbal – mengancam,
suara keras.
• Afek - marah, mudah
tersinggung, afek yang
labil (sering berubah-
ubah).
Perilaku Kekerasan 17
Data Mayor Perilaku Kekerasan
• Data subjektif: mengancam,
mengumpat, bicara keras,
ketus dan kasar.
• Data objektif: agitasi,
meninju atau menyerang
orang lain, melukai diri
sendiri atau orang lain,
merusak lingkungan,
membanting barang,
melempar barang.
Perilaku Kekerasan 18
Data Mayor Resiko Perilaku Kekerasan
• Subjektif:
– Menyatakan pernah
melakukan tindak kekerasan.
– Informasi dari keluarga
tentang tindak kekerasan yang
dilakukan oleh klien.
• Objektif:
– Ada tanda/jejas perilaku
kekerasan pada anggota
tubuh.
Perilaku Kekerasan 19
Tindakan Keperawatan
• Intervensi meliputi strategi pencegahan, strategi
antisipasi dan strategi pengekangan.
• Strategi pencegahan terdiri dari self awareness,
edukasi kepada klien, dan assertiveness training.
• Strategi antisipasi terdiri dari komunikasi verbal
dan non verbal, pengubahan lingkungan,
intervensi perilaku, dan pengobatan.
• Strategi pengekangan terdiri dari pengurungan
dan pengikatan.
Perilaku Kekerasan 20
Strategi Pencegahan
• Self-awareness – lihat kemampuan diri. Hati-
hati terhadap negative countertransference
yang membuat hubungan menjadi tidak
terapeutik.
• Edukasi klien – mengajarkan cara
berkomunikasi dan menungkapkan marah
dengan cara yang tepat. Ajarkan cara
mengatasi marah seperti DBE, membaca,
menyendiri, dll.
Perilaku Kekerasan 21
Strategi Pencegahan
• Assertiveness training –
merupakan keterampilan
interpersonal yang meliputi
mengatakan perasaan
marah kepada ybs,
menolak permintaan yang
tidak beralasan, mampu
mengatakan keluhan,
mengungkapkan
penghargaan dan
menerima pujian.
Perilaku Kekerasan 22
Perilaku Kekerasan 23
Perilaku Kekerasan 24
Strategi Antisipasi
• Komunikasi – mengenali
gejala perilaku dan verbal
klien secara dini, berbicara
dengan tenang dan lembut,
menerima perasaan klien dan
meyakinkan klien bahwa
perawat ingin menolong,
menganjurkan klien
mengontrol perilakunya,
badan relaks, tangan dibuka
atau tidak berada di dalam
saku, berada di luar batas
personal area.
Perilaku Kekerasan 25
Strategi Antisipasi
• Lingkungan – harus dibuat aturan yang jelas
dan penghargaan serta aktivitas bagi klien di
ruang perawatan. Jaga privasi klien.
Lingkungan harus tenang/tidak ribut. Sediakan
sarana atau kegiatan bagi klien untuk
menyalurkan emosinya seperti menuliskan
perasaannya, mengungkapkan perasaannya,
melakukan DBE.
Perilaku Kekerasan 26
Strategi Antisipasi
• Intervensi perilaku – limit setting, behavior
contract, time-out, token economy.
• Psikofarmakologi – anti ansietas dan sedasi
(benzodiazepine, buspirone), antidepresan
(SSRI), mood stabilizer (valproate,
carbamazepine), antipsikotik (haloperidol,
olanzapine), obat lainnya seperti beta blocker
(propanolol), opiate antagonist (naltrexone)
Perilaku Kekerasan 27
Strategi Pengekangan
• Merupakan intervensi dalam situasi gawat,
melindungi klien dan klien lainnya.
• Pengurungan – mengasingkan klien ke tempat
yang aman, membatasi hubungan
interpersonal yang mencetuskan gejala, dan
menurunkan impuls dari lingkungan luar.
• Pengikatan – tetap menjaga privasi klien,
dibuka setiap 2 jam.
Perilaku Kekerasan 28
Strategi Pengekangan
• Managemen krisis – melakukan penanganan
yang tepat saat klien mengamuk; harus ada
tim khusus yang menangani.
Perilaku Kekerasan 29
Resiko Perilaku Kekerasan
• Tujuan:
– Klien mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
– Klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan.
– Klien menyebutkan perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
– Klien menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
– Klien dapat menyebutkan cara mencegah perilaku
kekerasan.
– Klien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara
fisik, spiritual, sosial dan penggunaan obat.
Perilaku Kekerasan 30
Sp 1
• Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
• Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
• Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
• Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
• Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
• Mengajarkan klien dan mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1:
tarik nafas dalam.
• Memasukkan tarik nafas dalam ke dalam jadwal
kegiatan harian klien.
Perilaku Kekerasan 31
Sp 2
• Melakukan validasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
• Mengevaluasi kemampuan klien melakukan
cara fisik 1: tarik nafas dalam.
• Mengajarkan dan mendemonstrasikan cara
fisik 2 mengontrol perilaku kekerasan: pukul
kasur dan bantal.
• Memasukkan cara fisik 2 ke dalam jadwal
kegiatan harian klien.
Perilaku Kekerasan 32
Sp 3
• Melakukan validasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
• Mengevaluasi kemampuan klien melakukan cara
fisik 1 dan cara fisik 2: tarik nafas dalam dan
pukul kasur bantal.
• Mengajarkan dan mendemonstrasikan cara 3
mengontrol perilaku kekerasan: cara verbal
(meminta dan menolak dengan baik).
• Memasukkan cara 3 ke dalam jadwal kegiatan
harian klien.
Perilaku Kekerasan 33
Sp 4
• Melakukan validasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
• Mengevaluasi kemampuan klien melakukan
cara fisik 1 , cara fisik 2 dan cara 3: tarik nafas
dalam, pukul kasur bantal dan cara verbal.
• Mengajarkan dan mendemonstrasikan cara 4
mengontrol perilaku kekerasan: spiritual.
• Memasukkan cara 4 ke dalam jadwal kegiatan
harian klien.
Perilaku Kekerasan 34
Sp 5
• Melakukan validasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
• Mengevaluasi kemampuan klien melakukan cara
fisik 1 , cara fisik 2, cara 3 dan cara 4: tarik nafas
dalam, pukul kasur bantal, cara verbal dan
spiritual.
• Mengajarkan dan mendemonstrasikan cara 5
mengontrol perilaku kekerasan: minum obat
(menggunakan metode 5 Benar, kegunaan obat).
• Memasukkan cara 5 ke dalam jadwal kegiatan
harian klien.
Perilaku Kekerasan 35
Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Resiko Bunuh Diri
Adaptif Maladaptif
Punya
Rencana? Ya
Evaluasi gangguan
jiwa atau stresor
Punya akses terhadap
alat/metode?
Ya Dukungan sosial buruk?
Gangguan penilaian?
Rawat Tidak
Inap
Self
Ideal
• Menjelaskan pentingnya
kebersihan diri.
• Menjelaskan cara menjaga
kebersihan diri.
• Membantu klien mempraktekkan
cara menjaga kebersihan diri.
• Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
Defisit Perawatan Diri 6
Sp 2
• Validasi tanda dan gejala
defisit keperawatan diri.
• Evaluasi kemampuan Sp 1.
• Menjelaskan cara makan
yang baik.
• Membantu klien
mempraktekkan cara makan
yang baik.
• Menganjurkan klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian klien.
Defisit Perawatan Diri 7
Sp 3
• Validasi tanda dan gejala defisit
keperawatan diri.
• Evaluasi kemampuan Sp 1, 2.
• Menjelaskan cara eliminasi
(bab/bak) yang baik.
• Membantu klien mempraktekkan
cara eliminasi (bab/bak) yang
baik.
• Menganjurkan klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian klien.
Defisit Perawatan Diri 8
Sp 4
• Validasi tanda dan gejala defisit
keperawatan diri.
• Evaluasi kemampuan Sp 1, 2, 3.
• Menjelaskan cara berdandan.
• Membantu klien
mempraktekkan cara
berdandan.
• Menganjurkan klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian klien.
Isolasi Sosial 1
Definisi
• Keadaan dimana
individu mengalami
penurunan
berinteraksi dengan
orang lain.
• Merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian
atau tidak mampu
berhubungan dengan
orang lain.
Isolasi Sosial 2
Definisi
• The distancing of an individual, psychologically
or physically, or both, from his or her network
of desired or needed relationships with other
persons.
Isolasi Sosial 3
Isolasi Sosial
• Voluntary – mengasingkan diri secara sengaja
dengan berbagai alasan.
• Involuntary – diasingkan oleh orang lain.
Isolasi Sosial 4
Isolasi Sosial 5
Penyebab
• Gangguan persepsi sensori
(halusinasi; sebagai akibat dari
ketidakpercayaan atau
penolakan oleh orang lain).
• Gangguan proses pikir
(delusi/waham, pikiran magis,
blocking, waham sisip pikir).
• Kerusakan komunikasi verbal
(neologism, “word salad”,
asosiasi longgar, inkoheren,
miskin bicara).
Isolasi Sosial 6
Penyebab
• Penyakit kronis, hospitalisasi
(rawat inap), terasing.
• Sistem pendukung yang tidak
efektif (keluarga, teman,
pekerjaan, sekolah).
• Ketidakpuasan dalam
hubungan atau menjalankan
peran.
• Nilai sosial yang tidak diterima
(perilaku yang tidak diterima
oleh norma sosial).
Isolasi Sosial 7
Penyebab
• Kegagalan dalam perkembangan (melakukan
tindakan yang tidak pantas dan tidak mampu
memenuhi tugas perkembangan sesuai usia).
• Tidak bertenaga.
• Ketakutan atau kecemasan.
• Tidak memiliki kemauan.
• Kegagalan dalam berinteraksi sosial.
Isolasi Sosial 8
• Wawancara pada keluarga, observasi perilaku pasien
dan keluarga menentukan isolasi sosial.
• Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak
orang lain.
• Merasa tidak aman berada dengan orang lain.
• Hubungan tidak berarti dengan orang lain.
• Bosan dan lambat menghabiskan waktu.
• Tidak mampu berkosentrasi dan membuat keputusan.
• Merasa tidak berguna.
• Merasa tidak yakin menjalankan hidup.
Isolasi Sosial 9
Observasi
• Tidak memiliki teman dekat.
• Menarik diri.
• Tidak komunikatif.
• Tindakan berulang dan tidak bermakna.
• Asyik dengan pikirannya sendiri.
• Tidak ada kontak mata.
• Afek tumpul, tampak sedih.
Isolasi Sosial 10
Tanda dan Gejala
• Klien menarik diri dari lingkungan
dan dari orang di sekitar.
• Menyendiri di kamar atau berada
di tempat tidur seharian.
• Kesulitan dalam berhubungan
dengan orang lain.
• Menyebutkan pernyataan yang
berisi penolakan dari orang di
sekitar.
– “Saya merasa bahwa saya tidak
diperlukan di dalam kelompok”.
– “Perawat sepertinya tidak memiliki
waktu buat saya”.
Isolasi Sosial 11
Tanda dan Gejala
• Menunjukkan ketidakmampuan dalam
berinteraksi atau terlibat dalam kegiatan.
• Menunjukkan ketidakmampuan
menyampaikan perasaan atau membagikan
ide kepada orang lain atau dalam kelompok.
• Menyatakan sulit berdiskusi atau terlibat
dalam pembicaraan.
Isolasi Sosial 12
Tanda dan Gejala
• Memiliki pengalaman tidak mampu membina
hubungan atau tidak memiliki hubungan yang
memuaskan.
• Menyatakan tidak memiliki tujuan hidup.
• Menunjukkan tidak memiliki minat dalam
melakukan aktivitas.
• Kontak mata kurang, afek datar atau tumpul.
Isolasi Sosial 13
Tanda dan Gejala
• Sulit berkonsentrasi atau mengambil
keputusan.
• Malas beraktivitas.
• Mengatakan tidak bertenaga.
• Mengatakan diri tidak berguna.
• Selera makan atau kebiasaan makan berubah
(makan berlebihan atau tidak berselera
makan).
Isolasi Sosial 14
Data Mayor
• Data Subjektif:
– Mengatakan malas berinteraksi.
– Mengatakan orang lain tidak mau menerima
dirinya.
– Merasa orang lain tidak selevel.
• Data Objektif:
– Menyendiri.
– Mengurung diri.
– Tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
Isolasi Sosial 15
Tujuan
• Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
• Klien menyadari penyebab isolasi sosial.
• Kien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Isolasi Sosial 16
Sp 1
• Mengidentifikasi penyebab
isolasi sosial
• Diskusikan keuntungan memiliki
teman.
• Diskusikan kerugian tidak
memiliki teman.
• Mengajarkan klien cara
berkenalan dengan orang lain.
• Memasukkan kegiatan
berkenalan ke dalam jadwal
kegiatan harian klien.
Isolasi Sosial 17
Sp 2
• Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian.
• Memberikan
kesempatan klien
berkenalan dengan dua
orang.
• Menganjurkan klien
melakukan kegiatan
harian bersama dengan
orang lain.
• Memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
klien.
Isolasi Sosial 18
Sp 3
• Evaluasi Sp 1 dan Sp 2.
• Latih klien berkenalan dengan lebih dari dua
orang baru.
• Latih klien melakukan kegiatan kelompok.
• Masukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Isolasi Sosial 19
Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Halusinasi dan Waham
Gejala Positif:
Delusi
Gejala perasaan/mood:
Halusinasi Disfungsi
Gangguan proses pikir Sosial/pekerjaan:
Afek tidak tepat Aktivitas/pekerjaan
Hubungan
interpersonal
Perawatan diri
Konstruktif Destruktif
Respon Respon
Adaptif Maladaptif