Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA TIDAK BAKU DALAM

KARANGAN CERITA FIKSI

Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Dosen Pengampu :

Ari Suryawati Secio Chaesar, S.Pd., M.Pd.

Penyusun :

Muhammad Faiz Akmaluddin

K1222053/Kelas A/Semester 1

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2022
Pembetulan Font:

1. Judul utama seharusnya ditulis dengan font ukuran 16

2. Judul sub bab seharusnya ditulis dengan font ukuran 14

3. Untuk penjelas dan lain-lain seharusnya ditulis dengan font 12

ii
ABSTRAK

Perkembangan teknologi yang pesat juga membawa perkembangan pada


sastra. Salah satu perkembangan itu adalah bermunculannya gaya bahasa baru.
Namun, hal-hal yang umum ditemukan dalam gaya bahasa penulisan karya
sastra adalah penggunaan bahasa tidak baku. Karya ilmiah ini akan meneliti dan
menganalisis fungsi, kelebihan, kekurangan, dan cara menggunakan bahasa tidak
baku khususnya dalam penulisan karangan cerita fiksi. Hal itu bertujuan untuk
memberi pengetahuan tentang penggunaan bahasa tidak baku dan berusaha
untuk bermanfaat dalam proses penulisan karangan cerita fiksi. Karya ilmiah ini
meliputi kajian teori dari pengertian dari bahasa baku dan tidak baku setra
pengertian dari cerita fiksi.

Kata Kunci : Bahasa Tidak Baku, Cerita Fiksi, Karangan, Karya Sastra.

Hasil penyuntingan: Penulisan abstrak sudah benar sesui pedoman


1. Terdapat sedikit penulisan kata yang salah yang seharusnya "Serta" menjadi
"Setra"

KATA PENGANTAR

iii
Dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha pengasih lagi Maha
Penyayang. Penyusun memanjatkan puji syukur atas kelimpahan rahmat, hidayah,
dan inayat-Nya yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berisi tentang analisis penggunaan bahasa tidak
baku dalam penulisan karya sastra bertema fiksi.

Karya ilmiah ini telah disusun dengan semaksimal mungkin dengan waktu
terbatas yang telah ditentukan. Penyusun juga mendapat bantuan dari berbagai
sumber sehingga memperlancar pembuatan karya ilmiah ini. Untuk itu Penyusun
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan
karya ilmiah ini.

Terlepas dari semua itu, Penyusun masih sangat menyadari bahwa terdapat
kekurangan baik dari sisi susunan kalimat, tata bahasa, dan pemaparan informasi.
Oleh karena itu dengan senang hati Penyusun akan menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar dapat menyempurnakan dan memperbaiki karya ilmiah
ini, baik melalui revisi atau melalui judul baru.

Penyusun berharap semoga karya ilmiah ini mampu menyelesaikan


amanah tugas ujian tengah semester yang telah diberikan oleh dosen pengampu
mata kuliah pembimbing dan pengembangan bahasa.

Surakarta, 18 Oktober 2022

Muhammad Faiz Akmaluddin

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Manfaat 3

BAB II KAJIAN TEORI 4

A. Bahasa Tidak Baku 4


B. Cerita Fiksi 6

DAFTAR PUSTAKA 8

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan karya sastra telah menjadi pemandangan sehari hari
bagi sebagian besar orang. Dengan semakin pesatnya perkembangan
teknologi, seseorang dapat lebih mudah mengakses informasi apa pun
yang ia inginkan melalui jaringan internet. Salah satu kemudahan yang
ikut terbawa termasuk karya sastra. Karya sastra pada masa kini tidak lagi
hanya berupa prosa seperti buku novel dan cerpen. Karangan cerita fiksi di
sosial media dan juga di laman blog telah menjadi karya sastra bebas di
masa kini.
Dengan terjadinya perkembangan teknologi yang pesat
mengakibatkan terjadinya juga perkembangan pada sastra. Menurut buku
yang ditulis oleh Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd., definisi sastra dibagi menjadi
dua yaitu definisi lama dan definisi baru. Sebagai berikut :
1. Definisi Lama
Sastra merupakan sarana penumpahan ide atau pemikiran
tentang kehidupan dan sosialnya dengan menggunakan kata-
kata yang indah. Yang terdiri dari tiga macam bentuk yaitu
puisi, prosa, dan drama. Puisi Indonesia umumnya berbentuk
pantun atau syair.
2. Definisi Baru
Sastra merupakan sarana penumpahan ide atau pemikiran
tentang “apa saja” dengan menggunakan bahasa bebas,
mengandung “something new” dan bermana “pencerahan”.
Keindahan sastra tidak ditentukan keindahan kata atau kalimat
melainkan keindahan substansi ceritanya.

1
Dengan berkembangnya definisi dari sastra dan semakin mudah
cara untuk mengaksesnya mengakibatkan banyak meningkatnya minat
baca baru yang akan mulai menikmati karya sastra seperti karangan cerita
fiksi dan juga mulai melahirkan banyak penulis baru dari karya sastra
tersebut. Hal itu mengakibatkan banyak gaya bahasa baru yang akan mulai
bermunculan. Baik mengadaptasi dari gaya bahasa luar negeri maupun
menciptakan gaya bahasa baru. Dan dari semua gaya bahasa tersebut, satu
hal yang umum adalah penggunaan bahasa yang tidak baku. Sering terlihat
bahasa daerah dan bahasa gaul digunakan oleh penulis dalam dialog antar
karakter dan juga narasi. Penggunaan bahasa tidak baku ini kadang
membuat pembaca kebingungan dengan konteks cerita. Namun,
penggunaannya juga dapat membuat variasi dalam suasana skenario yang
ingin diciptakan penulis.

Hasil penyuntingan:
1. Terdapat kesalahan penulisan yang seharusnya "apapun" menjadi "apa
pun" dengan spasi dan "bermakna" menjadi "bernama"
2. Terdapat kata tidak baku "ia inginkan" yang seharusnya menjadi
"diinginkan" saja

B. Rumusan Masalah
Dalam analisis ini, terdapat beberapa pertanyaan yang akan diteliti
dan dianalisis oleh penyusun, yaitu:
1. Apakah fungsi penggunaan bahasa tidak baku dalam penulisan
karya sastra khususnya karangan cerita fiksi?

2
2. Apakah kelebihan dan kekurangan penggunaan bahasa tidak
baku dalam penulisan karya sastra khususnya dalam
penyusunan karangan cerita fiksi?
3. Bagaimana cara penggunaan bahasa tidak baku yang tepat
dalam penulisan karya sastra khususnya dalam penyusunan
karangan cerita fiksi?
4. Bagaimana tanggapan pembaca tentang bahasa tidak baku
dalam penulisan karya sastra khususnya karangan cerita fiksi?

C. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah adalah untuk menemukan alasan
dibalik penggunaan bahasa tidak baku dalam penulisan karya sastra
khususnya karangan cerita fiksi.

D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan karya ilmiah ini secara teoritis dapat
memberi pengetahuan kepada penulis karya sastra dan juga pembaca dari
karya tersebut tentang alasan dibalik penggunaan bahasa tidak baku dalam
proses penulisan karya sastra. Sedangkan manfaat secara praktis dari ilmu
yang disusun dalam karya ilmiah ini adalah membantu pengarang dalam
menggunakan bahasa tidak baku dalam karangannya serta cara
menyeimbangkan penggunaannya dalam penulisan cerita fiksi.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Bahasa Tidak Baku


Setiawati (2016) menjelaskan Kata baku adalah kata-kata yang
lazim digunakan dalam situasi formal atau resmi yang penulisannya sesuai
dengan kaidah-kaidah yang dibakukan. Sejalan dengan pandangan
tersebut, Suandi dkk. (2018: 49) mengatakan bahwa ragam bahasa
Indonesia baku adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam
situasi formal atau dalam wacana ilmiah (karangan ilmiah) dan sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia baku. Situasi formal atau resmi yang
dimaksud adalah dalam penulisan karya ilmiah, berdiskusi dalam
lingkungan resmi, bertemu dengan petinggi atau atasan, dan lain-lain.
Menurut (Indradi, 2008) “Bahasa baku adalah bahasa yang standar
sesuai dengan aturan kebahasaan yang berlaku, di dasarkan atas kajian
berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan
zaman”. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Chaer (2011, hlm. 4)
yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang
dijadikan pokok, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.
Menambahkan dari pandangan itu, menurut Kosasih dan Hermawan
(2012:83) kata baku adalah kata yang cara pengucapan ataupun
penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang dibakukan. Kaidah
standar yang dimaksud dapat berupa pedoman ejaan (EYD), tata bahasa
baku, dan kamus. Kaidah standar tersebut selalu dikaji dan diperbarui
untuk mengikuti perkembangan zaman.
Salah satu cara yang bisa dilakukan seseorang untuk bisa
berbahasa dengan baik dan benar adalah dengan memahami kata baku dan
tidak baku. Setelah kita memahami kata baku, lalu menerapkannya, baik
dalam kegiatan berbahasa yang membutuhkan media lisan maupun tulisan
(Arifa, 2016: 23).

4
Berdasarkan sudut pandang kebakuan bahasa, bahasa baku
adalah bahasa yang baik tata tulis, kosakata, maupun tata bahasanya
sesuai dengan hasil pembakuan bahasa. Dari sudut pandang
informasi, bahasa baku adalah ragam bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi tentang ilmu pengetahuan. Lalu berdasarkan sudut
pandang pengguna bahasa, ragam bahasa baku dapat dibatasi dengan
ragam bahasa yang lazim digunakan oleh penutur yang paling
berpengaruh, seperti ilmuan, pemerintah, tokoh masyarakat, dan
kaum jurnalis atau wartawan. Bahasa merekalah yang di anggap ragam
bahasa baku (Mulyono dalam Chaer,2011:5).
Menurut Tia Setiawati (2021:51), bahasa tidak baku adalah
kesalahan pada ragam tulis di mana yang seharusnya ditulis dengan
menggunakan bahasa baku. Bahasa tidak baku adalah bahasa yang hanya
berdasarkan keinginan diri sendiri untuk mengekspresikan diri, sehingga
bahasa yang digunakan tidak mengikuti kaidah atau struktur kebahasaan
yang ada. (Yulianti Nur Yastini 2018:476). Menambahkan dari dua
pendapat sebelumnya, menurut Dita Franesti (2021:45), kata tidak baku
berasal dari hasil kreativitas remaja mengolah kata baku dalam bahasa
Indonesia dan cenderung tidak lazim.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang bahasa baku dan
bahasa tidak baku, dapat disintesiskan bahwa penggunaan kata tidak baku
adalah kesalahan pada ragam tulis yang tidak mengikuti kaidah standar
atau struktur kebahasaan yang ada. Penggunaan bahasa tidak baku banyak
ditemukan pada seseorang yang ingin mengekspresikan diri dan
menunjukkan kreativitas yang dimilikinya dengan mengolah kata baku
menjadi hal yang cenderung tidak lazim. Penggunaan bahasa tidak baku
juga dapat ditemukan dalam tulisan seseorang yang terpengaruh oleh
budaya dan asal daerah mereka. Penggunaan bahasa tidak baku dalam
karya tulis atau karya sastra dapat menghambat kemampuan pembaca
untuk memahami karya tersebut.

5
Hasil Penyuntingan:
1. Menurut EYD penulisan kata "di" pada " di dasarkan" dan "di anggap"
masih salah karena seharusnya menjadi "didasarkan" dan "dianggap"
2. Kata "ataupun" akan lebih baik jika ditulis "maupun"
3. Dalam KBBI tidak terdapat kata "ilmuan" namun adanya "ilmuwan"
sebagai kata baku

B. Cerita Fiksi
Menurut Dictionary of Literary Terms and Literary Theory
(Cuddon, 2013: 279) fiksi adalah istilah umum untuk menyebut
sebuah karya rekaan yang biasanya berbentuk prosa, dan biasanya
tidak digunakan untuk menyebut karya sastra bergenre puisi dan drama.
Jadi, secara umum mengacu pada karya-karya imajinatif berbentuk
novel, cerita pendek, novella dan sejenisnya. Sejalan dengan
pendapat sebelumnya, The Routledge Dictionary of LiteraryTerms
mendefinisikan fiksi semua jenis narasi imajinatif, baik dalam bentuk
syair maupun prosa, yang merupakan hasil rekaan dan bukan catatan
dari kejadian nyata. Namun secara khusus istilah ini digunakan hanya
untuk menyebut narasi imajinatif yang ditulis dalam bentuk prosa
(novel dan cerita pendek), dan kadang hanya digunakan untuk
menyebut karya sastra bergenre novel (Childs & Fowler, 2006:88-
89).
Menurut Dalman (2015: 121), fiksi adalah sebuah karangan yang
mengutamakan daya imajinasi si penulisnya sehingga mengandung unsur
subjektif. Aminuddin (2014: 66) mempunyai pendapat yang sejalan,
menyatakan bahwa istilah prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi adalah
kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku– pelaku tertentu dengan
pemeranan latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak
dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.
Menambahkan dari dua pendapat sebelumnya Altenberg dan Lewis (dalam

6
Nurgiyantoto, 2013b: 3) mengartikan fiksi sebagai prosa naratif yang
bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung
kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.
Ariez dan Hasim (2010: 7) mengungkapkan bahwa novel
merupakan genre sastra yang memiliki bentuk utama prosa, dengan
panjang yang kurang lebih bisa untuk mengisi satu atau dua volume kecil,
yang menggambarkan kehidupan nyata dalam suatu plot yang cukup
kompleks. Sedikit berlawanan dengan pendapat sebelumnya, Nurhadi
menyebut cerpen atau cerita pendek adalah karangan fiksi singkat,
sederhana, dan berisi masalah tunggal, yang biasanya selesai dalam satu
kali waktu membaca.
Riya Cahyani, Sarwiji Suwandi, dan Edy Suryanto (2017:244)
menyimpulkan bahwa cerita fiksi adalah cerita yang ditulis berdasarkan
hasil imajinasi pengarang. Namun, menyanggah pendapat sebelumnya, Sri
Normuliati, Istiqamah (2020:112) menjelaskan bahwa menulis fiksi bukan
hanya sekedar menulis khayalan saja. Ada hal-hal penting yang harus
diperhatikan, seperti dan bagaimana penokohan dihadirkan, bagaimana
jalannya cerita dan bagaimana mendeskripsikan tempat dengan sangat
apik. Contoh dalam menulis fiksi, unsur instrinsiknya juga jangan
dilupakan keberadaannya. Untuk latihan menulis fiksi, dapat dilakukan
dengan mengenali tema terlebih dahulu, kemudian menerapkan strategi-
strategi dalam proses menulis fiksi.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang cerita fiksi, dapat
disintesiskan bahwa karangan cerita fiksi adalah hasil karya
imajinatif/khayalan yang dilakukan oleh seorang penulis untuk
menuangkan ide dan gagasannya. Penulis dari karangan cerita fiksi
semata-mata menggambarkan keadaan yang sedang direka ulang melalui
imajinasinya. Walaupun hanya berisi imajinasi, bukan berarti tidak ada hal
penting yang perlu diperhatikan. Untuk menulis karangan cerita fiksi yang
baik wajib tidak melupakan unsur intrinsiknya. Tanpa unsur intrinsik yang
jelas akan membuat karangan menjadi tulisan yang tidak masuk akal.

7
Karangan cerita fiksi umumnya mendramatisasikan hubungan-hubungan
antar tokoh dan memiliki plot yang cukup kompleks. Hal tersebut
bertujuan untuk menarik perhatian dari pembaca dan menonjolkan
kelebihan dari cerita fiksi.

Hasil penyuntingan:
1. Terdapat kesalahan spasi pada kata "Literary Terms"
2. Terdapat kesalahan kata yang seharusnya "intrinsiknya" menjadi
"instrinsiknya"

DAFTAR PUSTAKA

Adi Putra, C. S., & Nugraheni, A. S. (2020). ESKALASI BUDAYA MENULIS


FIKSI PADA ANAK USIA 7-11 TAHUN. KREDO : Jurnal Ilmiah
Bahasa dan Sastra, 4(1), 83-96

Ahyar, Juni (2019). Apa Itu Sastra : Jenis-Jenis Karya Sastra Dan Bagaimanakah
Cara Menulis Dan Mengapresiasi Sastra. Sleman, Yogyakarta:
Deepublish.

Atmojo, E. R. D. . (2020). Pengembangan Kemampuan Menulis Cerita Fiksi


Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Abdidas, 1(3), 172-182.

8
Cahyani, R., Suwandi, S., & Suryanto, E. (2017). PENINGKATAN
KEMAMPUAN MENULIS TEKS CERITA FIKSI BERDASARKAN
NOVEL MELALUI PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING.
Jurnal BASASTRA, 5(1), 241-261.

Franesti, D. (2021). EKSISTENSI PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA


YANG BAKU DI KALANGAN REMAJA. FKIP E-PROCEEDING, , 39-
50.

Normuliati, S., & Istiqamah. (2020). Pelatihan Keterampilan Menulis Fiksi Bagi
Siswa Smkn 2 Marabahan. Jurnal Pengabdian UntukMu negeRI, 4(1),
111-114.

Nurannisa, E., Indihadi, D., & Ghullam, H.. (2021). ANALISIS PENERAPAN
KATA BAKU DAN TANDA BACA DALAM MENULIS KEMBALI ISI
CERITA FIKSI. Pedadidaktika : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, 8(2), 520-528.

Nurjannah, A., & Suhara, A. M.. (2019). ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA


DAERAH DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN DI KELAS
IX SMPN 1 CIPATAT KABUPATEN BANDUNG BARAT. Parole :
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2(2), 255-265.

Nuryastini, Y., Nurdian, A. R., & Wikanengsih. (2018) KEMAMPUAN


PENGGUNAAN BAHASA BAKU MAHASISWA PROGRM STUDI
BAHASA INDONESIA IKIP SILIWANGI DI MEDIA SOSIAL
INSTAGRAM. Parole : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
1(3), 475-480.

Setiawan, T., Prameswari, J. Y., & Agustin, Y.. (2021). PENGGUNAAN


BAHASA TIDAK BAKU PADA TEKS CERAMAH SISWA KELAS XI
SMK KHARISMAWITA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA. ALEGORI : Jurnal
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indoensia, 1(1), 51-59.

9
Sumiyati, S., Meilani, W. ., & Siagian, . I. . (2021). Pelaksanaan Pembelajaran
Teks Cerita Fantasi di Kelas VII B SMPN 276 Jakarta. Jurnal Pendidikan
Indonesia, 2(12), 2082–2091.

● Penulisan pada daftar pustaka sudah benar dan sesuai

10

Anda mungkin juga menyukai