Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BENTUK DAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD


1945

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara

Dosen Pengampu :

Arif Wijaya, S.H, M.Hum.

Disusun Oleh :

Abdurrochman ( 05020420021 )

Afrida Arum Zaini ( 05040420056 )

Mulianti Dwi Tantianah ( 05020420042 )

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kekuatan serta
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata
kuliah Hukum Tata Negara dengan judul “ BENTUK DAN SISTEM
PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD 1945 “

Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Arif Wijaya, S.H, M.HI. selaku dosen Pembimbing mata kuliah Ushul Fiqh
dan tak lupa pula Orang tua kami yang telah memberikan dorongan moral dan
material.
2. Teman–teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat
agar makalah ini dapat diselesaikan.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini bisa bermanfaat. Terima kasih.

Surabaya, 25 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Bentuk Pemerintahan Indonesi


2.2. Tujuan Pemerintahan
2.3. Sistem Pemerintahan Indonesia

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan
pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa
Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan
Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata
perintah.
Dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah
yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu
Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti
yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan
utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling
bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi
pemerintahan.
Dalam kehidupan sosial, keinginan untuk menciptakan sebuah tatanan
masyarakat yang adil menjadi cita-cita banyak orang. Keinginan itu pada
gilirannya mengilhami banyak masyarakat untuk merumuskan aturan-aturan
hukum yang mengikat contohnya dalam bentuk pemerintahan. Akan tetapi
ketika disadari bahwa seperangkat aturan-aturan tersebut tidak mungkin bisa
berjalan secara efektif tanpa adanya suatu “lembaga”, maka dibuatlah
lembaga yang kemudian dikenal dengan istilah Negara. Suatu negara
diperlukan bagi manusia sebagai sarana atau wadah untuk mengaplikasikan
hukum-hukum tersebut dan di dalam suatu Negara pasti memiliki bentuk-
bentuk pemerintahan . Maka daripada itu diperlukan bentuk negara yang dapat
menaungi masyarakatnya yang ideal dengan sistem pemerintahan yang tepat
pula.
Setelah suatu Negara terbentuk maka Negara tersebut berhak
membentuk undang-undang atau konstitusi dan juga sistem atau bentuk
pemerintahanya. Konstitusi telah ada yang berfungsi mengatur kehidupan
bermasyarakat yang disebut dengan adat istiadat yang ada karena kesepakatan
dari suatu masyarakat yang terlahir dan dipakai sebagai pengatur kehidupan
bermasyarakat. Adat istiadat mempunyai suatu hukum yang dinamakan
hukum adat. Pada jaman dahulu walaupun belum ada undang-undang seperti
halnya sekarang, tetapi kehidupan masyarakat sudah diatur dengan adat
istiadat dan yang melanggar adat istiadat akan dikenakan suatu hukum yang
telah masyarakat setempat sepakati yaitu hukum adat.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa bentuk pemerintahan Indonesia?
b. Apa tujuan pemerintahan?
c. Bagaimana sistem pemerintahan Indonesia?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui bentuk dan tujuan pemerintahan
b. Untuk mengetahui apa sistem pemerintahan Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bentuk Pemerintahan Indonesia
Dalam siklus yang dikehendaki oleh Plato, aristokrasi adalah terbaik
karena ia adalah wujud dari para filsuf itu sendiri. Aristokrasi yang demikian
terpecah menajdi dua bagian yaitu aristokrasi murni dan aristokrasi. 1 yang
berisi kaum sofis.
Mengacu pemikiran Plato, maka demokrasi bukanlah hal terbaik
tetapi ketika Presiden Joko Widodo mengemukakan omnibus law pada bentuk
bentuk pemerintahan demokrasi maka dapat disebut sebagai bagian.
Persamaan bagian bisa ditafsirkan sebagai wujud cara menyempurnakan
demokrasi atau mempertahankan demokrasi.
Perubahan bentuk pemerintahan yang sering terjadi di Indonesia
merupakan perubahan turunan artinya Indonesia tetap bersandar pada
demokrasi namun turunannya berupa demokrasi terpimpin ataupun demokrasi
dengan ideologi komunis.
Secara umum, pengertian pemerintahan adalah proses atau cara
pemerintah dalam menjalankan wewenangnya di berbagai bidang (ekonomi,
politik, administrasi, dan lain-lain) dalam rangka mengelola berbagai urusan
negara untuk kesejahteraan masyarakat.
Pengertian pemerintahan dalam arti sempit adalah semua kegiatan,
fungsi, tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga eksekutif untuk
mencapai tujuan negara. Sedangkan pengertian pemerintahan dalam arti luas
adalah semua kegiatan yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan,
berlandaskan pada dasar negara, rakyat atau penduduk dan wilayah negara itu
demi tercapainya tujuan negara.
Bentuk pemerintahan adalah suatu istilah yang digunakan untuk
merujuk pada rangkaian institusi politik yang digunakan untuk
mengorganisasikan suatu negara untuk menegakkan kekuasaannya atas suatu
komunitas politik.

1
Practically the same may be said about the timocratic and tyrannical regimes. The timocratic men are
also "greedy for money, as men are in oligarchies," although "they will prize gold and silver without
restraint . . . in secret" (548a). Moreover, their love for honor, glory, and victories seems to lead to
another form of fierce competition, strife, and disunity. Again, Plato never says that timocracy is
destroyed by "excessive" indulgence in honor because no "excess" is necessary. The timocratic man
loves power, always tries to dominate others and to have his own way. Thus, both the timocratic and
oligarchic men commit the same hubris against one another as Hesiod's silver and bronze races. The
oligarchic and timocratic regimes are founded on the pursuit of the goods which are always in short
supply, and the logic of timocratic domination as well as oligarchic exploitation leads to disunity,
destructive competition, and natural selection one can neither prevent nor stop. Both regimes seem to
have the same self-destructive tendency to disruption built in, both face the same dilemma of limited
2.2. Tujuan Pemerintahan
Tujuan fundamental suatu pemerintahan adalah untuk menjaga
keteraturan dan keamanan umum sehingga setiap anggota masyarakat dapat
merasakan kebahagiaan. Adapun beberapa tujuan pemerintahan adalah
sebagai berikut :
a. Melindungi hak asasi manusia, kebebasan, kesetaraan, perdamaian,
dan keadilan bagi seluruh rakyatnya
b. Menjunjung tinggi dan menjalankan konstitusi sehingga setiap
warga negara diperlakukan dengan adil
c. Menjaga perdamaian dan keamanan di dalam masyarakat dengan
menerapkan hukum secara adil.
d. Melindungi kedaulatan bangsa dari berbagai unsur yang
mengancam, baik dari dalam maupun dari luar.
e. Membuat dan menjaga sistem moneter sehingga memungkinkan
perdagangan domestik dan internasional berjalan dengan baik.
f. Menarik pajak dan menetapkan APBN secara bijak sehingga
pengeluaran negara tepat sasaran.
g. Membuka dan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-
banyaknya sehingga kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.
h. Menjaga hubungan diplomatik dengan negara lain dengan cara
membangun kerjasama di berbagai bidang.

Setiap negara pada dasarnya memiliki bentuk negara yang


berbeda-beda. Bentuk suatu negara dapat dibedakan menjadi dua,
yakni negara kesatuan  dan negara serikat (federal). Negara
Indonesia terdiri dari banyak kepulauan, suku, adat, dan
keyakinan. Merujuk pada UUD 1945 pasal 1 ayat 1, Bentuk
Negara Indonesia sendiri adalah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Berikut penjelasan mengenai bentuk Negara
Indonesia.

Menurut Konstitusi, Negara Indonesia menganut bentuk Negara


Kesatuan. Istilah lain dari Negara Kesatuan ini
adalah Eenheidstaat. Pada sebuah negara kesatuan, kedaulatan
negara tersebut bersifat tunggal dan di dalamnya tidak terdapat
negara bagian.
Negara kesatuan menempatkan pemerintah pusat sebagai otoritas
tertinggi. Sementara wilayah-wilayah administratif di bawahnya
hanya menjalankan kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah
pusat.

Republik Indonesia dalam riwayatnya juga pernah menganut


bentuk negara berupa Federasi yang dikenal dengan sebutan
Republik Indonesia Serikat (RIS) atau yang dalam bahasa
Belanda disebut dengan Verenigde Staten Van Indonesie.

Namun, bentuk negara Republik Indonesia Serikat tidak


berlangsung lama. Hal ini karena bentuk Negara Federasi
memang tidak cocok dengan kondisi Bangsa Indonesia dengan
latar belakang yang sangat beragam.

Negara Kesatuan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bentuk,


yaitu negara kesatuan dengan sistem sentralisasi dan negara
kesatuan dengan sistem desentralisasi. Menurut Pasal 18 UUD
1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan
Negara Kesatuan yang berbentuk Republik dengan sistem
desentralisasi.

Desentralisasi adalah sistem dimana daerah-daerah diberikan


kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom
(otonomi daerah). Dalam hal ini pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya di luar bidang pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

2.3. Sistem Pemerintahan Indonesia


a. Sistem Pemerintahan Pada Umumnya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sistem adalah,
perangkat unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu
totalitas. Mexsasai2 mengemukakan pendapat dari Ellydar Chaidir, Sistem
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata Syn dan kata Histani yang
berarti menempatkan bersama (to pleace together). Lebih lanjut dinyatakan,
secara umum merupakan suatu struktur yang terdiri dari bagian-bagian atau
komponen-komponen yang saling berhubungan dan apabila salah satu

2
Mexsasai Indra., Op.Cit. ”Dinamika Hukum Tata...” hlm. 120
sebagian komponen tersebut tidak atau kurang berfungsi, maka akan
mempengaruhi komponen-komponen yang lainnya.
Pemerintahan, dalam H.A. Muin Fahmal3 Philipus M. Hadjon
menyatakan, bahwa Pemerintahan dapat dilihat pada dua sudut yaitu
Pertama; pemerintahan dalam arti fungsi, yakni kegiatan mencakup aktifitas
pemerintah dan Kedua; pemerintahan dalam arti organisasi, yaitu kumpulan
dari kesatuan-kesatuan pemerintahan. Selanjutnya dalam H. A. Muin Fahmal,
Masbakar dan A. Muin Fahmal4 mengomentari pandangan Philipus M.
Hadjon tersebut bahwa, Kandungan fungsi pemerintahan sebagaimana
pengertian pertama, setidaknya menempatkan dalam hubungannya dengan
fungsi perundang-undangan dan peradilan. Dengan kata lain, bahwa fungsi
pemerintahan adalah segala kegiatan pemerintahan yang tidak termasuk
dalam bidang pembentukan undang-undang dan peradilan. Kandungan arti
pemerintahan dalam arti yang kedua, juga dapat dibedakan atas dua pula
yaitu, pemerintahan dilihat dari sudut institusi.
Pertama; pemerintahan dalam arti luas yang mencakup seluruh
wewenang yang dapat dilakukan oleh negara dan kepentingan negara itu
sendiri yang meliputi tugas-tugas legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Atau
dapat dikatakan sebagai keseluruhan organ-organnya. Kedua; yaitu
pemerintahan dalam arti sempit, hanya meliputi kegiatan dalam bidang
Eksekutif (bestuur).
Bagir Manan5, mengemukakan, bahwa, Pemerintahan diartikan sebagai
keseluruhan lingkungan jabatan dalam suatu organisasi. Dalam organisasi
negara pemerintahan sebagai lingkungan jabatan adalah alat-alat kelengkapan
negara seperti jabatan eksekutif, legislatif, yudikatif dan jabatan suprastruktur
lainnya.Dari pengertian sistem dan pemerintahan tersebut, dapatlah dikatakan
bahwa, sistem pemerintahan itu sebagai keseluruhan bahagian yang saling
berkaitan membentuk tata atau pola pemerintahan termasuk didalamnya
adalah Lembaga-lembaga negara., sebagai perwujudan aspirasi sosial budaya
masyarakat suatu negara yang termuat dalam konstitusinya.
Harun Alrasyid, dalam Mexsasai6 menyatakan bahwa, sistem
pemerintahan ialah sistem hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk
monarki maupun republik yaitu mengenai hubungan antar pemerintah dan
badan yang mewakili rakyat. Lebih lanjut Mexsasai mengutip pendapat dari
Mahfud MD, bahwa sistem pemerintahan dipahami sebagai suatu sistem
hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara.
b. Sistem Pemerintahan Parlementer

3
H. A.Muni Fahmal, “Peranan asas-asas umum pemerintahan yang layak dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih” Pen. Kreasi Total Media.Yogyakarta. Cet. Ke-dua, 2008., hlm. 38
4
Ibid, hlm. 38-39.
5
Bagir Manan, “Menyongsong Fajar Otonomi Daerah” Pen. PSH UII, yogyakarta 2001., hlm.100
6
Mexsasai Indra.,Op.Cit.., hlm 121
Mexsasai7 mengutip pernyataan Alan R. Ball menamakan sistem
pemerintahan parlementer dengan sebutan the parliamentary types of
government yang memiliki ciri-ciri :
1. Kepala negara hanya mempunyai kekuasaan nominal. Pemegang
kekuasaan eksekutif yang sebenarnya/nyata adalah perdana menteri
bersama-sama kabinetnya yang dibentuk melalui lembaga
legislatif/parlemen, dengan demikian kabinet sebagai pemegang
kekuasaan eksekutif riil harus bertanggungjawab kepada badan
legisltif/parlemen dan harus meletakkan jabatannya bila parlemen
tidak mendukung;
2. Badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode yang saat
pemilihannya ditetapkan oleh kepala negara atas saran perdana
menteri. Saldi Isra8 menyatakan, disamping pemisahan antara jabatan
kepala negara (head of state) dengan kepala pemerintahan (head of
government) karakter paling mendasar dalam sistem pemerintahan
parlementer adalah tingginya tingkat depedensi atau ketergantungan
eksekutif kepada dukungan parlemen, apalagi, eksekutif tidak dipilih
langsung oleh pemilih sebagaimana pemilihan untuk anggota
legislatif. Oleh karena itu, parlemen menjadi pusat kekuasaan dalam
sistem pemerintahan parlemen.
c. Sistem Pemerintahan Presidensiil
Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensil sebagaimana yang dikutip oleh
Sri Soemantri dari S.L. Witman dan J.J.Wuest, yaitu 9 :
1. It is based upon the separation of power principle (Didasarkan pada
pemisahan kekuasaan secara tegas);
2. The executive has no power to dissolve the legislature nor must he
resign when he loses the support of the majority of its membership
(Eksekutif tidak memiliki kekuasaan untuk membubarkan legislatif
atau mengundurkan diri apabila kehilangan dukungan dari mayoritas
anggotanya)
3. There is no mutual responsibility betwen the President and his
cabinet, the letter is wholly responsibleliti the chief executive (Tidak
ada pertanggungjawaban timbal balik antara Presiden dan kabinetnya;
para menteri bertanggungjawab sepenuhnya kepada presiden)
4. The executive is chosen by the electorate (Eksekutif dipilih oleh
pemilih).

7
Ibid., hlm 123
8
Saldi Isra, “Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem
Presidensil Indonesia”., Pen. Raja Grafindo Persada, Jakarta.,2010.,hlm 30-31
9
Sri Soemantri M, “Makalah” Wawasan Akar Kerakyatan dan Strategi Pengukuhannya Melalui
Sistem Pemerintahan Berddasarkan UUD 1945 Dilihat dari Aspek Hukum” (disampaikan dalam
seminar sehari oleh IIPS tanggal 14 Desember 1995, hlm.65
Mahfud MD10 menyatakan sistem presidensil dapat dicatat dengan adanya
prinsip-prinsip, sebagai berikut :
1. Kepala negara menjadi kepala pemerintahan (eksekutif)
2. Pemerintah tidak bertanggungjawab kepada parlemen (DPR)
pemerintah dan parlemen adalah sejajar.
3. Menteri-menteri diangkat dan bertanggungjawab kepada presiden.
4. Eksekutif dan legislatif sama-sama kuat.
d. Sistem Pemerintahan Quasi
Titik Triwulan Tutik11 menyatakan Sistem pemerintahan quasi pada
hakikatnya merupakan bentuk variasi antara sistem pemerintahan parlementer
dan sistem pemerintahan presidensil. Hal ini disebabkan situasi dan kondisi
yang berbeda sehingga melahirkan bentuk-bentuk semuanya. Apabila dilihat
dari sistem pemerintahan parlementer dan presidensil, sistem pemerintahan
quasi bukan merupakan bentuk sebenarnya. Dalam sistem ini dikenal dengan
bentuk sistem quasi parlementer dan quasi presidensil.
Ditambahkan oleh Mexsasai Indra 12 bahwa pada pemerintahan sistem
quasi presidensil, presiden merupakan kepala pemerintahan dengan dibantu
oleh kabinet (ciri presidensil). Tetapi dia bertanggungjawab kepada lembaga
dimana dia bertanggungjawab, sehingga lembaga ini (legislatif) dapat
menjatuhkan presiden/eksekutif (ciri sistem parlementer). Sebagai contoh,
praktik ketatanegaraan Indonesia sebelum perubahan UUD 1945, meskipun
secara teori kita mengatakan sistem presidensil, tetapi dalam prakteknya
berkarakter parlementer “presidensil banci” dalam kasus impeachment
terhadap Presdien Abdurrahman Wahid misalnya, meskipun pada saat itu kita
menganut sistem presidensil, tetapi dalam kasus berhentinya Presiden
Abdurrahman Wahid nyata-nyata praktik yang teerjadi karakter parlementer
karena hanya didasarkan pada alasan-alasan politik yang didakwakan oleh
DPR dan MPR. Sementara dalam sistem presidensil seorang Presiden tidak
bisa diberhentikan dengan alasan politik, tetapi didasarkan pada alasan-alasan
yang bersifat yuridis.
e. Sistem Pemerintahan Republik Presidensil
Hans Kelsen13 menyatakan, Republik Presidensial, dimana kepala
pemerintahan dipilih oleh rakyat, ditiru dari monarki konstitusional.
Kekuasaan presiden adalah sama atau lebih besar dari kekuasaan seorang
monarki konstitusional. Hanya dalam bidang pembuatan undang-undang
bahwa presiden kurang memiliki kekuasaan daripada monarki konstitusional.
Presiden mempunyai hak veto, sementara persetujuan raja diperlukan
10
Mahfud MD, “Dasar-Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia” Pen. Rineka Cipta, Edisi
Revisi, 2001.hlm. 74
11
Titik Triwulan Tutik, “Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen, Pen. Kencana,
Jakarta 2010., hlm. 153.
12
Mexsasai Indra.,Op.Cit.,hlm 130
13
Hans Kelsen, Op.Cit. “Teori…”hlm. 424.
sebelum rancangan undang-undang yang ditetapkan oleh parlemen
memperoleh kekuatan hukum. Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan,
namun demikian, ada monarki-monarki konstitusional dimana raja hanya
meliliki hak veto atau dimana dia telah kehilangan kemungkinan untuk
menolak persetujuan terhadap suatu keputusan parlemen. Satu unsur khas
dari sistem presidensial adalah bahwa tidak presiden tidak juga para anggota
kabinet yang diangkat olehnya bertanggung jawab kepada parlemen; para
anggota kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan memegang
jabatannya atas restu beliau (presiden). Selanjutnya Hans Kelse 14menyatakan,
monarki konstitusional dan republik presidensial adalah demokrasi yang
unsur otokrasinya relatif kuat. Unsur demokrasi relatif lebih kuat dalam
republik dengan pemerintahan kabinet dan republik dengan pemerintahan
kolegial.
Dari pernyataan Hans Kelsen tersebut dapatlah ditarik simpulan bahwa
ciri khas republik presidensil dapatlah dikualifisir sebagai berikut ;
1. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
2. Presiden mengangkat kabinet dan bertanggungjawab kepadanya
3. Presiden memiliki hak veto terhadap suatu rancangan undang-undang,
namun tidak memilik kekuasaan untuk menyetujui suatu rancangan
undang-undang untuk ditetapkan sebagai undang-undang negara yang
sah.
4. Demokrasi yang bersifat otokrasi relatif lebih kuat
f. Sistem Pemerintahan Presidensil Konstitusional.
Yang dimaksudkan dengan Presidensil Konstitusional dalam penelitian
ini adalah, “suatu sistem pemerintahan yang penyelenggaraan pemerintahan
negaranya dilaksanakan oleh presiden dimana tugas dan kewenangan
presiden diatur dalam konstitusi baik dalam kapasitasnya sebagai
penyelenggara pemerintahan maupun sebagai penyelenggara negara dengan
arah pertanggungjawabannya adalah terhadap konstitusi.”
Adapun yang menjadi karakteristik sistem pemerintahan Presidensil
Konstitusional , yaitu:
1. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat.15
2. Presiden dan Wakil Presiden diusung dalam satu pasangan calon oleh
Partai Politik yang masuk dalam “parliamentary threshold” atau
Gabungan Partai Politik
3. Presiden adalah Penyelenggara Pemerintahan Negara.
4. Sistem partai politik adalah MultiPartai.

14
Ibid., hlm. 425
15
Rakyat ditempatkan sebagai Pemegang Kedaulatan penuh
5. Presiden dan atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan dalam
masa jabatannya oleh parlemen, jika terbukti melanggarhukum
6. Terdapatnya prinsip chek and balances
7. Presiden memiliki kewenangan menerbitkan Peraturan Pemerintah
untuk menjalankan undang-undang, mengajukan dan mensahkan serta
ataupun tidak mensahkan rancangan undang-undang dan/atau
undang-undang
8. Presiden bertanggungjawab kepada konstitusi
9. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen.
10. Pembatasan kekuasaan Presiden dalam menjalankan pemerintahan
negara bukan hanya terhadap masa jabatannya saja tetapi juga pada
kewenangannya dalam menjalankan pemerintahan negara
11. Presiden adalah Eksekutif Tunggal
12. Parlemen memiliki “hak angket dan hak interpelasi”39 guna
mengawasi pemerintahan (kabinet)dalam melaksanakan kebijakan
publik.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian materi di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dan sistem
pemerintahan Indonesia saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Sistem
pemerintahan di Indonesia yang merujuk pada UUD 1945 pasal 1 ayat 1, Bentuk
Negara Indonesia sendiri adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
DAFTAR PUSTAKA

Practically the same may be said about the timocratic and tyrannical regimes.
The timocratic men are also "greedy for money, as men are in oligarchies," although
"they will prize gold and silver without restraint . . . in secret" (548a). Moreover, their
love for honor, glory, and victories seems to lead to another form of fierce
competition, strife, and disunity. Again, Plato never says that timocracy is destroyed
by "excessive" indulgence in honor because no "excess" is necessary. The timocratic
man loves power, always tries to dominate others and to have his own way. Thus,
both the timocratic and oligarchic men commit the same hubris against one another as
Hesiod's silver and bronze races. The oligarchic and timocratic regimes are founded
on the pursuit of the goods which are always in short supply, and the logic of
timocratic domination as well as oligarchic exploitation leads to disunity, destructive
competition, and natural selection one can neither prevent nor stop. Both regimes
seem to have the same self-destructive tendency to disruption built in, both face the
same dilemma of limited .
Mexsasai Indra., Op.Cit. ”Dinamika Hukum Tata...”
H. A.Muni Fahmal, “Peranan asas-asas umum pemerintahan yang layak
dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih” Pen. Kreasi Total Media.Yogyakarta.
Cet. Ke-dua, 2008.,
Bagir Manan, “Menyongsong Fajar Otonomi Daerah” Pen. PSH UII,
yogyakarta 2001.,
Saldi Isra, “Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi
Parlementer Dalam Sistem Presidensil Indonesia”., Pen. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.,2010.,
Sri Soemantri M, “Makalah” Wawasan Akar Kerakyatan dan Strategi
Pengukuhannya Melalui Sistem Pemerintahan Berddasarkan UUD 1945 Dilihat dari
Aspek Hukum” (disampaikan dalam seminar sehari oleh IIPS tanggal 14 Desember
1995,
Mahfud MD, “Dasar-Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia” Pen.
Rineka Cipta, Edisi Revisi, 2001
riwulan Tutik, “Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen, Pen. Kencana, Jakarta 2010.,
Hans Kelsen, Op.Cit. “Teori…”hlm. 424.

Anda mungkin juga menyukai