Anda di halaman 1dari 22

C.

Kajian Terhadap Data dan Informasi

1. BUM Desa sebagai wadah dan ‘inkubator’ pengembangan kapasitas kegiatan dan
usaha masyarakat di desa
Sebagai wadah dan inkubator, maka BUM Desa memiliki peran ganda yaitu sebagai lembaga
sosial yang berorientasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan dukungan
kepada penyediaan layanan dasar dan sebagai lembaga usaha/ekonomi yang melakukan fasilitasi dan
penguatan kapasitas untuk pelaku usaha yang ada di desa agar dapat terus tumbuh dan berkembang.
Untuk memahami peran BUM Desa sebagai “wadah dan inkubator” dan dalam menjalankan dua
fungsi kelembagaan BUM Desa (sosial dan usaha/ekonomi) dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Peran BUM Desa sebagai wadah dan inkubator kegiatan Sosial-Ekonomi

Sumber: Diolah TNP2K, 2020

Dalam menjalankan peran sebagai wadah bagi kegiatan sosial dan ekonomi di desa, beberapa
aspek kegiatan yang dilakukannya adalah
● BUM Desa memposisikan diri sebagai sebagai wadah akan bekerja dengan cara menampung
kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sebuah badan usaha yang dikelola secara profesional,
namun tetap bersandar pada potensi nyata yang ada di desa, sehingga diharapkan dapat
menunjang usaha masyarakat agar lebih produktif dan efektif
● BUM Desa yang melakukan peran sebagai wadah dan sekaligus inkubator untuk para pelaku
usaha kecil akan memberikan program pembinaan untuk mempercepat keberhasilan
pengembangan usaha. Kegiatan program pembinaan tersebut dapat berupa pelatihan,
ketrampilan hingga permodalan dengan tujuan menjadikan usaha tersebut menjadi kegiatan
usaha masyarakat dapat berkembang, berkelanjutan dan tentunya memberikan keuntungan.
● Contoh kasus BUM Desa diawali dengan adanya kebutuhan untuk mengatasi persoalan yang
ada di masyarakat, yang kemudian berkembang menjadi unit kegiatan produktif. Hal tersebut
mendorong tumbuhnya berbagai kegiatan usaha baru yang dilakukan masyarakat untuk

21

mengisi peluang usaha. Pada contoh kasus lainnya memiliki persoalan terhadap usaha
ekonomi masyarakat yang dikuasai oleh pihak ketiga (tengkulak). Yang selanjutnya
mengembangkan yang menjadi wadah bagi pelaku usaha masyarakat untuk dapat
memanfaatkannya, seperti membangun pasar untuk menampung pelaku-pelaku usaha kecil,
menjadi Laku Pandai/agen perbankan dan memberikan jasa pelayanan pembayaran.
Alur proses peran BUM Desa sebagai Lembaga sosial dan berkembang menjadi Lembaga
ekonomi dengan tetap menjalankan kegiatan sosialnya dapat dilihat pada Gambar 5
Gambar 5. Alur Proses BUM Desa berawal sebagai wadah kegiatan sosial berkembang menjadi
kegiatan ekonomi produktif


Sumber: Diolah TNP2K, 2020


2. Peran BUM Desa dalam “keperantaran pasar” yang menjembatani antara produk
unggulan desa dengan potensi pasar.
Peran keperantaraan pasar bagi BUM Desa, pada dasarnya lebih dari sekedar
percaloan/brokering/middleman, namun lebih luas cakupannya dalam mengedepankan jejaring kerja.
Kepedulian para pihak untuk meningkatkan nilai tambah barang/jasa produsen skala mikro agar
berkembang dan berkelanjutan, dan kemudian dapat menjadi bagian dari mekanisme pasar di berbagai
sektor dan beragam intervensi sesuai dengan kebutuhan dan dinamika pasar, diantaranya dapat berupa
menjaga konsistensi suplai, kualitas, dan lainnya. Terdapat empat pelaku utama yang menjadikan
peran keperantaraan usaha (market linkage) BUM Desa dapat berjalan secara optimal dan hubungan
antar pelaku tersebut dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antar pelaku Keperantaraan Pasar

22

Sumber: Kajian TNP2K, 2020

Peran dan fungsi dari keempat pelaku tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kelompok pelaku usaha mikro di desa.
Dalam upaya menembus pasar beberapa persyaratan/kebutuhan pasar yang harus dapat dipenuhi
oleh para pengusaha mikro sebagai produsen, diantaranya;
● Adanya konsistensi terhadap kualitas barang yang diproduksi untuk dijual, memenuhi
persyaratan pasar.
● Kepastian barang/produk yang dihasilkan tepat waktu sejak diproduksi hingga diterima pasar,
keterlambatan suplai akan menyebabkan pasar mengalihkan pembelian pada pemasok lain
yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.
● Memberikan kepastian jumlah suplai barang ke pasar, kekurangan jumlah produk/barang
yang dipesan akan menyebabkan pembeli/pasar merasa dirugikan dan akan mencari pemasok
lainnya yang dapat memenuhi kepastian kualitas, waktu dan jumlah barang/produk yang
dibutuhkan.
b. BUM Desa/BUM Desa Bersama.
BUM Desa melakukan pemberdayaan ekonomi dan SDM dengan tujuan agar para pengusaha
mikro dapat memenuhi persyaratan yang dibutuhkan oleh pasar, beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan diantaranya;
● Melakukan berbagai pelatihan baik ketrampilan produksi, manajemen yang dibutuhkan oleh
pelaku usaha mikro untuk meningkatkan kualitas produknya. Pelaksana kegiatan tidak selalu
harus dilakukan oleh BUM Desa namun bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok peduli lainnya yang memiliki
kompetensi.
● Memberikan transformasi teknologi tepat guna kepada para pengusaha mikro untuk
menghasilkan produk sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan pasar.
● Memberikan informasi pasar, persyaratan, jenis kebutuhan, jumlah kebutuhan, waktu
pengiriman dan hal lainnya yang diinginkan/dibutuhkan pasar.

23

● Memberikan kepastian harga pembelian kepada pelaku usaha mikro atas barang yang
diproduksinya, informasi pembelian harga jual ini menjadi penting agar para pelaku usaha
mikro mendapatkan kepastian terhadap harga jual serta dapat memproyeksikan biaya produksi
dan keuntungan yang akan diperolehnya.
● Dukungan permodalan kepada para pengusaha mikro. Salah satu kelemahan para pengusaha
mikro di desa adalah terhadap ketersediaan dan akses pada permodalan. BUM Desa dapat
memfasilitasi kebutuhan permodalan tersebut dengan bunga yang lebih rendah atau sebagai
lembaga penjamin terhadap akses pendanaan lainnya (perbankan, PNM, dan lainnya), agar
harga jual barang/produk yang dihasilkan pengusaha mikro dapat bersaing dengan kualitas
yang baik.
● Pembinaan dan pengawasan secara rutin dan periodik sangat penting untuk memastikan
bahwa proses berlangsung sesuai dengan yang direncanakan serta untuk mendeteksi sedini
mungkin terhadap persoalan dari pelaku usaha mikro untuk mendapatkan solusi secepatnya
sehingga tidak mengganggu proses dan suplai ke pasar.
c. Mitra Usaha dan/atau Pembeli akhir (offtaker)
Posisi Mitra Usaha sebagai pembeli akhir (offtaker) dalam keperantaraan menjadi sangat penting,
karena selain sebagai pembeli akhir juga diharapkan dapat memberikan nilai tambah (value)
kepada BUM Desa dengan tujuan saling menguntungkan untuk menjaga keberlanjutan proses
bisnis, beberapa hal yang diharapkan dapat dilakukan oleh Mitra Usaha diantaranya;
● Dapat memberikan kepastian pembelian dan kepastian harga beli.
● Memberikan transformasi teknologi tepat guna untuk menghasilkan produk sesuai dengan
kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan pasar.
● Melakukan pelatihan baik untuk pengusaha mikro di desa maupun kepada BUM Desa
khususnya penguatan manajemen usaha.
● Dukungan permodalan

d. Peran Pemerintah Daerah.


Disamping itu, para pihak yang terlibat secara langsung dalam hubungan kerjasama, maka
pemerintah, khususnya pemerintah kabupaten sebagai bagian dari pemerintahan yang paling dekat
dengan desa, memiliki peran penting untuk memposisikan sebagai regulator dan sekaligus fasilitator
bagi pihak pihak yang menjalin kerjasama. Dukungan pemerintah dalam peran keperantaraan pasar
dapat dilihat pada Tabel.5

24

Tabel 5. Dukungan Pemerintah Daerah Dalam Keperantaraan Pasar

3. Peran BUM Desa Dalam Memperkuat Kapasitas Pembangunan Desa


Hasil dari kegiatan yang dilakukan BUM Desa dan unit-unit usahanya selain untuk memenuhi
biaya operasionalnya, sebagian dapat dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk dukungan
kegiatan sosial kemasyarakatan dan sebagai kontribusi pada pemerintah desa untuk memperkuat
kapasitas pembangunan desa sesuai dengan kesepakatan dalam Musyawarah Desa (Musdes). Alur
kerangka pikir Peran BUM Desa dalam Memperkuat Kapasitas Pembangunan Desa dapat dilihat pada
Gambar 7 di bawah ini.
Gambar 7. Peran BUM Desa Dalam Memperkuat Kapasitas Pembangunan Desa

Sumbe
r:
Diolah
TNP2
K,
2020

S
eperti
yang
telah
dijela
skan
sebel
umny
a pengelolaan hasil usaha BUM Desa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang
dikembalikan/dibagikan kepada masyarakat dan pemerintah daerah serta ada yang
dipergunakan/ditahan untuk kepentingan BUM Desa, disamping itu dengan memiliki dua karakter
kelembagaan (sosial-ekonomi), peran sebagai lembaga sosial BUM Desa dapat membagikan secara
langsung hasil usahanya kepada masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan sosial dan juga
membantu pemerintah desa dalam pembangunan seperti misalnya dalam kegiatan peningkatan
kualitas sumberdaya masyarakat desa melalui serangkaian program pemberdayaan masyarakat
(pelatihan dan/atau peningkatan keterampilan lainnya).

25

Selain hasil usaha yang dibagikan pada masyarakat, pada beberapa contoh kasus hasil usaha yang
dilakukan BUM Desa beserta unit-unit kegiatannya juga telah dapat memberikan kontribusi terhadap
Pendapat Asli Desa (PADes). Walaupun kontribusinya terhadap APBDes relatif belum besar, namun
dengan meningkatnya kegiatan unit-unit usaha mikro di masyarakat akan berdampak terhadap
peningkatan jumlah kontribusi BUM Desa pada pendapatan APBDes untuk memperkuat kapasitas
pembangunan desa.
Untuk mendapatkan perspektif secara nasional tentang dukungan BUM Desa untuk peningkatan
kapasitas pembangunan desa melalui kontribusi hasil usahanya kepada Pendapatan Asli Desa
(PADes), berikut kajian kuantitatif yang bersumber dari data laporan APBDes tahun 2019, hasil
laporan keuangan pemerintah desa kepada Kementerian dalam Negeri melalui aplikasi SISKEUDES.
Sebagai catatan status laporan ini di unduh per tanggal 18 November 2020 dengan tingkat
kelengkapan data 68% dari 74.891 desa atau setara 50.900 desa yang menerima Dana Desa tahun
anggaran 2019. Hasilnya dapat disampaikan sebagai berikut ini.

a. Kajian kuantitatif terhadap penyertaan modal untuk BUM Desa di tahun 2019
Modal awal pendirian BUM Desa berasal dari APBDes. Berdasarkan laporan SISKEUDES
diperoleh informasi jika rencana awal penyertaan modal tercatat sebesar Rp.1,501,370,399,517,
Namun, pada laporan keuangan Desa dapat direalisasikan sejumlah Rp. 1,095,085,933,580 atau rerata
sebesar 72,9%-nya (lihat gambar 8). Penurunan realisasi penyertaan modal ke BUM Desa sangat
mungkin terjadi. Sumber pendapatan desa masih didominasi sumber pendapat yang berasal dari Dana
Desa, yang prioritas penggunaannya diatur
dalam peraturan Menteri Desa PDTT yang
setiap tahun diterbitkan.
Sebagai catatan terdapat dua provinsi
yang belum melakukan input data, yaitu
provinsi Papua dan Papua Barat, dimana di
dua provinsi tersebut terdapat 7.153 desa..
Gambar 8: Realisasi penyertaan modal ke
BUM Desa tahun 2019
Sumber Data: Laporan SISKEUDES November
2020, diolah TNP2K

Menurut data dari SISKEUDES terjadi penurunan realisasi menjadi rerata 72,9% dari alokasi rencana,
namun hal tersebut tidak terjadi pada semua provinsi (terkecuali 2 provinsi papua dan Papua Barat).
Terdapat enam belas provinsi yang realisasi penyertaan modal ke BUM Desa di tahun 2019 diatas
rerata nasional sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Realisasi Penyertaan Modal ke BUM Desa tahun 2019




26

Sumber Data : Laporan SISKEUDES November 2020, diolah TNP2K

Yang menarik dan patut dicermati dari data tersebut adalah provinsi Riau dan Jawa Barat secara
nominal memberikan penyertaan modal yang cukup besar kepada BUM Desa. Provinsi Riau dengan
jumlah BUM Desa sebanyak 1.563 unit diperkirakan setiap BUM Desa menerima penyertaan modal
sebesar Rp. 129,472,686 di tahun 2019 dan untuk provinsi Jawa Barat dengan jumlah BUM Desa
terbentuk 3.123 unit diperkirakan menerima penyertaan modal sebesar Rp.32,726,675 untuk setiap
BUM Desa.

b. Kajian kuantitatif realisasi penerimaan hasil usaha BUM Desa untuk mendukung
Penerimaan Asli Desa (PADes)
Sepanjang tahun 2019 yang tercatat dalam laporan SISKEUDES, penyertaan modal kepada
BUM Desa yang bersumber dari APBDes mencapai Rp.1,501,370,399,517. Modal tersebut tentunya
akan dipergunakan untuk membiayai kegiatan yang telah disusun pada program kerja BUM Desa,
diantaranya untuk kegiatan produktif BUM Desa. Dari hasil usaha yang dihimpun BUM Desa dari
berbagai kegiatan produktif yang dilakukan, tentunya akan menghasilkan keuntungan usaha. Pada
penjelasan sebelumnya sudah dijelaskan jika hasil usaha dapat ditahan dan dibagikan, untuk yang
dibagikan diantaranya dapat dibagikan kepada desa dalam bentuk PADes8 untuk memperkuat
APBDes.
Dari data SISKEUDES diperoleh informasi bahwa sepanjang tahun 2019, tercatat penambahan
pendapatan desa yang bersumber dari Pendapat Asli Desa (sebagai kontribusi hasil usaha BUM Desa)
adalah sebesar Rp. 112,277,024,438 (tidak termasuk provinsi Papua dan Papua Barat). Jumlah
tersebut jika di sandingkan dengan penyertaan modal yang diberikan pada BUM Desa setara dengan
rerata 10,26%. Sebagai catatan angka atau prosentase tersebut bisa saja lebih besar mengingat bahwa;
● Baru terdapat 68% data yang telah dilaporkan desa melalui SISKEUDES


8
Pemendagri 20/2018

27

● Nilai tersebut adalah SHU dari BUM Desa yang dikembalikan kepada desa melalui PADes
sebagai dukungan pada penguatan kapasitas desa, diluar hasil usaha BUM Desa lainnya
yang juga dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk-bentuk kegiatan sosial, seperti
pembagian sembako, pelaksanaan program STUNTING untuk mendukung posyandu,
program SAPA (Sarapan Pagi Anak Desa), pelatihan untuk pelaku usaha mikro, dan lainnya
Sehingga nilai tersebut tidak dapat mencerminkan kinerja usaha BUM Desa sesungguhnya,
namun untuk tahun 2019 merupakan indikasi positif terhadap peran BUM Desa sebagai Lembaga
Pemberdayaan ekonomi desa dan Lembaga sosial desa yang telah memberikan kontribusi pada kedua
aspek tersebut. Jika mempertimbangkan bahwa fokus penggunaan Dana Desa tahun 2019 masih
difokuskan pada kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur untuk menyerap tenaga kerja di desa
melalui Program Pada Karya Tunai Desa (PKTD) dan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan
secara reguler untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar desa dan antar wilayah yang masih
memerlukan perhatian.
Namun demikian terdapat provinsi yang besaran kontribusi kepada PADes lebih besar dari rerata
nasional, dan umumnya terjadi pada provinsi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI.Yogyakarta
dan Bali (Tabel 7). Faktor penyebab tingginya penerimaan hasil usaha BUM Desa jika dibandingkan
dengan provinsi lainnya diantaranya selain kondisi infrastruktur dan kondisi geografis yang lebih baik
dibandingkan provinsi di luar Jawa dan Bali, disebabkan beberapa keunggulan yang dimiliki
diantaranya; (i) kapasitas pengelola (sumber daya manusia) relatif lebih baik, (ii) potensi pasar yang
besar masih terpusat di Jawa dan Bali, dan (iii) Adanya jaringan infrastruktur yang menghubungkan
antar desa/wilayah yang relatif lebih baik.

Tabel 7. Provinsi Yang Dapat Memberikan Kontribusi PADes Di Atas Rata-rata

4. Dukungan Optimalisasi BUM Desa dalam Pemberdayaan Ekonomi Desa


Dari hasil kajian singkat terdapat beberapa kelengkapan dan kebijakan yang perlu
diberikan/disediakan (tabel 8 dan 9) sebagai dukungan terhadap BUM Desa oleh pemerintah
dan pemerintah daerah agar pelaksanaannya dapat berjalan lebih optimal.

Tabel 8. Dukungan Kelengkapan Yang dibutuhkan

No. Kegiatan Dukungan Yang Diperlukan


1 Informasi kebutuhan pasar dan ● Peta dan daftar potensi pasar
kualitas yang diharapkan pasar

28

2 Kepastian harga kepada pelaku usaha ● Peraturan daerah penetapan harga dasar
di desa maupun pelaku pasar Mitra komoditas dan pupuk
Usaha dan offtaker
3 Peningkatan kualitas hasil usaha/ ● Pedoman dan modul pelatihan
produksi dengan teknologi tepat guna penggunaan TTG
● Pendampingan
● Peraturan (Perbup, dan lainnya)

4 Pelatihan keterampilan (skill) kepada ● Pedoman pelatihan dan modul


pelaku usaha dan pelatihan kewirausahaan
manajemen usaha ● Pendampingan

5 Pendampingan usaha ● Pendampingan

6 Pengawasan kualitas hasil ● SOP/Pedoman


usaha/produksi
7 Perizinan usaha ● Peraturan daerah (Perbup, dan lainnya)

8 Akses Lembaga keuangan/ perbankan ● Peraturan


● SOP/Pedoman

9 Menghimpun modal usaha dari ● Peraturan


masyarakat atau investor ● SOP/Pedoman

Gambar 9. Kebutuhan BUM Desa tahun 2021


Sumber Data: Data diolah TNP2K dan Bumdes.id

Sesuai dengan Tabel 8, tindak lanjut TNP2K dan bumdes.id yaitu melakukan FGD dengan total
31 BUM Desa yang tersebar di Indonesia. Hasilnya, sebesar 28,1 persen rata-rata BUM Desa
memerlukan pelatihan penguatan kapasitas dari segi manajemen, pemasaran, dan produksi. Hal ini
sinkron dengan apa yang telah diwajibkan dalam Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 bahwa di
dalamnya termuat format dokumen program kerja yang harus dipenuhi oleh BUM Desa. Di samping

29

itu, pemahaman Permendesa tersebut membawa BUM Desa perlu menyusun business plan dari
setiap unit usaha yang dijalankan. Selaras dengan hal tersebut, terdapat 25,8 persen yang
mengharapkan BUM Desa diberi pendampingan khusus baik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dalam arahan kebijakan pembinaan dan pengawasan desa maupun pendamping desa.
Pendampingan juga perlu ditekankan oleh pendamping dalam bidang kewirausahaan agar pengelola
BUM Desa secara keberlanjutan menjalankan praktik bisnis yang inovatif, kreatif dan sehat.
Selanjutnya dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa kesulitan yang akses pemasaran hasil
produk BUM Desa cukup besar mencapai 18,0 persen sehingga perlu dukungan yang diperlukan
sesuai Tabel 8 adalah peta dan daftar potensi pasar dan juga penetapan peraturan daerah tentang
harga komoditas tertentu.

Masalah klasik yang dihadapi BUM Desa adalah kekurangan modal yang mencapai 23,6 persen
sehingga perlu adanya kerjasama kemitraan untuk menghimpun modal usaha baik dari lembaga
keuangan/perbankan maupun masyarakat. Perlu diarahkan ke setiap BUM Desa bahwa menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021, BUM Desa dapat menghimpun modal dari
masyarakat. Namun, perlu diperhatikan BUM Desa juga wajib mempertanggungjawabkan atas
modal yang terhimpun baik dari Pemerintah Desa melalui mekanisme APB Desa dan masyarakat
melalui mekanisme Sisa Hasil Usaha (SHU). Terakhir, perolehan sebesar 1,1 persen diperoleh dari
segi dukungan dalam bentuk pendampingan regulasi khusus tentang BUM Desa, intervensi
pemerintah kepada pelaku usaha untuk menjalin kemitraan dengan BUM Desa, dukungan penuh
dari Pemerintah Desa, serta penguatan fungsi BUM Desa dan pemahaman tokoh masyarakat, BPD,
Pemerintah Desa agar jalannya BUM Desa tidak terjadi konflik internal.

Tabel 9: Peran Pelaku

No. Kegiatan Pelaksana Kegiatan


1 Kebijakan yang berpihak pada pertumbuhan ● Kementerian terkait
kegiatan ekonomi kecil ● Pemerintah Daerah

2 Kebijakan pada pelaku swasta (private ● Kementerian terkait


sector) yang menjadi mitra BUM Desa ● Pemerintah Daerah

3 Sosialisasi pada BUM Desa, pelaku usaha Dilakukan secara berjenjang:


kecil, Mitra Usaha dan Offtaker ● Pemerintah
● Pemerintah Daerah (provinsi dan
kabupaten)

4 Peta potensi produk unggulan desa ● Pemerintah kabupaten/kota

5 Teknologi Tepat Guna (TTG) berikut ● Pemerintah kabupaten/kota


pelatihan
5 Pelatihan manajemen kewirausahaan kepada ● Kementerian terkait
BUM Desa, dan pelaku usaha kecil ● Pemerintah Daerah

6 Memudahkan perizinan, termasuk perluasan ● Pemerintah Daerah


usaha

30

5. Persepsi dan Kesiapan BUM Desa terhadap Kebijakan Terbaru
Masih banyak BUM Desa yang belum siap dalam menjalankan kebijakan terbaru ini, Beberapa
diantaranya sudah mencoba mengkaji namun belum menemukan titik temu dalam penentuan langkah
ke depan karena masih adanya perbedaan persepsi maupun prioritas antara pengelola BUM Desa dan
pemerintah desa.
Gambar 10. Persepsi dan Kesiapan BUM Desa terhadap PP Nomor 11 Tahun 2021

Dari ketiga belas BUM Desa yang diwawancarai oleh tim bumdes.id, 8% (1 BUM Desa)
menyatakan belum mengetahui sama sekali perihal adanya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2021, 15 persen (2 BUM Desa) menyatakan sudah mengetahui adanya peraturan terbaru tetapi belum
membaca, 23 persen (3 BUM Desa) menyatakan sudah mengkaji namun belum melakukan perubahan
terhadap peraturan desa dan AD/ART BUM Desa, 23% (3 BUM Desa) menyatakan sudah dalam
proses mengubah peraturan desa dan AD/ART BUM Desa tetapi belum tahap finalisasi, dan 31 persen
(4 BUM Desa) lainnya tanpa keterangan.

6. Kebutuhan BUM Desa


a. Pola Strategi Kolaborasi dan Pendampingan
Dari hasil in-depth interview yang dilakukan oleh bumdes.id, terdapat satu contoh BUM Desa
yang terbukti berhasil dengan adanya pendampingan dari pihak lain dalam menjalankan kegiatannya
meskipun pada awal pembentukan belum diberikan penyertaan modal dari desa.
Keberhasilan BUM Desa Ijen Lestari, Desa Banyuwangi dalam menjalankan perannya sebagai
“wadah dan inkubator” pengembangan kapasitas kegiatan dan usaha masyarakat di desa tidak lepas
dari pendampingan oleh berbagai macam pihak, baik dari pemerintah, industri, maupun akademisi.
Masing-masing pihak mengambil peran penting dalam pengembangan BUM Desa Ijen Lestari dengan
mekanisme sebagai berikut:
1. Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk regulasi-regulasi yang dapat mengembangkan
BUM Desa

31

2. Industri memberikan bantuan dalam bentuk CSR. CSR diberikan baik dalam wujud fisik
(uang dan barang) maupun dalam bentuk pendampingan intensif dalam hal produksi,
pemasaran, digitalisasi, pengelolaan SDM, dll.
3. Akademisi, terutama perguruan tinggi mengerahkan mahasiswa-mahasiswa untuk melakukan
KKN di Desa Tamansari dan membantu pengelola BUM Desa dalam mengembangkan
usahanya.

Contoh suatu bentuk pola strategi kolaborasi yang dijalankan di BUM Desa Ijen Lestari, Desa
Tamansari, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa timur

Gambar 11. Pola Strategi Kolaborasi BUM Desa

UMKM

Pokdarwis

Akademisi Industri
Poliwangi BCA
BRI
UGM BUMDes
Dinas
UNS Lingkungan
UNM Hidup

Pemerintah

Regulasi pemerintah desa

Kasus pola strategi kolaborasi tersebut memberikan refleksi bahwa kebutuhan program
pendampingan menjadi hal yang paling esensi diperlukan oleh BUM Desa saat ini. Beragam pihak
sudah mulai tergerak bahwa BUM Desa merupakan pendongkrak ekonomi desa. Kementerian terkait
dan Pemerintah Daerah tidak berjalan sendiri dalam perannya melakukan kegiatan yang disajikan
dalam Tabel 9. Pihak yang turut membantu dalam program pendampingan adalah mitra kerjasama
BUM Desa, perguruan tinggi, Dispermades, dan forum BUM Desa
Dari data kuesioner yang telah disebar oleh TNP2K, tersaji proporsi kegiatan pelatihan dan
pendampingan dilakukan oleh pemerintah sebesar 46 persen dari hasil FGD bersama 31 BUM Desa.
Yang menarik di sini adalah peran mitra kerjasama BUM Desa terdapat sumbangan sebesar 26 persen.
Mitra kerja sama dilakukan oleh perbankan dalam hal permodalan dan kemudahan dalam bertransaksi
via mobile banking. Selain itu peran perusahaan terkait memberi kontribusi dalam manajemen usaha
sebesar 27 persen, penggunaan teknologi sebesar 9 persen, inovasi produksi sebesar 19 persen, dan
marketing/pemasaran sebesar 17 persen. Terdapat peran serta perguruan tinggi, Dispermades, dan
forum Bumdes yang masing-masing sebesar 2 persen dalam mendukung seperti yang telah
dilaksanakan perusahaan juga membantu dalam hal terkait pembukuan/keuangan sebesar 26 persen
dan jobdesk pengelola sebesar 2 persen.

32

Gambar 12. Subyek dan Obyek Pelatihan dan Pendampingan

b. Insentif
Ditetapkannya BUM Desa
sebagai badan hukum melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2021 menjadikan BUM
Desa memiliki kewajiban
perpajakan yang setara dengan
badan hukum lainnya seperti
BUMN dan BUMD. Akan tetapi
hingga saat ini belum ada aturan
secara khusus yang membahas
mengenai ketentuan perpajakan
untuk BUM Desa, sehingga
ketentuan perpajakan yang
digunakan mengacu kepada
ketentuan umum pajak badan
lainnya.
Hal tersebut di atas menjadikan
banyak BUM Desa membayar
pajak yang lebih tinggi daripada
korporat karena ketidaktahuan
mereka mengenai perencanaan
pajak (tax planning). Padahal,
dalam Pasal 70 PP Nomor 11
Tahun 2021 disebutkan bahwa
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dapat memberikan insentif dan kemudahan perpajakan serta retribusi bagi BUM Desa/BUM
Desa bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, hingga saat ini
belum ada tindak lanjut dari pemerintah terkait dengan ketetapan turunan dari pasal tersebut.
Kontradiktif dengan insentif untuk BUM Desa, pemerintah justru telah memberikan kemudahan-
kemudahan kepada para UMKM dan badan usaha lainnya melalui Peraturan Menteri Keuangan RI
Nomor 9/PMK.03/2021 yang merevisi Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 86/PMK.03/2020
tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Covid-19. Aturan ini merangkum insentif
untuk badan usaha yang berorientasi pada laba (profit oriented), seperti:
● DTP PPh 21
● DTP PPh final 0,5 persen sesuai PP Nomor 23 Tahun 2018
● Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor
● Pengurangan angsuran PPh Pasal 25
● Percepatan restitusi PPN untuk PKP berisiko rendah
Dengan kemampuan pemerintah memberikan berbagai kemudahan untuk badan usaha yang
berorientasi laba di atas, seharusnya tidak sulit untuk memberikan insentif lebih kepada BUM Desa
mengingat peran BUM Desa tidak hanya sebagai lembaga ekonomi namun juga sebagai lembaga

33

sosial. Jika dikaitkan dengan peran turunan BUM Desa, maka insentif pajak dapat diberikan dengan
mekanisme berikut:
● Sebagai “wadah dan inkubator” pengembangan kapasitas kegiatan usaha masyarakat di desa,
Inkubasi BUM Desa adalah suatu proses pembinaan, pendampingan, dan pengembangan
yang diberikan oleh mentor atau trainer yang berpengalaman (inkubator wirausaha) kepada
peserta (dalam hal ini masyarakat desa) sebagai calon wirausaha desa. Peran ini sejatinya
guna mendorong kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa di berbagai sektor seperti
pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, pariwisata, jasa keuangan dan sebagainya.
Peran BUM Desa dalam kasus ini tidak dapat dikategorikan sebagai wajib pajak karena
perannya yang hanya sebagai “tempat bernaung” para pelaku bisnis (UMKM) bukan sebagai
pelaku itu sendiri.
● Sebagai “keperantaraan pasar” yang menghubungkan produk-produk unggulan desa dengan
potensi pasar, peran BUM Desa dalam kasus ini masih dapat dikategorikan sebagai pelaku
usaha meskipun secara keuntungan tidak bisa memperoleh margin yang besar. Hal ini karena
sifat kegiatannya berupa pemberian “jasa” untuk memasarkan produk UMKM. Margin
tersebut hanya digunakan untuk menunjang operasional pemasaran produk UMKM. Dalam
alur bisnis ini pun pajak sebenarnya sudah dipungut melalui pemilik produk itu sendiri,
sehingga BUM Desa sebagai perantara dapat dibebani dengan tarif pajak yang lebih rendah
dari pelaku bisnis utama.
● Sebagai lembaga yang “memperkuat kapasitas penyelenggaraan pembangunan desa”, BUM
Desa tidak dapat dikategorikan sebagai wajib pajak karena BUM Desa berkedudukan seperti
layaknya lembaga sosial. Artinya kegiatan pembangunan fasilitas umum (mis. jalan desa,
bendungan, saluran irigasi, sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni, dan
perpustakaan desa) semata-mata dipergunakan untuk menunjang aktivitas sosial dan ekonomi
di desa yang semua masyarakat dapat menikmati manfaat dari pembangunan tersebut.
Hal-hal di atas dapat diterapkan untuk mendorong BUM Desa dalam mengembangkan unit
usahanya sehingga tidak ada lagi kekhawatiran bahwa semakin besar BUM Desa akan semakin rumit
ketentuan yang harus dijalankan serta semakin besar pajak yang harus dibayarkan.

D. Kesimpulan dan Rekomendasi

1. UMUM

Secara umum dapat ditarik benang merah dari keberhasilan BUM Desa sebagai lembaga sosial
dan lembaga ekonomi, terdapat tiga faktor, yaitu; (i) ditentukan oleh sejarah dari proses pembentukan
BUM Desa itu sendiri, (ii) kemampuan desa untuk melakukan perencanaan desa yang terkait dengan
pengembangan BUM Desa. Desa yang berorientasi dan menerapkan perencanaan produktif mampu
memaksimalkan posisi dan keberadaan BUM Desa, dan (iii) sangat berkaitan dengan karakter politik
desa (peran dan arah kebijakan dari pemegang otoritas desa).

Kedudukan BUM Desa sangat berbeda dengan BUMN/BUMD. Posisi BUMN/BUMD yang
sangat jelas merupakan badan usaha yang berperan sebagai alat intervensi pemerintah pada tatanan
perekonomian nasional/daerah. Sedangkan BUM Desa kehadirannya karena adanya kebutuhan dan
keinginan masyarakat untuk melakukan pemberdayaan ekonomi di desanya sesuai dengan asas
rekognisi yang dimilikinya,

34

Provinsi Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali dan Bangka Belitung jumlah BUM
Desa yang telah melakukan registrasi ulang sesuai dengan Surat Menteri Desa Nomor:
2126/PRI.02/VII/2020 tanggal 01 Juli 2020 mencapai rata rata di atas 90%, sedangkan untuk provinsi
di Jawa persentase rerata BUM Desa yang teregistrasi baru sekitar ±60%, paling tinggi terdapat di
Provinsi Jawa Tengah sebesar ±65,51%. Hal ini memberikan gambaran bahwa inisiatif kepala desa
untuk mendorong BUM Desa agar melakukan registrasi BUM Desa di pulau Jawa perlu menjadi
perhatian, dalam rangka pembinaan dan pengawasan.

Dari jenis unit kegiatan yang telah terverifikasi melalui registrasi ulang oleh Kemendesa PDTT,
jenis Bidang Perdagangan/Retail/Warung merupakan jenis kegiatan yang banyak dilakukan,
berikutnya jenis kegiatan jasa dan layanan merupakan kegiatan kedua yang paling banyak dikerjakan
oleh BUM Desa.

Dari hasil kajian terhadap tiga permasalahan mendasar terkait dengan tujuan pendirian BUM
Desa, dapat disimpulkan beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian.

2. Kesimpulan

a. BUM Desa sebagai wadah dan ‘inkubator’ pengembangan kapasitas kegiatan dan
usaha masyarakat di desa
● Mendirikan BUM Desa, merupakan sebuah proses yang mempertemukan antara prakarsa
masyarakat, potensi dan sumber daya desa, kepentingan sosial-ekonomi desa, dengan
kepentingan/kebutuhan pasar. Dimana posisi BUM Desa menjadi inkubator optimalisasi
seluruh potensi desa. Artinya bahwa hubungan desa dengan supra desa, tidak hanya
dimaknai sebatas hubungan tata pemerintahan /administrasi semata, akan tetapi harus
membentuk hubungan sosial-ekonomi yang saling mendukung.
● Pembentukan BUM Desa harus berangkat dari kebutuhan untuk mengatasi permasalahan
dan memanfaatkan peluang yang ada di desa (ekonomi dan sosial) dengan
mempertimbangkan potensi dan sumberdaya lokal yang memiliki kemungkinan untuk
‘sustain’ dan berkembang efektif.
● Peran BUM Desa sebagai wadah kegiatan perekonomian masyarakat dan kegiatan sosial
memungkinkan untuk dilakukan secara beriringan dan saling melengkapi. Dengan
demikian akan memunculkan rasa kepemilikan masyarakat desa dalam mendukung
kegiatan.
● Pelembagaan BUM Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan, sehingga diperlukan
adanya keterlibatan masyarakat secara aktif dalam setiap kegiatan BUM Desa.
● Dukungan kebijakan dari kepala desa dan sosialisasi dari perangkat desa terhadap
perkembangan BUM Desa sangat penting untuk menumbuh kembangkan kegiatan
Pemberdayaan ekonomi desa melalui BUM Desa.
● Kegiatan BUM Desa yang bermula dari adanya permasalahan di masyarakat yang
berhubungan dengan ketersediaan kebutuhan dasar (seperti: air bersih, listrik, dan lainya)
merupakan fungsi BUM Desa sebagai lembaga sosial yang telah meringankan beban
pemerintah desa terhadap ketersediaan kebutuhan dasar tersebut.

35

b. Peran BUM Desa dalam “keperantaran pasar” yang menjembatani antara produk
unggulan desa dengan potensi pasar
● Agar BUM Desa mampu menjadi Lembaga penggerak ekonomi desa, maka pengelolaan
kegiatan BUM Desa menjadi sangat penting untuk menerapkan prinsip bisnis communal
dan jejaring kemitraan antara pelaku usaha di desa, pemerintah dan pelaku usaha pada
supra desa (termasuk pelaku pasar).
● BUM Desa diberi kewenangan untuk memutuskan arah kebijakan strategis pengelolaan
potensi desa (dengan catatan para pengurus BUM Desa merupakan individu-individu yang
memiliki kompetensi dibidang usaha dan kewirausahaan)
● Umumnya kesulitan masyarakat dalam kegiatan ekonomi di desa adalah terkait dengan
pasar dan permodalan yang selama ini banyak dikuasai oleh para tengkulak dan rentenir.
Keberadaan BUM Desa dapat menjadi solusi dari kedua permasalahan tersebut, sebagai
pihak yang dapat menjalankan peran keperantaraan dan sebagai lembaga penjamin.
● Peran Keperantaraan Pasar (market linkage) dan peran sebagai lembaga penjamin
merupakan peran yang seharusnya dapat dilakukan oleh BUM Desa, untuk
menghubungkan pelaku ekonomi dengan pasar dan akses kepada permodalan.
● Mitra Usaha merupakan aktor penting bagi BUM Desa dalam keperantaraan pasar untuk
keberlanjutan kegiatannya, jika dibanding dengan pembeli akhir (offtaker). Tetapi, bila
BUM Desa memposisikan hanya sebagai penjual produk, maka tidak akan menjamin
keberlanjutan mengingat pembeli (offtaker) akan selalu mencari barang yang murah
dengan kualitas baik dan tidak ada kegiatan alih teknologi maupun manajemen.
● Pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten) memiliki peran penting sebagai regulator dan
fasilitator yang dapat memberikan dan membuka ruang bagi BUM Desa serta pelaku
sektor riil untuk membangun kemitraan usaha yang saling menguntungkan.

c. Peran BUM Desa Dalam Memperkuat Kapasitas Pembangunan Desa

● BUM Desa sebagai Lembaga yang memiliki misi untuk Pemberdayaan ekonomi desa, maka
dalam penyusunan perencanaan pembangunan baik di tingkat desa maupun di kabupaten,
harus memasukan keberadaan BUM Desa sebagai program strategis dengan berbagai kegiatan
pemberdayaan ekonomi masyarakat desa pada berbagai sektor, seperti pertanian, perikanan,
peternakan, perdagangan, pariwisata, jasa keuangan, dan lain lain.
● Peran dan posisi BUM Desa dalam mendukung pembangunan di desa menjadi penting, yaitu
sebagai salah satu sumber penerimaan Desa dalam rangka meningkatkan kapasitas keuangan
Desa (APBDes).
● Jika selama ini fokus penggunaan APBDes khususnya yang bersumber dari Dana Desa
banyak dialokasikan untuk kegiatan pembangunan infrastruktur, dan adanya pendapat yang
mengkhawatirkan jika dialokasikan untuk BUM Desa akan menjadi masalah dan tidak
berkembang. Pendapat tersebut perlu melihat bila sepanjang tahun 2019, tercatat penambahan
pendapatan desa yang bersumber dari hasil usaha BUM Desa mencapai Rp.112,277,024,438.
Angka tersebut mungkin masih dianggap relatif kecil, namun perlu diingat tahun 2019 dapat
dikatakan BUM Desa mulai mendapat perhatian dan angka tersebut dapat terus berkembang,
mengingat data yang dihimpun baru 68% dari total Desa.

36

● Untuk tahun 2021 dengan terbitnya Permendesa nomor 13/2020 dimana BUM Desa menjadi
skala prioritas pembangunan dalam penggunaan Dana Desa, maka dukungan terhadap
pelaksanaan kegiatan dan pengembangan BUM Desa diharapkan makin besar sehingga dapat
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan pendapatan asli desa. Tentunya
hal ini akan memberikan pengaruh pada menguatnya kapasitas Desa untuk merencanakan dan
melakukan kegiatan pembangunan di desa (Desa membangun).

d. Lesson Learnt
Eskalasi pengembangan BUM Desa dapat dilakukan dengan cara:
● Kolaborasi
Hadirnya BUM Desa sebagai lembaga sosial dan lembaga ekonomi pada tingkat Desa
memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. melalui
peningkatan layanan dasar dan penciptaan ekonomi desa. Selaras dengan tujuan tersebut, tata
kelola BUM Desa perlu didukung salah satunya melalui pola pelatihan dan pendampingan.
Pola ini dapat dikatakan berhasil apabila pemerintah (provinsi, kabupaten/kota, dan desa),
akademisi, industri dan UMKM saling bersinergi. Peran Pemerintah yakni menyusun
kebijakan yang diharapkan mampu memberikan dampak signifikan berupa kemudahan
perizinan termasuk perluasan usaha, program kemitraan industri dan BUM Desa, kepastian
harga kepada pelaku usaha di desa maupun pelaku pasar mitra usaha dan offtaker, dan
pelatihan lainnya yang bersangkutan. Peran akademisi juga sangat penting sebagai
pendamping teknis terkait dengan manajemen usaha, pengelolaan keuangan, penciptaan
teknologi tepat guna, informasi kebutuhan pasar dan kualitas yang diharapkan pasar, dan
pengawasan kualitas hasil usaha/produksi. Kemudian, kehadiran industri dengan program
kemitraan BUM Desa memudahkan BUM Desa dalam berwirausaha secara berkelanjutan
dengan prinsip praktik bisnis yang inovatif kreatif, dan sehat. Di samping itu, industri juga
membantu dalam menghimpun modal BUM Desa baik dalam bentuk CSR. Terakhir dengan
UMKM terkait dengan pengembangan usaha BUM Desa yakni BUM Desa memiliki peran
dalam “keperantaraan pasar” atas produk barang dan/atau jasa unggulan desa dengan pasar.
Skemanya dapat berwujud BUM Desa dapat menampung, membeli, dan memasarkan
(konsolidasi) produk UMKM ke jangkauan pasar.
● Komunikasi antara BUM Desa – Pemerintah Desa
BUM Desa yang dapat berjalan dengan baik tidak lepas dari dukungan dan komunikasi yang
baik dari pemerintah desa dan pengurus BUM Desa. Adanya rotasi kepala desa maupun
pengurus BUM Desa yang silih berganti seringkali menjadi hambatan utama dalam menjalin
komunikasi antara keduanya. Sehingga dari isu tersebut perlu didudukan permasalahannya,
terlebih lagi BUM Desa merupakan anak kandung dari Pemerintah Desa. Artinya, BUM Desa
merupakan kepanjangan tangan dari Pemerintah Desa untuk mewujudkan peran dan
fungsinya dalam memberikan sebesar-besarnya kesejahteraan pada masyarakat.. BUM Desa
lahir dari kedaulatan desa untuk mengelola sumber daya ekonominya, dan Pemerintah Desa
yang baik, bersih, dan transparan akan menghasilkan BUM Desa yang profesional. Undang-
Undang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 menjelaskan bahwa
pengaturan mekanisme pengambilan keputusan didasarkan atas keputusan bersama antara
Kepala Desa, pengurus BUM Desa, BPD dan segenap masyarakat desa. Mekanisme
pengambilan keputusan ini diwujudkan dalam musyawarah desa.
● Pendampingan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pendampingan BUM Desa dapat dilakukan baik
dalam hal regulasi maupun teknis bisnis. Secara harfiah, pendampingan regulasi terkait BUM

37

Desa dilaksanakan kewenangannya oleh pemerintah. Adanya peraturan baru yakni Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 dengan aturan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2021 dan Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 memerlukan dorongan dari
pemerintah kepada pemerintah desa dan BUM Desa untuk memahami esensi peraturan
tersebut bahwa BUM Desa dibentuk menjadi entitas berbadan hukum, terlepas dari manfaat
dan tantangannya. Sedangkan tentang teknis bisnis bisa dilakukan oleh akademisi (perguruan
tinggi), industri melalui program kemitraan usaha dan UMKM. Hal ini terlihat dari beberapa
BUM Desa yang diangkat pada tulisan ini beserta kisah kesuksesan BUM Desa.
● Insentif
Peran BUM Desa sebagai wadah dan inkubator, keperantaraan pasar, serta lembaga yang
memperkuat penyelenggaraan pembangunan desa dapat menjadi tiket emas bagi BUM Desa
untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan perpajakan, mengingat peran BUM Desa yang
tidak hanya sebagai lembaga usaha tetapi juga berperan sebagai lembaga sosial. Dimana
dalam aturan perpajakan, lembaga sosial atau lembaga yang tidak berorientasi pada laba
dibebaskan dari pemotongan pajak. Hal ini dapat diterapkan untuk mendorong BUM Desa
dalam mengembangkan unit usahanya sehingga tidak ada lagi kekhawatiran bahwa semakin
besar BUM Desa akan semakin rumit ketentuan yang harus dijalankan serta semakin besar
pajak yang harus dibayarkan.

e. Area of Improvement
● BUM Desa masih terjebak dengan keberhasilan masa lalu. Banyak kasus yang terjadi di
setiap BUM Desa hanya fokus pada pembukaan unit usaha baru di sektor pariwisata, tanpa
melihat potensi yang sesungguhnya dimiliki desa. Potensi desa yang dikembangkan kemudian
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa. Di samping itu, pemahaman filosofi BUM
Desa dan pengembangan kapasitas kegiatan usaha dimana BUM Desa tidak hanya dijalankan
sebagai lembaga ekonomi berbasis keuntungan (profit), melainkan juga lembaga sosial dalam
memberikan pelayanan dasar (social business). Seperti beberapa BUM Desa yang diangkat
dalam tulisan ini masuk dalam empat kategori, yakni: (1) BUM Desa yang melakukan
pelayanan sosial (servicing), (2) BUM Desa sebagai wadah bersama (holding), (3) BUM
Desa melakukan keperantaraan pasar (market linkage), dan (4) BUM Desa menyediakan
layanan kebutuhan akses permodalan/ perbankan melalui layanan jasa keuangan (banking).
Keempat kategori ini menjadi model bisnis yang bisa dijalankan oleh BUM Desa namun tetap
memperhatikan potensi desa dan kebutuhan masyarakat.
● Konflik kepentingan antara Pemerintah Desa dan BUM Desa cukup mempengaruhi
perkembangan BUM Desa. Konflik yang sering terjadi adalah tidak terjalinnya komunikasi
yang baik antara kepala desa dan pengurus BUM Desa. Komunikasi yang tidak baik ini dapat
disiasati dengan pemahaman bahwa segala permasalahan akan diselesaikan dengan cara
musyawarah desa. Perihal pembentukan BUM Desa ini perlu dipahami oleh setiap kepala
desa bahwa BUM Desa merupakan anak kandung Pemerintah Desa, namun bukan berarti
kepala desa memiliki sepenuhnya BUM Desa melainkan melalui mekanisme APB Desa
bahwa Pemerintah Desa berhak mendapatkan PADes dari hasil usaha BUM Desa. Di samping
itu, peran masyarakat ditegakkan karena BUM Desa dibentuk karena kemufakatan bersama
dalam musyawarah desa. BUM Desa. BUM Desa lahir dari kedaulatan desa untuk mengelola
sumber daya ekonominya dan Pemerintah Desa yang baik, bersih, dan transparan akan
menghasilkan BUM Desa yang profesional
● Pendampingan

38

Kolaborasi antar stakeholder BUM Desa yang terdiri dari pemerintah, akademisi, industri,
dan UMKM sangat penting dalam mengembangkan dan memperluas kegiatan usaha BUM
Desa. Kolaborasi ini akan saling melengkapi dalam beberapa segi, baik untuk peningkatan
kapasitas internal dan kapasitas eksternal. Kapasitas internal berarti peningkatan pemahaman
terkait model bisnis yang seharusnya dilaksanakan oleh BUM Desa dari segi keuangan,
manajemen, teknologi dan bidang lainnya. Sedangkan, kapasitas eksternal ini berkaitan
dengan penguatan regulasi yang mempermudah usaha BUM Desa dan akses pasar.

3. Rekomendasi Tindak Lanjut


● Dalam UU.Desa maupun di UU.Cipta Kerja secara tegas disebutkan jika BUM Desa
memiliki peran sebagai lembaga sosial dan lembaga pemberdayaan ekonomi desa yang
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat desa, maka menjadi penting pada saat
penyusunan AD/ART nya harus secara tegas dan jelas memuat maksud dan tujuan pendirian
BUM Desa tidak bertentangan sebagaimana yang termuat dalam kedua UU tersebut.
● Bentuk kerjasama antar BUM Desa dapat saja berlangsung antar desa dengan dua atau lebih
desa dalam wilayah kecamatan yang sama, lintas kecamatan dibawah koordinasi antar
kecamatan, dan jika akan melakukan kerjasama lintas kabupaten atau lintas provinsi
mengikuti tata peraturan dan perundangan PP nomor 28/2018 Tentang Kerja Sama Daerah
● Bagi BUM Desa yang telah mampu melakukan kegiatan unit usahanya, agar didorong
memiliki badan hukum, agar pengelolaan bisa lebih profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik
● Pemerintah Daerah sebagai struktur pemerintahan yang paling dekat dengan Desa, memiliki
peran penting sebagai regulator dan fasilitator, beberapa aspek yang perlu ditindaklanjuti
untuk mendorong Pemberdayaan ekonomi desa, diantaranya:
a. Membuat Daftar dan peta potensi unggulan desa dan menetapkan harga dasar
komoditas, untuk menjaga stabilitas harga
b. Menetapkan peraturan mempermudah perizinan dan perluasan usaha
c. Menetapkan peraturan daerah tentang kewenangan Desa khususnya pengelolaan aset
desa.
● Kementerian Desa PDTT melalui Permendesa PDTT nomor 13/2020 tentang prioritas
penggunaan Dana Desa tahun 2021 telah menetapkan Pembentukan, pengembangan, dan
revitalisasi Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa Bersama menjadi salah satu
prioritas kegiatan di tahun 2021, dalam upaya mendukung pencapaian tersebut beberapa hal
yang perlu dilakukan, diantaranya:
a. Mempersiapkan SOP/Panduan terkait pengorganisasian, tata kelola, perencanaan
(business plan), yang dapat dijadikan rujukan untuk pelaksanaan kegiatan BUM Desa
dan/atau BUM Desa Bersama.
b. Mempersiapkan tenaga pendamping yang memahami dan memiliki kompetensi untuk
pengembangan ekonomi lokal, untuk membantu Desa dan/atau BUM Desa dalam
menyusun pengembangan kegiatan BUM Desa (proposal bisnis).
c. Melakukan pelatihan untuk pendamping, kepala desa dan BUM Desa terkait dengan
optimalisasi operasionalisasi BUM Desa mengacu pada UU.Desa dan UU.Cipta
Kerja.

39

● Kementerian teknis terkait lainnya
a. Menerbitkan kebijakan yang berpihak pada pertumbuhan kegiatan ekonomi kecil, dan
insentif bagi pihak swasta yang berniat untuk memfasilitasi/menjadi mitra untuk
pengusaha kecil.
b. Transformasi Teknologi Tepat Guna kepada para pengusaha kecil di desa berikut
latihannya.

40

Daftar Pustaka

KOMPAK, (2016), Social Enterprise: Inovasi Untuk Mengentaskan Kemiskinan Dan Membangun
Ekonomi Inklusif
Institute for Research and Empowermen (IRE), Policy Brief, (2016) Mengembangkan BUM Desaa
untuk Transformasi Ekonomi Desa.
Institute for Research and Empowermen (IRE), OXFAM, (2016) Policy Brief, Membangun
Kemandirian Berbasis Aset Desa
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), (2016) Policy Brief Mempertangguh Badan Usaha
Milik Desa untuk Menggerakkan Ekonomi Desa
Berita KOMPAK, (2017), Membangun Dari Pinggiran Melalui Formula Dana Desa Yang Berpihak
Pada Masyarakat Miskin Dan Rentan
KOMPAK, (2017), Membuka Pintu Harapan: Lokakarya Penguatan BUM Desa Kabupaten Bantaeng
Pusat Data dan Informasi Kementerian Desa PDTT, (2018) Kata Angka Pembangunan Desa
Dra. Harmiati, M.Si, Abdul Aziz Zulhakim, S.Sos., M.Si. (2018) Eksistensi Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa) Dalam Mengembangkan Usaha Dan Ekonomi Masyarakat Desa Yang Berdaya
Saing Di Era Masyarakat Ekonomi Asean.
Muh. Rudi Nugroho, (2018) Penerapan pola sinergitas antara BUM Desa dan UMKM dalam
menggerakkan potensi desa di kecamatan saptosar
Eni Setyowati, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kab. Pacitan, (Juli 2018), Inovasi Keperantaraan
Pasar Bagi Pengembangan Usaha Mikro Kecil Di Kabupaten Pacitan.
Drs. Abdul Manan, M.Si, Dr. Wahyunadi, SE, Kementerian Desa PDTT, (2019) BUM Desaa
Penggerak Ekonomi Desa
KOMPAK, (2019), Multi-Year Work Plan 2019 – 2022,
Pusat Data dan Informasi Kementerian Desa PDTT, (2019), Indeks Desa Membangun (IDM)
Rudy Suryanto,SE.,M.Acc.,AK.,CA, (2020), Peta Jalan BUM Desa Indonesia Menuju Kemandirian
Ekonomi Desa.
Rudy Suryanto,SE.,M.Acc.,AK.,CA,(2020), Revitalisasi BUM Desa untuk Pemulihan Ekonomi
Indonesia.
Aris Prasetyo, KOMPAS, Geliatkan Ekonomi dan Bantuan Sosial, (2020), Jejaring BUM Desa
Diperkuat
KOMPAK, (Januari 2020), Ujicoba Pengukuran Dampak Keperantaraan Pasar,
Prasetiya Mulya Publishing Bekerjasama Dengan PKN STAN dan BUM Desa.Id. (2020) Peran Desa
dan BUM Desaa Untuk Pemulihan Ekonomi
KOMPAK, Keperantaraan Pasar (2020)
Aplikasi Sistem Keuangan Desa (SIKEUDES), (November 2020)

41

Nugroho Setijo Nagoro, Direktorat Pengembangan Usaha Ekonomi Desa, Kementerian Desa, PDTT,
(November 2020), BUM Desa Sebagai Wadah dan Inkubator Pengembangan Kapasitas Kegiatan
Usaha Masyarakat
Direktorat Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemdes, Ditjen Bina Pemdes, Kementerian dalam Negeri
(November 2020), Peningkatan Pendapatan Asli Desa
IR. Mustikorini Indrijatiningrum, M.E., Asisten Deputi Pemerataan Pembangunan Wilayah,
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, (November 2020),
Optimalisasi Peran BUM Desaa Dan Pendamping/Penyuluh Dalam Percepatan Pembangunan
Desa Dan Kawasan Perdesaan
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), (2020) Pendayagunaan Badan
Usaha Milik Desa Dalam Pemulihan Ekonomi Pascawabah Covid-19

42

Anda mungkin juga menyukai