Dosen Pengampu :
Penyusun :
K1222053/Kelas A/Semester 1
2022
Pembetulan Font:
ii
ABSTRAK
Kata Kunci : Bahasa Tidak Baku, Cerita Fiksi, Karangan, Karya Sastra.
KATA PENGANTAR
iii
Dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha pengasih lagi Maha
Penyayang. Penyusun memanjatkan puji syukur atas kelimpahan rahmat, hidayah,
dan inayat-Nya yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berisi tentang analisis penggunaan bahasa tidak
baku dalam penulisan karya sastra bertema fiksi.
Karya ilmiah ini telah disusun dengan semaksimal mungkin dengan waktu
terbatas yang telah ditentukan. Penyusun juga mendapat bantuan dari berbagai
sumber sehingga memperlancar pembuatan karya ilmiah ini. Untuk itu Penyusun
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan
karya ilmiah ini.
Terlepas dari semua itu, Penyusun masih sangat menyadari bahwa terdapat
kekurangan baik dari sisi susunan kalimat, tata bahasa, dan pemaparan informasi.
Oleh karena itu dengan senang hati Penyusun akan menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar dapat menyempurnakan dan memperbaiki karya ilmiah
ini, baik melalui revisi atau melalui judul baru.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Manfaat 3
DAFTAR PUSTAKA 8
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan karya sastra telah menjadi pemandangan sehari hari
bagi sebagian besar orang. Dengan semakin pesatnya perkembangan
teknologi, seseorang dapat lebih mudah mengakses informasi apa pun
yang ia inginkan melalui jaringan internet. Salah satu kemudahan yang
ikut terbawa termasuk karya sastra. Karya sastra pada masa kini tidak lagi
hanya berupa prosa seperti buku novel dan cerpen. Karangan cerita fiksi di
sosial media dan juga di laman blog telah menjadi karya sastra bebas di
masa kini.
Dengan terjadinya perkembangan teknologi yang pesat
mengakibatkan terjadinya juga perkembangan pada sastra. Menurut buku
yang ditulis oleh Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd., definisi sastra dibagi menjadi
dua yaitu definisi lama dan definisi baru. Sebagai berikut :
1. Definisi Lama
Sastra merupakan sarana penumpahan ide atau pemikiran
tentang kehidupan dan sosialnya dengan menggunakan kata-
kata yang indah. Yang terdiri dari tiga macam bentuk yaitu
puisi, prosa, dan drama. Puisi Indonesia umumnya berbentuk
pantun atau syair.
2. Definisi Baru
Sastra merupakan sarana penumpahan ide atau pemikiran
tentang “apa saja” dengan menggunakan bahasa bebas,
mengandung “something new” dan bermana “pencerahan”.
Keindahan sastra tidak ditentukan keindahan kata atau kalimat
melainkan keindahan substansi ceritanya.
1
Dengan berkembangnya definisi dari sastra dan semakin mudah
cara untuk mengaksesnya mengakibatkan banyak meningkatnya minat
baca baru yang akan mulai menikmati karya sastra seperti karangan cerita
fiksi dan juga mulai melahirkan banyak penulis baru dari karya sastra
tersebut. Hal itu mengakibatkan banyak gaya bahasa baru yang akan mulai
bermunculan. Baik mengadaptasi dari gaya bahasa luar negeri maupun
menciptakan gaya bahasa baru. Dan dari semua gaya bahasa tersebut, satu
hal yang umum adalah penggunaan bahasa yang tidak baku. Sering terlihat
bahasa daerah dan bahasa gaul digunakan oleh penulis dalam dialog antar
karakter dan juga narasi. Penggunaan bahasa tidak baku ini kadang
membuat pembaca kebingungan dengan konteks cerita. Namun,
penggunaannya juga dapat membuat variasi dalam suasana skenario yang
ingin diciptakan penulis.
Hasil penyuntingan:
1. Terdapat kesalahan penulisan yang seharusnya "apapun" menjadi "apa
pun" dengan spasi dan "bermakna" menjadi "bernama"
2. Terdapat kata tidak baku "ia inginkan" yang seharusnya menjadi
"diinginkan" saja
B. Rumusan Masalah
Dalam analisis ini, terdapat beberapa pertanyaan yang akan diteliti
dan dianalisis oleh penyusun, yaitu:
1. Apakah fungsi penggunaan bahasa tidak baku dalam penulisan
karya sastra khususnya karangan cerita fiksi?
2
2. Apakah kelebihan dan kekurangan penggunaan bahasa tidak
baku dalam penulisan karya sastra khususnya dalam
penyusunan karangan cerita fiksi?
3. Bagaimana cara penggunaan bahasa tidak baku yang tepat
dalam penulisan karya sastra khususnya dalam penyusunan
karangan cerita fiksi?
4. Bagaimana tanggapan pembaca tentang bahasa tidak baku
dalam penulisan karya sastra khususnya karangan cerita fiksi?
C. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah adalah untuk menemukan alasan
dibalik penggunaan bahasa tidak baku dalam penulisan karya sastra
khususnya karangan cerita fiksi.
D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan karya ilmiah ini secara teoritis dapat
memberi pengetahuan kepada penulis karya sastra dan juga pembaca dari
karya tersebut tentang alasan dibalik penggunaan bahasa tidak baku dalam
proses penulisan karya sastra. Sedangkan manfaat secara praktis dari ilmu
yang disusun dalam karya ilmiah ini adalah membantu pengarang dalam
menggunakan bahasa tidak baku dalam karangannya serta cara
menyeimbangkan penggunaannya dalam penulisan cerita fiksi.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
4
Berdasarkan sudut pandang kebakuan bahasa, bahasa baku
adalah bahasa yang baik tata tulis, kosakata, maupun tata bahasanya
sesuai dengan hasil pembakuan bahasa. Dari sudut pandang
informasi, bahasa baku adalah ragam bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi tentang ilmu pengetahuan. Lalu berdasarkan sudut
pandang pengguna bahasa, ragam bahasa baku dapat dibatasi dengan
ragam bahasa yang lazim digunakan oleh penutur yang paling
berpengaruh, seperti ilmuan, pemerintah, tokoh masyarakat, dan
kaum jurnalis atau wartawan. Bahasa merekalah yang di anggap ragam
bahasa baku (Mulyono dalam Chaer,2011:5).
Menurut Tia Setiawati (2021:51), bahasa tidak baku adalah
kesalahan pada ragam tulis di mana yang seharusnya ditulis dengan
menggunakan bahasa baku. Bahasa tidak baku adalah bahasa yang hanya
berdasarkan keinginan diri sendiri untuk mengekspresikan diri, sehingga
bahasa yang digunakan tidak mengikuti kaidah atau struktur kebahasaan
yang ada. (Yulianti Nur Yastini 2018:476). Menambahkan dari dua
pendapat sebelumnya, menurut Dita Franesti (2021:45), kata tidak baku
berasal dari hasil kreativitas remaja mengolah kata baku dalam bahasa
Indonesia dan cenderung tidak lazim.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang bahasa baku dan
bahasa tidak baku, dapat disintesiskan bahwa penggunaan kata tidak baku
adalah kesalahan pada ragam tulis yang tidak mengikuti kaidah standar
atau struktur kebahasaan yang ada. Penggunaan bahasa tidak baku banyak
ditemukan pada seseorang yang ingin mengekspresikan diri dan
menunjukkan kreativitas yang dimilikinya dengan mengolah kata baku
menjadi hal yang cenderung tidak lazim. Penggunaan bahasa tidak baku
juga dapat ditemukan dalam tulisan seseorang yang terpengaruh oleh
budaya dan asal daerah mereka. Penggunaan bahasa tidak baku dalam
karya tulis atau karya sastra dapat menghambat kemampuan pembaca
untuk memahami karya tersebut.
5
Hasil Penyuntingan:
1. Menurut EYD penulisan kata "di" pada " di dasarkan" dan "di anggap"
masih salah karena seharusnya menjadi "didasarkan" dan "dianggap"
2. Kata "ataupun" akan lebih baik jika ditulis "maupun"
3. Dalam KBBI tidak terdapat kata "ilmuan" namun adanya "ilmuwan"
sebagai kata baku
B. Cerita Fiksi
Menurut Dictionary of Literary Terms and Literary Theory
(Cuddon, 2013: 279) fiksi adalah istilah umum untuk menyebut
sebuah karya rekaan yang biasanya berbentuk prosa, dan biasanya
tidak digunakan untuk menyebut karya sastra bergenre puisi dan drama.
Jadi, secara umum mengacu pada karya-karya imajinatif berbentuk
novel, cerita pendek, novella dan sejenisnya. Sejalan dengan
pendapat sebelumnya, The Routledge Dictionary of LiteraryTerms
mendefinisikan fiksi semua jenis narasi imajinatif, baik dalam bentuk
syair maupun prosa, yang merupakan hasil rekaan dan bukan catatan
dari kejadian nyata. Namun secara khusus istilah ini digunakan hanya
untuk menyebut narasi imajinatif yang ditulis dalam bentuk prosa
(novel dan cerita pendek), dan kadang hanya digunakan untuk
menyebut karya sastra bergenre novel (Childs & Fowler, 2006:88-
89).
Menurut Dalman (2015: 121), fiksi adalah sebuah karangan yang
mengutamakan daya imajinasi si penulisnya sehingga mengandung unsur
subjektif. Aminuddin (2014: 66) mempunyai pendapat yang sejalan,
menyatakan bahwa istilah prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi adalah
kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku– pelaku tertentu dengan
pemeranan latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak
dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.
Menambahkan dari dua pendapat sebelumnya Altenberg dan Lewis (dalam
6
Nurgiyantoto, 2013b: 3) mengartikan fiksi sebagai prosa naratif yang
bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung
kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.
Ariez dan Hasim (2010: 7) mengungkapkan bahwa novel
merupakan genre sastra yang memiliki bentuk utama prosa, dengan
panjang yang kurang lebih bisa untuk mengisi satu atau dua volume kecil,
yang menggambarkan kehidupan nyata dalam suatu plot yang cukup
kompleks. Sedikit berlawanan dengan pendapat sebelumnya, Nurhadi
menyebut cerpen atau cerita pendek adalah karangan fiksi singkat,
sederhana, dan berisi masalah tunggal, yang biasanya selesai dalam satu
kali waktu membaca.
Riya Cahyani, Sarwiji Suwandi, dan Edy Suryanto (2017:244)
menyimpulkan bahwa cerita fiksi adalah cerita yang ditulis berdasarkan
hasil imajinasi pengarang. Namun, menyanggah pendapat sebelumnya, Sri
Normuliati, Istiqamah (2020:112) menjelaskan bahwa menulis fiksi bukan
hanya sekedar menulis khayalan saja. Ada hal-hal penting yang harus
diperhatikan, seperti dan bagaimana penokohan dihadirkan, bagaimana
jalannya cerita dan bagaimana mendeskripsikan tempat dengan sangat
apik. Contoh dalam menulis fiksi, unsur instrinsiknya juga jangan
dilupakan keberadaannya. Untuk latihan menulis fiksi, dapat dilakukan
dengan mengenali tema terlebih dahulu, kemudian menerapkan strategi-
strategi dalam proses menulis fiksi.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang cerita fiksi, dapat
disintesiskan bahwa karangan cerita fiksi adalah hasil karya
imajinatif/khayalan yang dilakukan oleh seorang penulis untuk
menuangkan ide dan gagasannya. Penulis dari karangan cerita fiksi
semata-mata menggambarkan keadaan yang sedang direka ulang melalui
imajinasinya. Walaupun hanya berisi imajinasi, bukan berarti tidak ada hal
penting yang perlu diperhatikan. Untuk menulis karangan cerita fiksi yang
baik wajib tidak melupakan unsur intrinsiknya. Tanpa unsur intrinsik yang
jelas akan membuat karangan menjadi tulisan yang tidak masuk akal.
7
Karangan cerita fiksi umumnya mendramatisasikan hubungan-hubungan
antar tokoh dan memiliki plot yang cukup kompleks. Hal tersebut
bertujuan untuk menarik perhatian dari pembaca dan menonjolkan
kelebihan dari cerita fiksi.
Hasil penyuntingan:
1. Terdapat kesalahan spasi pada kata "Literary Terms"
2. Terdapat kesalahan kata yang seharusnya "intrinsiknya" menjadi
"instrinsiknya"
DAFTAR PUSTAKA
Ahyar, Juni (2019). Apa Itu Sastra : Jenis-Jenis Karya Sastra Dan Bagaimanakah
Cara Menulis Dan Mengapresiasi Sastra. Sleman, Yogyakarta:
Deepublish.
8
Cahyani, R., Suwandi, S., & Suryanto, E. (2017). PENINGKATAN
KEMAMPUAN MENULIS TEKS CERITA FIKSI BERDASARKAN
NOVEL MELALUI PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING.
Jurnal BASASTRA, 5(1), 241-261.
Normuliati, S., & Istiqamah. (2020). Pelatihan Keterampilan Menulis Fiksi Bagi
Siswa Smkn 2 Marabahan. Jurnal Pengabdian UntukMu negeRI, 4(1),
111-114.
Nurannisa, E., Indihadi, D., & Ghullam, H.. (2021). ANALISIS PENERAPAN
KATA BAKU DAN TANDA BACA DALAM MENULIS KEMBALI ISI
CERITA FIKSI. Pedadidaktika : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, 8(2), 520-528.
9
Sumiyati, S., Meilani, W. ., & Siagian, . I. . (2021). Pelaksanaan Pembelajaran
Teks Cerita Fantasi di Kelas VII B SMPN 276 Jakarta. Jurnal Pendidikan
Indonesia, 2(12), 2082–2091.
10