Anda di halaman 1dari 165

LAPORAN

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH


KOTA CIREBON
TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA CIREBON


PROVINSI JAWA BARAT
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON
2016

Diterbitkan Oleh:
Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon
Jl. Dr. Wahidin No. 06 Kota Cirebon
Telp/Fax: (0231) 203988

Isi dan materi yang ada dalam buku ini dapat diproduksi dan disebarluaskan dengan
tidak mengurangi isi dan arti dari dokumen ini. Diperbolehkan mengutip isi buku ini
dengan menyebutkan sumbernya.

Pelindung dan Pengarah:


Walikota Cirebon
Sekretaris Daerah Kota Cirebon

Penanggung Jawab:
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon

Koordinator:
Dhoni Cachyadi, ST

Tim Penyusun/Kontributor:
Fina Amalia, ST.M.Si; Minkhatul, Maula, SKM;
Listianingrum, ST,M.Si; Dhoni Cahhyadi, ST.

Editor:
Dhian D Prayuda
LAPORAN
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON
TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA CIREBON


PROVINSI JAWA BARAT
Kata Pengantar
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar ix
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Profil Kota Cirebon 2
1.3 Tujuan, Manfaat dan Sasaran 9
1.3.1 Tujuan 9
1.3.2 Manfaat 9
1.3.3 Sasaran 10
1.4 Isu Prioritas dan Alasan Penetapan Isu Priorias 11
1.5 Analisis Status, Tekanan dan Respon 13
1.6 Prioritas Pembangunan Kota Cirebon 17
BAB 2. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA 21
2.1 Lahan dan Hutan 21
2.1.1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama 22
2.1.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Statusnya 25
2.1.3 Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya 28
2.1.4 Luas Penutupan Lahan Dalam Kawasan dan Luar Kawasan Hutan 30
2.1.5 Luas Lahan Kritis 30
2.1.6 Evaluasi Kerusakan Tanah 32
2.1.7 Perkiraan Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya 35
2.1.8 Pelepasan Kawasan Hutan yang Dikonversi Menurut Peruntukan 36
2.2 Keanekaragaman Hayati 36
2.2.1 Kondisi Umum Keanekaragaman Hayati 37
2.2.2 Kecenderungan Perubahan Status Flora dan Fauna yang Dilindungi 40
2.3 Air 41

ii
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.3.1 Inventarisasi Sungai 42


2.3.2 Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung 44
2.3.3 Kualitas Air Sungai 45
2.3.4 Kualitas Air Danau 59
2.3.5 Kualitas Air Sumur 60
2.4 Udara 63
2.4.1 Kualitas Udara Ambien 63
2.4.2 Kualitas Air Hujan 66
2.5 Laut, Pesisir dan Pantai 67
2.5.1 Kualitas Air Laut 68
2.5.2 Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang 74
2.5.3 Luas Kerusakan Padang Lamun 75
2.5.4 Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove 76
2.6 Iklim 79
2.6.1 Curah Hujan Rata-Rata Bulanan 79
2.6.2 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan 81
2.7 Bencana Alam 82
2.7.1 Bencana Banjir, Korban dam Kerugian 82
2.7.2 Bencana Kekeringan, Luas dan Kerugian 84
2.7.3 Bencanan Kebakaran Hutan/Lahan, Luas dan Kerugian 85
2.7.4 Bencana Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban dan Kerugian 85
BAB 3. TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN 87
3.1 Kependudukan 87
3.1.1 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk 88
3.1.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin 91
3.1.3 Penduduk Pesisir 93
3.1.4 Penduduk Dengan Tingkat Pendidikan 95
3.2 Permukiman 96
3.2.1 Rumah Tangga Miskin 97
3.2.2 Akses Air Minum 99

iii
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.2.3 Fasilitas Tempat Buang Air Besar 100


3.2.4 Jumlah Timbulan Sampah 102
3.3 Kesehatan 104
3.3.1 Jenis Penyakit 104
3.3.2 Limbah Rumah Sakit 106
3.4 Pertanian 108
3.4.1 Luas Lahan Produksi Perkebunan Menurut Jenis Tanaman dan
Penggunaan Pupuk 108
3.4.2 Penggunaan Pupuk untuk Tenaman Padi dan Palawija Menurut Jenis
Pupuk 109
3.4.3 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian 110
3.4.4 Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Produksi
PerHektar 110
3.4.5 Jumlah Hewan Ternak 112
3.4.6 Jumlah Hewan Unggas dan Jenis Unggas 113
3.5 Industri 115
3.5.1 Jumlah Jenis Industri/Kegiatan Usaha 115
3.6 Pertambangan 116
3.6.1 Luas Areal Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian 116
3.7 Energi 117
3.7.1 Jumlah Kendaraan, Jenis dan Bahan Bakar Yang Digunakan 118
3.7.2 Konsumsi BBM untuk Sektor Industri Menurut Jenis Bahan Bakar 119
3.7.3 Jenis Bahan Bakar dan Konsumsi Bahan Bakar untuk Keperluan Rumah
Tangga 120
3.8 Transportasi 121
3.8.1 Prakiraan Volume Limbah Padat Berdasarkan Sarana Transportasi 121
3.9 Pariwisata 122
3.9.1 Perkiraan Jumlah Limbah Padat Pada Obyek Wisata 123
3.9.2 Perkiraan Beban Limbah Padat dan Cair Berdasarkan Sarana Hotel/
Penginapan 124

iv
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.10 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) 125


3.10.1 Perusahaan yang Mendapat Izin Mengelola Limbah B3 125
BAB 4. UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN 127
4.1 Rehabilitasi Lingkungan 127
4.1.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi 128
4.1.2 Kegiatan Fisik Lainnya Oleh Instansi dan Masyarakat 131
4.2 AMDAL 132
4.2.1 Dokumen Izin Lingkungan 132
4.2.2 Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL, UKL/UPL, SPPL) 134
4.3 Penegakan Hukum 135
4.3.1 Status Pengaduan Masyarakat 135
4.4 Peran Serta Masyarakat 137
4.4.1 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup 137
4.4.2 Penghargaan Lingkungan 138
4.4.3 Kegiatan Sosialisasi Lingkungan Hidup 139
4.5 Kelembagaan 140
4.5.1 Produk Hukum yang Dihasilkan 140
4.5.2 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup 141
4.5.3 Jumlah Personil Lembaga Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut
Tingkat Pendidikan 143
4.5.4 Jumlah Staf Fungsional Bidang Lingkungan Hidup dan Staf yang Telah
Mengikuti Diklat. 144

v
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Isu – Isu Prioritas Lingkungan Hidup di Kota Cirebon ........................ 15

Tabel 2.1. Perbandingan Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan .... 23

Tabel 2.2. Luas Kawasan Hutan Kota Cirebon Menurut Fungsi/Status ............ 25

Tabel 2.3. Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan30

Tabel 2.4. Luas Lahan Kritis ................................................................................................... 32

Tabel 2.5. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering ............................................. 34

Tabel 2.6. Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya di Kota Cirebon ..... 35

Tabel 2.7. Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat dikonversi Menurut


Peruntukkan .................................................................................................................................. 36

Tabel 2.8. Flora dan Fauna yang Dilindungi ................................................................... 38

Tabel 2.9. Inventarisasi Sungai di Kota Cirebon ........................................................... 43

Tabel 2.10. Data inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung di Kota Cirebon45

Tabel 2.11. Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sumur .................................................. 61

Tabel 2.12. Hasil Uji Kualitas Air Laut di Muara Sungai Kesenden ..................... 69

Tabel 2.13. Hasil Uji Kualitas Air Laut di Muara Sungai Sukalila .......................... 70

Tabel 2.14. Hasil Uji Kualitas Air Laut di Muara Sungai Kalijaga ......................... 71

Tabel 2.15. Luas dan Kerapatan Tutupan Manggrove di Kota Cirebon ............. 77

Tabel 2.16. Bencana Banjir, Korban dan Kerugian di Kota Cirebon ................... 83

Tabel 2.17. Bencana Kekeringan, Luas dan Kerugian di Kota Cirebon .............. 84

Tabel 2.18. Bencana Kebakaran Hutan/Lahan, Luas dan Kerugian di Kota


Cirebon ............................................................................................................................................. 85

vi
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 2.19. Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban dan
Kerugian di Kota Cirebon 86

Tabel 3.1. Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Cirebon .................................... 90

Tabel 3.2. Penduduk Wilayah Pesisir dan Laut Kota Cirebon ................................ 94

Tabel 3.3. Penduduk Wilayah Pesisir dan Laut Kota Cirebon ................................ 97

Tabel 3.4. Jumlah Rumah Tangga dan Akses Air Minum di Kota Cirebon ........ 99

Tabel 3.5. Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar ......................101

Tabel 3.6. Prakiraan Timbulan Sampah Per Hari .......................................................102

Tabel 3.7. Volume Limbah Cair dan Limbah Padat Rumah Sakit .......................107

Tabel 3.8. Luas Lahan Perkebunan Menurut Jenis Tanaman dan Pupuk .......108

Tabel 3.9. Penggunaan Pupuk Menurut Jenis Pupuk ...............................................109

Tabel 3.10. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian di Kota Cirebon 110

Tabel 3.11. Jumlah Hewan Ternak di Kota Cirebon ..................................................112

Tabel 3.12. Jumlah Ternak Hewan Unggas di Kota Cirebon .................................114

Tabel 3.13. Jumlah Jenis Industri dan Kegiatan Usaha. ...........................................115

Tabel 3.14. Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan
Galian ...............................................................................................................................................117

Tabel 3.15. Jumlah Jenis Kendaraan dan Bahan Bakar Yang Digunakan ........118

Tabel 3.16. Jumlah Konsumsi BBM Pada Sektor Industri Menurut Jenis Bahan
Bakar ................................................................................................................................................119

Tabel 3.17. Prakiraan Volume Limbah Padat menurut Sarana Transportasi122

Tabel 3.18. Perusahaan Yang Mendapat Izin Penyimpanan Sementara Limbah


B3 ......................................................................................................................................................126

vii
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 4.1. Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Kota Cirebon ...128

Tabel 4.2. Kegiatan Fisik Lainnya oleh instansi dan masyarakat .......................131

Tabel 4.3. Status Pengaduan Masyarakat.......................................................................136

Tabel 4.4. Status Pengaduan Masyarakat.......................................................................138

Tabel 4.5. Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup ............................................138

Tabel 4.6. Penerima Penghargaan .....................................................................................139

Tabel 4.7. Jumlah Staf Fungsional Bidang Lingkungan ...........................................144

viii
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Daftar Gambar

Gambar 1-1. Peta Administrasi Kota Cirebon ......................................................................3

Gambar 2-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Kota Cirebon .......... 22

Gambar 2-2. Persentase Luas Guna Lahan di Kota Cirebon Tahun 2016 ............ 24

Gambar 2-3. Hutan Kalijaga Kec. Harjamukti ................................................................... 26

Gambar 2-4. Hutan Kota Kecamatan Harjamukti ........................................................... 27

Gambar 2-5. Kondisi Eksisting Bekas Galian di Kel. Argasunya .............................. 31

Gambar 2-6. Profil irisan melintang pada tanah ............................................................. 33

Gambar 2-7. Buah Gayam (inocarpusfagiferus) ............................................................... 38

Gambar 2-8. Pohon Gayam (inocarpusfagiferus) ............................................................. 39

Gambar 2-9. Peta DAS Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung .............................. 44

Gambar 2-10. Titik Lokasi Pengambilan Sampel Uji Kualitas Air Sungai ............ 47

Gambar 2-11. Sistem sungai Kedungpane Kota Cirebon ............................................. 48

Gambar 2-12. Grafik Parameter TDS Sungai Kedungpane ......................................... 49

Gambar 2-13. Grafik Parameter BOD Sungai Kedungpane ........................................ 50

Gambar 2-14. Sistem sungai Kedungpane Kota Cirebon ............................................. 51

Gambar 2-15. Grafik Parameter TDS Sungai Kesunean ............................................... 52

Gambar 2-16. Grafik Parameter BOD Sungai Kesunean .............................................. 53

Gambar 2-17. Grafik Parameter Chloride Sungai Kesunean ...................................... 54

Gambar 2-18. Sistem sungai Kalijaga Kota Cirebon ....................................................... 55

Gambar 2-19. Grafik Parameter TDS Sungai Kalijaga .................................................. 56

ix
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Gambar 2-20. Grafik Parameter TDS Sungai Kalijaga .................................................. 57

Gambar 2-21. Grafik Parameter TDS Sungai Kalijaga .................................................. 58

Gambar 2-22. Sistem sungai Kalijaga Kota Cirebon ....................................................... 58

Gambar 2-23. Grafik Parameter Amonia Sungai Kalijaga .......................................... 59

Gambar 2-24. Grafik Parameter NO3 dan NO2 Pada Kualitas Air Sumur ............. 62

Gambar 2-25. Grafik Tingkat Kebisiangan di Kota Cirebon ....................................... 65

Gambar 2-26. Penerapan Instalasi Pemanenan Air Hujan ......................................... 66

Gambar 2-27. Grafik Tingkat Kecerahan Air Laut di Perairan Kota Cirebon..... 72

Gambar 2-28. Konsentrasi Kandungan NH3 di Perairan Laut Kota Cirebon ...... 73

Gambar 2-29. Grafik Luasan Tutupan Lahan Manggrove di Kota Cirebon ......... 77

Gambar 2-30. Grafik Perubahan Kerapatan Vegetasi Manggrove di Kota


Cirebon ................................................................................................................................................ 78

Gambar 2-31. Jumlah Curah Hujan Di Kota Cirebon Tahun 2015-2016 .............. 80

Gambar 2-32. Suhu Rata-Rata di Kota Cirebon Sepanjang Tahun 2016 .............. 81

Gambar 2-33. Luas Daerah Terendam Genangan di Kota Cirebon ......................... 84

Gambar 3-1. Luas Wilayah Per-Kecamatan di Kota Cirebon ..................................... 88

Gambar 3-2. Persentase Kepadatan Penduduk di Kota Cirebon ............................. 89

Gambar 3-3. Penduduk Kota Cirebon Berdasarkan Jenis Kelamin......................... 91

Gambar 3-4. Jumlah Penduduk Kota Cirebon Menurut Jenis Kelamin Ditinjau
Secara Spasial dan Temporal .................................................................................................... 92

Gambar 3-5. Penduduk dan Rumah Tangga di Wilayah Pesisir Kota Cirebon. . 94

Gambar 3-6. Persentase Penduduk Kota Cirebon Dengan Tingkat Pendidikan.


................................................................................................................................................................. 96

x
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Gambar 3-7. Persentase Angka Kemiskinan di Kota Cirebon ................................... 98

Gambar 3-8. Grafik Rumah Tangga Dengan Akses Air Minum PDAM................ 100

Gambar 3-9. Grafik Rumah Tangga Dengan Fasilitas Tempat Buang Air Besar
.............................................................................................................................................................. 101

Gambar 3-10. Grafik Volume Timbulan Sampah Menurut Wilayah Kecamatan


.............................................................................................................................................................. 103

Gambar 3-11. Grafik Volume Timbulan Sampah Menurut Wilayah Kecamatan


.............................................................................................................................................................. 105

Gambar 3-12. Persentase Luas Lahan Menurut Frekuensi Penanaman Sawah


.............................................................................................................................................................. 111

Gambar 3-13. Luas Lahan Sawah Menurut Kecamatan ............................................ 111

Gambar 3-14. Luas Lahan Sawah Menurut Kecamatan ............................................ 113

Gambar 3-15. Persentase Jumlah Ternak Unggas Menurut Jenisnya ................. 114

Gambar 3-16. Persentase Konsumsi Bahan Bakar Untuk Rumah Tangga ....... 120

Gambar 3-17. Persentase Timbulan Limbah Padat Pada Objek Wisata............ 123

Gambar 3-18. Persentase Timbulan Limbah Padat Berdasarkan Sarana Hotel


.............................................................................................................................................................. 124

Gambar 4-1. Luas Realisasi Penghijauan di Kota Cirebon ....................................... 129

Gambar 4-2. Luas Realisasi Penghijauan di Kota Cirebon ....................................... 130

Gambar 4-3. Penanaman Pohon Oleh Walikota Cirebon .......................................... 130

Gambar 4-4. Persentase Rekomendasi Dokumen Izin Lingkungan .................... 133

Gambar 4-5. Persentase Rekomendasi Dokumen Izin Lingkungan .................... 134

Gambar 4-6. Proporsi Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Cirebon


.............................................................................................................................................................. 141

xi
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Gambar 4-7. Alokasi Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup 2014-2016 . 142

Gambar 4-8. Personil Pengelola Lingkungan Hidup Kota Cirebon Menurut


Tingkat Pendidikan..................................................................................................................... 143

xii
BAB 1
PENDAHULUAN
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspek lingkungan merupakan bagian terpenting dalam konsep
pembangunan, karena menyangkut faktor penentu sekaligus faktor
pembatas. Selain itu, pentingnya pengelolaan lingkungan hidup juga sebagai
upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan
lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
didalamnya menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, kedalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
Paradigma pembangunan berkelanjutan membutuhkan kemitraan
dalam semangat saling memahami dan saling percaya yang positif
konstruktif di antara berbagai stakeholder demi menjamin lingkungan hidup
menjadi bagian integral dari keseluruhan proses pembangunan. Maka dari
itu, setiap kegiatan tidak hanya layak secara ekonomis dan teknologis, tetapi
juga layak secara lingkungan. Dengan demikian pembangunan yang
dilakukan selain meningkatkan kualitas hidup manusia, juga harus dapat
mendukung prinsip-prinsip kehidupan berkelanjutan.
Kondisi lingkungan yang beragam karena adanya perpaduan kondisi
lingkungan fisik dan budaya dapat mencerminkan variabilitas potensi
pembangunan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan sekaligus mendukung berkembangnya berbagai sistem
kehidupan.

1
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Aktivitas masyarakat menjadi salah satu faktor yang signifikan yang


mempengaruhi keberlangsungan hidup suatu ekosistem. Kepedulian
masyarakat dalam menjaga lingkungan memunculkan berbagai kearifan lokal
yang merupakan bentuk partisipasi masyakarat dalam upaya memanfaatkan
sekaligus melestarikan sumberdaya lingkungannya, serta wujud harmonisasi
hubungan antara manusia dengan lingkungan.

1.2 Profil Kota Cirebon


(a) Geografis Wilayah
Pengaruh gelombang laut dan pasang surut permukaan air laut
mempengaruhi pesisir pantai kota Cirebon yang berakibat pada batas kota ke
laut. Geografi kota Cirebon di jalur Pantura, terletak pada koordinat 108° 33´
BT dan 6° 42´ LS., dengan batas-batas wilayah sebelah Utara dibatasi Sungai
Kedung Pane, sebelah Barat dibatasi sungai Banjir Kanal, Kabupaten Cirebon,
sebelah Selatan dibatasi Sungai Kalijaga, sebelah Timur dibatasi Laut Jawa,
seperti yang terlihat pada peta administrasi Kota Cirebon pada Gambar 1.
Bentang alam kota ini berupa dataran rendah, dengan luas wilayah
pantai ±3.810 ha. Pasang surut (back water) laut Jawa berpengaruh pada
kawasan pesisir kota ini. Pada waktu kondisi air laut pasang makin
memperparah kondisi banjir genangan kota bila air sungai juga maksimum
yang terhambat proses pembuangan air sungai ke laut. Karakter pesisir ini
ditandai oleh pendangkalan yang cukup tinggi yang dipengaruhi oleh proses
sedimentasi sungai dan laut sehingga terjadinya fenomena tanah-tanah
timbul. Akibat sedimentasi ini telah menambah luas wilayah administrasi
kota, menjadi ± 75 ha, yang tersebar pada 4 (empat) kelurahan, yaitu:
Kelurahan Panjunan, Kesepuhan, Lemahwungkuk, dan Pegambiran. (Karyadi
dan Adam, LPPM UNIKA Parahyangan, 2012).

2
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Gambar 1-1. Peta Administrasi Kota Cirebon

3
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

(b) Topografi Wilayah


Letaknya yang berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon
memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah
perbukitannya, sehingga secara topografis sebagian besar wilayah Kota
Cirebon merupakan dataran rendah dan sebagian kecil merupakan wilayah
perbukitan yang berada di Wilayah Selatan kota. Ketinggian wilayah Kota
Cirebon bervariasi antara 0 - 200 meter di atas permukaan laut. Peningkatan
ketinggian mulai dari daerah pantai menuju ke arah Selatan dengan
ketinggian maksimal 200 meter, yaitu di Kelurahan Argasunya, Kecamatan
Harjamukti. Kemiringan lahan di wilayah Kota Cirebon dapat diklasifikasikan
berdasarkan persentase kemiringan sebagai berikut:
- Kemiringan 0 - 3 % terdapat di sebagian besar wilayah Kota Cirebon,
kecuali sebagian kecil wilayah di Kecamatan Harjamukti;
- Kemiringan 3 - 8 % terdapat di sebagian besar wilayah Kelurahan Kalijaga,
sebagian kecil di Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Harjamukti;
- Kemiringan 8 - 15 % terdapat di sebagian wilayah Kelurahan Argasunya,
Kecamatan Harjamukti;
- Kemiringan 15 - 25 % terdapat di sebagian wilayah Kelurahan Argasunya,
Kecamatan Harjamukti.
Dengan melihat variasi dari kondisi ketinggian tiap wilayah yang
memiliki perbedaan ketinggian dan persentase kemiringan, maka secara
keseluruhan dapat dilihat bahwa kondisi topografi wilayah Kota Cirebon
merupakan daerah dengan dataran rendah yang relatif datar.

(c) Struktur Geologi


Hasil pengamatan terhadap kondisi tanah di wilayah Argasunya dan
sekitarnya memberikan gambaran bahwa tanah di wilayah ini umumnya
berwarna coklat-merah-kuning dengan sedikit kandungan batuan. Pada
lokasi tertentu tanah di kawasan ini dikategorikan jenis litosol, podsol dan
latosol bahkan ada jenis tanah mergel sehingga di wilayah ini banyak
terdapat galian C baik untuk kebutuhan tambang pasir dan tanah urugan.

4
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Hasil pengamatan di sepanjang pesisir Kota Cirebon didapatkan


sedikitnya tiga karakteristik tanah yang sangat berbeda, yaitu:

1. Tanah Aluvial, berwarna coklat-abu-abu tua yang terdapat di dasar


tambak ikan.
2. Tanah Pasir Halus, berwarna coklat-kuning yang terdapat di pemukiman
penduduk seperti Kel. Kesenden, Kebonbaru, Panjunan, dan Kel.
Kasepuhan).
3. Tanah Podsol, merupakan tanah urugan yang berwarna merah-coklat-
kuning yang terdapat di sekitar CUDP, Taman Ade Irma dan tanah
terbangun untuk bangunan gedung dan perkantoran di sepanjang pesisir
pantai.

(d) Air
Potensi air di Kota Cirebon meliputi; air tanah dangkal, air tanah dalam,
air permukaan, dan air laut. Kondisi air tanah relatif baik dengan kedalaman
5 – 10 meter untuk dataran rendah dan mencapai 20 – 30 meter untuk
dataran tinggi (di Wilayah Argasunya). Namun, kondisi air tanah pada
umumnya dipengaruhi oleh intrusi air laut, sehingga kebutuhan air bersih
masyarakat untuk keperluan air minum sebagian besar dipasok dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon yang sumber mata
airnya berasal dari Kabupaten Kuningan.
Kondisi air permukaan berupa air yang mengalir melalui sungai dan
anak-anak sungai. Di Kota Cirebon terdapat empat sungai yang tersebar
merata di seluruh wilayah yaitu Sungai Kedung Pane, Sungai Sukalila, Sungai
Kesunean (Kriyan) dan Sungai Kalijaga. Sungai berfungsi sebagai batas
wilayah antara Kabupaten Cirebon dan sebagai saluran pembuangan air.
Untuk kondisi air laut khususnya di kawasan pantai, air berwarna
coklat karena pengaruh pendangkalan oleh lumpur yang dibawa oleh 4
sistem sungai dan sungai-sungai dari wilayah Kabupaten Cirebon. Sungai-
sungai primer yang melewati Kota Cirebon termasuk dalam Wilayah Sungai

5
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Cimanuk – Cisanggarung yang merupakan wilayah sungai lintas provinsi


Jawa Barat dan Jawa Tengah.

(e) Kependudukan (Demografi)


Penduduk merupakan asset bagi pembangunan jika penduduknya
berkualitas. Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima kecamatan, kecamatan
yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan
Pekalipan sebesar 19,227 ribu jiwa/km², terpadat kedua adalah Kecamatan
Kejaksan 12,137 ribu jiwa/km², kemudian kecamatan Kesambi 9,036 ribu
jiwa/km², Kecamatan Lemahwungkuk 8,419 ribu jiwa/km², dan kepadatan
terendah terdapat di Kecamatan Harjamukti hampir 6,017 ribu jiwa/km².

(f) Pemerintahan
Dari data toponimi Cirebon daerah ini dinamakan “Caruban”, artinya
“campuran”, karena banyak didatangi berbagai etnis. Bukan hanya etnis yang
bercampur, tapi agama juga bercampur. Menurut Pustaka Jawadwipa, pada
tahun 1447 M, kaum pendatang yang kemudian menjadi penduduk Cirebon
saat itu, berjumlah sekira 346 orang yang mencakup sembilan rumpun etnis,
seperti Sunda, Jawa, Sumatera, Semenanjung, India, Parsi, Syam (Siria), Arab,
dan Cina.
Pada abad ke-13 peran dan kehidupan di kawasan ini masih tradisional
dan pada tahun 1479 berkembang pesat menjadi pusat penyebaran Islam
terutama di wilayah Jawa Barat. Kota Cirebon telah berdiri sejak 647 tahun
lalu, setelah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) menyatakan merdeka
dari kerajaan Pajajaran (Galuh) dengan cara tidak memberikan lagi upeti
kepada Prabu Siliwangi. Berdirinya Kesultanan Cirebon menandai diawalinya
Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati sebagai bandar
perdagangan yang aktivitasnya berkembang sampai ke kawasan Asia
Tenggara.
Pertumbuhan kota berkaitan dengan perkembangan dan terbentuknya
tiga kraton di kota ini, yaitu: (1) Kesultanan Kasepuhan, awalnya diperintah

6
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

oleh Pangeran Martawijaya, atau dikenal dengan Sultan Sepuh I. (2)


Kesultanan Kanoman, yang diperintah oleh Pangeran Kertawijaya dikenal
dengan Sultan Anom I dan (3). Panembahan/Kesultan Kaceribonan yang
dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon I. Pengaruh
perdagangan kolonial Belanda (1596), maupun intervensi kekuasaan juga
merubah status pemerintahan kota Cirebon.
Perubahan status pemerintahan kota Cirebon terjadi pada tahun 1906,
menjadi Gemeente Cheribon, tahun 1926 Gemeente Cirebon ditingkatkan
statusnya menjadi Stadgemeente dan dirubah menjadi Kota Praja pada tahun
1957, yang kemudian ditetapkan menjadi Kotamadya pada tahun 1965.
Selanjutnya statusnya, berubah lagi menjadi Kota Cirebon hingga sekarang.
Penetapan Kota Cirebon disahkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan dalam Daerah Istimewa
Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45)
sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan
Nomor 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia Dahulu) tentang Pembentukan
Kota Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Djawa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 551).
Saat ini Kota Cirebon telah berkembang pesat dan terbuka dari
sumberdaya lingkungan, laju perekonomiannya dan sosial budaya sebagai
sebuah kota pantai, dengan aksesibilitas tinggi. Struktur pemerintahan kota
Cirebon terdiri dari 18 Dinas, 3 Badan, 5 wilayah Kecamatan dan 22
Kelurahan.

(g) Visi dan Misi Pembangunan Kota Cirebon


Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional menyatakan bahwa visi adalah rumusan umum
mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.

7
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)


merupakan wujud dari perencanaan dalam rangka pencapaian visi kepala
daerah.
Periode RPJMD Kota Cirebon saat ini memasuki tahap ketiga dalam
RPJPD (2013-2018). Pada periode ini, prioritas pembangunan dititikberatkan
pada peningkatan kualitas beragama, pendidikan, kesehatan, koperasi dan
usaha kecil, dan prioritas lainnya. Adapun Visi Kota Cirebon yang telah
dicanangkan untuk periode 2013-2018 adalah:

“Terwujudnya Kota Cirebon Sebagai Kota yang Religius, Aman, Maju,


Aspiratif dan Hijau (RAMAH) pada Tahun 2018”

Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang harus


dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi juga akan memberikan arah
sekaligus batasan proses pencapaian visi. Oleh karena itu pernyataan-
pernyataan dalam misi harus menggambarkan upaya yang nyata dan terukur
dalam rangka mewujudkan visi.
Sebagaimana telah disampaikan bahwa Visi Kota Cirebon 2013-2018
menggambarkan suatu kondisi kota, masyarakat, dan pemerintah yang
religius, aman, maju, partisipatif dan hijau, maka untuk mewujudkan visi
tersebut, misi yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
Misi Ke-1 : “Mewujudkan aparatur pemerintahan dan masyarakat Kota
Cirebon yang religius”
Misi Ke-2 : “Meningkatkan integritas dan profesionalisme aparatur serta
merevitalisasi kelembagaan yang efektif dan efisien menuju tata
pemerintahan yang baik, amanah, bersih, dan bebas dari KKN”
Misi Ke-3 : “Meningkatkan kualitas keamanan dan ketertiban umum”
Misi Ke-4 : “Meningkatkan kualitas sumber daya Kota Cirebon dalam
bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial untuk
kesejahteraan masyarakat”
Misi Ke-5 : “Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan”
Misi Ke-6 : “Meningkatkan kualitas keseimbangan dan pelestarian
lingkungan hidup”

8
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

1.3 Tujuan, Manfaat dan Sasaran

1.3.1 Tujuan
Penyusunan dokumen Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota
Cirebon tahun 2016 merupakan suatu laporan mengenai kondisi lingkungan
hidup yang ada di wilayah Kota Cirebon yang bertumpu pada basis data
lingkungan yang berisi keadaan lingkungan pada periode waktu satu tahun
terakhir, aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi kondisi dan tanggapan
atas perubahan kondisi melalui kebijakan pemerintah maupun peran serta
masyarakat. Dengan demikian, penyusunan buku laporan SLHD ini bertujuan
untuk mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi
lingkungan di Kota Cirebon dalam jangka pendek.
Pelaporan secara rutin dan akurat diharapkan akan menjamin akses
informasi lingkungan yang terkini (update) secara ilmiah bagi masyarakat
umum termasuk juga beberapa kelompok masyarakat dengan kepentingan
tertentu, sekolah dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut, kelompok industri,
pengambil keputusan, perencana dan pengelola sumber daya alam, media
cetak dan elektronik, serta lembaga-lembaga nasional maupun internasional.

1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat secara umum yang diperoleh dari penyusunan
dokumen SLHD ini adalah:
a) Tersedianya referensi dan data dasar, tentang kondisi dan
kecenderungan perubahan lingkungan hidup di Kota Cirebon, sebagai
bahan masukan dalam proses pengambilan keputusan pada semua
tingkat dalam rangka mempertahankan proses ekologis serta
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
b) Meningkatnya mutu informasi lingkungan hidup sebagai bagian dari
sistem pelaporan publik dan bentuk akuntabilitas yang merupakan
amanah dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik.

9
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

c) Tersedianya media peningkatan kesadaran dan pemahaman akan


kecenderungan kondisi lingkungan bagi setiap pihak, baik dari
masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah, untuk senantiasa
memelihara dan menjaga kualitas lingkungan hidup di Kota Cirebon serta
mendukung upaya pembangunan yang berkelanjutan.
d) Memfasilitasi pengukuran kemajuan kinerja pengelolaan lingkungan
sehingga pelaporan keadaan lingkungan yang berhasil, telah
dipergunakan untuk berbagai keperluan antara lain:
 Menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan kini dan
prospeknya di masa mendatang yang akurat, berkala, dan terjangkau
bagi publik, pemerintah, organisasi non pemerintah, serta pengambil
keputusan;
 Melaporkan keefektifan kebijakan dan program yang dirancang untuk
menjawab perubahan lingkungan, termasuk kemajuan dalam
mencapai standar dan target lingkungan;

1.3.3 Sasaran
Penyusunan Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)
Kota Cirebon ini memiliki sasaran sebagai berikut:
a) Tersusunnya buku laporan dan buku data Status Lingkungan Hidup Kota
Cirebon sebagai acuan dalam evaluasi dan pemantauan kinerja
pengelolaan lingkungan hidup pada periode satu tahun terakhir di Kota
Cirebon;
b) Terbentuknya persepsi yang sama antar masyarakat, pemerintah dan
stakeholder lainnya terkait kondisi lingkungan di Kota Cirebon;
c) Tersedia data dan informasi trend kondisi lingkungan Kota Cirebon dari tahun
ke tahun yang dapat memberi gambaran faktual terkait pengelolaan
sumberdaya dan lingkungan serta sebagai rekomendasi dan referensi
penyusunan kebijakan, program serta kegiatan yang mendorong partisipasi
aktif seluruh stakeholder dalam upaya pengelolaan lingkungan secara
berkelanjutan.

10
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

1.4 Isu Prioritas dan Alasan Penetapan Isu Priorias


Peningkatan jumlah penduduk kota Cirebon yang tercatat sebesar
392.651 jiwa pada tahun 2016 dapat menimbulkan berbagai permasalahan,
salah satunya adalah ketidakseimbangan laju pertumbuhan penduduk
dengan penyediaan fisik yang ada di perkotaan, hal tersebut tentu akan
meningkatkan kebutuhan dasar serta kebutuhan pendukung yang kemudian
memunculkan berbagai permasalahan seperti keterbatasan lahan,
tumbuhnya kawasan kumuh, kemacetan, kurangnya lapangan pekerjaan,
yang berdampak pada masalah sosial dan kualitas lingkungan di kota
Cirebon.
Kualitas lingkungan yang baik merupakan salah satu modal dasar
penting bagi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. Adanya
permasalahan dan tekanan lingkungan terhadap aspek sumberdaya di Kota
Cirebon dan berdasarkan data di lapangan serta hasil evaluasi rencana
strategis (Renstra) Kota Cirebon 2013-2018, maka isu lingkungan hidup
prioritas di Kota Cirebon antara lain terkait dengan upaya pengembangan
kinerja pengelolaan persampahan dan pengelolaan ruang terbuka hijau
(RTH).
Berikut ini adalah penjelasan terkait penetapan isu lingkungan hidup
prioritas Kota Cirebon tahun 2016.
Isu Prioritas-1: Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan.
Penetapan isu terkait aspek persampahan di Kota Cirebon berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut:
Penanganan persampahan Kota Cirebon telah menjadi salah satu isu
lingkungan utama. Kondisi ini terjadi sejak tahun 1998 dimana pembuangan
sampah Kota Cirebon yang bersumber dari sampah rumah tangga, kantor,
pasar tradisional, pusat perniagaan, fasilitas publik dan sumber lainnya
dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Grenjeng Kelurahan
Harjamukti harus ditutup karena sudah mengalami over capacity, sehingga
dipindahkan ke TPA Kopiluhur Kelurahan Argasunya, Kecamatan

11
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Harjamukti. Melihat kondisi saat ini di TPA Kopiluhur yang memiliki luas
area sebesar 9 Ha dengan daya tampung 750 m3/hari, maka dapat
diperkiranan dalam jangka waktu dua tahun ke depan TPA Kopiluhur juga
tidak akan mampu lagi menampung volume sampah Kota Cirebon yang terus
meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini tentu akan menjadi permasalahan
besar yang akan dihadapi oleh pemerintah kota Cirebon dimasa mendatang
terlebih dengan luas wilayah kota yang sangat terbatas.
Dalam rencana strategis (Renstra) 2013-2018 Pemerintah Kota
Cirebon telah menetapkan arah kebijakannya untuk meningkatkan kinerja
pengelolaan persampahan melalui peran serta masyarakat dan penyediaan
sarana prasarana, kerjasama pelayanan persampahan serta penggalangan
CSR, mengoptimalkan pengelolaan di TPA Kopiluhur serta meningkatkan
koordinasi regional dalam rangka operasional TPA regional.

Isu Prioritas-2: Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Penetapan isu terkait aspek Ruang Terbuka Hijau di Kota Cirebon
berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
Pemerintah Kota Cirebon mempunyai visi untuk mewujudkan Kota
Cirebon sebagai Kota Hijau pada 2018. Namun, populasi penduduk di Kota
Cirebon yang terus meningkat menjadi permasalahan besar karena dapat
menciptakan ketidakseimbangan yang disebabkan faktor gaya hidup yang
tidak berkelanjutan sehingga dapat menjadi penyebab krisis ekologi.
Ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah zat-zat pencemar
dengan berkurangnya RTH perkotaan menjadi fokus utama dalam
pembangunan daerah Kota Cirebon guna menciptakan kesejahteraan bagi
penduduknya. Hal tersebut menjadi penting karena semakin berkurangnya
jumlah ruang terbuka hijau memicu banyak permasalahan lain sehingga
menurunkan kenyamanan dan merusak ekologi perkotaan, seperti banjir,
menurunnya ketersediaan air tanah, meningkatnya polusi udara dan suhu
kota yang berakibat pada munculnya berbagai penyakit baru.

12
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan


Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
disebutkan bahwa pengertian RTH adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. Dan dalam undang-undang ini disyaratkan luas RTH minimal 30%
dari luas wilayah kota. Namun pada kenyataannya, kurang dari 10% dari luas
wilayah Kota Cirebon yang dapat dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau.
Menyikapi kondisi tersebut, Pemerintah Kota Cirebon dalam rencana
strategis (Renstra) 2013-2018 telah menetapkan arah kebijakannya untuk
menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik melalui pembebasan lahan
baru atau memanfaatkan aset milik pemerintah, optimalisasi area sempadan
jalan, sungai dan laut serta ruang terbuka lainnya melalui penanaman pohon
sebagai peneduh dan penguatan kelembagaan yang menangani asset
fasos/fasum dalam rangka peningkatan RTH.

1.5 Analisis Status, Tekanan dan Respon


Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Cirebon menggunakan
metode pendekatan yang dikembangkan oleh UNEP dan dikenal dengan
Model Pressure-State-Respons atau tepatnya menggunakan pendekatan
hubungan sebab akibat (kausalitas) antara penyebab permasalahan, kondisi
lingkungan hidup, dan upaya untuk mengatasinya.
Model ini memberi kerangka dasar hubungan sebab akibat antara
aktivitas manusia yang dapat memberikan tekanan kepada lingkungan hidup
(pressure) seperti contohnya terus meningkatnya angka pertumbuhan
penduduk suatu wilayah tentu akan menyebabkan perubahan pada
sumberdaya alam lingkungan hidup baik secara kuantitas maupun secara
kualitas (state) sehingga status tersebut bisa memberikan gambaran kondisi
lingkungan suatu wilayah baik secara positif maupun negatif. Selanjutnya

13
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

pemerintah dan masyarakat (stakeholders) tentu harus melakukan reaksi


terhadap perubahan tersebut baik dalam bentuk adaptasi maupun upaya
mitigasi melalui berbagai kebijakan, program, maupun kegiatan (respons).
Dengan pendekatan model Pressure-State-Respons tersebut, maka
analisis isu-isu prioritas di wilayah Kota Cirebon dapat dijelaskan dan
diuraikan secara mendetail, yaitu sebagai berikut:

14
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 1.1. Isu – Isu Prioritas Lingkungan Hidup di Kota Cirebon


ISU Status Tekanan Respon

A. Pengembangan Timbulan Sampah Kepadatan & Aktivitas Pemerintah Kota Cirebon sudah
Kinerja Data Dinas Kebersihan dan Penduduk berupaya mulai menerapkan
Pengelolaan Pertamanan Kota Cirebon, volume Luas kota Cirebon yang hanya 38.1 konsep pengelolaan sampah
Persampahan sampah yang dihasilkan setiap km2 dan berpenduduk 388.854 jiwa secara terpadu, yaitu dengan
harinya diperkirakan berasal dari dengan tingkat kepadatan rata-rata meminimalisasi sampah serta
permukiman, jalan dan pasar serta 10.206,14 jiwa/km2 menjadi faktor memaksimalisasi daur ulang
daerah industri dan perhotelan yang memberikan tekanan besar dan pengomposan disertai
mencapai ± 1.166,56 m3/hari. terhadap lingkungan, khususnya dengan penerapan pengelolaan
Sedangkan volume sampah yang aktivitas masyarakat yang dapat TPA yang ramah lingkungan.
dapat terangkut atau dibuang di menyebabkan timbulan sampah di Adapun aktifitas kegiatan yang
TPA Kopiluhur sebesar 972 m3/hari. Kota Cirebon. sudah dilaksanakan antara lain:
Sisanya dibakar, ditimbun sendiri
Daya Tampung TPA - Melakukan sosialisasi dan
dengan cara membuat lubang atau
menggali tanah, dibuang secara Sistem pengolahan sampah TPA pembinaan pada masyarakat
sembarangan di tempat-tempat Kopiluhur masih dilakukan dengan & sekolah terkait pengelolaan
tertentu secara liar dan lain cara Open Dumping. TPA Kopiluhur sampah 3R;
sebagainya (illegal dumping) memiliki luas ± 9 Ha dan - Membangun Bank Sampah di
merupakan lahan bekas tambang tingkat RW;
galian C. Jangka waktu 5 tahun - Membangun Rumah Kompos
kedepan, TPA ini diperkirakan dan Membagikan Komposter
akan mengalami over capacity dan pada masyarakat;
tidak akan mampu menampung - Membangun TPST
volume sampah dari aktivitas - Pengolahan Sampah di TPA
pendudukan Kota Cirebon yang menjadi Biogas.
terus meningkat setiap tahunnya.

15
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 1. (Lanjutan)
ISU Status Tekanan Respon
B. Pengelolaan - Sesuai Peraturan Mentri - Luas lahan di Kota Cirebon sangat - Sejak 2015, Pemerintah Kota
Ruang Pekerjaan Umum Nomor 05 terbatas, disisi lain laju Cirebon terus berupaya untuk
Terbuka Hijau Tahun 2008. “Setiap Pemerintah pertumbuhan penduduk dan menambah RTH publik
(RTH) daerah Wajib menyediakan pembangunan infrastruktur terus menjadi 12 persen dengan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) meningkat; melakukan penganggaran
Minimal 30 persen dari luas - Dibutuhkan biaya yang cukup setiap tahun untuk
wilayah yang terdiri dari 20 tinggi dengan anggaran miliyaran pembebasan lahan baru atau
persen RTH Publik (yang harus rupiah untuk pembebasan lahan memanfaatkan aset milik
disediakan Pemerintah) dan RTH yang berada di tengah kota pemerintah;
Privat (milik masyarakat).” Saat (lokasi strategis), maka untuk - Melakukan optimalisasi area
ini Kota Cirebon hanya memiliki 9 memenuhi target persentase RTH sempadan jalan, sungai, rel
persen atau 3,43 Km2 RTH Publik sering menyasar lokasi-lokasi kerata api dan laut serta ruang
eksisting, dari luas wilayah lahan di pinggiran kota atau terbuka lainnya melalui
keseluruhan seluas 38,10 Km2. daerah terpencil yang kurang penanaman pohon sebagai
- Sebenarnya Kota Cirebon telah strategis untuk dijadikan RTH. peneduh;
memiliki 50 persen Ruang - Penguatan kelembagaan yang
terbuka Hijau yang dimiliki oleh menangani aset fasos/fasum
masyarakat Kota Cirebon namun dalam rangka peningkatan
itu milik masyarakat dan RTH itu RTH.
tidak masuk dalam hitungan - Penertiban izin lingkungan dan
Permen No 5 Tahun 2008. memperketat pengawasan
Pemerintah harus tetap mengejar terhadap izin-izin lingkungan
11 persen Kekurangan RTH.
yang diterbitkan.

16
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

1.6 Prioritas Pembangunan Kota Cirebon


Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Cirebon Tahun 2016
telah ditetapkan melalui Peraturan Walikota Cirebon Nomor 28 Tahun 2015
tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Cirebon Tahun
Anggaran 2016. Rencana kerja pembangunan daerah disusun dalam rangka
mewujudkan sinergitas antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan antar sektor, antar wilayah dan tingkat
pemerintahan serta mewujudkan efektifitas dan efisiensi alokasi sumber
daya dalam pembangunan daerah.
RKPD Kota Cirebon Tahun Anggaran 2016 berfungsi sebagai pedoman
Penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD)
Kota Cirebon serta menjadi dasar bagi penyusunan Kebijakan Umum
Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran tahun anggaran 2016. Rencana
Kerja Pembangunan Daerah Kota Cirebon Tahun Anggaran 2016 merupakan
penjabaran tahun ketiga dari Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Cirebon
Tahun 2013-2018. Dalam dokumen perencanaan jangka menengah tersebut
tertuang Visi Misi Walikota dan Wakil Walikota Cirebon yaitu “Terwujudnya
Kota Cirebon Sebagai Kota Yang Religius, Aman, Maju, Aspiratif Dan
Hijau (Ramah) Pada Tahun 2018”.
Untuk mencapai Visi tersebut, Misi yang dilaksanakan untuk menjawab
isu-isu strategis di atas dan menjadi prioritas pembangunan kota Cirebon
adalah melalui Misi keenam yaitu: Meningkatkan Kualitas Keseimbangan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup, dengan program prioritas tahun 2016 sebagai
berikut:
1) Pengetatan ijin pembangunan di daerah resapan air;
2) Penghijauan secara masive di lingkungan permukiman;
3) Pengelolaan sampah berbasis masyarakat;
4) Perluasan daerah resapan air berbasis masyarakat;
5) Pembangunan Taman Kota dan Ruang Terbuka Hijau.

17
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Disamping program prioritas Tahun Anggaran 2016 sebagai pencapaian


dari visi misi Walikota dan Wakil Walikota Cirebon sebagaimana diuraikan di
atas, terdapat Prioritas dan Sasaran Pembangunan Tahun Anggaran 2016
yang dihasilkan dari pelaksanaan Musyawarah Pembangunan (Musrenbang)
yang menunjang isu-isu strategis/prioritas lingkungan hidup, antara lain:

1. Bidang Pemerintahan
Fenomena alam berupa tanah timbul di pesisir pantai Kota Cirebon perlu
segera diambil langkah-langkah konkret dalam penetapan status hukum
berupa kepemilikan/pengelolaan atas tanah tersebut dan agar Setda,
Bappeda, DPUPESDM, Camat membuat kajian dan konsultasi ke Pemerintah
Pusat.

2. Bidang Fisik dan Lingkungan


Pagu Anggaran khususnya SKPD lingkup Bidang Fisik dan Lingkungan
diprioritaskan untuk:
 Penanganan tentang kerusakan lingkungan berupa Erosi, Abrasi, akresi
pantai, dan Penurunan muka tanah (deplesi);
 Perlu adanya peningkatan Ketahanan Lingkungan dan kondisi kehidupan
masyarakat miskin perkotaan di kawasan pesisir akibat adanya dampak
Perubahan Iklim;
 Optimalisasi Sistem Mitigasi (early warning);
 Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau beserta penataannya (taman
kota);
 Melaksanakan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan yang
komprehensif;
 Perlu adanya pengkajian kebijakan Green Building;
 Perlu penanganan kebutuhan prasarana penunjang permukiman sehat
seperti jalan lingkungan, saluran pembuangan air limbah dan air hujan,
ketersediaan air bersih, dan ketersediaan ruang publik;

18
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

 Perlu adanya pengembangan rumah susun sewa bagi masyarakat


berpenghasilan rendah akibat keterbatasan lahan dan tingginya nilai
lahan;
 Melakukan optimalisasi pengawasan, penertiban dan penegakan hukum
terhadap penambangan galian C liar;
 Penyelesaian beberapa dokumen turunan dari RTRW (RDTRK, evaluasi
Perda Bangunan Gedung, RTBL, dsb);
 Penyelesaian pembangunan fisik prioritas: jalan CORR; Sistem
pengolahan sampah dan masa teknis TPA kopi luhur yang akan segera
berakhir; Pemanfaatan galian c untuk embung; Peningkatan kualitas hasil
pekerjaan terutama untuk Bidang Infrastruktur; Peningkatan jalan
tembus RW.06 Kedungmenjangan sebelah MTs II ke Desa Ciperna;
Pembangunan infrastruktur harus memperhatikan aspek lingkungan (jika
pembangunan jalan aspal harus menyediakan biopori/pembangunan
jalan dengan menggunakan paving blok). Aspek resapan air menjadi
perhatian utama; dan Perlu penguatan perilaku hidup bersih dan sehat
melalui model pengelolaan sampah berbasis RW ZERO WASTE (target
2016 per-kecamatan 1 model percontohan RW ZERO WASTE).

3. Bidang Sosial Budaya


Pagu Anggaran khususnya SKPD lingkup Bidang Sosial Budaya diprioritaskan
untuk:
 meningkatkan pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana;
 Mengoptimalkan pelayanan kesehatan rumah sakit khususnya untuk
keluarga miskin melalui optimalisasi sistem rujukan berjenjang dan
pemenuhan sarana dan prasarana rumah sakit; RSUD Gunung Jati sebagai
Rumah Sakit Rujukan BPJS Jawa Barat Bagian Timur (Ciayumajakuning)
dan Rumah Sakit Rujukan pasien MDR TB;
 Menuntaskan Masyarakat Kota Cirebon Bebas Buta Huruf Latin;
 Meningkatkan akses layanan pendidikan bagi seluruh anak usia sekolah
melalui Program Wajib Belajar 12 Tahun;

19
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

 Meningkatkan mutu sistem PPDB untuk mendukung Peningkatan mutu


pendidikan;
 Meningkatkan pemenuhan kebutuhan biaya sekolah pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah secara bertahap serta beasiswa
perguruan tinggi bagi masyarakat Kota Cirebon;
 Pengembangan pendidikan karakter disetiap satuan pendidikan;
 Meningkatkan pemberdayaan masyarakat menuju RW RAMAH melalui
RW Bersih dan Sehat, RW Pintar, RW Zero Weste dan RW K3;
 Optimalisasi pelayanan pencatatan sipil dan kependudukan;
 Meningkatkan sinergitas dalam menjaga dan memelihara ketentraman
dan ketertiban umum, serta perlindungan masyarakat;

4. Bidang Ekonomi
Pagu Anggaran khususnya SKPD lingkup Bidang Ekonomi diprioritaskan
untuk:

 Pembebasan lahan pertanian yang masih produktif untuk dibebaskan


menjadi lahan pertanian Abadi;
 Kesiapan Pemerintah Kota antisipasi perubahan kewenangan
pengelolaan wilayah laut. yang semula 0-4 mil menjadi tidak ada (UU no
23 tahun 2014);
 Ketegasan dari Pemkot apakah kehutanan dikelola oleh LH atau oleh
DKP3;
 Upaya pelayanan perijinan yang komprehensif dengan berbasis online
lintas SKPD;
 Komitmen bersama terkait dengan kebijakan ketahanan pangan daerah;

20
BAB 2
KONDISI LINGKUNGAN HIDUP
DAN KECENDERUNGANNYA
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

BAB 2. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN


KECENDERUNGANNYA
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya
keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakuknya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Menurut Suparmoko
(1997), lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu sistem terdiri dari
lingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan
lingkungan alam (ecosystem).
Kondisi Lingkungan Hidup Kota Cirebon yang akan dianalisis dalam
Status Lingkungan Hidup Daerah ini adalah mencakup kondisi komponen-
komponen lingkungan dan kecenderungan perubahan yang terjadi sehingga
dapat mempengaruhi kondisi/status lingkungan di Kota Cirebon secara
umum. Adapun komponen lingkungan yang dimaksud antara lain: Lahan dan
Hutan, Keanekaragaman Hayati, Air, Udara, Laut, Pesisir dan Pantai, Iklim
serta kondisi Bencana Alam. Perubahan kondisi komponen lingkungan hidup
tersebut akan ditinjau dalam kurun waktu tertentu (sesuai data yang
tersedia) sehingga dapat diketahui secara aktual kondisi terkini dan
kecenderungan perubahannya.

2.1 Lahan dan Hutan


Lahan dan hutan merupakan isu prioritas utama lingkungan hidup di
Kota Cirebon, khususnya terkait dengan peningkatan ruang terbuka hijau.
Berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), Kota Cirebon ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) yang merupakan salah satu pengembangan kawasan metropolitan,
serta merupakan bagian dari kawasan andalan CIAYUMAJAKUNING
(Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan). Ditetapkannya kota Cirebon
sebagai pengembangan kawasan metropolitan akan menimbulkan
perubahan penggunaan lahan. Konsekuensi logis atas keadaan tersebut

21
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

adalah semakin sempitnya lahan kota yang tersisa untuk kawasan ruang
terbuka hijau.

2.1.1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama


Kota Cirebon terbagi habis dalam 2 (dua) peruntukan, yaitu
kawasan/lahan terbangun dan kawasan/lahan non terbangun (kosong).
Daerah terbangun di kota Cirebon didominasi oleh penggunaan lahan
permukiman, perumahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, perkantoran,
pelabuhan, keraton, rumah sakit, mall, kawasan militer, bandara, dan lain-
lain. Selain lahan terbangun, di kota Cirebon lahannya juga termanfaatkan
untuk lahan tidak terbangun yang terbagi menjadi pemanfaatan kebun,
kolam, mangrove, sawah, semak, TPU, dan tanah kosong. Berdasarkan data
penggunaan lahan tahun 2015, luas Kota Cirebon sekitar ±3.810 Ha yang
terdiri dari penggunaan lahan terbangun seluas 2.712 Ha atau sekitar
71,18% dan lahan tidak terbangun sekitar 1.098 Ha atau sekitar 28,82%.

Hutan Kota, Lainnya, 40 Ha


14.5 Ha (0,38%) (1,04%)
Lahan Kering,
772 Ha (20,26%)

Lahan Sawah,
272 Ha (7,14%)

Lahan Non
Pertanian, 2,712
Ha (71,18%)

Gambar 2-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Kota Cirebon

22
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Analisis Perbandingan Antar Waktu


Pada tahun 2016 lahan kering di Kota Cirebon bertambah sebesar ±30
Ha. Bertambahnya lahan kering ini salah satunya dari dampak sedimentasi
atau pengendapan lumpur di bibir pantai, sehingga mengakibatkan
tertutupnya saluran air laut ke tambak-tambak petani di Samadikun
Kelurahan Kebonbaru Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon. Para petani tambak
tersebut lebih memilih untuk beralih profesi sehingga tambak ikan Mujair
dan Bandeng yang sebelumnya menjadi sandaran ekonomi masyarakat
setempat, kini menjadi lahan kosong yang kering dan tidak terurus, bahkan
diantaranya ada yang menjadi tempat pembuangan sampah.
Selain lahan kering, luas lahan hutan kota pada tahun 2016 juga
mengalami perubahan luasan menjadi 14,47 Ha. Hal ini dikarenakan data
tahun 2015 hanya memasukkan luasan hutan kota seluas 5 Ha yang dikelola
oleh Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian (DKPPP) Kota
Cirebon, pada tahun 2016 ada sejumlah luasan hutan kota yang dikelola oleh
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Cirebon sehingga saat ini luas
hutan kota Cirebon sebesar 14,47 Ha sesuai dengan dokumen RTRW Kota
Cirebon.

Tabel 2.1. Perbandingan Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan


2015 2016
No Jenis Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (Ha)
1 Lahan Non Pertanian 2.712 2717
2 Lahan Sawah 272 272
3 Lahan Kering 742 772
4 Hutan Kota 5 14,5
5 Badan Air 0 0
6 Lainnya 79 40

Analisis Maksimum dan Minimum Antar Lokasi


Berdasarkan Data SLHD Kota Cirebon Tahun 2016 pada Tabel SD-1,
luas lahan terbangun (non pertanian) yang paling tinggi/maksimum di Kota

23
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Cirebon berada di Kecamatan Pekalipan, dimana 155 Ha atau hampir 99%


dari luas wilayah administrasinya (157 Ha) Kecamatan Pekalipan merupakan
daerah terbangun (non pertanian), sedangkan 1% luas lahan tersisa
merupakan lahan kering. Disisi lain, Kecamatan Harjamukti memiliki luas
lahan terbangun (non pertanian) yang paling kecil/minimum dibandingkan
dengan wilayah kecamatan lainnya, yaitu seluas 996 Ha atau 56% dari luas
wilayah administrasinya, sedangkan luas lahan tersisa sebesar 44% terdiri
dari lahan sawah 196 Ha, lahan kering 603 Ha, dan hutan kota 14,47 Ha.
Dari data di atas, pemanfaatan lahan yang masih memungkinkan untuk
dikembangkan di wilayah Kota Cirebon berada di wilayah Kecamatan
Harjamukti yang terletak di wilayah Selatan Kota Cirebon. Hal ini didukung
oleh faktor wilayah administrasi kecamatan Harjamukti yang merupakan
wilayah paling luas dibandingkan dengan luas administrasi kecamatan
lainnya di Kota Cirebon.

Gambar 2-2. Persentase Luas Guna Lahan di Kota Cirebon Tahun 2016

24
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.1.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Statusnya


Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan. Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan
hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling
ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi.
Secara geografis wilayah kota Cirebon tidak memiliki kawasan hutan
sebagaimana disebut dalam UU No. 41 tahun 1999 dimana kawasan hutan
dibagi kedalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan
Produksi, kecuali sebahagian kecil lahan dari luas wilayah kota Cirebon
dimanfaatkan sebagai hutan kota seperti yang diatur dalam Perda No. 8
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cirebon
Tahun 2011 – 2031.

Tabel 2.2. Luas Kawasan Hutan Kota Cirebon Menurut Fungsi/Status

Fungsi Luas (Ha)


Cagar Alam 0,00
Suaka Margasatwa 0,00
Taman Wisata 0,00
Taman Buru 0,00
Taman Nasional 0,00
Taman Hutan Raya 0,00
Hutan Lindung 0,00
Hutan Produksi 0,00
Hutan Produksi Terbatas 0,00
Hutan Produksi Konservasi 0,00
Hutan Kota 14,47
Sumber: RTRW Kota Cirebon 2011-2031

25
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Hutan kota adalah kawasan yang ditutupi pepohonan yang dibiarkan


tumbuh secara alami menyerupai hutan, tidak tertata seperti taman, dan
lokasinya berada di dalam atau sekitar perkotaan. Hutan kota bermanfaat
untuk mengurangi degradasi lingkungan kota yang diakibatkan oleh ekses
negatif pembangunan. Selain mempunyai fungsi perbaikan lingkungan hidup,
hutan kota juga memiliki fungsi estetika.

Gambar 2-3. Hutan Kalijaga Kec. Harjamukti

Luas kawasan hutan Kalijaga kurang dari 5 hektar. Namun, kawasan


ini menjadi istimewa karena di sinilah konservasi alam dan budaya
dipadukan. Hutan Kalijaga yang terletak di Kecamatan Harjamukti, Kota
Cirebon, memang menjadi paru-paru kota. Lokasinya hanya 1 kilometer arah
selatan Terminal Harjamukti. Hutan Kalijaga adalah hutan alam satu-satunya
yang tersisa di Kota Cirebon. Hutan itu menyangga kehidupan flora dan
fauna. Di tempat itu tumbuh pepohonan besar, seperti kesambi, akasia,

26
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

beringin, dan pohon-pohon lain yang mungkin berusia ratusan tahun. Namun
secara yuridis hutan ini tidak ditetapkan sebagai hutan Kota oleh Pemerintah
Kota Cirebon tetapi sebagai benda cagar budaya karena terkait status
kepemilikan lahan hutan tersebut yang merupakan milik keraton.

Gambar 2-4. Hutan Kota Kecamatan Harjamukti

27
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.1.3 Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW dan Tutupan


Lahannya

Undang-undang No. 26 tahun 2007 menyebutkan Penataan Ruang


adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruangnya. Undang-
undang ini juga menjelaskan pengertian perencanaan tata ruang sebagai
suatu proses untuk menentukan (penyusunan dan penetapan) “Struktur
Ruang” yaitu susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, dan
“Pola Ruang” yaitu distribusi pola ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
ruang untuk fungsi lindung dan ruang untuk fungsi budidaya.
Penataan ruang secara prinsip harus didasarkan pada karakteristik,
daya dukung dan daya tampung lingkungan. Sehingga dapat dicapai
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistemnya. Dalam Peraturan
Daerah Kota Cirebon No. 8 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Cirebon 2011-
2031 telah menetapkan kebijakan penataan ruang wilayah Kota Cirebon
terkait dengan rencana pola ruang wilayah yang meliputi kawasan lindung
dan kawasan budidaya. Mengacu pada Pasal (42) ayat (1) Perda No. 8 Tahun
2012 bahwa kawasan lindung meliputi (a) kawasan perlindungan setempat;
(b) kawasan rawan bencana; (c) kawasan suaka dan cagar budaya; dan (d)
ruang terbuka hijau (RTH) kota.
Luas kawasan lindung berdasarkan RTRW Kota Cirebon 2011-2031
meliputi:
a). Kawasan Perlindungan Setempat, dengan total luas 286 Ha, terdiri dari:
- Kawasan sempadan sungai = 193 Ha
- Kawasan sempadan pantai = 68 Ha
- Kawasan sempadan embung = 1 Ha
- Kawasan sempadan rek kereta api = 24 Ha

28
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

b). Kawasan Rawan Bencana, dengan total luas 54,37 Ha, terdiri dari:
- Kawasan rawan gelombang pasang = 4 Ha
- Kawasan rawan genangan banjir = 3 Ha
- Kawasan rawan kebakaran = 47,37 Ha
c). Kawasan Suaka dan Cagar Budaya, dengan total luas 68 Ha, terdiri dari:
- Kawasan Keraton Kasepuhan = 19 Ha
- Kawasan Keraton Kanoman = 18 Ha
- Kawasan Keraton Kacerebonan = 5 Ha
- Kawasan Gua Sunyaragi = 2 Ha
- Kawasan Etnis Arab = 10 Ha
- Kawasan Etnis Cina = 14 Ha
d). Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota,
 Total luas RTH publik eksisting seluas 341,46 Ha, terdiri dari:
- di Kawasan RTH Kecamatan Harjamukti = 93,85 Ha
- di Kawasan RTH Kecamatan Lemahwungkuk = 126,36 Ha
- di Kawasan RTH Kecamatan Pekalipan = 15,76 Ha
- di Kawasan RTH Kecamatan Kesambi = 76,01 Ha
- di Kawasan RTH Kecamatan Kejaksan = 29,48 Ha
 Total luas RTH privat eksisting seluas 563,61 Ha, yang meliputi:
- di Kawasan Kecamatan Harjamukti = 380 Ha
- di Kawasan Kecamatan Lemahwungkuk = 86 Ha
- di Kawasan Kecamatan Pekalipan = 15 Ha
- di Kawasan Kecamatan Kesambi = 75 Ha
- di Kawasan Kecamatan Kejaksan = 10 Ha
 Rencana pengembangan RTH publik seluas 421,31 Ha, yang meliputi:
- di Kawasan Kecamatan Harjamukti = 226,30 Ha
- di Kawasan Kecamatan Lemahwungkuk = 70,25 Ha
- di Kawasan Kecamatan Pekalipan = 42,03 Ha
- di Kawasan Kecamatan Kesambi = 46,38 Ha
- di Kawasan Kecamatan Kejaksan = 36,36 Ha

29
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Upaya pemerintah Kota Cirebon untuk mencapai 30% luas RTH


dilakukan dengan mempertahankan luas RTH eksisting seluas 905,06 Ha dan
mengupayakan penambahan luas RTH dengan melakukan pembebasan lahan
masyarakat yang tersebar di lima kecamatan dengan total luas sebesar
421,31 Ha. Dengan upaya ini, diharapkan pada kahir tahun rencana luas
ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Cirebon bisa mencapai luas 762,77
Ha atau ± 20,02 % dari luas wilayah kota Cirebon.

2.1.4 Luas Penutupan Lahan Dalam Kawasan dan Luar Kawasan Hutan
Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan
meliputi Kawasan Suaka Alam-Kawasan Pelestarian Alam, Hutan Lindung,
Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan Produksi Konversi dan
Areal Penggunaan Lain. Pada Tabel 2-3 menunjukkan luas penutupan
kawasan hutan di Kota Cirebon tidak terdapat luas penutupan kawasan
hutan sebagaimana dimaksud pada tabel tersebut.

Tabel 2.3. Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan

Kecamatan KSA-KPA HL HPT HP HPK APL

Harjamukti 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Lemahwungkuk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Pekalipan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Kesambi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Kejaksan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Sumber : Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

2.1.5 Luas Lahan Kritis


Lahan kritis merupakan “bentuk” atau “keragaan” (performance)
sumber daya lahan yang mengalami kemunduran produktivitas (degradasi)
akibat proses kerusakan yang disebabkan oleh berbagai sumber penyebab.

30
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Degradasi tanah (soil degradation) adalah proses kemunduran produktivitas


tanah, yang disebabkan oleh kegiatan manusia, yang mengakibatkan
penurunan produktivitasnya pada saat ini dan/atau di masa yang akan
datang dalam mendukung kehidupan mahluk hidup.
Akibat degradasi tanah, hasil tanaman mengalami penurunan drastis,
kualitas fisik dan kimia tanah juga menurun, dan pada akhirnya tanah
tersebut menjadi kritis. Berbagai sifat lahan dan tanah digunakan sebagai
indikator kerusakan atau kemunduran produktivitasnya. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat menggunakan penutupan vegetasi, tingkat torehan
atau kerapatan drainase, penggunaan lahan/vegetasi, kedalaman tanah, dan
bahaya erosi sebagai parameter lahan kritis. Sedangkan Kementerian
Kehutanan menggunakan penutupan vegetasi, topografi, dan keragaan erosi
sebagai parameter lahan kritis.

Gambar 2-5. Kondisi Eksisting Bekas Galian di Kel. Argasunya

31
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Berdasarkan definisi dan paramater di atas, tanah di wilayah kelurahan


Argasunya Kecamatan Harjamukti merupakan derah dengan topografi
berbukit dimana pada kawasan ini tanahnya dikategorikan jenis litosol,
podsol dan latosol bahkan ada jenis tanah mergel sehingga banyak aktivitas
galian C baik untuk kebutuhan tambang pasir dan tanah urugan. Dari hasil
pengamatan lapangan, mengindikasikan adanya eksploitasi tanah yang
cenderung merusak lingkungan dimana terdapat bekas galian yang tidak
segera di reklamasi sehingga tanah menjadi gersang dan tandus.
Pada tahun 2016 luas lahan kritis di wilayah Kota Cirebon tidak
mengalami perubahan dibandingkan dengan data tahun 2015 dimana luas
lahan kritis yang teridentifikasi seluas 72 Ha yang terdapat di wilayah
Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti, seperti yang ditampilkan pada
Tabel 2-4.

Tabel 2.4. Luas Lahan Kritis

Kecamatan Kritis (Ha) Sangat Kritis (Ha)

Harjamukti 72,00 0,00

Lemahwungkuk 0,00 0,00

Pekalipan 0,00 0,00

Kesambi 0,00 0,00

Kejaksan 0,00 0,00

Sumber : Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

2.1.6 Evaluasi Kerusakan Tanah


Tanah adalah salah satu sumber agraria yang paling penting di
samping sumber daya lain. Fungsi tanah sangat bergantung pada latar
belakang penggunanya. Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda
terhadap tanah. Tanah merupakan sumberdaya alam yang mengandung

32
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

benda organik dan anorganik yang mampu mendukung pertumbuhan


tanaman.
Tanah mempunyai persebaran vertikal dan persebaran horizontal.
Persebaran vertikal, dari permukaan bumi hingga kebatuan induk, yang juga
sering dikenal horizon tanah. Persebaran horizontal sesuai dengan
permukaan bumi. Kita bisa melihat profil tanah dengan cara membuat
penampang atau irisan melintang pada tanah. Sehingga kelihatan lapisan,
tekstur, porositas dan permeabilitas, serta kedalaman tanah. Dari profil tanah
tersebut kemudian dapat dilihat perlapisan tanah yang kemudian disebut
horizon tanah, yang terdiri dari lapisan-lapisan berikut:

Zona pencucian
unsur hara oleh air.

Zona akumulasi

Zona pelapukan

Zona batuan
induk

Gambar 2-6. Profil irisan melintang pada tanah

Zona Pencucian unsur hara oleh air (leaching zone) meliputi horison O dan
A, dimana Horizon O, yang merupakan lapisan tanah permukaan, pada lapisan
tersebut terdapat banyak akar tanaman dan jasad renik tanah. Horizon O berwarna
gelap dan sangat kaya akan humus sehingga sangat memungkinkan untuk

33
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

dilaksanakannya usaha pertanian. Horizon A, merupakan zona elluviasi yang


masih memiliki humus, berwarna ke abu-abuan gelap pucat, karena pengaruh
banyaknya mineral yang larut bersama air hujan. Sedangkan Horizon B,
merupakan zona akumulasi yang sedikit sekali mangandung humus. Pada lapisan
ini merupakan tempat diendapkannya sebagian besar mineral yang hanyut dari
horizon A. Warnanya coklat kuning atau coklat kemerahan. Pada Horizon C,
merupakan zona terjadinya pelapukan batuan induk dan Horizon R, merupakan
zona batuan induk, terdiri dari batuan cadas.
Penurunan atau hilangnya fungsi tanah disebut dengan kerusakan
tanah (degradasi tanah). Kerusakan tanah dapat diakibatkan oleh adanya
pencemaran tanah di lingkungan sekitarnya. Pencemaran tanah adalah
keadaan ketika bahan kimia (buatan manusia) masuk dan mengubah
lingkungan tanah alami. Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah
mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air
hujan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah
kemudian mengendap sebagai zat kimia beracun di tanah.

Tabel 2.5. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering


Ambang Kritis Hasil Status
Parameter
(PP 150/2000) Pengamatan Melebihi / Tidak
Daya Hantar Listrik > 4,0 mS/cm 7,83 Melebihi
(DHL)
pH (H2O) 1:2,5 < 4,5, > 8,5 6,02 Tidak
Derajat Pelulusan Air < 0,7 cm/jam; 7,88 Tidak
> 8,0 cm/jam
Berat Isi > 1,4 g/cm3 1,01 Tidak
Porositas Total < 30 %; > 70% 36,57 Tidak
Komposisi Fraksi > 80 % Pasir Kuarsitik 0,00
Ketebalan Solum < 20 cm 0,00
Komposisi Fraksi < 18 % Koloid 0,00
Kebatuan Permukaan > 40 % 0,00
Jumlah Mikroba < 102 cfu/g tanah 7,50 x 105 Melebihi
Redoks < 200 mV 95,70 Tidak
Sumber : Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

34
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Pada tahun 2016, kantor lingkungan hidup Kota Cirebon tidak


melakukan analisa/evaluasi kerusakan tanah, hal ini dikarenakan
keterbatasan anggaran sehingga data hasil evaluasi yang dilakukan terhadap
kerusakan lahan masih menggunakan data hasil evaluasi pada tahun 2015,
dimana dari hasil pengamatan menunjukkan tingkat daya hantar listrik (DHL) dan
jumlah mikroba pada lokasi sampling sudah melebihi ambang kritis sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2-5 di atas. Kondisi ini tentu perlu dilakukan kajian
tindak lanjut untuk pemanfaatan lahan yang lebih tepat serta meminimalisasi
dampak kerusakan yang lebih besar.

2.1.7 Perkiraan Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya


Tingkat kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya
kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat
menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim,
berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan
erosi tanah.
Tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tahun 2016, di Kota Cirebon tidak
terdapat luas kerusakan hutan menurut penyebabnya sebagaimana yang
dimaksud pada tabel tersebut. Hal ini dikarenakan Kota Cirebon tidak
memiliki kawasan hutan seperti yang definisikan dalam Undang-undang No.
41 tahun 1999 tentang kehutanan maupun badan internasional FAO tahun
2010.

Tabel 2.6. Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya di Kota Cirebon


Penyebab Kerusakan Luas (Ha)
Kebakaran Hutan 0,00
Ladang Berpindah 0,00
Penebangan Liar 0,00
Perambahan Hutan 0,00
Lainnya 0,00
Sumber : Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

35
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.1.8 Pelepasan Kawasan Hutan yang Dikonversi Menurut Peruntukan


Kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk dikonversi, dalam
penerapannya menimbulkan dampak pada penggundulan hutan karena
perilaku stakeholder yang terlibat tidak terkendali sehingga mengancam
kelestarian hutan. Kondisi ini memperlihatkan ada ketimpangan atau distorsi
antara nilai-nilai yang ada dalam rumusan kebijakan dengan faktor-faktor
dalam penerapan kebijakan tersebut.
Pada Tabel 2.7 menunjukkan bahwa pada tahun 2016, di Kota Cirebon
tidak terdapat luas pelepasan kawasan hutan yang dikonversi menurut
peruntukannya sebagaimana yang dimaksud pada tabel tersebut. Hal ini
dikarenakan Kota Cirebon tidak memiliki kawasan hutan.

Tabel 2.7. Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat dikonversi Menurut


Peruntukkan
Peruntukan Luas (Ha)
Pemukiman 0,00
Pertanian 0,00
Perkebunan 0,00
Industri 0,00
Pertambangan 0,00
Lainnya 0,00
Sumber : Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

2.2 Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor keturunan
atau genetik dan faktor lingkungan. Faktor keturunan disebabkan oleh
adanya gen yang akan membawa sifat dasar atau sifat bawaan. Sifat bawaan
ini diwariskan turun temurun dari induk kepada keturunannya. Namun, sifat
bawaan terkadang tidak muncul (tidak tampak) karena faktor lingkungan.
Jika faktor bawaan sama tetapi lingkungannya berbeda, mengakibatkan sifat
yang tampak menjadi berbeda. Jadi, terdapat interaksi antara faktor genetik
dengan faktor lingkungan. Karena adanya dua faktor tersebut, maka

36
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

munculah keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati itu sendiri dapat


dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman
jenis, dan keanekaragaman ekosistem.

2.2.1 Kondisi Umum Keanekaragaman Hayati


Di berbagai lingkungan, kita dapat menjumpai keanekaragaman
makhluk hidup yang berbeda-beda. Keanekaragaman itu meliputi berbagai
variasi bentuk, warna, dan sifat-sifat lain dari makhluk hidup. Sedangkan di
dalam spesies yang sama terdapat keseragaman. Setiap lingkungan/wilayah
memiliki keanekaragaman hayati masing-masing.
Secara alami, komponen keanekaragaman mahluk hidup memiliki
keterbatasan persebaran, sehingga setiap daerah memiliki ciri khas
tersendiri dalam menampilkan keanekaragaman hayatinya. Keanekaragam
hayati atau biodiversitas sendiri merupakan keanekaragaman organisme
yang nenunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan
ekosistem pada suatu daerah, yang merupakan dasar kehidupan di bumi.
Keanekaragaman hayati meliputi berbagai perbedaan atau bentuk,
penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan.
Wilayah Jawa Barat terkenal kaya akan berbagai jenis flora dan fauna.
Tak terkecuali dengan Kota Cirebon yang merupakan bagian dari wilayah
Provinsi Jawa Barat juga memiliki sejumlah flora dan fauna. Namun,
Sejumlah flora dan fauna di Kota Cirebon terancam punah lantaran habitat
atau lingkungannya beralih fungsi akibat pesatnya pembangunan.
Berdasarkan Tabel 2.8, kota Cirebon tidak memiliki spesies endemik, namun
ada beberapa spesies fauna yang berstatus terancam seperti monyet, burung
branjangan, udang rebon, selain itu jenis flora yang juga berstatus terancam
diantaranya gayam dan tangkil.

37
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 2.8. Flora dan Fauna yang Dilindungi


Nama Spesies Status Status Status Status
Golongan
Diketahui Endemik Terancam Berlimpah Dilindungi
1. Hewan Menyusui 1. Monyet Tidak Ya Tidak Tidak
2. Burung 1. Branjangan Tidak Ya Tidak Tidak
3. Reptile 1. Ular Tanah Tidak Tidak Ya Tidak
4. Amphibi 1. Katak Tidak Tidak Ya Tidak
5. Ikan 1. Ikan Mas Tidak Tidak Ya Tidak
2. Ikan Nila Tidak Tidak Ya Tidak
3. Udang Rebon Tidak Ya Tidak Tidak
6. Keong 1. Keong Mas Tidak Tidak Ya Tidak
7. Serangga 1. Kupu-Kupu Tidak Tidak Ya Tidak
2. Semut Tidak Tidak Ya Tidak
8. Tumbuh- 1. Gayam Tidak Ya Tidak Tidak
tumbuhan 2. Tangkil Tidak Ya Tidak Tidak
3. Mangga Gedong Tidak Tidak Ya Tidak
Sumber : Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

Flora Identitas Kota Cirebon


Gayam merupakan tanaman bernama latin Inocarpus fagiferus yang
bersinonim dengan Inocarpus fagifer dan Inocarpus edulis. Tanaman yang
dikenal juga sebagai Angkaeng dan Bosua (Sulawesi) ini dalam bahasa
Inggris disebut Otaheite chestnut, Polynesian chestnut, atau Tahiti chestnut.

Gambar 2-7. Buah Gayam (inocarpusfagiferus)

38
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Gambar 2-8. Pohon Gayam (inocarpusfagiferus)

Pohon gayam merupakan flora identitas Kota Cirebon. Hal ini


dikarenakan dari penampilannya, pohon gayam dianggap mampu
memberikan rasa ayem, tenteram, tenang. Di samping itu, pohon gayam juga
dipercaya sebagai pohon yang dapat menyimpan atau mendekatkan air ke
permukaan tanah sehingga air jernih mudah didapatkan di sekitar pohon
tersebut. Ketersediaan air berarti juga ketenangan dan kesejahteraan bagi
manusia. Untuk itulah pohon gayam digunakan sebagai simbol rasa
ketenteraman. Gayam tumbuh dengan baik di dataran rendah tropis hingga
ketinggian 500 meter di atas permukaan air laut. Gayam mampu tumbuh di
tanah miskin hara, di rawa-rawa, di hutan bakau, di tepi pantai berpasir.

39
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.2.2 Kecenderungan Perubahan Status Flora dan Fauna yang


Dilindungi

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara wilayah daratan


dan lautan dengan berbagai karakteristik yang terkait di dalamnya dan
akhirnya membawa dampak yang cukup signifikan terhadap pembentukan
karakteristik wilayah sendiri yang lebih khas. Secara ekologis, wilayah pesisir
sangat kompleks dan memiliki nilai sumberdaya yang tinggi. Bila
diperhatikan batasannya, wilayah pesisir pantai Kota Cirebon mencakup
subsistem daratan pesisir (shore land) dan perairan pesisir (coastal water).
Kedua subsistem yang berbeda ini tetapi saling berinteraksi melalui media
aliran massa air.
Banyaknya pembangunan dan aktifitas manusia di wilayah Kota
Cirebon dapat menurunkan keanekaragaman hayati. Tidak sedikit
pembangunan yang berdampak pada rusaknya suatu ekosistem flora
maupun fauna yang terdapat wilayah Kota Cirebon. Hingga saat ini, berbagai
jenis tumbuhan dan hewan terancam punah dan beberapa di antaranya telah
punah. Kepunahan keanekaragaman hayati diduga disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu sebagai berikut:
a) Habitat yang didefinisikan sebagai daerah tempat tinggal organisme.
Kekurangan habitat diyakini manjadi penyebab utama kepunahan
organisme. Jika habitat rusak maka organisme tidak memiliki tempat
yang cocok untuk hidupnya. Kerusakan habitat dapat diakibatkan karena
ekosistem diubah fungsinya
b) Bahan pencemar dan pestisida yang sebenarnya hanya untuk membunuh
organisme penggangu (hama), pada kenyataannya menyebar ke
lingkungan dan meracuni mikroba, jamur, hewan, dan tumbuhan lainnya.
Begitu juga halnya dengan bahan pencemar yang dapat membunuh
mikroba, jamur, hewan dan tumbuhan penting. Bahan pencemar dapat
berasal dari limbah pabrik dan limbah rumah tangga.

40
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

c) Tumbuhan merupakan produser di dalam ekosistem. Perubahan tipe


tumbuhan misalnya perubahan dari hutan hujan tropik menjadi hutan
produksi dapat mengakibatkan hilangnya tumbuh-tumbuhan liar penting.
Hilangnya jenis-jenis tumbuhan tertentu dapat menyebabkan hilangnya
hewan-hewan yang hidup bergantung pada tumbuhan tersebut.
d) Secara tidak sengaja perilaku manusia juga mempercepat kepunahan
oraganisme. Sebagai contoh, manusia lebih sering hanya
menanam/memelihara tanaman yang dianggap unggul. Sebaliknya kita
menghilangkan tanaman yang dianggap kurang unggul.

Menurunnya keanekaragaman hayati atau perubahan kondisi flora


dan fauna cenderung menimbulkan masalah lingkungan yang pada akhirnya
merugikan manusia. Oleh karena itu, penting kiranya diarahkan kebijakan
sebagai berikut:
1. melakukan penataan alokasi lahan dan pemanfaatan sumberdaya yang
mempunyai sifat ber-coexistance satu sama lainnya;
2. menentukan daerah-daerah berkategori pemanfaatan terbatas;
3. melakukan valuasi ekonomi sumberdaya pesisir dan laut sebagai bahan
dasar penentuan kebijakan pemanfaatan lahan, sehingga fungsi-fungsi
ekosistem sumberdaya pesisir dan laut tidak semena-mena dialihkan,
bilamana manfaat ekonomi dan ekologi yang dapat diterima dari hasil
konversi tidak sebanding dengan manfaat ekologi dan ekonomi yang
dapat dihasilkan bilamana ekosistem sumberdaya tersebut dibiarkan
seperti apa adanya saat ini.

2.3 Air
Air merupakan bagian dari sumberdaya alam sekaligus juga sebagai
bagian dari ekosistem. Kuantitas dan kualitasnya pada lokasi dan waktu
tertentu tergantung dan dipengaruhi oleh berbagai hal, berbagai kepentingan
dan tujuan.

41
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Sumber daya air suatu wilayah terdapat dalam berbagai bentuk,


berupa genangan, aliran air dan air tanah. Di daerah tropis, sumber daya air
berasal dari air hujan, baik yang jatuh setempat maupun jatuh di hulunya.
Secara teoritis jumlah dan fluktuasi keterdapatan air suatu wilayah dapat
diperkirakan berdasarkan besar curah dan kerap waktu hujannya. Sementara
faktor-faktor hydrologi lainnya, seperti bentuk wilayah, geologi, tanah dan
tutupan serta penggunaan lahan, akan menentukan distribusi dan kecepatan
aliran serta kualitas air. Setiap pemanfaatan air atau perubahan salah satu
faktor hidrologi akan memengaruhi jumlah keterdapatan air di tempat
tersebut atau di wilayah sebelah hilirnya.
Sejalan dengan bertambahnya penduduk di Kota Cirebon maka pola
pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) merupakan kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi SDA, pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya rusak air
dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pada
subbab ini, akan dibahas terkait dengan kondisi sumber daya air di wilayah
Kota Cirebon baik kondisi secara kuantitas maupun kualitasnya.

2.3.1 Inventarisasi Sungai


Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam
yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan
manusia. fungsi sungai sangat luas, namun diwaktu tertentu sungai bisa
menimbulkan malapetaka bagi masyarakat disekitarnya dalam bentuk
bencana banjir atau jika sungai dimanfaatkan sebagai penyalur buangan air
limbah.
Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan teknologi,
maka perkembangan pusat-pusat industri dan pemukiman melaju dengan
pesat. Peningkatan kebutuhan air, lahan serta bahan bangunan tidak dapat
dihindarkan yang mengakibatkan pemanfaatan sumber daya alam terutama
sungai sering dilupakan kelestariannya.

42
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Di Kota Cirebon terdapat empat sungai yang tersebar merata di


seluruh wilayah yaitu Sungai Kedung Pane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean
(Kriyan) dan Sungai Kalijaga. Sungai berfungsi sebagai batas wilayah antara
Kabupaten Cirebon dan sebagai saluran pembuangan air. Berikut data
inventarisasi sistem sungai yang melintasi wilayah Kota Cirebon.

Tabel 2.9. Inventarisasi Sungai di Kota Cirebon


Lebar Lebar Debit Debit
Nama Panjang Kedalaman
Permukaan Dasar Maks Min
Sungai (km) (m)
(m) (m) (m /dtk) (m3/dtk)
3

Sungai 20,560 25,000 11,000 3,000 0,054 0,023


Kedung
Pane
Sungai 14,210 20,000 10,000 2,500 0,148 0,031
Sukalila
Sungai 29,540 47,000 32,000 5,600 0,121 0,097
Kesunean
(Kryan)
Sungai 19,470 40,000 24,000 5,500 0,100 0,000
Kalijaga
Sumber : Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

Analisis Maksimum dan Minimum


Dari data Tabel 2.9 di atas dapat terlihat bahwa sistem sungai yang paling
panjang/maksimum yang melintasi Kota Cirebon adalah sistem sungai Kesunean
(Kriyan) dengan panjang 29,54 km, lebar permukaan 47 m, dan lebar dasar 32 m
serta kedalam mencapai 5,6 m. Sedangkan sistem sungai terpendek/minimum
adalah sistem sungai Sukalila dengan panjang 14, 21 km, lebar permukaan 20 m,
dan lebar dasar 210 m serta memiliki kedalam mencapai 2,5 m.
Berdasarkan data ini, debit sungai Sukalila memiliki debit maksimum
sebesar 0,15 m3/dt. Namun secara keseluruhan debit-debit sungai yang
melintasi Kota Cirebon tidak terlalu besar dan ekstrim karena berada di
bagian hilir sistem DAS serta pengaruh topografi kota Cirebon yang
cenderung datar. Selain itu, perlu diketahui pula bahwa, sungai-sungai
primer yang melewati Kota Cirebon termasuk dalam Wilayah Sungai

43
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Cimanuk-Cisanggarung, yang merupakan wilayah sungai lintas provinsi


(Jawa Barat dan Jawa Tengah) yang kewenangan pengelolaannya berada di
Pemerintah Pusat.

Gambar 2-9. Peta DAS Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung

2.3.2 Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung


Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro yang
dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang
ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber air baku atau
suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi di
musim kemarau atau disaat curah hujan semakin jarang. Embung merupakan
salah satu teknik pemanenan air (water harvesting) yang sangat sesuai di
segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa kerap disebuut pond yang
berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di
musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau. Sementara
pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan
distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan

44
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara
operasional sebenarnya embung berfungsi untuk mendistribusikan dan
menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman
ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.
Keberadaan situ atau embung menjadi kebutuhan bagi Kota Cirebon
untuk mengantisipasi masalah kekeringan dan banjir yang kerap terjadi.
Berdasarkan kajian, Kota Cirebon paling tidak membutuhkan empat embung
di empat titik yang berbeda. Empat titik tersebut diantaranya berada si
Kelurahan Kalijaga, Kelurahan Larangan, Kelurahan Argasunya dan kawasan
Jalan Ciptomangunkusumo. Sebagai wilayah perkotaan, tentu kendala utama
yang dihadapi untuk membangun embung adalah proses pembebasan lahan
yang sangat tebatas. Tabel 2.6 merupakan data inventarisasi
Danau/Waduk/Situ/Embung di Kota Cirebon. Dari tabel tersebut
menunjukkan bahwa pada tahun 2016, di Kota Cirebon belum memiliki
Danau/Waduk/Situ/Embung sebagaimana yang dimaksud pada tabel
tersebut.

Tabel 2.10. Data inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung di Kota Cirebon


Jenis Inventarisasi Nama Luas (Ha) Volume (m3)
Danau - 0,00 0,00
Waduk - 0,00 0,00
Situ - 0,00 0,00
Embung - 0,00 0,00
Sumber : Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

2.3.3 Kualitas Air Sungai


Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup
orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu
sumberdaya air tersebut harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan
dengan baik oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air

45
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan


memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.
Salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya yaitu sungai. Sungai
merupakan ekosistem yang sangat penting bagi manusia. Sungai juga
menyediakan air bagi manusia baik untuk berbagai kegiatan seperti
pertanian, industri maupun domestik.
Suatu sungai dikatakan terjadi penurunan kualitas air, jika air tersebut
tidak dapat digunakan sesuai dengan status mutu air secara normal. Status
mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukan kondisi cemar
atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan
membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Penentuan status
mutu air dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan Metode Indeks
Pencemaran. Indeks Pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk
menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang
diizinkan. Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan,
kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh
bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai.
Badan air yang ada di wilayah Kota Cirebon, memiliki
fungsi/peruntukan sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan
perikanan. Apabila mengacu peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air sungai
yang ada termasuk dalam kelompok/golongan III.
Pada tahun 2016, Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon melakukan
analisa kualitas air sungai di 25 titik anak sungai yang merupakan jaringan
dari sistem sungai utama yang melintasi wilayah Kota Cirebon. Titik lokasi
sampling pengujian kualitas air sungai seperti yang ditampilkan pada
Gambar 11. Dari hasil analisa pengujian kualitas air sungai, diperoleh hasil
sebagai berikut:

46
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Gambar 2-10. Titik Lokasi Pengambilan Sampel Uji Kualitas Air Sungai

47
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

a) Sungai Kedung Pane


Kali Kedungpane terdiri dari dua cabang sungai yaitu Kali Cideng
dibagian hulu di Desa Kalikota dan Kali Kijing dihilirnya di Desa Karya Mulya.
Kedua sungai ini bertemu di Desa Suta Winangun menjadi Kali Kedungpane.
Kali Kedungpane bertemu dengan Kali Kemlaka di Desa Krucuk. Dari Desa
Krucuk Kali Kedungpane bermuara di Laut Jawa di Kampung Baru, Kelurahan
Kesenden. Muara Kali Kedungpane disisi kiri kanannya sudah dilengkapi
bangunan Jetty yang terbuat dari beton.

Gambar 2-11. Sistem sungai Kedungpane Kota Cirebon

Analisa Berdasarkan Baku Mutu Antar Waktu


Hasil uji terhadap sampel kualitas air sungai Kedungpane Kota
Cirebon pada tahun 2016 diketahui bahwa terdapat beberapa parameter
yang melebihi ambang batas baku mutu yaitu:
- Nilai TDS sebesar 6.286,8 mg/Lt; (standart baku mutu: 1000 mg/L)
- Nilai BOD sebesar 20 mg/Lt (standart baku mutu: 6 mg/L)
- Nilai Nitrit (NO2) sebesar 0.859 Mg/Lt (standart baku mutu: 0,06 mg/L)
- Nilai Chloride (Cl) sebesar 3151.6 Mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)
- Nilai Manganese (Mn) sebesar 0.294 Mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)

48
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Jika dibandingkan dengan data hasil pengujian tahun 2015 diperoleh data
sebagai berikut:
- Nilai TDS sebesar 390 mg/Lt; (standart baku mutu: 1000 mg/L)
- Nilai BOD sebesar 18 mg/Lt (standart baku mutu: 6 mg/L)

Analisa Maksimum dan Minimum


Dari data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai
pada sistem sungai Kedungpane terus mengalami peningkatan kadar TDS
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 peningkatan yang terjadi sangat
signifikan yaitu mencapai 6.286,8 Mg/Lt. Zat padat di dalam air juga
merupakan indikasi ketidaknormalan air, yaitu terjadi penyimpangan air dari
keadaan yang sebenarnya. Penyimpangan keadaan air ini paling banyak
disebabkan oleh kegiatan manusia seperti buangan berupa limbah industri,
kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga, dll.

7000

6000
Nilai Parameter (Mg/L)

5000

4000

3000

2000

1000

0
2014 2015 2016
Baku Mutu 1000 1000 1000
Nilai TDS 229 390 6286.8

Gambar 2-12. Grafik Parameter TDS Sungai Kedungpane

49
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Selain itu, pada sistem sungai Kedungpane pada dari tahun 2014
hingga 2016 juga terus mengalami peningkatan kadar BOD yang dipengaruhi
oleh aktivitas buangan limbah rumah tangga. Indikator Nilia BOD yang tinggi
menunjukkan kebutuhan oksigen yang tinggi pula di perairan tersebut. Hal
ini menjadi salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat
pencemaran air, dimana BOD (Biological Oxygen Demand) atau kebutuhan
oksigen Biologi merupakan suatu pendekatan umum yang menunjukkan
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan
zat organik terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi di dalam
air.

25

20
Nilai Parameter (Mg/L)

15

10

0
2014 2015 2016
Baku Mutu 6 6 6
Nilai BOD 9 18 20

Gambar 2-13. Grafik Parameter BOD Sungai Kedungpane

b) Sungai Kesunean
Kali Kasunean merupakan kali terbesar yang ada di Kota Cirebon. Kali
Kasunean mengalir dari Desa Randu Bawagirang yang berada di Gunung
Cireme Kabupaten Cirebon di ketinggian 2.950 DPL, bagian hulu Kali
Kasunean adalah Sungai Cikurutug.
Pada aliran Kali Kasunean terdapat beberapa anak sungai yaitu Kali
Lingga yang berasal dari Desa Pakembangan bermuara di Sumgai Cikurutug
Desa Sumba Keling, Kali Cimuhara di Desa Sampora bermuara di Sungai

50
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Cikurutug di Desa Sarewu, Kali Cilembang di Desa Sampora bermuara di Kali


Cisiluk, Kali Cibacang di Desa Sindang Kempeng bermuara di Kali Cideng, Kali
Cideng di Desa Sarwadadi bermuara ke Kali Grampak, Kali Silayar di Desa
Sarwodadi bermuara di Kali Suba Desa Kecomberan, Kali Reungas di Desa
Ciberna bermuara di Kali Suba Desa Wanacala dan Kali Tanjung bermuara di
Kali Kasunean. Kali Kasunean bermuara di Laut Jawa di Kelurahan
Kesepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk. Di muara Kali Kasunean belum ada
bangunan penangkal/pengendali banjir, masih alamiah berupa tanaman
bakau yang dapat menahan aliran air.

Gambar 2-14. Sistem sungai Kedungpane Kota Cirebon

Analisa Berdasarkan Baku Mutu Antar Waktu


Hasil uji terhadap sampel kualitas air sungai Kesunean Kota Cirebon pada
tahun 2016 diketahui bahwa terdapat beberapa parameter yang melebihi
ambang batas baku mutu yaitu:
- Nilai TDS sebesar 6.286,8 mg/Lt; (standart baku mutu: 1000 mg/L)
- Nilai BOD sebesar 18 mg/Lt (standart baku mutu: 6 mg/L)
- Nilai Amonia (NH3) sebesar 3.15 mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)
- Nilai Chloride (Cl) sebesar 4311.49 Mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)
- Nilai Manganese (Mn) sebesar 0.220 Mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)
Jika dibandingkan dengan data hasil pengujian tahun 2015 diperoleh data
sebagai berikut:

51
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

- Nilai TDS sebesar 467 mg/Lt; (standart baku mutu: 1000 mg/L)
- Nilai BOD sebesar 13 mg/Lt (standart baku mutu: 6 mg/L)
- Nilai Chloride (Cl) sebesar 4.436,3 Mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)

Analisa Maksimum dan Minimum


Dari data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai
pada sistem sungai Kedungpane juga terus mengalami peningkatan kadar
TDS dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 peningkatan yang terjadi sangat
signifikan mencapai 6.287 Mg/Lt. Nilai TDS di Sungai Kesunean sudah
mengalami penurunan pada tahun 2015 sebesar 75 Mg/Lt dibandingkan
dengan hasil pengujian tahun 2014 sebesar 467 Mg/Lt. Sumber utama bagi
TDS dalam penerimaan air adalah limpasan pertanian dan perumahan,
pencucian kontaminasi tanah dan titik sumber polusi debit air dari instalasi
pengolahan industri atau limbah.
Tingkat TDS tinggi umumnya menunjukkan air tersebut sadah, selain
itu zat padat terlarut di dalam air perlu analisa untuk mengetahui
produktivitas air, karena produktivitas air terhadap kehidupan air sangat
ditentukan oleh kelarutan zat padat di dalamnya.

7000

6000
Nilai Parameter (Mg/L)

5000

4000

3000

2000

1000

0
2014 2015 2016
Baku Mutu 1000 1000 1000
Nilai TDS 467 392 6287

Gambar 2-15. Grafik Parameter TDS Sungai Kesunean

52
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Selain itu, pada sistem sungai Kedungpane dari tahun 2014 hingga
2016 juga terus mengalami peningkatan kadar BOD. Sama halnya dengan
kondisi di sungai Kedung Pane, peningkatan nilai BOD di sungai Kesunean
juga di pengaruhi oleh buangan limbah aktivitas manusia atau rumah tangga.
Nilai BOD yang tinggi ini juga mengindikasikan bahwa lingkungan air sungai
dan air laut di lokasi tersebut sudah tercemar.

30

25
Nilai Parameter (Mg/L)

20

15

10

0
2014 2015 2016
Baku Mutu 6 6 6
Nilai BOD 13 27 18

Gambar 2-16. Grafik Parameter BOD Sungai Kesunean

Parameter indikator pencemaran lain pada sistem sungai Kesunean


yang menunjukan peningkatan dan melebihi ambang batas sebesar/atau
setara dengan 0 Mg/Lt yaitu kadar Chlorida (Cl). Chlorida merupakan zat
terlarut dan tidak menyerap. Sebagai Chlor bebas berfungsi desinfektans,
tapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion natrium menyebabkan
air menjadi asin dan merusak pipa-pipa instalasi. Kebanyakan klorida larut
dalam air, seperti Merkurium Klorida,(Hg2Cl2), Perak Klorida, (AgCl), Timbel
Klorida, (PbCl2) yang ini larut sangat sedikit dalam air dingin, tetapi mudah
larut dalam air mendidih, sedangkan tembaga klorida,(CuCl), bismut
oksiklorida, (BiOCl), stibium oksiklorida, (SbOCl), dan Merkurium
oksiklorida, (Hg2OCl2), tak larut dalam air.

53
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Kadar Cl dalam kualitas air sungai yang diuji pada tahun 2014 sebesar
128 Mg/Lt. Peningkatan secara drastis terjadi pada tahun 2015 dimana kadar
Cl yang di uji pada sampel mencapai nilai 4.436 Mg/Lt, tetapi pada tahun
2016 kadal Cl sedikit menurun pada angka 4.312 Mg/Lt seperti yang
ditampilkan pada Gamabr 18 berikut di bawah ini.

5000
4500
4000
Nilai Parameter (Mg/L)

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2014 2015 2016
Baku Mutu 0 0 0
Nilai CL 128 4436 4312

Gambar 2-17. Grafik Parameter Chloride Sungai Kesunean

c) Sungai Kalijaga
Kalijaga merupakan kali kedua terbesar setelah Kali Kasunean yang
ada di Kota Cirebon. Sungai ini mengalir dari arah selatan di Desa Wanayasa
pada elevasi + 400 DPL ke utara ke Desa Durajaya Kecamatan Beber sampai
ke Desa Kondang Sari dan bermuara di Laut Jawa atau di Desa Mundu Pesisir.
Sungai Kalijaga bermuara beberapa anak kali yaitu Kali Cipariuk, Kali Cisiluk,
Kali Cigodeg, Kali Lunyu, Kali Cikalong. Kali Cikalong mempunyai anak kali
yaitu Kali Kedungjomblang dan Kali Cikalong. Kali Cikalong mempunyai anak
kali yaitu Kali Cilempeng, Kali Pengasinan dan Kali Kedungampar. Kali
Kedungampar mempunyai anak kali yaitu Kali Cicombay.

54
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Gambar 2-18. Sistem sungai Kalijaga Kota Cirebon

Analisa Berdasarkan Baku Mutu Antar Waktu


Hasil uji terhadap sampel kualitas air sungai Kesunean Kota Cirebon pada
tahun 2016 diketahui bahwa terdapat beberapa parameter yang melebihi
ambang batas baku mutu yaitu:
- Nilai TDS sebesar 9.231,8 mg/Lt; (standart baku mutu: 1000 mg/L)
- Nilai BOD sebesar 21 mg/Lt (standart baku mutu: 6 mg/L)
- Nilai Amonia (NH3) sebesar 3.28 mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)
- Nilai Nitrit (NO2) sebesar 0.184 mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)
- Nilai Chloride (Cl) sebesar 4968.1 Mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)
Jika dibandingkan dengan data hasil pengujian tahun 2015 diperoleh data
sebagai berikut:
- Nilai TDS sebesar 287 mg/Lt; (standart baku mutu: 1000 mg/L)
- Nilai BOD sebesar 107 mg/Lt (standart baku mutu: 6 mg/L)
- Nilai Chloride (Cl) sebesar 2880,4 Mg/Lt (standart baku mutu: 0 mg/L)

Analisa Maksimum dan Minimum


Dari data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai
pada sistem sungai Kalijaga juga mengalami peningkatan kadar TDS dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2016 peningkatan yang terjadi juga sangat
signifikan yaitu mencapai nilai 9.232 Mg/Lt, Sedangkan pada tahun 2014 dan

55
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2015 hanya 221 Mg/Lt dan 287 Mg/Lt. Sumber utama bagi TDS dalam
penerimaan air adalah limpasan pertanian dan perumahan, pencucian
kontaminasi tanah dan titik sumber polusi debit air dari instalasi pengolahan
industri atau limbah.

10000
9000
8000
Nilai Parameter (Mg/L)

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2014 2015 2016
Baku Mutu 1000 1000 1000
Nilai TDS 221 287 9232

Gambar 2-19. Grafik Parameter TDS Sungai Kalijaga

Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan melalui BOD dan


COD. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia. Nilai BOD
bermanfaat untuk mengetahui apakah air limbah tersebut mengalami
biodegradasi atau tidak, yakni dengan membuat perbandingan antara nilai
BOD dan COD. Oksidasi berjalan sangat lambat dan secara teoritis
memerlukan waktu tak terbatas. Dalam waktu 5 hari (BOD 5), oksidasi
organik karbon akan mencapai 60%-70% dan dalam waktu 20 hari akan
mencapai 95%. Nilai BOD yang tinggi mengindikasikan bahwa lingkungan air
sungai dan air laut tersebut sudah tercemar.

56
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

120

100
Nilai Parameter (Mg/L)

80

60

40

20

0
2014 2015 2016
Baku Mutu 6 6 6
Nilai BOD 14 107 21

Gambar 2-20. Grafik Parameter TDS Sungai Kalijaga

Dalam konsentrasi yang tinggi, chlorine merupakan zat yang sangat


fatal, hampir sama dengan Cianida dan Arsenik karena itu selalu
diperlakukan secara sangat hati hati diberbagai industri. Bentuknya dapat
berupa gas atau cairan. Untuk konsentrasi yang relatif rendah dapat
dikatakan Chlorine hampir tidak berbahaya, tetapi yang berbahaya adalah
substansi yang timbul akibat penggunaan chlorine ini, yang disebut sebagai
DBP [Disinfection By Product]. DBP dihasilkan oleh material organik didalam
air yang bersentuhan dengan chlorine. Chlorine sendiri merupakan racun,
namun relatif aman dalam kandungan rendah, namun DBP ini yang
mematikan.
Hasil uji kualitas air di sungai Kalijaga menunjukkan nilai Chloride
yang sangat tinggi dan memiliki kencenderungan setiap tahunnya. Hal ini
dapat dilihat dari hasil uji kualitas air sungai yang dilakukan pada tahun
2014 nilai parameter Cl berjumlah 1291 Mg/Lt. Nilai parameter Cl
mengalami peningkatan menjadi 2880 Mg/Lt pada tahun 2015 dan semakin
meningkat secara signifikan pada pengujian yang dilakukan tahun 2016
dimana nilai parameter Cl meningkat menjadi 4968 Mg/Lt.

57
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

6000

5000
Nilai Parameter (Mg/L)

4000

3000

2000

1000

0
2014 2015 2016
Baku Mutu 0 0 0
Nilai CL 1291 2880 4968

Gambar 2-21. Grafik Parameter TDS Sungai Kalijaga

d) Sungai Sukalila
Hulu Kali Sukalila berawal di dalam wilayah Kota Cirebon, yaitu di
Kelurahan Pekiringan, mengalir ke arah utara dan bermuara di Laut Jawa di
sebelah utara pelabuhan Cirebon. Kali Sukalila secara umum telah diberi
pasangan dan dilengkapi dengan jetty di bagian muaranya. Kali ini berfungsi
sebagai saluran drainase primer kota yang menerima limpahan/outlet 50%
drainase sekunder dan tersier Kota Cirebon.

Gambar 2-22. Sistem sungai Kalijaga Kota Cirebon

58
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Analisa Berdasarkan Baku Mutu Antar Waktu


Hasil uji terhadap sampel kualitas air sungai Sukalila Kota Cirebon
pada tahun 2016 diketahui bahwa parameter-parameter yang diuji atau
dianalisa relatif memenuhi baku mutu air permukaan. Parameter yang
melebihi ambang batas baku mutu adalah Amonia (NH3) yang mencapai 3,34
mg/Lt. Sedangkan baku mutu air sungai kelas III untuk parameter NH3
sebesar 0 Mg/Lt. Jika dibandingkan dengan parameter yang sama pada tahun
2015 sebesar 9 Mg/Lt, ini menunjukkan adanya penurunan kadar amonia di
lingkungan sungai Sukalila dan menjadi indikasi meningkatnya kualitas air
sungai Sukalila.

10
9
Nilai Parameter (Mg/L)

8
7
6
5
4
3
2
1
0
2015 2016
Baku Mutu 0 0
Nilai NH3 9 3.34

Gambar 2-23. Grafik Parameter Amonia Sungai Kalijaga

2.3.4 Kualitas Air Danau


Danau alam dapat terbentuk melalui beberapa cara karena peristiwa
longsor, celah-celah pada permukaan tanah dalam kepunden gunung merapi atau
sungai musiman dan tikungan sungai besar yang terputus. Danau mempunyai
kedalaman yang bervariasi menurut cara terbentuknya, kedalaman sangat
menenetukan bagaimana ekosistem danau berfungsi. Danau buatan, tentu saja

59
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

bervariasi tergantung daerahnya dan pengairan alaminya. Umumnya danau buatan


ditandai dengan fluktuasi permukaan air dan air turbiditas yang tinggi.
Pada subbab ini, tidak ada data analisa kualitas air danau yang
ditampilkan pada Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Cirebon
tahun 2016 karena di Kota Cirebon hingga saat ini belum ada ekosistem
danau/waduk/situ ataupun embung yang dibangun.

2.3.5 Kualitas Air Sumur


Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang
dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Sedangkan
kuantitas menyangkut jumlah air yang dibutuhkan manusia dalam kegiatan
tertentu.
Ditinjau dari segi kualitas, ada bebarapa persyaratan yang harus
dipenuhi, di antaranya kualitas fisik yang terdiri atas bau, warna dan rasa,
kualitas kimia yang terdiri atas pH, kesadahan, dan sebagainya serta kualitas
biologi dimana air terbebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Agar
kelangsungan hidup manusia dapat berjalan lancar, air bersih juga harus
tersedia dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktifitas manusia pada
tempat tertentu dan kurun waktu tertentu.
Menurut data cakupan air bersih di Kota Cirebon, dari jumlah
penduduk 392.651 jiwa, jumlah kebutuhan akan air bersih berjumlah
9.723.601 M3 tetapi jumlah KK yang tersambung jaringan pipa PDAM hanya
48.830 KK. Sedangkan sisanya menggunakan sumber daya air sumur. Untuk
mengetahui kualitas air sumur maka hasil pemeriksaan yang diperoleh
dibandingkan dengan standar persyaratan air bersih sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990.

60
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 2.11. Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sumur


Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik Waktu
Nama Nama Lokasi
LS LS LS BT BT BT Sampling

Sumur RT. 01/RW 07


06 46 40,20 108 52 59,80 10 Mei 2016
Gali Kel. Argasunya

Sumur RT. 02/RW 08


06 46 56,00 108 32 38,22 10 Mei 2016
Gali Kel. Argasunya

Sumur RT. 06/RW 06


06 43 47,20 108 32 59,20 10 Mei 2016
Arthesis Kel. Argasunya

Dari hasil analisa kualitas air sumur yang dilakukan di tiga lokasi
seperti yang disebutkan pada Tabel 2.11 di atas menunjukkan bahwa kualitas
air sumur yang berlokasi di RT.01/RW.07 Kelurahan Argasunya diidentifikasi
tercemar total coliform yang sangat tinggi dengan nilai 7900 per 100 ml air.
Kualitas air secara biologis, khususnya secara mikrobiologis,
ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar,
patogen, dan penghasil toksin. Misalnya kehadiran mikroba, khususnya
bakteri pencemar tinja (coli) di dalam air, sangat tidak diharapkan apalagi
kalau air tersebut untuk kepentingan kehidupan manusia (rumah tangga).
Bakteri coliform merupakan golongan mikroorganisme yang lazim digunakan
sebagai indikator, dimana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk
menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak.
Sedangkan hasil uji kualitas air di RT.02/RW.08 Keluraha Argasunya
diidentifikasi memiliki nilai parameter nitrate (NO3) dan nitrite (NO2) yang
melebihi nilai baku yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa
nilai parameter NO3 sebesar 13,83 Mg/Lt (baku mutu NO3 = 10 mg/lt) dan
nilai NO2 sebesar 1,26 mg/lt (baku mutu NO2 = 1 ml/lt).

61
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

16 1.4
14 1.2
12
1
10
0.8
8
0.6
6
0.4
4
2 0.2

0 0
Baku RT. 01 RT. 02 RT. 06 Baku RT. 01 RT. 02 RT. 06
NO3 10 2.01 13.83 0.32 NO2 1 0.03 1.26 0.03

Gambar 2-24. Grafik Parameter NO3 dan NO2 Pada Kualitas Air Sumur

Nitrat (NO3) adalah ion-ion anorganik alami yang merupakan bagian


dari siklus nitrogen. Aktivitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah
yang mengandung nitrogen organik pertama-tama menjadi amonia,
kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat
dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa
yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang
terdapat di permukaan. Pencemaran oleh nitrogen, termasuk ammonia
anhidrat seperti juga sampah organik, hewan maupun manusi dapat
meningkatkan kadar nitran di dalam air. Senyawa yang mengandung nitrat di
dalam tanah biasanya larut dan dengan mudah bermigrasi dengan air bawah
tanah.
Mengkonsumsi air sumur dengan kadar nitrat tinggi akan
menimbulkan beberapa gangguan kesehatan seperti gondok,
methemoglobinemia dan sebagainya. Nitrat yang masuk kedalam tubuh 6%
akan direduksi menjadi nitrit yang bersifat karsinogenik. Belum ada
penelitian yang menjelaskan apakah nitrat dan nitrit dapat masuk melalui
kulit. Tetapi absorbsi dapat terjadi bila terdapat kerusakan pada kulit seperti
misalnya adanya luka bakar.

62
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.4 Udara
Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan
perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan
daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Pencemaran
udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat
memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai
kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan.
Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar
udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat
disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung
meletus, gas alam beracun,dan lain-lain. Dampak dari pencemaran udara
tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak
negatif terhadap kesehatan manusia.
Di Indonesia, sebagaimana data yang dipaparkan oleh Pengkajian
Ozon dan Polusi Udara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan), Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat polusi udara tertinggi di
Indonesia. Dari semua penyebab polusi udara yang ada, emisi transportasi
terbukti sebagai penyumbang pencemaran udara tertinggi di Indonesia,
yakni sekitar 85 persen. Pada subbab ini akan membahas terkait kualitas
udara ambien dan kualitas air hujan di wilayah Kota Cirebon.

2.4.1 Kualitas Udara Ambien


Pencemaran udara dapat diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing
di dalam udara yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara
dari susunan atau keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing
tersebut di dalam udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat
menimbulkan gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun
tumbuhan.
Secara umum pemantauan kualitas udara di Kota Cirebon dilakukan
terhadap kualitas udara ambien. Udara ambiena yaitu udara bebas di
permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi

63
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.


Adanya kegiatan makhluk hidup menyebabkan komposisi udara alami
berubah. Jika perubahan komposisi udara alami melebihi konsentrasi
tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya,
maka udara tersebut dikatakan telah tercemar.
Pada tahun 2016, Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon melakukan
analisa kualitas udara ambien di 20 titik sampling dengan menganalisa
delapan parameter pencemar udara dan kebisingan yaitu, Carbon Monoxide
(CO), Sulfur Diaoxide (SO2), Nitrogen Dioxide (NO2), Oxidants (O3),
Hidrokarbon (HC), Lead (Pb), Total Partikel Tersuspensi (TSP) atau debu dan
kebisingan (noise). Parameter-parameter tersebut baik secara bersamaan
maupun sendiri-sendiri memiliki potensi bahaya bagi lingkungan.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan, diketahui bahwa kualitas udara
di Kota Cirebon masih dalam batas yang relatif baik, hal ini terlihat bahwa
semua parameter utama di atas masih memiliki kualitas dibawah baku mutu
yang telah ditetapkan.
Sementara kualitas suara atau kebisingan, dari 20 titik sampling
pengkuran 65% atau 13 titik lokasi menunjukan angka kebisingan berada di
atas ambang batas yang ditetapkan yaitu >70 dBA sementara tujuh titik
lainnya masih dibawah ambang batas yang cenderung agak hening, terutama
di wilayah bagian selatan Kota Cirebon.
1. Jl. Dr. Cipto mangunkusumo (Pos Polisi Grage Mall)
2. Jl. Siliwangi (Depan BKPP)
3. Jl. Siliwangi (Kantor Walikota)
4. Jl. Pantai (Sekitar TPI Kelurahan Panjunan)
5. Lapang Kebon Pelok
6. Jl. Sudirman (Tugu Batas Kota)
7. Jl. Kalitanjung (Lampu Merah Pelandakan)

64
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Analisis Maksimum dan Minimum


Secara umum, suara atau tingkat kebisingan di wilayah kota Cirebon
diakibatkan oleh kegiatan dan aktifitas sosial ekonomi masyarakat serta
kendaraan bermotor baik roda 2 (sepeda motor) maupun kendaraan roda 4
atau lebih (mobil).
Pada Gambar 26 dapat dilihat dimana tingkat kebisingan
tertinggi/maksimum terjadi di wilayah padat kendaraan seperti terminal
Harjamukti, dimana tingkat kebisingannya mencapai 74.90 dBA, kemudian di
lokasi pasar pertigaan Kalitanjung dan pasar perumnas masing-masing
tingkat kebisingannya mencapai 74.50 dBA dan 74.10 dBA. Untuk daerah
dengan tingkat kebisingan terendah/minimum yaitu sebesar 55.40 dBA
terpantau berada di wilayah Jl. Sudirman (Tugu Batas Kota), di Jl. Kalitanjung
(Lampu Merah Pelandakan) serta di wilayah Jl. Pantai (Sekitar TPI Kelurahan
Panjunan).

Hasil Pengujian Baku Mutu


Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo ( Pos Polisi…
Jl. Pantai (TPI Panjunan)
Jl. Kalitanjung (Trafic Light Pelandakan)
Jl. Lawanggada (Rel KA)
Jl. Pekiringan (Pertigaan Jl. Pandesan)
Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo (Pusdiklatpri)
Jl. Siliwangi (Kantor Walikota)
Jl. By Pass (Perempatan Pemuda)
Jl. Sudirman (Tugu Batas Kota)
Jl. Kartini (Depan Pizza Hut)
Lap. Kebon Pelok
Jl. Kanggraksan (Pertigaan Kalitanjung)
Jl. Brigjen Dharsono (Terminal)
Jl. Ciremai Raya (Ps. Perumnas)
Jl. Kalijaga (Batas Kota - Mundu)
Jl. Kalijaga (Depan Suzuki Kalijaga)
Jl. Bahagia (Dekat RM Ayam Bahagia)
JL. Karanggetas (Depan Surya Toserba)
Jl. SM Raja (Depan Sekolah St. Maria)
Jl. Siliwangi (Depan BKPP)
0 10 20 30 40 50 60 70
Nilai Kebisingan (dBA)

Gambar 2-25. Grafik Tingkat Kebisiangan di Kota Cirebon

65
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.4.2 Kualitas Air Hujan


Kebutuhan akan air bersih merupakan sebuah masalah yang dihadapi
oleh hampir semua kota besar di dunia. Kebutuhan ini terutama disebabkan
oleh meningkatnya jumlah penduduk yang mengakibatkan tidak hanya
naiknya kebutuhan air, namun juga kualitas sumber air dan air bersih yang
dikonsumsi. Air hujan dapat menjadi salah satu alternatif sebagai sumber air
bersih perkotaan.
Salah satu implementasi penerapan instalasi pemanenan air hujan
sudah dilakukan di wilayah Kota Cirebon melalui program ACCCRN (Asian
Cities Climate Change Resilience Network) di Indonesia. Kekeringan menjadi
salah satu karakter kerentanan di Kelurahan Argasunya Kecamatan
Harjamukti yang tidak terjangkau oleh akses layanan PDAM serta kedalaman
air tanah yang mencapai 60 m, sehingga pemenuhan kebutuhan air dari
sumur tidak terlalu lancar, terlebih di musim kemarau. Kegiatan ini
menunjukkan bahwa ada upaya yang bisa dilakukan untuk menghadapi
kondisi kesulitan air dan kekeringan yang kebetulan menjadi salah satu
bentuk kerentanan Kota Cirebon akibat dampak perubahan iklim. Namun
Pada tahun 2016, Kantor Lingkung Hidup Kota Cirebon belum melakukan
analisa kualitas air hujan sebagaimana ditampilkan pada Buku Data Status
Lingkungan Hidup Daerah Kota Cirebon tahun 2016, Tabel SD-24.

Gambar 2-26. Penerapan Instalasi Pemanenan Air Hujan

66
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.5 Laut, Pesisir dan Pantai


Kawasan atau wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat
dan laut. Sedangkan pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari
pasir dan terdapat di daerah pesisir laut.
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah
membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta
memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan
pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-
ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan
terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik
pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah
pesisir.
Kota Cirebon memiliki panjang pantai ± 7 Km, dengan batas laut
kewenangan pengelolaan adalah sejauh 4 mil laut atau 58,13 % sehingga luas
wilayah perairan laut Kota Cirebon adalah 51,86 Km². Secara morfologi dasar
laut kota Cirebon sangat landai dengan kedalaman dasar laut 2-10 m dari
permukaan, relief datar hingga bergelombang lemah. Perkiraan laju sedimen
yang mengisi alur pelayaran di pelabuhan Cirebon dalam 6 bulan sebesar
127.080 m3. Pada saat surut kadar suspensi sedimen di muara Sungai
Sukalila sebesar 328.0 mg/lt, saat pasang berkisar 41.0 – 54.0 mg/lt.
Karakteristik lingkungan lepas pantai perairan Cirebon memiliki ciri
khas perairan pantai utara jawa pada umumnya, yaitu permukaan dasar laut
bagian atas tersusun atas lumpur/lanau, lempungan, abu kecoklatan,
plastisitas rendah hingga tidak plastis. Sedangkan bagian bawah tersusun
atas lempung abu–abu dan plastisitas rendah hingga tinggi. Sedimen
permukaan dasar laut dibagi menjadi : pantai, lanau, pasir lanauan dan lanau
pasiran.

67
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Pada sub-bab ini akan membahas kondisi lingkungan hidup di laut,


pesisir dan pantai Kota Cirebon yang meliputi kualitas air laut, luas tutupan
dan kondisi terumbu karang, luas kerusakan padang lamun serta luas
kerapatan hutan manggrove.

2.5.1 Kualitas Air Laut


Pesisir Cirebon umumnya landai dan memiliki tingkat kekeruhan
tinggi akibat suplai sedimen dan limbah dari sungai yang bermuara ke laut.
Kondisi pesisir erat kaitannya dengan sungai, muara, dan laut pada wilayah
tersebut, perubahan sifat sungai yang terjadi akibat kegiatan manusia akan
mempengaruhi kualitas perairan lingkungan pantai.
Laut mengandung berbagai kekayaan hayati dan mineral yang penting
bagi perekonomian bangsa dan kelestarian lingkungan. Untuk menjaga
kelestarian fungsi lingkungan laut perlu dilakukan upaya pengendalian
terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mencemari atau merusak lingkungan
laut, seperti melalui kegiatan monitoring atau pemantauan.
Kegiatan pemantauan dilakukan untuk mengetahui kualitas air laut
pada suatu badan air, atau untuk menilai variabel alami dari parameter
kualitas air dalam ruang dan waktu. Sesuai Kep.Men LH No: 51 Tahun 2004
yang menyatakan bahwa baku mutu air laut merupakan ukuran batas atau
kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada
dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.
Hasil pengukuran kualitas air laut Kota Cirebon pada survey yang
dilakukan tanggal 21 September 2016 dengan titik lokasi yang dipantau
dalam uji kualitas ini adalah sebanyak tiga titik. Maka berdasar pada analisis
kualitas yang dilakukan seperti yang dapat dilihat pada Tebel 2.12 sampai
dengan Tabel 2.14, terdapat dua parameter utama yang melebihi ambang
batas yang ditetapkan yaitu kecerahan dan Amonia.

68
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 2.12. Hasil Uji Kualitas Air Laut di Muara Sungai Kesenden
Environmental
Parameter Unit Test Result Quality Methods
Standard*)
Physical :
Odour - Odourless Odourless APHA 2150 B 2012
Brightness m 2.5 >3 APHA 2130 B 2012
Total Suspended
mg/L 15 80 APHA 2540 C 2012
Solid, TSS
Ambient Temp
Temperature °C 30.6 APHA 2550 B 2012
± 3 C
Oil Film - Negative Negative Visual
Floating Mass - Negative Negative Visual
Chemical :
pH - 8.40 6.5 – 8.5 APHA 4500-H+ 2012
Salinity 0/
00 29.9 - APHA 2520 B 2012
Ammonia mg/L 0.741** 0.3 SNI 06-0689.30-2005
Hydroden Sulfide mg/L <0.01 0.03 APHA 4500-S2-D 2012
Phenols mg/L <0.001 0.002 APHA 5530 C 2012
Detergen mg/L <0.01 1 APHA 5540 C 2012
Oil and Grease mg/L <1.0 5 SNI 6989.10:2011
Mercury mg/L <0.0002 0.003 APHA 3112 B 2012
Cadmium mg/L <0.01 0.01 APHA 3111 B 2012
Copper mg/L <0.01 0.05 SNI 6989.6:2009
Lead mg/L <0.03 0.05 SNI 6989.8:2009
Zinc mg/L <0.012 0.1 SNI 6898.7:2009
Microbiological :
Total Coliform per 100 mL 76 1000 APHA 9222 B 2012
*) Comply to Regulation of The Minister of Environment Decree No. 51/MENLH/2004 Attachment 1
**) Parameter that exceeds environmental quality standard

69
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 2.13. Hasil Uji Kualitas Air Laut di Muara Sungai Sukalila
Environmental
Parameter Unit Test Result Quality Methods
Standard*)
Physical :
Odour - Odourless Odourless APHA 2150 B 2012
Brightness m 2.5 >3 APHA 2130 B 2012
Total Suspended
mg/L 13 80 APHA 2540 C 2012
Solid, TSS
Ambient Temp.
Temperature °C 30.6 APHA 2550 B 2012
± 3 C
Oil Film - Negative Negative Visual
Floating Mass - Negative Negative Visual
Chemical :
pH - 8.05 6.5 – 8.5 APHA 4500-H+ 2012
Salinity 0/00 31.4 - APHA 2520 B 2012
Ammonia mg/L 0.160 0.3 SNI 06-0689.30-2005
Hydroden Sulfide mg/L <0.01 0.03 APHA 4500-S2-D 2012
Phenols mg/L <0.001 0.002 APHA 5530 C 2012
Detergen mg/L <0.01 1 APHA 5540 C 2012
Oil and Grease mg/L <1.0 5 SNI 6989.10:2011
Mercury mg/L <0.0002 0.003 APHA 3112 B 2012
Cadmium mg/L <0.01 0.01 APHA 3111 B 2012
Copper mg/L <0.01 0.05 SNI 6989.6:2009
Lead mg/L <0.03 0.05 SNI 6989.8:2009
Zinc mg/L <0.012 0.1 SNI 6898.7:2009
Microbiological :
Total Coliform per 100 mL 59 1000 APHA 9222 B 2012
*) Comply to Regulation of The Minister of Environment Decree No. 51/MENLH/2004 Attachment 1

70
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 2.14. Hasil Uji Kualitas Air Laut di Muara Sungai Kalijaga
Environmental
Parameter Unit Test Result Quality Methods
Standard*)
Physical :
Odour - Odourless Odourless APHA 2150 B 2012
Brightness m 3.0 >3 APHA 2130 B 2012
Total Suspended
mg/L 14 80 APHA 2540 C 2012
Solid, TSS
Ambient Temp.
Temperature °C 31.0 APHA 2550 B 2012
± 3 C
Oil Film - Negative Negative Visual
Floating Mass - Negative Negative Visual
Chemical :
pH - 8.27 6.5 – 8.5 APHA 4500-H+ 2012
Salinity 0/00 31.6 - APHA 2520 B 2012
Ammonia mg/L 0.007 0.3 SNI 06-0689.30-2005
Hydroden Sulfide mg/L <0.01 0.03 APHA 4500-S2- D 2012
Phenols mg/L <0.001 0.002 APHA 5530 C 2012
Detergen mg/L <0.01 1 APHA 5540 C 2012
Oil and Grease mg/L <1.0 5 SNI 6989.10:2011
Mercury mg/L <0.0002 0.003 APHA 3112 B 2012
Cadmium mg/L <0.01 0.01 APHA 3111 B 2012
Copper mg/L <0.01 0.05 SNI 6989.6:2009
Lead mg/L <0.03 0.05 SNI 6989.8:2009
Zinc mg/L <0.012 0.1 SNI 6898.7:2009
Microbiological :
Total Coliform per 100 mL 68 1000 APHA 9222 B 2012
*) Comply to Regulation of The Minister of Environment Decree No. 51/MENLH/2004 Attachment 1

Analisis Maksimum dan Minimum


 Kecerahan
Kecerahan merupakan parameter fisika yang erat kaitannya dengan
proses fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan
menggambarkan sejumlah atau sebagian cahaya yang diteruskan pada
kedalaman tertentu yang dinyatakan dengan persen. Cahaya ini adalah
cahaya dari beberapa panjang gelombang di daerah spektrumcahayayang
terlihat danjatuh tegakluruspada lapisan permukaan air pada kedalaman
tertentu.

71
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari


yang jauh ke dalam perairan. Begitu juga sebaliknya. Kecerahan adalah
sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air yang dinyatakan dalam % dari
beberapa panjang gelombang di daerah spektrum yang terlihat cahaya
melalui lapisan 1 meter jauh agak lurus pada permukaan air. Apabila
kecerahan tidak baik, berarti perairan itu keruh. Kekeruhan (turbidity) air
sangat berpengaruh terhadap ikan.
Kekeruhan terjadi karena plankton, humus dan suspensi lumpur, atau
bisa juga diakibatkan oleh suspensi hidroksida besi. Kekeruhan perairan
dapat menghambat pertumbuhan ikan budidaya baik langsung maupun tidak
langsung. Kecerahan air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut itu sendiri
dari kandungan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang
keruh, radiasi sinar matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis
tumbuhan akan kurang dibandingkan dengan air laut jernih.

2.9
Tingkat Kecerahan Air Laut (m)

2.8

2.7

2.6

2.5

2.4

2.3

2.2
Muara Sungai Muara Sungai Muara Sungai
Kesenden Sukalila Kalijaga
Kecerahan 2.5 2.5 3
Baku Mutu 3.01
>3 3.01
>3 3.01
>3

Gambar 2-27. Grafik Tingkat Kecerahan Air Laut di Perairan Kota Cirebon

72
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Mengacu pada standar mutu yang ditetapkan, bahwa apabila


kecerahan lebih besar dari 3 m kualitas air dinyatakan masih dalam kondisi
baik, tetapi sebaliknya apabila kurang dari 3 m air dalam kondisi tidak baik.
Dari hasil pengujian yang dilakukan, dari tiga titik pemeriksaan diketahui
bahwa kecerahan yang ada di bawah 3 m seperti yang daat dilihat pada
Gambar X di atas.

 Amoniak
Sama halnya dengan uraian mengenai kualitas air sungai, bahwa
Amonia (NH3+) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang
dihasilkan oleh ikan. Kandungan amonia ada dalam jumlah yang relatif kecil
jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan
amonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Mengacu pada standar baku mutu air laut, kandungan NH3. Maksimal
sebesar 0,3 Mg/Lt. Tetapi Berdasar hasil pemeriksaan terhadap kualitas air
laut pada tiga titik yang dilakukan di perairan laut Kota Cirebon diketahui
bahwa air laut di Muara Sungai Kesenden mengandung kualitas/kandungan
NH3 yang melebihi ambang batas yang ditetapkan. Dimana hasil uji
menunjukan angka sebesar 0,741 Mg/Lt.

0.800
0.700
Konsentrasi (mg/Lt)

0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
Muara Sungai Muara Sungai Muara Sungai
Kesenden Sukalila Kalijaga
NH3 0.741 0.160 0.007
Baku Mutu 0.3 0.3 0.3

Gambar 2-28. Konsentrasi Kandungan NH3 di Perairan Laut Kota Cirebon

73
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.5.2 Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang sangat kaya akan
keanekaragaman hayati. Ekosistem ini merupakan simbiosa berbagai
organisme laut yang membentuk jaring-jaring makanan yang kompleks,
sebagai sistem alami, terumbu karang memiliki fungsi dan peranan penting
bagi kesuburan perairan laut.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem khas perairan
pesisir daerah tropis. Selain merupakan ekosistem khas perairan tropik dan
sebagai habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak
dalam rantai yang seimbang. Sifat yang menonjol dari terumbu karang adalah
produktifitas dan keanekaragamannya yang tinggi baik spesies maupun
jumlahnya, serta morfologi yang sangat bervariasi. Pada dasarnya terumbu
karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO3)
yang dihasilkan oleh organisme karang hermatipik (Filum Cnidaria) seperti
Acropora, Fungia dan Porites yang bersimbiosis dengan Zooxantellae, di
samping adanya Algae berkapur seperti Halimeda dan organisme lain yang
mensekresi CaCo3.
Terumbu karang di perairan Kota Cirebon sudah mengalami degradasi
disebabkan terus menerus mendapat tekanan berat akibat berbagai aktifitas
manusia baik di darat maupun di laut. Faktor alami yang menyebabkan
degradasi antara lain akibat sedimentasi yang cukup tinggi. Pengaruh
sedimentasi cukup tinggi mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
terumbu karang secara alami. Selain itu, faktor pemanfaatan alat tangkap
ikan yang tidak ramah lingkungan juga merupakan salah satu faktor
rusaknya terumbu karang alami di Kota Cirebon.
Untuk memperbaiki terumbu karang alami di perairan Kota Cirebon,
maka dikembangkanlah teknik terumbu karang buatan (artificial reef). Yang
dimaksud dengan terumbu karang buatan adalah melalui program
rumponisasi yang ditanam di laut Kota Cirebon dengan memanfaatkan
benda-benda keras seperti bambu dan bahan-bahan beton lainnya yang

74
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

diletakkan di dasar laut yang mendatar, berdasar pasir halus atau lumpur,
dengan tujuan untuk merubah habitat dasar laut yang berpasir halus dan
miskin ikan itu menjadi habitat yang keras dan kaya akan ikan-ikan
komersial serta biota lainnya.
Terumbu karang buatan ini awalnya bertujuan untuk meningkatkan
hasil ikan sehingga dapat meningkatkan penghasilan nelayan-nelayan kecil
yang tidak mampu menangkap ikan di lautan terbuka. Berdasarkan catatan
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), selama kurun waktu 14 tahun,
luas rumpon kini sudah mencapai 5.076 meter persegi dan telah
menyumbang 6 milyar biota laut.
Program rumpon atau terumbu karang buatan itu menjadi harapan
baru dalam menjaga kelesatrian laut. Sebab, selama ini banyak alat tangkap
yang digunakan nelayan justru merusak terumbu karang yang ada di dasar
laut. Saat ini setidaknya ada tiga titik kelompok nelayan skala kecil yang
berada di Kota Cirebon, yakni Kesenden, Pesisir dan Cangkol, namun hanya
nelayan cangkol yang mengadopsi konsep rumponisasi.

2.5.3 Luas Kerusakan Padang Lamun


Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga
(Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang
salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki
rhizoma, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun
(Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut,
berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan
tunas.
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga
istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang
menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih
dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi
padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut

75
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah


perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Kerusakan pantai Cirebon akibat abrasi dan tingginya laju sedimentasi
di sepanjang pantai Kota Cirebon, bisa menjadi salah satu faktor tidak
mampu berkembangnya lamun di perairan kota Cirebon secara optimal,
sehingga pada sub-bab ini di Kota Cirebon tidak ada data luasan ekosistem
lamun atau padang lamun di sepanjang perairan pesisir Kota Cirebon.

2.5.4 Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove


Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat
berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup
itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut,
dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu
tumbuh dalam perairan asin/payau.
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang
selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang
surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Dalam suatu paparan
mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies
mangrove. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi,
mineralogi, efek neotektonik, selain itu komposisi spesies dan karakteristik
hutan mangrove sangat tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan
pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe
tanah.
Vegetasi mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi
pesisir Kota Cirebon, yaitu mencegah intrusi air laut dan abrasi. Data Dinas
Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Perkebunan Kota Cirebon menyebutkan
bahwa luasan tutupan mangrove di Kota Cirebon diperkirakan hanya tersisa
4,5 hektare yang tersebar di empat kelurahan pesisir pantai Kota Cirebon.

76
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 2.15. Luas dan Kerapatan Tutupan Manggrove di Kota Cirebon

Luas Lokasi Persentase Kerapatan


Lokasi
(Ha) Tutupan (%) (pohon/Ha)
Kelurahan Kesenden 1,00 30,00 10000,00
Kelurahan Kebon Baru 0,50 30,00 5000,00
Kelurahan Kasepuhan 1,00 60,00 10000,00
Kelurahan Pegambiran 2,00 60,00 20000,00

Analisis Maksimum dan Minimum


 Luasan Vegetasi
Sebagaimana dijelaskan pada penjelasan sebelumnya bahwa luasan
vegetasi manggrove di Kota Cirebon mengalami penurunan yang sangat
drastis pada tahun 2016, dimana luasan yang tersisa hanya 40% dari luasan
pada tahun 2015 yaitu seluas 11,50 Ha. Secara spasial, luasan lahan
manggrove terluas/maksimum ada berada di Kelurahan Pegambiran,
Kecamatan Lemahwungkuk dengan luas yang tersisa sebesar 2 Ha,
sedangkan luasan yang terkecil/minimum ada di Kelurahan Kebon Baru
dengan jumlah luasan tutupan manggrove seluas 0,5 Ha.

6.00
Luas (Ha) 2016 Luas (Ha) 2015
5.00

4.00
Luas Lahan (Ha)

3.00

2.00

1.00

0.00
Kel. Kesenden Kel. Kb. Baru Kel. Kasepuhan Kel. Pegambiran

Gambar 2-29. Grafik Luasan Tutupan Lahan Manggrove di Kota Cirebon

77
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

 Kerapatan Vegetasi
Perubahan kerapatan vegetasi tentu berbanding lurus dengan
perubahan luas lahan yang tersedia. Adanya degradasi luas lahan manggrove
di Kota Cirebon tentu berdampak pada berkurangnya kerpatan
vegetasi/pohon manggrove. Data DKPPP Kota Cirebon menunjukkan bahwa
kerapatan vegtasi manggrove pada tahun 2016 di Kota Cirebon mengalami
degradasi mencapai 50% dari jumlah kerapan vegetasi manggrove pada
tahun 2015. Jumlah kerapatan yang mengalami degradasi
tertinggi/maksimum terjadi di Kelurahan Pegambiran dan Kebon Baru yang
mencapai 20 ribu pohon/ha, sedangkan degradasi vegetasi
terkecil/minimum terjadi si Kelurahan Kesenden dan Kasepuhan yaitu
sebanyak 10 ribu pohon/ha. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 31
berikut ini.

Kerapatan (Pohon/Ha) 2016 Kerapatan (Pohon/Ha) 2015

40000
35000
Kerapan (Pohon/Ha)

30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
Kel. Kesenden Kel. Kb. Baru Kel. Kasepuhan Kel.
Pegambiran

Gambar 2-30. Grafik Perubahan Kerapatan Vegetasi Manggrove


di Kota Cirebon

78
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.6 Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Iklim
di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat
beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis.
Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman merupakan
dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai
adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat
spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk
pertanian, penerbangan atau kelautan. Unsur iklim yang sering dan menarik
untuk dikaji di Indonesia adalah curah hujan, karena tidak semua wilayah
Indonesia mempunyai pola hujan yang sama. Diantaranya ada yang
mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal. Pola hujan tersebut dapat
diuraikan berdasarkan pola masing-masing
Disisi lain, pemanasan global juga akan meningkatkan temperatur,
memperpendek musim hujan, dan meningkatkan intensitas curah hujan.
Kondisi ini dapat mengubah kondisi air dan kelembaban tanah yang akhirnya
akan memengaruhi sektor pertanian dan ketersediaan pangan. Perubahan
iklim dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah sebesar 2-8 %.
Pada sub-bab ini akan dibahas kondisi lingkungan hidup dan
kecenderungannya terkait dengan pola keragaman iklim di Kota Cirebon
sepanjang tahun 2016, khususnya unsur iklim curah hujan dan suhu udara
rata-rata bulanan yang diuraikan sebagai berikut.

2.6.1 Curah Hujan Rata-Rata Bulanan


Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik
menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu
serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu
klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya)
seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai
kriteria utama.

79
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah


datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas
permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Jadi,
jumlah curah hujan yang diukur, sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya
permukaan air hujan yang menutupi suatu daerah luasan di permukaan
bumi/tanah. Satuan curah hujan yang umumnya dipakai oleh BMKG adalah
milimeter (mm). Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu
meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 (satu)
milimeter atau tertampung air sebanyak 1 (satu) liter atau 1000 ml.

480
440
Jumlah Curah Hujan (mm)

400
360
320
280
240
200
160
120
80
40
0
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
2015 145 161 358 176 164 236 190 1 30 74 136 386
2016 484 402 377 193 144 77 55 42 26 62 0 0

Gambar 2-31. Jumlah Curah Hujan Di Kota Cirebon Tahun 2015-2016

Data dari Stasiun Klimatologi Dermaga Bogor - BMKG, menunjukkan


sepanjang tahun 2016 Kota Cirebon mengalami hujan dengan intensitas yang
berbeda-beda. Intensitas curah hujan tinggi dominan terjadi pada bulan
November sampai dengan bulan April. Memasuki bulan Mei hingga Oktober
intensitas hujan mulai berkurang dan cenderung kering. Intensitas hujan
bulanan tertinggi pada tahun 2016 terjadi pada awal tahun yaitu bulan
Januari dengan intensitas curah hunjan sebesar 484 mm/bulan sedangkan
intensitas terendah terjadi pada bulan September dengan intensitas hujan

80
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

sebesar 25 mm/bulan. Sedangkan pada tahun 2015, intensitas hujan


tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan jumlah intensitas hujan
sebesar 386 mm/bulan, dan intensitas hujan terendah terjadi pada bulan
Agustus dimana tidak terjadi hujan sama sekali (0 mm) sepanjang hari pada
bulan tersebut.

2.6.2 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan


Suhu udara di pengaruhi oleh iklim karena suhu yang tinggi akan
mengakibatkan banyak penguapan apalagi dilihat dari letak geografis Kota
Cirebon, memungkinkan adanya penguapan yang besar, oleh karena itu pada
musim kemarau kadang-kadang juga masih banyak hujan. Dengan demikian
tidak ada batas yang jelas antara musim kemarau dan musim penghujan.

Gambar 2-32. Suhu Rata-Rata di Kota Cirebon Sepanjang Tahun 2016

Suhu udara rata-rata di Kota Cirebon sepanjang tahun 2016 adalah


sebesar 27.4 oC. Suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Februari yaitu
sebesar 26.8 oC, sedangkan suhu rata-rata tertinggi terjadi pada bulan
Oktober yaitu sebesar 28,2 oC.

81
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.7 Bencana Alam


Kota Cirebon tidak lepas dari ancaman bencana. Beberapa ancaman
bencana yang berpotensi terjadi diantaranya adalah bencana longsor dan
banjir. Namun demikian, Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam
Kebakaran (BPBPK) Kota Cirebon telah mengidentifikasi titik-titik daerah
rawan banjir dan hasil pengamatan BPBPK Kota Cirebon di titik-titik rawan
tersebut sudah berkurang kejadiannya dibandingkan dengan tahun lalu. Pada
tahun ini hanya terjadi genangan saja dan dalam hitungan satu jam genangan air
sudah surut sehingga tidak menimbulkan dampak korban maupun kerugian pada
masyarakat. Sementara untuk daerah rawan longsor tidak terlalu menonjol. Hanya
di daerah Argasunya yang merupakan eks galian C dan hal itu juga jarang terjadi.

2.7.1 Bencana Banjir, Korban dam Kerugian


Daerah yang dekat pantai sering terjadi genangan akibat pengaruh
back water air laut pada saat kondisi air laut pasang. Perkembangan guna
lahan yang tidak sesuai rencana mengakibatkan berkurangnya resapan tanah
dan jaringan drainase yang telah ada (eksisting) tidak berfungsi dengan baik.
Kota Cirebon yang terletak di tepi pantai mengalami pengaruh pasang
surut , dimana pada waktu air laut pasang, maka akan menghambat proses
penyerapan/pembuangan air ke laut (back water). Hal ini semakin
memperparah kondisi genangan jika banjir sungai terjadi pada kondisi
maksimum dan air laut terjadi pasang maksimum.
Di Kota Cirebon terdapat 18 titik rawan banjir yang tersebar, yakni
Perum Taman Nuansa Majasem, Perum GPS Majasem Griya Sunyaragi, Jalan
Terusan Pemuda, Jalan Cipto Mangunkusomo, Jalan Gunungsari, Perumahan
Sukasari, Perumahan Cangkring, Jalan Merdeka, Kesunean Kriyan, Wilayah
Buyut, Pertigaan Teja Berlian, Kerta Semboja, Perumnas Burung, Perumnas
Gunung, Perumahan Permata Harjamukti, Perumahan Griya Ciremai Kalijaga,
Jalan Kertiasa Penggung dan Jalan Kalitanjung.

82
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Pada tahun 2016, tidak ada kejadian banjir yang menimbulkan


dampak kerugian materil maupun korban jiwa. Sepanjang tahun 2016 hanya
terjadi beberapa kejadian genangan air akibat intensitas curah hujan yang
cukup tinggi pada awal tahun dan pada waktu yang sama muka air laut juga
mengalami kondisi pasang sehingga menghambat aliran air di saluran-
saluran drainase kota. Genangan yang terjadi juga tidak berlangsung dengan
durasi yang lama sehingga tidak ada menimbulkan korban. Adapun luas
daerah tergenang akibat genangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16. Bencana Banjir, Korban dan Kerugian di Kota Cirebon

Total Area Jumlah Korban Jumlah Korban Perkiraan


No Kecamatan Terendam Mengungsi Meninggal Kerugian
(Ha) (jiwa) (jiwa) (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Harjamukti 16.85 0.00 0.00 0.00
2 Lemahwungkuk 5.74 0.00 0.00 0.00
3 Pekalipan 2.5 0.00 0.00 0.00
4 Kesambi 8.01 0.00 0.00 0.00
5 Kejaksan 4.76 0.00 0.00 0.00
Sumber : Buku SLHD Kota Cirebon 2016
Keterangan: (0) tidak ada korban atau kerugian seperti data dimakdsud

Analisis Maksimum dan Minimum


Dari Tabel 2.16 di atas, kawasan yang mengalami dampak genangan
terbesar pada tahun 2016 adalah wilayah Kecamatan Harjamukti dengan
luas area terdampak seluas 16,85 Ha yaitu kawasan Perumnas Burung,
Perumnas Gunung, Perumahan Permata Harjamukti dan Perumahan Griya
Ciremai Kalijaga. Sedangkan area luasan daerah terdampak yang terkecil
terjadi di Kecamatan Pekalipan seluas 2,5 Ha. Secara grafis luas area
tergenang di wilayah Kota Cirebon ditampilkan pada Gambar 2.33.

83
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

16.85 Ha

8.01 Ha

5.74 Ha
4.76 Ha

2.5 Ha

Harjamukti Lemahwungkuk Pekalipan Kesambi Kejaksan

Gambar 2-33. Luas Daerah Terendam Genangan di Kota Cirebon

2.7.2 Bencana Kekeringan, Luas dan Kerugian


Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK)
Kota Cirebon menyatakan bahwa sepanjang tahun 2016, tidak ada kejadian
kekeringan di Kota Cirebon yang berdampak pada timbulnya korban jiwa
maupun kerugian dari aspek materil, sehingga tidak ada data dimaksud yang
dapat di tunjukkan pada laporan ini seperti yang terlihat pada Tabel 2.17 .

Tabel 2.17. Bencana Kekeringan, Luas dan Kerugian di Kota Cirebon

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK)


Kota Cirebon

84
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

2.7.3 Bencanan Kebakaran Hutan/Lahan, Luas dan Kerugian

Sama halnya dengan bencana kekeringan, Data Badan


Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kota Cirebon
menyatakan sepanjang tahun 2016, tidak ada kejadian kebakaran
hutan/lahan yang terjadi di Kota Cirebon. Hal ini sebagaimana telah
dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hingga saat ini Kota Cirebon tidak
memiliki luasa hutan/lahan sebagaiman disebut dalam UU No. 41 tahun 1999
dimana kawasan hutan dibagi kedalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan
Lindung dan Hutan Produksi, sehingga tidak ada data dimaksud yang dapat
di tunjukkan pada laporan ini seperti yang terlihat pada Tabel 2.18 .

Tabel 2.18. Bencana Kebakaran Hutan/Lahan, Luas dan Kerugian di Kota


Cirebon

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK)


Kota Cirebon

2.7.4 Bencana Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban dan Kerugian
Wilayah Kota Cirebon hanya sebahagian kecil yang rawan terhadap
bencana longsor yaitu di Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti.
Kerawanan longsor ini diakibatkan dampak adanya aktivitas penambangan
galian C di wailayah tersebut. Berdasarkan data Badan Penanggulangan
Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kota Cirebon, sepanjang tahun
2016 tidak ada kejadian longsor yang terjadi di kawasan tersebut sehingga
tidak ada data dimaksud yang dapat di tunjukkan pada laporan ini seperti
yang dapat terlihat pada Tabel 2.19 .

85
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 2.19. Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban dan
Kerugian di Kota Cirebon

86
BAB 3
TEKANAN TERHADAP
LINGKUNGAN
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

BAB 3. TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN


Pertumbuhan penduduk, peningkatan aktivitas pembangunan dalam
jumlah dan jenis, serta alih fungsi lahan memberikan tekanan yang berat
terhadap lingkungan. Lemahnya kesadaran para pelaku pembangunan untuk
menjaga keseimbangan lingkungan, persoalan meningkatnya angka
kemiskinan, sulitnya hukum lingkungan ditegakkan serta rendahnya kualitas
sumber daya manusia merupakan faktor-faktor yang mendorong terjadinya
percepatan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Lingkungan hidup meliputi sumberdaya alam yang punya kemampuan
untuk recovery, namun oleh tekanan aktifitas manusia yang semakin menguat
dibanding laju pemulihan sumberdaya alam yang lambat maka akan terjadi
degradasi bahkan kerusakan sumberdaya alam yang semakin cepat. Tekanan
penduduk apabila tidak sebanding dengan ketersediaan sumberdaya alam
tentu saja akan memperlambat pemulihan sumberdaya alam. Sulit
dihindarkan kerusakan lingkungan apabila intensitas tekanan terhadap
lingkungan terus menerus terjadi sehingga upaya pembangunan berwawasan
lingkungan menjadi salah satu cara yang diperlukan agar lingkungan tetap
terjaga keberadaannya.
Tekanan terhadap lingkungan hidup yang akan dibahas pada bab ini
meliputi pokok bahasan sebagai berikut: kependudukan, permukiman,
kesehatan, pertanian, industri, pertambangan, energ, transportasi, pariwisata
dan limba B3.

3.1 Kependudukan
Lingkungan hidup baik faktor biotik maupun abiotik berpengaruh dan
dipengaruhi manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan
oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup, karena lingkungan
memiliki daya dukung. Menurut UU Nomor 4 Tahun 1982, daya dukung
lingkungan atau wilayah adalah kemampuan lingkungan atau wilayah untuk
mendukung perikehidupan di dalamnya dan makhluk hidup lainnya. Dalam

87
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman interaksi yang ada


mampu untuk menyeimbangkan keadaannya. Namun tidak tertutup
kemungkinan, kondisi demikian dapat berubah oleh campur tangan manusia
dengan segala aktivitas pemenuhan kebutuhan yang terkadang melampaui
Batas.
Untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk serta mengurangi
tekanan terhadap lingkungan, program kependudukan hendaknya ditujukan
untuk mengendalikan kuantitas penduduk, meningkatkan kualitas penduduk
serta mengarahkan persebaran penduduk dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang lebih baik.

3.1.1 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk


Pembangunan adalah proses pengolahan sumberdaya alam
dan sumberdaya manusia dengan memanfaatkan teknologi. Kegiatan ini
dilandasi oleh kebijaksanaan pembangunan dan dilaksanakan secara
bertahap dan sistematis melalui perencanaan jangka panjang. Manusia
mempunyai kapasitas untuk menjadikan pembangunan berkelanjutan.
Untuk menjamin adanya sumberdaya alam bagi pembangunan yang
berkelanjutan, perlu diciptakan strategi yang mengarah pada upaya tersebut.

Gambar 3-1. Luas Wilayah Per-Kecamatan di Kota Cirebon

88
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Cirebon, pada tahun
2016 mencata penduduk Kota Cirebon meningkat menjadi 392.651 Jiwa,
yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah penduduk dengan jenis kelamin
laki-laki berjumlah 198.395 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
berjumlah194.256 jiawa. Dari data tersebut jika dibandingkan dengan luas
kota Cirebon 3.810 Ha atau 38,10 Km 2 maka tingkat kepadatan penduduk
rata-rata di Kota Cirebon pada tahun 2016 ini sebesar 10.306 jiwa/km2.

Analisis Maksimum dan Minimum Antar Lokasi


Berdasarkan buku data SLHD Kota Cirebon Tahun 2016 Tabel DE-1,
jumlah penduduk tertinggi atau maksimum di Kota Cirebon terdapat di
Kecamatan Harjamukti dengan jumlah penduduk mencapai 138.382 jiwa.
Sedangkan jumlah penduduk terkecil atau minimum berada di Kecamatan
Pekalipan dengan jumlah penduduk sebanyak 37.200 jiwa.

25,000

20,000
Jumlah Penduduk (Jiwa)

15,000

10,000

5,000

0
Harjamukti Lemahwungkuk Pekalipan Kesambi Kejaksan
% 11.49 13.81 34.65 16.34 23.71
Jiwa/Km2 7,858 9,444 23,694 11,178 16,212

Gambar 3-2. Persentase Kepadatan Penduduk di Kota Cirebon

Jika ditinjau dari kepadatan penduduk berdasarkan luas wilayah,


maka kondisi sebaliknya terjadi, dimana Kecamatan Pekalipan memiliki
tingkat kepadatan penduduk tertinggi atau maksimum dengan jumlah
kepadatan penduduk sebanyak 23,694 jiwa/km2 atau 34,65% dari luas

89
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

wilayah, sedangkan wilayah dengan tingkat kepadatan terendah/minimum


berada di Kecamatan Harjamukti dengan jumlah kepadatan penduduk
sebesar 7.858 jiwa/km2 atau 11,49% dari luas wilayah. Hal ini berkorelasi
terhadap luasan wilayah kedua kecamatan tersebut, dimana Kecamatan
Harjamukti merupakan wilayah Kecamatan yang paling luas di wilayah Kota
Cirebon dengan luasan 17,61 Km2.

Analisis Penduduk Antar Lokasi dan Waktu


Berdasarkan Tabel 3.1, menunjukkan bahwa masing-masing
kecamatan mengalami pertumbuhan penduduk, namun rasio pertambahan
penduduk di Kota Cirebon tidak terlalu signifikan di masing-masing wilayah
dimana rasio pertumbuhan rata-rata hanya sebesar 0,98 %. Jika melihat
angka rasio pertumbuhan penduduk tersebut sesungguhnya pertumbuhan
penduduk di Kota Cirebon masih normal, artinya pertumbuhan penduduknya
tidak terlalu masif. Namun, kondisi sehari-hari laju pergerakan manusia di
Kota Cirebon terbilang tinggi, hal ini dikarenakan bahwa tidak semua orang
yang beraktivitas di Kota Cirebon merupakan penduduk Kota Cirebon,
kondisi ini tentu menjadi tekanan tersendiri bagi ekosistem dan lingkungan
hidup di wilayah administratif Kota Cirebon.

Tabel 3.1. Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Cirebon

Sumber: Buku Data SLHD Kota Cirebon

90
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.1.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Membagi penduduk atas kelompok-kelompok tertentu atau dapat pula
dikatakan atas komposisi penduduk tertentu, merupakan salah satu dari
bentuk analisis penduduk. Komposisi penduduk menggambarkan susunan
penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut
karakteristik-karakteristik yang sama. Komposisi penduduk yang sering
digunakan untuk analisis perencanaan adalah komposisi penduduk menurut
umur dan jenis kelamin yang merupakan karakteristik penduduk yang
pokok.
Pada tahun 2016, klasifikasi penduduk Kota Cirebon berdasarkan
jenis kelamin menunjukkan komposisi penduduk laki-laki lebih besar yaitu
198.395 jiwa atau 51% dari jumlah total penduduk Kota Cirebon. Sedangkan
jumlah penduduk perempuan hanya berjumlah 194.256 Jiwa atau 49% dari
jumlah penduduk Kota Cirebon tahun 2016. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada Gambar 3.2.

Perempuan, Laki-Laki,
194,256 Jiwa, 198,395 Jiwa,
(49%) (51%)

Gambar 3-3. Penduduk Kota Cirebon Berdasarkan Jenis Kelamin

Secara rasio jenis kelamin, berdasarkan data di atas menunjukkan


bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
penduduk perempuan dengan rasio perbandingan sebesar 102,13. Hal ini
berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk perempuan maka ada sekitar 102

91
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

penduduk laki-laki. Dari rasio ini dapat disimpulkan bahwa antara penduduk
laki-laki dan penduduk perempuan tidak memiliki perbedaan yang
signifikan.

Analisis maksimum dan minimum


Jumlah penduduk Kota Cirebon pada tahun 2016 yang diklasifikasi
menurut jenis kelamin, secara spasial tidak mengalami perbedaan dengan
persebaran penduduk berdasarkan klasifikasi yang sama pada tahun 2015.
Komposisi penduduk laki-laki maupun perempuan yang tertinggi di Wilayah
Kota Cirebon pada tahun 2016 ada di wilayah Kecamatan Harjamukti, dengan
komposisi masing-masing penduduk laki-laki sebanyak 70.575 jiwa dan
penduduk perempuan 67.807 jiwa. Sedangkan jumlah terkecil ada di
Kecamatan Pekalipan dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 45.440
jiwa dan penduduk perempuan 44.540 jiwa. Data jumlah penduduk
berdasarkan waktu dan wilayah administrasi Kecamatan di Kota Cirebon
pada tahun 2015 dan tahun 2016 secara lebih lengkap dapat dilihat pada
Gambar 3.3.

80,000
70,000
Jumlah Penduduk (Jiwa)

60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
0
Harjamukti Lemahwungkuk Pekalipan Kesambi Kejaksan
2015 Laki-Laki 69,761 34,285 18,522 44,769 28,839
2015 Perempuan 67,283 33,617 18,318 44,341 29,119
2016 Laki-Laki 70,575 34,625 18,786 45,440 28,969
2016 Perempuan 67,807 33,940 18,414 44,540 29,555

Gambar 3-4. Jumlah Penduduk Kota Cirebon Menurut Jenis Kelamin Ditinjau
Secara Spasial dan Temporal

92
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.1.3 Penduduk Pesisir


Kawasan pesisir di Indonesia dihadapkan pada 4 (empat) persoalan
pokok, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat; (2) tingginya
kerusakan sumberdaya pesisir; (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial
dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal; serta (4) minim dan rendahnya
kualitas infrastruktur dan kesehatan lingkungan pemukiman. Keempat
persoalan pokok ini juga memberikan andil terhadap tingginya tingkat
kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim yang cukup tinggi
pada kawasan pesisir.
Masyarakat di kawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi
sebagai nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang
mereka. Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis
sumberdaya yang digarapnya. Rumah tangga nelayan memiliki ciri khusus
seperti penggunaan wilayah pesisir dan laut (common property) sebagai
faktor produksi, jam kerja harus mengikuti kondisi oseanografis (melaut
hanya rata-rata sekitar 20 hari dalam satu bulan, sisanya relatif
menganggur). Demikian juga pekerjaan menangkap ikan adalah pekerjaan
yang penuh resiko, sehingga pekerjaan ini umumnya dikerjakan oleh lelaki.
Hal ini mengandung arti bahwa keluarga yang lain tidak dapat membantu
secara penuh, sehingga masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pada
umumnya sering diidentikkan dengan masyarakat miskin.
Berdasarkan letak geografis wilayah Kota Cirebon, maka ada dua
wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan garis pantai/laut atau
disebut wilayah pesisir yaitu Kecamatan Lemahwungkuk yang meliputi
Kelurahan Panjunan, Kelurahan Lemahwungkuk, Kelurahan Kasepuhan,
Kelurahan Pegambiran dan Kecamatan Kejaksan yang meliputi Kelurahan
Kesenden, Kelurahan Kebon Baru dan Kelurahan Kejaksan. Dari ketujuh
kelurahan tersebut diperoleh data bahwa hingga tahun 2016 ada penduduk
± 112.989 Jiwa atau 30.145 rumah tangga yang berdomisili/bermukim di wilayah

93
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

pesisir Kota Cirebon. Data rinci penduduk wilayah pesisir Kota Cirebon dapat
ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Penduduk Wilayah Pesisir dan Laut Kota Cirebon


Jumlah Jumlah Penduduk Jumlah Rumah
No Kecamatan
Kelurahan (Jiwa) Tangga
1 Kejaksan 3 44.424 11.812
2 Lemahwungkuk 4 68.565 18.331

Analisis maksimum dan minimum


Dari data pada Tabel 3.2 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah
penduduk yang berdomisili di wilayah pesisir pantai Kota Cirebon berada
pada wilayah administrasi Kecamatan Lemahwungkuk dengan jumlah rumah
tangga sebanyak 18.331 KK, sedangkan jumlah rumah tangga yang bermukim
di wilayah pesisir pantai dan masik wilayah administrasi Kecamatan
Kejaksan merupakan jumlah yang lebih sedikit/minimum yaitu 11.812 KK.
Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor tidak seluruh wilayah administrasi
Kecamatan Kejaksan berada di daerah pesisir, seperti misalnya Kelurahan
Sukapura sehingga penduduk di Kelurahan ini tidak diklasifikasikan sebagai
penduduk yang bermukim di wilayah pesisir.
Jumlah Penduduk/Rumah Tangga

80000

60000

40000

20000

0
Jlh. Penduduk
Rumah Tangga
Jlh. Penduduk Rumah Tangga
Kejaksan 44424 11812
Lemahwungkuk 68565 18331

Gambar 3-5. Penduduk dan Rumah Tangga di Wilayah Pesisir Kota Cirebon.

94
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Merujuk pada data Tabel 3.2 dan Grafik 3.5 di atas menunjukkan
sekitar 28,78% penduduk Kota Cirebon bermukim di wilayah pesisir, ini
artinya ada potensi besar yang dapat memberi tekanan terhadap lingkungan
dan ekosistem pesisir sebagaimana dijelaskan di awal bahwa ada 4 (empat)
persoalan pokok yang dapat memberikan andil terhadap tingginya tingkat
kerentanan serta tekanan lingkungan pada kawasan pesisir.

3.1.4 Penduduk Dengan Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan bukanlah satu-satunya indikator untuk mengukur
kualitas SDM penduduk suatu wilayah. Kualitas SDM berhubungan dengan
produktivitas kerja. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi diharapkan
punya produktivitas yang tinggi. Kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah
banyak orang berpendidikan tinggi (sarjana) tetapi menganggur. Keadaan
demikian tentu sangat memprihatinkan. Orang yang menganggur menjadi
beban bagi orang lain (keluarganya). Tingkat pendidikan diharapkan
berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan. Sehingga pembangunan
dalam bidang pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah membawa
dampak positif yang signifikan terhadap kesejahteraan penduduk.
Dari buku data SLHD Kota Cirebon Tahun 2016, Penduduk Kota
Cirebon umumnya merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA), hal ini
dapat dilihat pada Gambar 3.6 dimana penduduk yang lulus SMA mencapai
34% dan hanya 4% saja penduduk Kota Cirebon yang melanjutkan dan lulus
perguruan tinggi, sedangkan selebihnya yaitu masing-masing sebesar 31%
merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Dari angka persentase ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
pendidikan masyarakat di Kota Cirebon masih tergolong rendah, kondisi ini
bisa didorong oleh faktor ekonomi, sosial maupun lingkungan yang kurang
mendukung untuk menempuh pendidikan lebih tinggi. Bila mencermati
kondisi ini, tentu tekanan terhadap lingkungan di Kota Cirebon menjadi
semakin besar.

95
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

4%

31%

34%

31%

Lulus SD Lulus SMP Lulus SMA Lulus PT

Gambar 3-6. Persentase Penduduk Kota Cirebon Dengan Tingkat Pendidikan.

3.2 Permukiman
Menurut UU No. 4 Tahun 1992, permukiman mengandung pengertian
sebagai bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
Aktifitas pembangunan, dalam proses pengembangan permukiman,
secara umum dapat menimbulkan dampak pada lingkungan. Dampak ini bisa
positif ataupun negatif. Dampak positif akan menguntungkan pembangunan,
sementara dampak negatif, menimbulkan resiko bagi lingkungan. Oleh
karena itu dibutuhkanlah pembangunan yang berwawasan pada lingkungan.

96
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.2.1 Rumah Tangga Miskin


Kemiskinan telah menjadi fenomena sosial yang menuntut perhatian
serius dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Salah satu
karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar
antara nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan
dengan lokasi geografis.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh
kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini
secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari
segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut
ilmiah yang telah mapan,dan lain sebagainya.
Strategi pengurangan kemiskinan tidak akan berhasil apabila tidak
diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan yang secara
sadar merubah pola konsumsi masyarakat dan produksi yang tidak
mendukung keberlanjutan keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Hal ini ditunjukkan dengan makin luasnya kerusakan, degradasi, dan
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kesalahan manusia.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Dinsosnakertrans) Kota Cirebon, ada sebanyak 114.261 warga atau 29.710
rumah tangga di Kota Cirebon bertatus sebagai penyandang masalah
kesenjangan sosial (PMKS) yang tersebar di lima kecamatan di Kota Cirebon,
seperti ditampilkan pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3. Penduduk Wilayah Pesisir dan Laut Kota Cirebon


Jumlah Rumah
Kecamatan Jumlah Rumah Tangga
Tangga Miskin
Harjamukti 27.676 15.273
Lemahwungkuk 13.713 7.250
Pekalipan 7.440 3.469
Kesambi 17.996 1.352
Kejaksan 11.705 2.357

97
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Dari jumlah PMKS tersebut, jumlah fakir miskin mendominasi yaitu


mencapai 109.250 jiwa. Selain fakir miskin, kelompok PMKS lainnya yang
terbanyak adalah warga lanjut usia terlantar, yang mencapai 1.803 jiwa
dan sisanya terdiri dari 24 kriteria PMKS lainnya. Di antaranya, anak balita
terlantar (ABT), anak terlantar (AT) dan anak yang berhadapan dengan
hukum (ABH).

Analisis maksimum dan minimum


Berdasarkan data pada tabel 3.3 di atas, ini menunjukkan bahwa
angka kemiskinan di Kota Cirebon rata-rata meningkat sebanyak 2,09 % dari
tahun 2015. Data pada tahun 2015 angka kemiskinan di Kota Cirebon ada
sebanyak 21.496 keluarga atau rumah tangga. Peningkatan angka
kemiskinan tertinggi ada di kecamatan Harjamukti yaitu sebesar 2.4 %
diikuti oleh kecamatan Lemahwungkuk 0,7% dan Kecamatan Pekalipan
0,2%.. Disisi lain pada tahun 2016 angka kemiskinan di Kota Cirebon juga
mengalami penurunan sebesar 0,7% di Kecamatan Kesambi dan 0,5% di
Kecamatan Kejaksan. Data lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Rumah Tangga Miskin 2015 Rumah Tangga Miskin 2016

20000
15,273
Jumlah RT Miskin

15000
7,250
10000
5673 4581 3,469
5000 4295 4252
2695 2,357
1,352
0

Kecamatan

Gambar 3-7. Persentase Angka Kemiskinan di Kota Cirebon

98
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.2.2 Akses Air Minum


Air merupakan salah satu benda terpenting dalam kehidupan manusia
selain udara, tanah dan zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Kebijakan
dasar dari upaya penyediaan air minum bagi masyarakat sudah dikeluarkan
oleh pemerintah yaitu melalui UU No.7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerntah No 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Data dari PDAM Kota Cirebon menyatakan bahwa kebutuhan air
bersih di Kota Cirebon pada tahun 2016 sebesar 9.723.601 m3. Dari jumlah
kebutuhan tersebut, saat ini jumlah keluarga yang sudah tersambung dengan
jaringan pipa PDAM sebanyak 48.830 KK atau 62% dari total jumlah rumah
tangga atau KK di Kota Cirebon. Ini berarti ada 38% rumah tangga yang
menggunakan/memanfaatkan air sumur, sungai dan sumber lainnya.

Tabel 3.4. Jumlah Rumah Tangga dan Akses Air Minum di Kota Cirebon
Ledeng/
Kecamatan Sumur Sungai Hujan Kemasan Lainnya
PDAM
Harjamukti 12.403 11.644 0,00 0,00 0,00 3.379

Lemahwungkuk 6.463 4.037 0,00 0,00 0,00 3.251

Pekalipan 3.971 1.963 0,00 0,00 0,00 1.450

Kesambi 16.644 911 0,00 0,00 0,00 403

Kejaksan 9.348 1.103 0,00 0,00 0,00 1.217

Analisis maksimum dan minimum


Berdasarkan data pada Tabel 3.4 di atas, secara spasial kecamatan
menunjukkan bahwa persentase jumlah rumah tangga yang memiliki akses
air minum dari jaringan pipa PDAM terbesar ada di wilayah Kecamatan
Kesambi yaitu 21% atau 16.644 rumah tangga. Sedangkan persentase
terkecil adalah Kecamatan Pekalipan yaitu sebesar 5% atau sebanyak 3.971
rumah tangga. Data lengkap persentase akses air minum di Kota Cirebon
dapat ditunjukkan pada Gamabr 3.8.

99
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

20,000

Jumlah Rumah Tangga


15,000

10,000

5,000

Harjamukti Lemahwungkuk Pekalipan Kesambi Kejaksan


Rumah Tangga 12,403 6,463 3,971 16,644 9,348

Gambar 3-8. Grafik Rumah Tangga Dengan Akses Air Minum PDAM

3.2.3 Fasilitas Tempat Buang Air Besar


Sanitasi yang memadai merupakan dasar dari pembangunan. Namun
fasilitas sanitasi di Indonesia masih jauh dibawah kebutuhan penduduk yang
terus meningkat jumlahnya. Minimnya fasilitas sanitasi lingkungan seperti
tempat pembuangan tinja, saluran drainase, saluran buangan dan kesehatan
masyarakat dapat menciptakan kerugian kesehatan maupun ekonomis bagi
seluruh lapisan masyarakat pengguna sanitasi. Selain minimnya fasilitas,
beberapa masyarakat di daerah masih mempraktekkan perilaku hidup tidak
sehat, seperti buang air sembarangan, mencuci di air kotor, membuang
sampah sembarangan, dll.
Sanitasi layak merupakan hal yang sangat penting dalam
keberlangsungan kehidupan sehari-hari. Salah satunya ialah Mandi Cuci
Kakus (MCK). MCK merupakan bagian penting dari kehidupan manusia.
Ketiga hal ini dinilai tak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia dan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan.

100
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 3.5. Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar
Kecamatan Sendiri Bersama Umum Tidak Ada
Harjamukti 27.522 0 154 0,00
Lemahwungkuk 10.972 2.710 31 0,00
Pekalipan 7.316 0 124 0,00
Kesambi 17.943 0 53 0,00
Kejaksan 11.107 430 168 0,00

Analisis maksimum dan minimum


Dari Tabel 3.5 di atas, menunjukkan bahwa persentase jumlah rumah
tangga yang memiliki fasilitas tempat buang air besar sendiri yang paling
banyak atau adalah rumah tangga di Kecamatan Kesambi yaitu sebesar
99,7%, sedangkan sisanya masih menggunakan fasilitas bersama dan fasilitas
WC umum. Sedangkan persentase jumlah rumah tangga terkecil yang
memiliki fasilitas buang air besar sendir adalah di Kecamatan
Lemahwungkuk yaitu sebesar 80% sedangkan 19,8% masih menggunakan
fasilitas bersama dan sisanya menggunakan fasilitas WC Umum. Data lengkap
persentase rumah tangga dengan fasilitas tempat buang air besar di Kota
Cirebon dapat ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Gambar 3-9. Grafik Rumah Tangga Dengan Fasilitas Tempat Buang Air Besar

101
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.2.4 Jumlah Timbulan Sampah


Timbulan sampah adalah volume sampah atau berat sampah yang
dihasilkan dari jenis sumber sampah di wilayah tertentu per satuan waktu.
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa
mendatang merupakan dasar dari perencanaan, perancangan dan pengkajian
sistem pengelolaan persampahan. Prakiraan rerata timbulan sampah
merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan
persampahan. Satuan timbulan sampah biasanya dinyatakan sebagai satuan
skala kuantitas per orang atau per unit bangunan dan sebagainya.
Rata- rata timbulan sampah tidak akan sama antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Data mengenai timbulan, komposisi, dan
karakteristik sampah merupakan hal yang sangat menunjang dalam
menyusun sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah. Berdasarkan
data Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cirebon volume sampah yang
dihasilkan setiap harinya diperkirakan berasal dari permukiman, jalan dan
pasar serta daerah industri dan perhotelan mencapai ± 1.166,56 m 3/hari.
Jumlah timbulan sampah di Kota Cirebon menurut Kecamatan di Kota
Cirebon ditampilkan pada Tabel 3.6 berikut di bawah ini.

Tabel 3.6. Prakiraan Timbulan Sampah Per Hari

Timbulan Sampah
Kecamatan Jumlah Penduduk
(m3/hari)
Harjamukti 138,382 411.13

Lemahwungkuk 68,565 203.71

Pekalipan 37,200 110.52

Kesambi 89,980 267.33

Kejaksan 58,524 173.87

102
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Analisis maksimum dan minimum


Volume timbulan sampah per-hari yang di hasilkan dari aktivitas
penduduk Kota Cirebon seperti ditunjukkan pada Tabel 3.6 di atas yang
mampu dibuang ke TPA Kopiluhur hanya sebesar 972 m3/hari atau sekitar
83%. Sisanya sampah – sampah tersebut dibakar, ditimbun sendiri dengan
cara membuat lubang atau menggali tanah, dibuang secara sembarangan di
tempat-tempat tertentu secara liar dan lain sebagainya (illegal dumping) oleh
masyarakat.
Merujuk data tersebut, jika dilihat dari spasial wilayah kecamatan, maka
volume timbulan sampah yang paling besar ada di Kecamatan Harjamukti yaitu
sebesar 35%. Sedangkan volume timbulan sampah yang paling kecil adalah
Kecamatan Pekalipan yaitu sebesar 9% dari total timbulan samapah per hari.
Informasi/data lengkap terkait persentase volume timbulan samapah di masing-
masing wilayah kecamatan dapat ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Kejaksan,
173.87m3/hr ,
(15%)

Harjamukti,
411.13 m3/hr ,
(35%)
Kesambi,
267.33 m3/hr ,
(23%)

Pekalipan, Lemahwungkuk,
110.52 m3/hr , 203.71 m3/hr,
(10%) (17%)

Gambar 3-10. Grafik Volume Timbulan Sampah Menurut Wilayah Kecamatan

103
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.3 Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam Index
Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya SDM yang
sehat, cerdas, terampil dan ahli menuju keberhasilan pembangunan
kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar
masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Oleh sebab
itu dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan
cara pandang (mindset) dari paradigma sakit menuju paradigma sehat
sejalan dengan Visi Indonesia Sehat.
Status kesehatan merupakan refleksi dari hasil akhir interaksi
kompleks antara sistem biologis internal dan sistem lingkungan eksternal
secara keseluruhan. Status kesehatan seseorang atau suatu komunitas
merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal manusia
maupun eksternal manusia.
Derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara
garis besar faktor-faktor tersebut adalah: (1) faktor lingkungan, yaitu
kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam
serta flora/fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan. (2)
gaya hidup/perilaku yang merupakan cara/pemikiran hidup seseorang, (3)
ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai, mencukupi, dan mudah
diakses, dan (4) genetik atau keturunan. Contohnya seperti penyakit yang
sifatnya turunan dan mempengaruhi sumber daya masyarakat. Diantara
faktor–faktor tersebut pengaruh perilaku terhadap status kesehatan, baik
kesehatan individu maupun kelompok sangatlah besar. Lingkungan hidup
sendiri dapat berperan sebagai faktor kecenderungan, penyebab, media
transmisi, dan faktor penunjang suatu penyakit.

3.3.1 Jenis Penyakit


Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme
untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga
timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh.

104
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, semestinya diikuti


dengan tingkat kesehatan yang semakin baik. Namun, kondisi yang
berkembang adalah adanya indikasi bahwa pertumbuhan penduduk yang
tinggi menimbulkan dampak pada menurunnya tingkat kesehatan penduduk.
Kota Cirebon sebagai salah satu kota yang berkembang menuju kota
metorpolitan, laju pertumbuhan penduduknya terus meningkat tentu akan
memunculkan dampak berkembangnya beragam potensi penyakit. Kondisi
ini tentu akan memberikan tekanan terhadap lingkungan dan penduduk kota
Cirebon. Data Dinas Kesehatan Kota Cirebon mendeteksi beragam pola
penyakit yang diderita oleh penduduk Kota Cirebon pada tahun 2016. Dari
beragam pola penyakit tersebut, Dinas Kesehatan menginventarisir beberapa
pola penyakit yang dominan di derita oleh masyaralat, seperti yang di
tampilkan pada Gambar 3.11 dibawah ini.

TB
Masalah Persalinan dan Nifas
Penyakit Jantung Iskemik Lainnya
DM Tidak Tergantung Insulin
Gangguang Refraksi Akomodasi
Tukak Lambung
Penyakit Kulit dan Jaringan
Demam Berdarah Dengue
Dispepsia
Hipertensi Primer
Diare
Nasofaringitis Akuta
Myalgia
ISPA
Thypoid
0 30,000 60,000 90,000 120,000

Gambar 3-11. Grafik Volume Timbulan Sampah Menurut Wilayah Kecamatan

Dari data grafis di atas, menunjukkan bahwa ada 38% kasus gangguan
pernafasan yang dialami penduduk Kota Cirebon, kemudian diikuti dengan
penyakit hipertensi primer sebanyak 10% dan serta penyakit kulit dan
jaringan sebanyak 9,8% serta pola dan jenis-jenis penyakit lainnya. Kondisi

105
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

ini tentu tidak bisa dianggap sederhana, data menunjukkan bahwa ada
ketidakseimbangan lingkungan di wilayah Kota Cirebon apakah itu dampak
yang ditimbulkan oleh polusi udara, limbah industri/usaha kecil atau
kepadatan dan penataan ruang wilayah kota, maka untuk membuktikan dan
menyimpulkan hal tersebut tentu diperlukan kajian lebih lanjut.

3.3.2 Limbah Rumah Sakit


Limbah atau sampah rumah sakit dapat dianggap sebagai mata rantai
penyebaran penyakit menular. Disamping itu, di dalam limbah atau sampah
juga mengandung berbagai bahan kimia beracun dan benda-benda tajam lain
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan cedera.
Pengelolaan limbah yang baik harus mengikuti kaidah dan pedoman
yang diberlakukan, dengan demikian diharapkan pengaruh buruk limbah
dapat ditiadakan. Sampah medis adalah hasil kegiatan sarana pelayanan
kesehatan berbentuk padat yang mempunyai salah satu karakteristik limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) dan berpotensi lebih besar untuk
menimbulkan bahaya kesehatan terhadap individu maupun masyarakat,
sampah medis terdiri dari imbah infeksius, limbah patologi, limbah benda
tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif,
limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi.
Kota Cirebon, saat ini memiliki tujuh rumah sakit yang menjadi
rujukan fasilitas kesehatan bagi masyarakat Kota Cirebon dan sekitarnya
Salah satu dari ketujuh rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit umum
daerah yaitu RSUD Gunung Djati. Pada umumnya rumah sakit di wilayah Kota
Cirebon sudah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau
beberapa diantaranya melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk
pengolahan limbah yang dihasilkan setiap harinya. Pada Tabel 3.7 berikut
ditampilkan perkiraan volume limbah padat dan limbah cair yang dihasilkan
oleh rumah sakit di Kota Cirebon.

106
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 3.7. Volume Limbah Cair dan Limbah Padat Rumah Sakit
Volume Volume
Tipe/Kelas Volume Volume
Limbah Limbah B3
No Nama Rumah Sakit Rumah Limbah Padat Limbah Cair
3 3
Padat B3 Cair
Sakit (m /hari) (m /hari)
(m3/hari) 3
(m /hari)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 RSUD. Gunung Jati B 1,214 125.00 0.00 0.00
2 RS. Ciremai B 1,198 0.00 0.00 0.00
3 RS. Medimas C 0 0.45 0.00 0.00
4 RS. Muhammadiyah C 0 0.48 0.00 0.00
5 RS. Pelabuhan Cirebon C+ 0 0.73 0.00 0.00
6 RSIA Sumber Kasih C 0 0.00 0.00 0.00
7 RSIA Cahaya Bunda C 3,964 0.00 0.00 0.00

Sumber: Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016


Keterangan: (0) tidak ada informasi terkait data dimaksud

Analisis maksimum dan minimum


Dari data yang ditampilkan pada Tabel 3.7 di atas, volume limbah
padat yang terbesar/terbanyak dihasilkan oleh rumah sakit ibu dan anak
(RSIA) Cahaya Bunda yaitu sebesar 3.964 m3/hari. Selanjutnya diikuti oleh
RSUD Gunung Djati sebesar 1.214 m3/hari dan kemudian RS Ciremai yang
merupakan rumah sakit TNI dengan volume limbah padat sebesar 1.198
m3/hari. Untuk rumah sakit lainnya tim penyusun tidak memperoleh laporan
data besaran volume limbah padat yang dihasilkan setiap harinya oleh
masing-masing rumah sakit tersebut.
Selain limbah padat, masing-masing rumah sakit tentu juga
menghasilkan limbah cair. Dari data di atas menunjukkan bahwa RSUD
Gunung Jati merupakan salah satu rumah sakit yang menghasilkan volume
limbah cair tertinggi yaitu rata-rata 85 - 125 m3/hari. Sedangkan limbah cair
terkecil dihasilkan oleh RS Medimas yaitu sebesar 0.45 m 3/hari. Untuk
rumah sakit lainnya tidak diperoleh informasi terkait data dimaksud.

107
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.4 Pertanian

3.4.1 Luas Lahan Produksi Perkebunan Menurut Jenis Tanaman dan


Penggunaan Pupuk

Tanaman perkebunan lebih dominan dibudidayakan dengan volume


luasan dan area yang sangat luas dengan jangka waktu budidaya tertentu dan
perencanaan untuk mengolah hasil dari tanaman tersebut. Tanaman
perkebunan sangat identik dengan komponen Industri-industri besar, dan
menyerap lebih banyak lapangan pekerjaan.
Kota Cirebon dengan luas lahan yang terbatas, berdasarkan data Dinas
Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian Kota Cirebon hingga saat ini
tidak memiliki luasan lahan yang dikelola untuk tanaman perkebunan seperti
yang ditampilkan pada Tabel 3.8 di bawah ini.

Tabel 3.8. Luas Lahan Perkebunan Menurut Jenis Tanaman dan Pupuk

Luas
Produksi
No Jenis Tanaman Lahan Urea SP.36 ZA NPK Organik
(Ton)
(Ha)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)
1 Karet 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Kelapa 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3 Kelapa Sawit 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Kopi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Cokelat 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
6 The 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
7 Cengkeh 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8 Tebu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
9 Tembakau 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 Kapas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
11 Jarak 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
12 Kapuk 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
13 Kina 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
14 Jambu Mete 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
15 Pala 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
16 Kayu Manis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
17 Lainnya (sebutkan) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

108
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.4.2 Penggunaan Pupuk untuk Tenaman Padi dan Palawija Menurut


Jenis Pupuk
Untuk kelangsungan hidupnya, tanaman butuh unsur-unsur hara yang
tersedia di dalam tanah. Namun tidak selamanya tanah mampu menyediakan
semua unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Kian lama persediaan hara
dalam tanah kian berkurang karena sudah diserap oleh tanaman. Kadang-
kadang bahkan sampai habis. Akibatnya tanaman menderita, dan mungkin
bisa mati karena kekurangan makanan. Oleh sebab itu perlu ditambahkan
unsur hara yang diperlukan tanaman, melalui pemupukan.
Pupuk-puk itu dibedakan berdasarkan asalnya, kandungan unsur hara
di dalanya, bentuknya, atau cara pemakaiannya. Menurut asalnya, dibedakan
pupuk alam dan pupuk buatan. Pupuk alam, dikenal juga dengan sebutan
pupuk organik, terjadi karena proses alam. Termasuk di dalamnya pupuk
kandang, kompos, pupuk hijau, guano, dan pupuk gambut. Pupuk buatan,
yang juga disebut pupuk anorganik, ialah semua jenis pupuk yang dibuat oleh
pabrik dari bahan kimia anorganik berkadar tinggi. Misalnya pupuk urea,
TSP, dan lain-lain.
Petani sawah di Kota Cirebon pada umumnya menggunakan pupuk
kimia untuk mendukung/meningkatkan hasil panen sawahnya. Ada beberapa
jenis pupuk yang digunakan oleh kelompok tani untuk tanaman padi yang
ditanam, data jumlah kebutuhan pupuk menurut jenisnya yang digunakan
oleh petani di Kota Cirebon adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9. Penggunaan Pupuk Menurut Jenis Pupuk

No Jenis Tanaman Urea SP.36 ZA NPK Organik


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Padi 123.00 12.00 15.00 27.00 0.00
2 Jagung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3 Kedelai 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Kacang Tanah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Ubi Kayu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Ubi Jalar 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
7 Lainnya (sebutkan) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

109
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.4.3 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian


Luas lahan yang semakin terbatas dan pembangunan infrastruktur
dan property yang terus meningkat kerap mengorbankan lahan-lahan
produktif untuk dialih fungsikan. Dikota Cirebon berdasarkan data Dinas
Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian Kota Cirebon pada tahun
2016 tidak memiliki catatan/data terkait luas perubahan penggunaan lahan
pertanian seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.10 di bawah ini.

Tabel 3.10. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian di Kota Cirebon


No Jenis Penggunaan Baru Luas (Ha)
(1) (2) (3)
1 Permukiman 0.00
2 Industri 0.00
3 Tanah Kering 0.00
4 Perkebunan 0.00
5 Semak Belukar 0.00
6 Tanah Kosong 0.00
7 Perairan/Kolam 0.00

3.4.4 Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Produksi


PerHektar
Kota Cirebon memiliki lahan pertanian sawah ± 272 Ha. Dari luasan
lahan tersebut, frekuensi penanaman padi yang dilakukan kelompok tani
cukup bervariasi mulai dari pola 1 kali tanam dalam setahun hingga 3 kali
tanam dalam setahunnya. Dari data Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan
dan Pertanian Kota Cirebon menyebutkan pada umumnya pola tanam atau
frekuensi penanaman yang dilakukan kelompok tani Kota Cirebon adalah
pola tanam dua kali dalam setahun yaitu sebesar 70% dengan luas lahan
sawah 191 Ha. Frekuensi atau pola tanam ini terkait dengan ketersediaan air
untuk sistem pengairannya.

110
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3 Kali Tanam,
15 Ha

1 Kali Tanam,
66 Ha

2 Kali Tanam,
191 Ha

Gambar 3-12. Persentase Luas Lahan Menurut Frekuensi Penanaman Sawah

Analisis maksimum dan minimum


Nilai maksimum luas lahan menurut pola tanam adalah pola dengan
frekuensi 2 kali dalam setahun yaitu seluas 191 Ha atau 70% dari total luas
lahan, sedangkan pola tanam dengan frekuensi minimum yaitu pola 3 kali
tanam dalam setahun dengan luas lahan 15 Ha atau 6% dari total luasan
lahan.

196.0
200.0

150.0

100.0

48.0
50.0 28.0

0.0
Harjamukti
Lemahwungkuk
Kesambi

Gambar 3-13. Luas Lahan Sawah Menurut Kecamatan

111
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Dari tiga kecamatan yang memiliki luasan lahan sawah di Kota


Cirebon, secara spasial Kecamatan Harjamukti memiliki luasan lahan sawah
terluas yaitu 72% atau 196 Ha, kemudian kecamatan Kesambi dengan
persentase luas lahan sebesar 17% atau seluas 48 Ha dan yang paling sedikit
atau terkecil adalah Kecamatan Lemahwungkuk dengan luas lahan sebesar
28 Ha atau 10,3% dari luas lahan.

3.4.5 Jumlah Hewan Ternak


Peternakan merupakan kegiatan mengembangbiakan hewan ternak
serta membudidayakan hewan tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan
hasil dan manfaat dari hewan tersebut. Peternakan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu peternakan hewan besar misalnya saja seperti peternakan sapi,
kambing, domba, babi, kuda dan lainnya serta peternakan hewan kecil
seperti peternakan ayam, bebek, kelinci, ikan dan lainnya.
Dari data Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian Kota
Cirebon saat ini aktivitas usaha peternakan hanya dikembangkan di wilayah
Kecamatan Harjamukti karena faktor luas lahan yang masih memadai.
Adapun jumlah dan jenis ternak yang dikembangkan antara lain seperti yang
ditampilkan pada Tabel 3.11 berikut.

Tabel 3.11. Jumlah Hewan Ternak di Kota Cirebon


Sapi Sapi
No Kecamatan Kerbau Kuda Kambing Domba Babi
Perah Potong
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Harjamukti 6 229 26 1 1168 7671 -
2 Lemahwungkuk - - - - - - -
3 Pekalipan - - - - - - -
4 Kesambi - - - - - - -
5 Kejaksan - - - - - - -

112
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Analisis maksimum dan minimum


Secara persentase jumlah ternak menurut jenisnya, domba
merupakan jenis ternak yang paling besar dikembangkan oleh masyarakat
yaitu sebesar 84,3% lalu diikuti dengan jenis ternak kambing sebesar 12,8%
selebihnya merupakan jenis ternak sapi potong, kerbau, sapi perah dan kuda.
Jenis ternak kuda merupakan jenis ternak yang paling minim/kecil yang
dipelihara oleh masyarakat yaitu sebesar 0,01% atau sebanyak 1 ekor.

0.29% 0.01%
2.52% 12.83%
0.07%

84.29%

Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kuda Kambing Domba

Gambar 3-14. Luas Lahan Sawah Menurut Kecamatan

3.4.6 Jumlah Hewan Unggas dan Jenis Unggas


Jenis peternakan hewan kecil atau unggas banyak dikembangkan di
wilayah Kota Cirebon, seperti misalnya ayam kampung, ayam pedaging, ayam
petelur maupun itik. Data Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan
Pertanian Kota Cirebon menyebutkan bahwa jumlah usaha peternakan
unggas di wilayah Kota Cirebon hampir merata di seluruh wilayah kecamtan
yang ada di Kota Cirebon. Adapun jumlah dan jenis ternak unggas yang
dikembangkan antara lain seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.12 berikut.

113
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 3.12. Jumlah Ternak Hewan Unggas di Kota Cirebon


Ayam Ayam Ayam
No Kecamatan Itik
Kampung Petelur Pedaging
1 Harjamukti 17,390 0.00 79,000 1,686
2 Lemahwungkuk 11,060 0.00 0.00 695
3 Pekalipan 1,656 0.00 0.00 173
4 Kesambi 11,175 108 3,636 998
5 Kejaksan 11,060 0.00 0.00 695

Analisis maksimum dan minimum


Secara persentase jenis ternak unggas yang paling banyak
dikembangbiakkan oleh masyarakat menurut jenisnya, adalah jenis unggas
ayam pedaging dengan persentase jumlah ternak ayam pedaging mencapai
59,31%. Jenis unggas ini banyak di kembangkan di Kecamatan Harjamukti
dan Kecamatan Kesambi. Sedangkan jenis unggas yang paling sedikit
dikembangkan adalah unggas ayam petelur dengan persentase sebesar
0,08% atau sekitar 108 ekor yang berada di Kecamatan Kesambi. Untuk data
lengkap terkait persentase jumlah ternak unggas menurut jenisnya yang
dikembangkan di Kota Cirebon pada tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar
3.15 berikut di bawah ini.

0.08%

37.57%
59.31%

3.05%
Ayam Kampung Itik Ayam Pedaging Ayam Petelur

Gambar 3-15. Persentase Jumlah Ternak Unggas Menurut Jenisnya

114
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.5 Industri
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri. Industri mempunyai peran penting dalam
perkembangan ekonomi suatu wilayah. Berdasarkan pasal 3 UU RI No. 5
Tahun 1984 menyebutkan tujuan pembangunan industri adalah
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata
dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya
serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan
hidup.

3.5.1 Jumlah Jenis Industri/Kegiatan Usaha


Dari penjelasan pasal 3 Undang-undang RI No.05 Tahun 1984 secara tegas
menyebutkan bahwa tujuan pembangunan industri tidak semata-mata ditujukan
untuk pemenuhan ekonomi tetapi harus memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup.
Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986, klasifikasi jenis-
jenis/macam industri antara lain industri kimia, industri mesin dan logam, industri
kecil dan aneka industri. Mengacu pada klasifikasi tersebut, di Kota Cirebon
banyak berkembang industri-industri kecil dan aneka industri. Namun, tingkat
ketaatan pengawasan dan pelaporan dari masing-masing industri tersebut masih
sangat kurang, sehingga belum ada data yang dapat ditampilkan seperti yang
dimaksud pada Tabel 3.13 di bawah ini.

Tabel 3.13. Jumlah Jenis Industri dan Kegiatan Usaha.


Beban Beban Beban Beban Limbah
Produksi
No Jenis Industri Limbah BOD Limbah COD Limbah TSS Lainnya
(Ton/Tahun)
(Ton/Tahun) (Ton/Tahun) (Ton/Tahun) (Ton/Tahun)
1 Industri Kimia - - - - -
Industri Mesin
2 - - - - -
dan Logam
3 Industri Kecil - - - - -
4 Aneka Industri - - - - -

115
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.6 Pertambangan
Pertambangn adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangltutan dan penjualan,
serta kegiatan pascatambang.
Sumber daya pertambangan merupakan sumber daya yang tidak
dapat diperbaharui, maka dari itu kegiatan pertambangan harus berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Pemerintah telah mengatur kegiatan penambangan dengan
mengeluarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 yang kemudian diganti
dengan keberadaan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batu bara. Kedua Undang-undang tersebut sama-
sama mengatur tentang pengelolaan bahan galian dan sistem
pengelolaannya. Penggolongan bahan galian dalam UU No.4 Tahun 2009
diatur berdasarkan pada kelompok usaha pertambangan yaitu
pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Pertambangan mineral
digolongkan menjadi empat jenis yaitu pertambangan mineral radioaktif,
mineral logam, mineral bukan logam, dan pertambangan batuan.

3.6.1 Luas Areal Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian

Kota Cirebon tidak memiliki lokasi atau areal dan produksi


pertambangan yang ditetapkan/diizinkan oleh Pemerintah Kota Cirebon.
Tetapi, di Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti memiliki kondisi
Geologi dan tektonik yang sangat memungkinkan untuk tambang galian C
seperti batuan dan pasir urugan, kondisi tersebut dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat sebagai wujud usaha masyarakat dalam
mempertahankan hidupnya melalui usaha meningkatkan pendapatan. Maka
dari itu pada laporan ini kami tidak memasukkan lahan penambangan galian
batuan tersebut sabagai bagian dari data pertambangan di wilayah Kota

116
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Cirebon, karena pemerintah Kota Cirebon sedang mencari solusi untuk


memperbaiki kondisi lingkungan setempat tanpa menimbulkan konflik di
masyarakat. Sehingga tidak ada data yang dapat ditampilklan seperti pada
Tabel 3.14 berikut.

Tabel 3.14. Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan
Galian

No Nama Perusahaan Jenis Bahan Galian Luas Areal (Ha) Produksi (Ton/Thn)
1 0.00 0.00 0.00 0.00
2 0.00 0.00 0.00 0.00
3 0.00 0.00 0.00 0.00
4 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.00 0.00 0.00 0.00

3.7 Energi
Energi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat karena energi merupakan parameter penting bagi pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi. Hampir semua sektor kehidupan (industri,
rumah tangga, transportasi, jasa, dan lain-lain) tidak bisa dipisahkan dari
sektor energi. Pada sektor rumah tangga, energi berfungsi untuk penerangan,
memasak, pemanas dan pendingin ruangan serta berbagai kegiatan rumah
tangga yang lain.
Secara umum peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan
erat dengan kian berkembang kegiatan ekonomi dan kian bertambah jumlah
penduduk. Dengan jumlah penduduk yang mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun dan pertumbuhan ekonomi terus berlangsung yang
ditunjukkan oleh kian bertambah output serta beragam aktivitas ekonomi
yang dilakukan oleh masyarakat, maka peningkatan kebutuhan energi adalah
suatu hal yang tak bisa dihindari.

117
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.7.1 Jumlah Kendaraan, Jenis dan Bahan Bakar Yang Digunakan


BBM masih merupakan energi utama yang dikonsumsi oleh
masyarakat. Persentase konsumsinya terhadap total pemakaian energi final
merupakan yang terbesar dan terus mengalami peningkatan. Dilihat dari sisi
pemakai BBM, sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesar dengan
proporsi setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Kemudian di susul oleh
sektor rumah tangga, sektor industri dan pembangkit listrik.
Jumlah kendaraan di Kota Cirebon pada tahun 2016 mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 10 sampai dengan 14 persen untuk total jenis
kendaraan dibandingkan dengan jumlah kendaraan tahun 2015, tetapi jika
diklasifikasi menurut jenis kendaraannya maka kendaraan roda dua
merupakan jenis kendaraan yang cukup signifikan peningkatannya yaitu
sebesar 26% dan diikuti dengan kendaraan roda tiga dan roda empat pribadi
masing-masing sebesar 19% dan 10% dari jumlah kendaraan tahun lalu.
Data jumlah kendaraan menurut jenis kendaraan di Kota Cirebon dapat
ditunjukkan pada Tabel 3.15 berikut.

Tabel 3.15. Jumlah Jenis Kendaraan dan Bahan Bakar Yang Digunakan
No Jenis Kendaraan Bensin Solar
1 Beban 0 6
2 Penumpang Pribadi 20,181 3,016
3 Penumpang Umum 4,616 0
4 Bus Besar Pribadi 0 29
5 Bus Besar Umum 0 74
6 Bus Kecil Pribadi 0 198
7 Bus Kecil Umum 0 130
8 Truk Besar 0 5,157
9 Truk Kecil 200 9,474
10 Roda Tiga 2,594 0
11 Roda Dua 174,445 0

118
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.7.2 Konsumsi BBM untuk Sektor Industri Menurut Jenis Bahan Bakar

Konsumsi BBM oleh sektor industri senantiasa mengalami kenaikan.


Peningkatan terbesar terutama terjadi pada jenis minyak solar, minyak bakar
dan minyak tanah. Dalam lingkup mikro perlu diwaspadai bahwa
peningkatan pemakaian energi di sektor industri dalam beberapa tahun
terakhir bukan hanya terjadi karena proses transformasi struktural yang
cepat dari pertanian ke industri saja. Namun lebih jauh dari itu diduga karena
terjadi pemborosan pemakaian energi di sektor ini.
Ada dugaan bahwa pemakaian energi di sektor industri lebih besar
dari data yang disajikan oleh departemen energi dan sumber daya mineral.
Selama ini konsumsi energi di sektor industri khususnya untuk BBM dicatat
dengan pendekatan dari sisi supply yaitu berdasarkan pasokan langsung dari
Pertamina. Padahal kalau kita menyimak berita di media massa. ternyata
selama ini banyak penyelewengan penggunaan BBM oleh sektor industri
yaitu berupa pengalihan jatah BBM rumah tangga ke sektor industri. Hal ini
terjadi karena adanya disparitas harga yang cukup besar, dimana BBM untuk
sektor industri sudah tidak mendapat subsidi lagi dari pemerintah. Jadi
sebenarnya intensitas energi di sektor industri yang menunjukkan tingkat
efisiensi pemakaian energi akan lebih besar dari angka yang ada.
Sulitnya mengakses data penggunaan energi di daerah, sehingga
dalam laporan ini kami tidak dapat menampilkan jumlah konsumsi bahan
bakar untuk sektor industri seperti yang dimaksud pada Tabel 3.16.

Tabel 3.16. Jumlah Konsumsi BBM Pada Sektor Industri Menurut Jenis Bahan
Bakar
Minyak Minyak Minya
No Jenis Industri LPG Solar Gas Batubara Biomassa
Bakar Diesel Tanah

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00


2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

119
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.7.3 Jenis Bahan Bakar dan Konsumsi Bahan Bakar untuk Keperluan
Rumah Tangga

Persoalan yang sering muncul terkait dengan konsumsi energi pada


sektor rumah tangga diantaranya adalah adanya disparitas (perbedaan)
dalam konsumsi energi antara kelompok masyarakat miskin dengan
kelompok yang kaya. Selain itu, adanya perbedaan aksesibilitas terhadap
sumber energi, baik antara kelompok masyarakat kaya dengan masyarakat
miskin maupun antara masyarakat di daerah yang sudah maju dengan
masyarakat di daerah pedalaman juga menjadi persoalan tersendiri.
Konsumsi bahan bakar rumah tangga di Kota Cirebon dominan
menggunakan LPG atau sambungan pipa gas rumah tangga, dari data grafis
menunjukkan penggunaan LPG mencapai 89,58% dan selebihnya
menggunakan bahan bakar lainnya. Pengguna bahan bakar lainnya disini bisa
saja merupakan rumah tangga pengguna minyak bakar, kayu bakar ataupun
briket karena data terkait pengguna bahan bakar ketiga jenis ini belum
diindentifikasi.

10.42%

89.58%

LPG Lainnya

Gambar 3-16. Persentase Konsumsi Bahan Bakar Untuk Rumah Tangga

120
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.8 Transportasi
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan
penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi terdapat
dua unsur penting yaitu pemindahan atau pergerakan (movement) dan
secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan penumpang ke
tempat lain. Pengangkutan diperlukan karena sumber kebutuhan manusia
tidak terdapat disembarang tempat, sehingga terjadi kesenjangan jarak
antara lokasi sumber, lokasi produksi dan lokasi konsumen, oleh karenanya
hal tersebut melahirkan pengangkutan dan didalam pengangkutan terdapat
lima unsur pokok yaitu manusia yang membutuhkan, barang yang
dibutuhkan, kendaraan sebagai alat angkut, jalan sebagai prasarana angkutan
dan organisasi yaitu pengelola angkutan.
Sistem transportasi yang sehat dan ramah lingkungan adalah solusi
bagi mobilitas penduduk di perkotaan. Transportasi sehat dan ramah
lingkungan adalah sistem transportasi yang bisa meningkatkan efisiensi
energi, menggunakan bahan bakar bersih dan mobilitas yang ramah
lingkungan.

3.8.1 Prakiraan Volume Limbah Padat Berdasarkan Sarana


Transportasi
Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan
dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Perkembangan sektor
transportasi akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan
pembangunan ekonomi yang berjalan. Namun demikian sektor ini dikenal
pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap
lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. Transportasi
sebagai salah satu sektor kegiatan perkotaan, merupakan kegiatan yang
potensial mengubah kualitas tanah, air dan udara perkotaan.
Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas
manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi

121
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

manusia terhadap barang atau material yang gunakan sehari-hari, sehingga


pengelolaan sampah tidak terlepas dari pengelolaan gaya hidup masyarakat.
Perkembangan prasarana dan sarana transportasi juga mempengaruhi
gaya hidup masyarakat, tidak terkecuali di Kota Cirebon. Letak Kota Cirebon
yang berada pada jalur strategis memberi dampak pada peningkatan volume
limbah padat di Kota Cirebon. Data Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Cirebon menyatakan bahwa aktivitas bongkar muat batubara menyumbang
timbulan volume limbah padat yang cukup besar di Pelabuhan Cirebon.
Selain Pelabuhan, timbulan limbah padat juga terjadi pada prasarana
transportasi lainnya seperti Stasiun Kereta dan Terminal yang lebih dominan
timbulan sampahnya berasal dari masyarakat pengguna moda transportasi.
Data terkait prakiraan volume timbulan limbah padat menurut sarana
transportasi dapat ditunjukkan pada Tabel 3.17 berikut.

Tabel 3.17. Prakiraan Volume Limbah Padat menurut Sarana Transportasi


Luas Volume Limbah
Nama Tempat Sarana Tipe/Jenis/
No Lokasi Kawasan
Transportasi Klasifikasi Padat (M3/hari)
(Ha)
1 Terminal Harjamukti A Jl. Brigjen Darsono - Cirebon 4.8 2.00

2 Stasiun KA Cirebon Kejaksan Sta. Besar Jl. Siliwangi, Kejaksan - Cirebon - 2.00

3 Stasiun KA Parujakan - Jl. Parujakan - Cirebon - 1.00

4 Pelabuhan Cirebon - Jl. Sisingamangaraja - Cirebon - 5.00

3.9 Pariwisata
Pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat
ditentukan oleh baik dan buruknya lingkungan. Sektor wisata sebagai
industri jasa merupakan sektor yang sangat peka terhadap lingkungan.
Kerusakan lingkungan seperti pencemaran limbah domestik, kumuh,
kesemerautan lalulintas, kriminalitas, dan lain-lain, akan dapat mengurangi
jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Oleh
karena itu pengembangan pariwisata harus menjaga kualitas lingkungan

122
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.9.1 Perkiraan Jumlah Limbah Padat Pada Obyek Wisata

Kota Cirebon memiliki beberapa lokasi wisata, seperti wisata religi,


budaya maupun wisata pantai/air. Adanya lokasi wisata ini tentu akan
memberi dampak positif yang menjadikan Kota Cirebon memiliki daya tarik
bagi wisatawan baik lokal maupun internasional. Selain dampak positif,
tumbuhnya sektor wisata tentu juga akan memberi dampak negatif terhadap
lingkungan. Meningkatnya pengunjung wisata tentu akan meningkat pula
timbulan limbah yang dihasilkan di lokasi-lokasi wisata tersebut. Pada tahun
2016, tingkat kunjungan wisata tertinggi ada di Keraton Kasepuhan yang
mencapai 165.000 orang par tahun, ke Keraton Kanoman mencapai 109.200
orang per tahun, dan kunjungan ke objek wisata Gua Sunyaragi dan Taman
Ade Irma Suryani rata-rata dikunjungi sebanyak 75.000 orang per tahun.
Dari data kunjungan wisatawan ini, maka dapat diperkirakan jumlah
timbulan sampah pada masing-masing objek wisata tersebut seperti terlihat
pada data grafik berikut ini.

45% 42%

40%
35%
30% 25%
25%
20% 17% 17%

15%
10%
5%
0%
Taman Ade Irma Keraton Keraton Taman Gua
Kasepuhan Kanoman Sunyaragi

Gambar 3-17. Persentase Timbulan Limbah Padat Pada Objek Wisata

123
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.9.2 Perkiraan Beban Limbah Padat dan Cair Berdasarkan Sarana


Hotel/ Penginapan
Kota Cirebon yang merupakan pusat perdagangan di Wilayah III
Cirebon dan daerah lintasan Jawa Barat ke Jawa Tengah melalui jalur pantai
utara (pantura), karenanya keberadaan industri perhotelan yang
representatif menjadi sangat penting. Untuk melihat perkembangan industri
perhotelan diantaranya dapat dilihat dari indikator tingkat penghunian
kamar hotel.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat hunian hotel
di Kota Cirebon terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini juga
sejalan dengan semakin bertambahnya bangunan hotel di Kota Cirebon. Pada
tahun 2016 tercatat ada 63 hotel baik hotel berbintang maupun hotel tidak
berbintang, dengan jumlah kamar masing-masing 800 kamar untuk hotel
berbintang dan 1.825 kamar untuk hotel tidak berbintang. Dari data tingkat
hunian hotel ini, maka dapat diperkirakan jumlah timbulan sampah pada
masing-masing klasifikasi kelas hotel tersebut seperti terlihat pada data
grafik berikut ini.

Bintang Lima,
0.33%

Bintang Empat,
0.76%

Bintang Satu,
2.26%
Bintang Tiga,
0.18%

Bintang Dua,
0.13%

Gambar 3-18. Persentase Timbulan Limbah Padat Berdasarkan Sarana Hotel

124
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

3.10 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


Limbah merupakan suatu barang (benda) sisa dari sebuah kegiatan
produksi yang tidak bermanfaat/bernilai ekonomi lagi. Limbah berasal dari
beraneka ragam tempat yaitu limbah dari rumah tangga, limbah dari pabrik-
pabrik besar, dan lain-lain. Dalam dunia masyarakat yang semakin maju dan
modern, peningkatan akan jumlah limbah semakin meningkat
Keanekaragaman jenis limbah akan tergantung pada aktivitas industri
dan pertambangan serta penghasil limbah lainnya. Mulai dari penggunaan
bahan baku, pemilihan proses produksi, pemilihan jenis mesin dan
sebagainya, akan mempengaruhi karakter limbah.
Pada daerah perkotaan di Indonesia seperti Kota Cirebon, limbah
penduduk dan industri telah menurunkan kualitas lingkungan. Kegiatan
industri juga sangat berpotensi menghasilkan limbah berbahaya, bila industri
yang terlibat dalam komoditi proses terus meningkat di masa datang, akan
menambah beban bagi sumber daya alam, termasuk bertambahnya biaya dan
resiko akibat pencemaran lingkungan

3.10.1 Perusahaan yang Mendapat Izin Mengelola Limbah B3


Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan,
pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Setiap kegiatan
pengelolaan limbah B3 di daerah harus mendapatkan perizinan dan
dilaporkan ke Badan atau Kantor Lingkungan Hidup setempat.

Di Kota Cirebon, ada beberapa perusahaan yang mengajukan izin


penyimpanan sementara limbah B3. Berdasarkan data Kantor Lingkungan
Hidup pada tahun 2016 ada sepuluh perusahaan yang telah mendapatkan
izin penyimpanan sementara limbah B3. Kondisi ini meningkat dibandingkan
pada tahun 2015 yang hanya 6 perusahaan yang mengajukan dan mendapat
izin untuk menyimpan sementara limbah B3. Data Perusahaan di Kota
Cirebon yang telah mendapat surat izin penyimpanan sementara limbah B3
dapat dilihat pada Tabel 3. 18.

125
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Tabel 3.18. Perusahaan Yang Mendapat Izin Penyimpanan Sementara Limbah


B3
Nama Perusahaan Jenis Kegiatan/Usaha Jenis Izin Nomor Izin
Sucofindo Penyimpanan 660/Kep-
Laboratorium
Sementara 35/KLH/2016
RS. Muhammadiyah Penyimpanan 660/Kep-
Jasa Kesehatan
Sementara 41/KLH/2016
Klinik Su'adah Bina M Jasa Kesehatan Penyimpanan 660/Kep-
Sementara 50/KLH/2016
PT. KAI Daop 3 Penyimpanan 660/Kep-
Jasa Transportasi
Cirebon Sementara 57/KLH/2016
RS. Sumber Kasih Penyimpanan 660/Kep-
Jasa Kesehatan
Sementara 58/KLH/2016
RS. Pelabuhan Penyimpanan 660/Kep-
Jasa Kesehatan
Sementara 75/KLH/2016
Gamatara Penyimpanan 660/Kep-
Dok Kapal
Sementara 126/KLH/2016
PT. PGN Penyimpanan 660/Kep-
Migas
Sementara 127/KLH/2016
Dok Kodja Penyimpanan 660/Kep-
Dok Kapal
Sementara 129/KLH/2016
Lab. Pramita Penyimpanan 660/Kep-
Laboratorium
Sementara 130/KLH/2016

126
BAB 4
UPAYA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

BAB 4. UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Masalah lingkungan hidup masih dinilai sebagai isu yang kurang
penting, karena sering kali setelah ada pengambilan keputusan justru tidak
ada tindak lanjutnya atau ditinggalkan. Pengelolaan lingkungan hidup dan
sumber daya alam cenderung diarahkan kepada kepentingan investasi dan
selalu dipahami sebagai economic sense dan tidak dipahami sebagai
ecological and sustainable sense. Dengan paradigma tersebut maka dapat
dipahami bahwa kualitas lingkungan hidup akan terus menurun dari waktu
ke waktu.
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan
pengendalian lingkungan hidup. Untuk itu, pengelolaan lingkungan hidup
memerlukan koordinasi dan keterpaduan secara sektoral sesuai dengan
bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing.
Pada bab ini, akan dibahas upaya-upaya pengelolaan lingkungan
hidup sebagi bentuk respons yang dilakukan oleh pemerintah bersama
stakeholder terkait lainnya terhadap kondisi dan tekanan terhadap
lingkungan di wilayah Kota Cirebon. Upaya-upaya tersebut antara lain
melalui kegiatan rehabilitasi lingkungan, anallisis masalah dampak
lingkungan (AMDAL), penegakan hukum, pelibatan peran serta masyarakat
serta penataan kelembagaan di lingkungan pemerintah Kota Cirebon.

4.1 Rehabilitasi Lingkungan


Rehabilitasi lingkungan adalah usaha memperbaiki, memulihkan
kembali dan meningkatkan kondisi lingkungan yang rusak (kritis) agar dapat
berfungsi secara optimal baik sebagai unsur produksi, media pengatur
maupun sebagai unsur perlindungan alam.
Pada tahun 2016, Pemerintah Kota Cirebon telah melakukan beberapa
kegiatan yang ditujukan untuk merehabilitasi lingkungan di wilayah Kota

127
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Cirebon baik yang dilaksanakan oleh lembaga/institusi terkait maupun


kegiatan-kegiatan yang diinisiasi oleh kelompok masyarakat. Berikut ini akan
dibahas beberapa kegiatan terkait upaya rehabilitasi lingkungan yang
dilakukan di Kota Cirebon, antara lain berupa kegiatan penghijauan dan
kegiatan fisik lainnya.

4.1.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi


Upaya untuk memperbaiki, memulihkan dan meningkatkan kondisi
lingkungan atau pengelolaan dan pelestarian lingkungan antara lain dapat
dilakukan melalui kegiatan reboisasi, yaitu penanaman kembali tanaman
terutama pada daerah-daerah yang telah terdegradasi. Atau, melalui kegiatan
rehabilitasi lahan, yaitu pengembalian tingkat kesuburan tanah-tanah yang
kritis dan tidak produktif.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk merehabilitasi lingkungan di
wilayah Kota Cirebon pada tahun anggaran 2016 ini adalah melalui kegiatan
penghijauan yang dilaksanakan oleh instansi terkait yaitu Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kota Cirebon. Data realisasi kegiatan penghijauan yang
dilaksanakan seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Kota Cirebon

Luas Realisasi
Realisasi
No Kecamatan Penghijauan
Jumlah Pohon
(Ha)
1 Harjamukti 0,7100 300
2 Lemahwungkuk 0,0012 10
3 Pekalipan 0,0000 0
4 Kesambi 0,0000 0
5 Kejaksan 0.1036 90
Sumber: Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016
Keterangan: (0) Tidak ada realisasi kegiatan di kecamatan tersebut.

128
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Analisis Maksimum dan Minimum


Dari data pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa luas realisasi
penghijauan yang dilakukan pada tahun 2016 mengalami peningkatan
sebesar 0.09 Ha dari total luasau 0.81 Ha dibandingkan dengan luasan
realisasi pada tahu 2015 yang mencapai 0.72 Ha. Ditinjau dari lokasi
administrasi Kecamatan, maka Kecamatan Harjamukti merupakan wilayah
kecamatan dengan luas realisasi penghijauan tertinggi/maksimum yaitu
seluas 0.71 Ha atau sebesar 87,14% dari luas total realisasi penghijauan
dengan jumlah pohon yang ditanam sebanyak 300 pohon. Sedangkan luas
realisasi terkecil/minimum adalah Kecamatan Lemahwungkuk yaitu seluas
0.0012 Ha (12 m2) atau hanya sebesar 0,15% dari luas totol realisasi
penghijauan tahun 2016 dengan jumlah realisasi pohon sebanyak 10 pohon.

Tahun: 2016, Tahun: 2015,


0.81 Ha 0.72 Ha

Gambar 4-1. Luas Realisasi Penghijauan di Kota Cirebon

Peningkatan jumlah luasan realisasi penghijauan ini merupakan bukti


nyata sebagai respon/tindakan dari pemerintah Kota Cirebon dalam upaya
pengelolaan lingkungan, khususnya rehabilitasi lingkungan kota Cirebon
untuk mewujudkan visi “Cirebon RAMAH Pada tahun 2018”.

129
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Disisi lain, jumlah realisasi pohon yang ditanam memang lebih sedikit
dari jumlah realisasi tahun 2015, hal ini lebih disebabkan faktor anggaran,
dan luasan lahan yang tersedia serta faktor alam seperti iklim yang
perkembangan bibit pohon.

Gambar 4-2. Luas Realisasi Penghijauan di Kota Cirebon

Gambar 4-3. Penanaman Pohon Oleh Walikota Cirebon di Lapangan Kebon


Pelok pada Hari Menanam Pohon Tahun 2016 (30 November 2016)

130
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

4.1.2 Kegiatan Fisik Lainnya Oleh Instansi dan Masyarakat


Selain kegiatan penghijauan, upaya lainnya untuk perbaikan kondisi
lingkungan di wilayah Kota Cirebon pada tahun 2016 juga dilakukan upaya-
upaya melalui kegiatan fisik lainnya, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.2
berikut.

Tabel 4.2. Kegiatan Fisik Lainnya oleh instansi dan masyarakat


Nama Kegiatan Waktu Lokasi Kegiatan Pelaksana Kegiatan
Penanaman pohon 06-03-2016 Area Parkir Stasiun Komunitas Pencinta
Cirebon Kereta Api Edan Sepur
Kerja Bakti & 03-06-2016 Keraton Kasepuhan Polres Cirebon Kota
Penanaman Pohon
Penanaman Pohon 28-02-2016 Situs Kera Kalijaga Ormas
Penanaman Pohon 21-02-2006 Kesenden PDAM Kota Cirebon
Penataan 07-10-2016 Lingkungan KODIM 0614/Kota
Kebersihan Pelabuhan Cirebon Cirebon
Bersih-Bersih Kota 25-10-2016 Kawasan Keraton, Persit KCK Cab. XXV
Cirebon Stadion Bima & Pasar Kodim 0614/Kota
Tradisional Cirebon
Membersihakan 18-09-2016 Jl. Siliwangi Surya Toserba Group
Sampah di Jalan
Penyerahan Mesin 2016 Sekolah, TPS 3R Kb. Kantor Lingkungan
Pencacah Organik Baru, Bank Sampah Hidup
GSP, Rumah Kompos
Kb. Pelok, KLH
Penyerahan 2016 Sekolah Dasar di Kantor Lingkungan
Kontainer (Bank Kota Cireboan Hidup
Sampah)
Penyerahan 2016 SD, SMP dan SMA di Kantor Lingkungan
Gerobak Sampah Kota Cirebon Hidup
Pembuatan 2016 Sekolah, Kelurahan Kantor Lingkungan
Lubang Resapan dan Kecamatan di Hidup
Biopori Kota Cirebon
Pembuatan Rak 2016 Beberapa Sekolah & Kantor Lingkungan
Tanaman (Urban RW di Kota Cirebon Hidup
Furming)
Pembuatan Sumur 2016 Beberapa SD, SMA Kantor Lingkungan
Resapan dan SMK Hidup

131
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Penyerahan 2016 SD/MI di Kota Kantor Lingkungan


Tempat Sampah Cirebon Hidup
Terpilah
Penyerahan Tong 2016 Sekolah Dasar di Kantor Lingkungan
Komposter Kota Cirebon Hidup
Sumber Data : KLH Kota Cirebon

4.2 AMDAL
Sesuai dengan PP No.27/1999, AMDAL adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. Dengan adanya AMDAL
diharapkan sebagai studi kelayakan lingkungan yang menjadi masukan bagi
pemerintah untuk mengambil keputusan terhdap suatu usaha atau kegiatan.
Adapun keputusan yang diambil pemerintah dapat berupa tidak diijinkannya
usaha atau kegiatan untuk dilaksanakan, boleh dilaksanakan sesuai usulan,
atau boleh dilaksanakan tetapi dengan penyesuaian tertentu.

4.2.1 Dokumen Izin Lingkungan


Dalam melakukan usaha ataupun kegiatan, terdapat peraturan
perundang-undangan atau peraturan daerah yang harus dipatuhi. Dalam
konteks peraturan lingkungan hidup, terdapat beberapa jenis dokumen yang
harus dibuat oleh pelaku usaha/kegiatan. Inti tujuan dokumen lingkungan
adalah untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan dari dampak
yang ditimbulkan oleh usaha/kegiatan yang akan dilakukan.
Data Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon menunjukkan bahwa
pada tahun 2016 hanya ada satu kegiatan yang memerlukan kajian AMDAL
yaitu pembangunan gedung SETDA Kota Cirebon. Selebihnya jenis dokumen
yang direkomendasikan adalah 85% dokumen SPPL dan 14% Dokumen
UKL/UPL. Data rinci terkait dokumen izin lingkungan dapat dilihat pada
Tabel UP-3, Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016

132
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

AMDAL, 1%

UKL/UPL, 14%

SPPL, 85%

Gambar 4-4. Persentase Rekomendasi Dokumen Izin Lingkungan

Analisis Maksimum dan Minimum


Dari aspek jumlah, pembuatan atau pengajuan rekomendasi dokumen
izin lingkungan di wilayah Kota Cirebon pada tahun 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2015. Dari data grafis menunjukkan
jenis usaha/kegiatan yang mengajukan rekomendasi dokumen UKL/UPL
pada tahun 2016 ada sebanyak 11 usaha/kegiatan, sedangkan pada tahun
2015 hanya delapan usaha/kegiatan yang mengajukan rekomendasi
dokumen sejenis.Sama halnya dengan dokumen UKL/UPL, usaha/kegiatan
yang mengajukan rekomendadi Dokumen SPPL juga mengalami peningkatan
yaitu sebesar 68 usaha/kegiatan sedangakan tahun sebelumnya hanya 49
usaha/kegiatan.
Hal ini mengindikasikan tingkat kesadaran pelaku usaha/kegiatan
terkait upaya pengelolaan lingkungan mulai meningkat, disamping faktor
ketegasan pemerintah Kota Cirebon dalam menegakkan kebijakan/peraturan
daerah terkait lingkungan hidup untuk mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan.

133
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

AMDAL
70 UKL/UPL
SPPL
60

50

40

30

20

10

0
2015 2016

Gambar 4-5. Persentase Rekomendasi Dokumen Izin Lingkungan

4.2.2 Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL, UKL/UPL, SPPL)


Penurunan kualitas lingkungan hidup dapat menurunkan kualitas
kehidupan manusia. Oleh karena itu diperlukan pengawasan lingkungan
untuk memantau sumber–sumber yang dapat menurunkan kualitas
lingkungan. Pengawasan lingkungan hidup bertujuan untuk memantau,
mengevaluasi dan menetapkan status ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap Peraturan Perundang-undangan dibidang
pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Pada dasarnya pengawasan lingkungan dilaksanakan dalam rangka
melihat tingkat ketaatan pemrakarsa usaha atau kegiatan terhadap peraturan
lingkungan hidup. Berdasarkan data Tabel UP-4 Buku SLHD Kota Cirebon
2016, dapat diketahui bahwa hasil pengawasan terhadap pelaksanaan
dokumen izin lingkungan pada 42 perusahaan di wilayah Kota Cirebon
menunjukkan bahwa masih banyak perusahaan atau pelaku usaha yang
memahami izin lingkungan hanya sebagai prasyarat untuk mendirikan
usaha/kegiatan bukan sebagai pedoman (SOP) upaya pengelolaan
lingkungan di sekitar lokasi usahanya. Hal ini terlihat dari masih banyaknya

134
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

pelaku usaha/kegiatan yang belum secara rutin menyampaikan laporan


semester sebagai tindak lanjut dari upaya pengelolaan lingkungan seperti
pengelolaan air, udara dan tanah sesuai dengan izin lingkungan yang
diberikan terkait dengan aktivitas usaha/kegiatan yang mereka laksanakan.

4.3 Penegakan Hukum

4.3.1 Status Pengaduan Masyarakat


Dalam negara demokrasi, rakyat adalah pemegang kedaulatan
tertinggi sehingga hak-hak asasi setiap manusia wajib dijunjung tinggi oleh
penyelenggara negara. Hak-hak dasar setiap manusia menjadi kehormatan
dan menjadi kewajiban bagi negara untuk dipenuhi, termasuk hak untuk
dilayani dalam konteks pelayanan publik.
Keberadaan masyarakat akan efektif sekali jika perannya dalam
mengontrol pengelolaan lingkungan dilaksanakan dengan baik. Adapun
implementasi dari peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
telah di atur dalam pasal 70 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi beberapa bentuk
yaitu, (a). pengawasan sosial; (b). pemberian saran, pendapat, usul,
keberatan, pengaduan dan/atau (c). penyampaian informasi dan/atau
laporan.
Selama tahun 2016, terdapat tiga pengaduan masyarakat terkait
masalah pencemaran lingkungan yang disampaikan oleh masyarakat kepada
Kantor Lingkungan Kota Cirebon. Pada umumnya permasalahan yang
dilaporkan terkait pencemaran udara dari aktivitas usaha skala kecil seperti
ternak puyuh dan pengolahan garam beryodium. Selain itu ada juga aksi
demonstrasi menyampaikan permasalahan terkait pencemaran air sumur
warga akibat dari aktivitas TPA Kopiluhur Kelurahan Argasunya. Menyikapi
pengaduan masyarakat tersebut, Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon
akan menindaklanjutinya baik secara lisan ataupun secara tertulis. Data

135
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

lengkap status pengaduan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut
ini.

Tabel 4.3. Status Pengaduan Masyarakat


No Masalah yang Diaduka Status
1 Pencemaran Kotoran dan Bau - Usaha ternak puyuh ditekuni ± 2
dari Peternakan Puyuh (Limbah tahun (jumlah 500 ekor);
& Pencemaran Udara) - Kotoran tidak dikelola dengan
baik;
- Karena usaha skaa kecil,
disarankan pemilik mengelola
kotoran secara rutin dan
diselesaikan di tingkat RW dengan
musyawarah (No. Surat: 660/459-
KLH, 24 Juni 2016)
2 Pencemaran Udara dari PD. - PD..Niaga belum memiliki
Niaga (Usaha Garam) dokumen UKL/UL
- Untuk mengatasi gangguan udara
akibat asap yang ditimbulakan
dari proses pembakaran (open)
dapat diupayakan dibuat
cerobong asap
- Dari hasil pemantauan tim,
permasalahan tidak semata-mata
faktor teknis, sehingga disarankan
untuk menyelesaikan secara
kekeluargaan.
3 Pencemaran Air (Licit TPA Kopi - Telah dilakukan uji laboratorium
Luhur) pada tiga titik sampel air bersih
dan satu titik sampel air limbah
- Hasil analisa menunjukkan
adanya pencemaran seperti E-coli,
Nitrat, Nitrit dan Amonia.
- Perlu dilakukan koordinasi lintas
SKPD untuk dilakukan observasi
lapangan;
- Perlu kebijakan khusus terhadap
warga karena mereka secara
nyata berhadapan langsung
dengan dampak negatif
keberadaan TPA.

136
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

4.4 Peran Serta Masyarakat


Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup tentunya tidak akan
terlepas dari peran masyarakat dimana setiap orang/masyarakat
mempunyai hak yang sama atas kondisi lingkungan hidup yang layak dan
baik untuk bertempat tinggal dan melangsungkan kehidupannya.
Perlindungan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melesatrikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Dampak pencemaran oleh aktivitas usaja menjadu salah satu sumber utama
yang memberi dampak buruk bagi lingkungan warga sekitar, pencemaran
tersebut bisa berupa pencemaran air, udara maupun tanah.
Keterlibatan masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup sejalan
dengan pendekatan dalam pembangunan dengan pendekatan pembangunan
yang berpusat pada manusia (people-centered development). Pendekatan ini
telah mengundang kebangkitan kembali dengan semangat baru yang lebih
bersifat partisan pembangunan masyarakat. Pendekatan pembangunan
seperti ini merupakan suatu elemen dasar dari suatu strategi pembangunan
yang lebih luas, bertujuan untuk mencapai suatu transformasi berdasarkan
nilai-nilai yang berpusat pada manusia dan potensi-potensi yang ditawarkan
oleh teknologi maju berdasarkan informasi. Pembangunan yang berpusat
pada manusia, memandang manusia sebagai warga masyarakat, sebagai
fokus utama maupun sumber utama pembangunan, dan nampaknya dapat
dipandang sebagai suatu strategi alternatif.

4.4.1 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup


Data Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
(Kesbangpolinmas) Kota Cirebon menyatakan saat ini belum ada LSM yang
terdaftar di wilayah Kota Cirebon. Selama ini LSM yang perduli terhadap
lingkungan di wilayah Kota Cirebon pada umumnya berkedudukan di
wilayah Administrasi Kabupaten Cirebon namun wilayah kerja mereka
meliputi wilayah Kota Cirebon. Maka dari itu tidak ada data Lembaga

137
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Swadaya Masayarakat (LSM) yang dapat ditampilkan seperti yang dimaksud


pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4. Status Pengaduan Masyarakat


No Nama LSM Alamat
1 0 0
2 0 0
3 0 0

4.4.2 Penghargaan Lingkungan


Pemberian penghargaan lingkungan merupakan bentuk stimulasi
untuk memotivasi dan meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga
maupun individu agar terus berkontribusi untuk mewujudkan lingkungan
yang lebih baik dan lestari.
Pemerintah Kota Cirebon terus berusaha mengelola lingkungan hidup
dengan berbagai upaya nyata yang dilaksanakan, beberapa upaya tersebut
membuahkan hasil berupa penghargaan lingkungan yang diterima oleh
berbagai orang/kelompok/organisasi yang merupakan bagian dari elemen
masyarakat di Kota Cirebon. Data pada Tabel 4.5 merupakan penghargaan
lingkungan yang diterima oleh Pemerintah Kota Cirebon pada tahun 2016.

Tabel 4.5. Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup


Nama Orang Nama Pemberi Tahun
/Kelompok/Organisasi Penghargaan Penghargaan Penghargaan
Pemerintah Kota Menteri LH dan
Sertifikat Adipura 2016
Cirebon Kehutanan RI
SDN Sidamulya Kota SBL Tingkat Gubernur Jawa
2016
Cirebon Provinsi Barat
SMP Negeri 18 Kota SBL Tingkat Gubernur Jawa
2016
Cirebon Provinsi Barat

138
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

4.4.3 Kegiatan Sosialisasi Lingkungan Hidup


Sosialisasi merupakan suatu proses manusia dalam mempelajari tata
cara kehidupan dan mengacu kepada cara di mana individu mengadopsi
perilaku dan nilai kelompok untuk memperoleh sikap pengertian, gagasan
serta tingkah laku di lingkungan dengan tahapan tertentu. Melalui kegiatan
sosialisasi diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan dan pelestarian lingkungan.
Meningkatkan partisipasi warga/masyarakat/instansi/lembaga dalam
menjaga melestarikan lingkungan hidup dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan seperti kegiatan pembinaan, workshop, pelatihan, sosialisasi,
seminar dan lain sebagainya. Masing-masing pola pendekatan sosialisasi
lingkungan ini tentu membutuhkan proses durasi waktu tertentu, sehingga
pendekatan-pendekatan ini harus dilakukan secara berkesinambungan.
Adapun kegiatan sosialisasi lingkungan hidup yang dilaksanakan di Kota
Cirebon pada tahun 2016 seperti yang tercantum pada Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6. Penerima Penghargaan


Instansi Waktu Penyuluhan
Nama Kegiatan Kelompok Sasaran
Penyelenggara (Bulan/tahun)
Pelatihan Komposting Kantor LH Kota Sekolah Dasar Agustus 2016
untuk Sekolah Dasar Cirebon
Sosialisasi Bank Kantor LH Kota Masyarakat (RW) November 2016
Sampah Cirebon
Pelatihan Pengelolaan Kantor LH Kota Masyarakat (RW) April 2016
Sampah Cirebon
Pembinaan Bank Kantor LH Kota Masyarakat (RW) Feb – Maret 2016
Sampah Cirebon
Sosialisasi Perda PPLH Kantor LH Kota Pelaku
November 2016
No. 5 Tahun 2015 Cirebon Kegiatan/Instansi
Sosialisasi Perda Kantor LH Kota Pelaku
Limbah B3 No. 13 Cirebon November 2016
Kegiatan/Instansi
Tahun 2015
Penyampaian Status Kantor LH Kota Pelaku
Cirebon Desember 2016
Ketaatan Kegiatan/Instansi

139
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

4.5 Kelembagaan
Kelembagaan dapat dilihat dari instansi pemerintah dan LSM,
perangkat hukum dan peraturan perundang-undangan, serta program-
program yang dijalankan pemerintah dalam rangka menjaga kelestarian
lingkungan hidup dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Kelembagaan lingkungan hidup saat ini sudah cukup berkembang dan
kesadaran berlingkungan juga meningkat dan meluas namun masih bersifat
pasif karena hanya berkembang di daerah-daerah tertentu. Penaatan hukum
juga masih tetap lemah, sedangkan instrumen alternatif untuk menjerat
perusahaan yang merusak lingkungan hidup juga tidak dapat dilaksanakan.
Kepentingan-kepentingan lingkungan hidup hanya diperjuangkan oleh
kelompok kecil kelas menengah dengan hampir tanpa ada kekuatan politik.
Oleh karena itu, perlu pembenahan kelembagaan sehingga pengelolaan
lingkungan hidup dapat mempunyai kekuatan politik serta dapat tercipta
mekanisme yang lebih menyuarakan aspirasi masyarakat.

4.5.1 Produk Hukum yang Dihasilkan


Sejak bergulirnya era otonomi daerah yang memberikan keleluasaan
bagi daerah-daerah untuk mengurus dan mengelola rumah tangganya sendiri
telah memberikan dampak dan perubahan yang sangat signifikan. Bentuk
nyata perubahan itu mencakup kewenangan Pemerintah Daerah untuk
membentuk peraturan lokal dalam bentuk Peraturan Daerah dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah itu sendiri serta tugas-tugas pembantuan
yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing
daerah.
Kota Cirebon sebagai daerah otonom memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik yang ada. Pada tahun 2016 tidak ada produk hukum di bidang
lingkungan hidup yang dihasilkan bersama pemerintah Kota Cirebon dengan
DPRD Kota Cirebon, maupun dalam bentuk peraturan kepala daerah.

140
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

4.5.2 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup


Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menyatakan bahwa Kepala Daerah
menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD berdasarkan Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD). RKPD Tahun 2016 telah ditetapkan melalui
Peraturan Walikota Cirebon Nomor: 28 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Cirebon Tahun 2016 tanggal 18 Mei
2015.
Belanja daerah disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang
berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Belanja
daerah Tahun Anggaran 2016 dipergunakan untuk mendanai pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dengan
berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran. Belanja daerah terdiri dari
belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Kebijakan anggaran bidang lingkungan hidup pemerintah Kota
Cirebon tahun anggaran 2016 telah ditetapkan sebesar Rp. 6.654.219.000,00
yang meliputi dana APBD sebesar Rp. 3.725.131.000,00 dan dana alokasi
khusus (APBN) sebesar Rp. 2.929.088.000,00. Persentase proporsi Anggaran
Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Cirebon dapat dilihat pada Gambar 4.6
berikut.

APBN (DAK)
44%
APBD
56%

Gambar 4-6. Proporsi Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Cirebon

141
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Alokasi anggaran pengelolaan lingkungan hidup Kota Cirebon


diperuntukkan untuk kegiatan pengawasan, pengendalian, pengujian,
koordinasi dan peningkatan peran serta masyarakat. Data rinci pembiayaan
anggaran pengelolaan lingkungan hidup kota Cirebon tahun anggaran 2016
dapat dilihat pada Tabel UP-10 Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016.

Analisis Maksimum dan Minimum


Anggaran pengelolaan lingkungan hidup Kota Cirebon tahun 2016
mengalami peningkatan cukup besar dari tambahan anggaran DAK. Ini
menunjukkan adanya komitmen yang tinggi dari pemerintah Pusat dan
Pemerintah Kota Cirebon terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan juga
upaya mencapai Visi Kota Cirebon yang telah dicanangkan untuk periode
2013-2018 yaitu: “Terwujudnya Kota Cirebon Sebagai Kota yang Religius,
Aman, Maju, Aspiratif dan Hijau (RAMAH) pada Tahun 2018”. Peningkatan
anggaran pengelolaan lingkungan hidup kota cirebon dalam tiga tahun
terakhir dapat dilihat data grafis berikut ini.

4,000,000,000.00
3,500,000,000.00
3,000,000,000.00
2,500,000,000.00
2,000,000,000.00
1,500,000,000.00
1,000,000,000.00
500,000,000.00
-
2014 2015 2016

Gambar 4-7. Alokasi Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup 2014-2016

142
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

4.5.3 Jumlah Personil Lembaga Pengelolaan Lingkungan Hidup


Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber daya manusia mempunyai peran penting dalam menentukan


keberhasilan suatu organisasi. Semua potensi sumber daya manusia sangat
berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk
menciptakan kinerja yang diharapkan, dibutuhkan adanya motivasi kerja
yang optimal dan kemampuan kerja yang baik.
Dalam meningkatkan kinerja pegawai dan untuk memotivasi pegawai
dalam bekerja adalah melalui pendidikan dan pelatihan. Tingkat pendidikan
yang ditempuh dan dimiliki oleh seseorang pada dasarnya merupakan usaha
yang dilakukan dapat memperoleh kinerja yang lebih baik. Tingkat
pendidikan juga akan berpengaruh kuat terhadap kinerja para pegawai untuk
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan dengan
baik, karena dengan pendidikan yang memadai pengetahuan dan
keterampilan pegawai tersebut akan lebih luas dan mampu untuk
menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Laki-Laki Perempuan
10
9
8
7 6
6 5
5
4 3
3 2 2
2 1
1 0 0 0 0
0
Doktor (S3) Master (S2) Sarjana (S1) Diploma SLTA
(D3/D4)

Gambar 4-8. Personil Pengelola Lingkungan Hidup Kota Cirebon Menurut


Tingkat Pendidikan

143
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Dari data Gambar 4.8, pada halaman sebelumya menunjukkan


personil lembaga pengelola lingkungan hidup (Kantor Lingkungan Hidup
Kota Cirebon), 58% merupakan pegawai dengan pendidikan sarjana (S1);
16% berpendidikan S2, sedangkan sisanya 26% merupakan staf dengan
pendidikan minimum SLTA. Dari komposisi tingkat pendidikan menunjukkan
bahwa kinerja pegawai untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan
yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik.

4.5.4 Jumlah Staf Fungsional Bidang Lingkungan Hidup dan Staf yang
Telah Mengikuti Diklat.
SDM merupakan faktor yang sangat penting dalam pengelolaan suatu
organisasi. Mereka yang menjadi penggerak roda organisasi dalam mencapai
dan mewujudkan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Karena itu,
produktivitas organisasi sangat ditentukan oleh produktivitas SDM yang
bersangkutan.
Pengembangan pola karir PNS salah satunya dapat di tempuh melalui
jabatan fungsional, karena melalui jabatan fungsional peningkatan
kompetensi dan sikap kemandirian serta profesionalisme dapat dicapai, Hal
ini dapat terlihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pejabat
fungsional dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi.

Tabel 4.7. Jumlah Staf Fungsional Bidang Lingkungan


Jumlah Staf Jumlah Staf
Jumlah Staf Jumlah Staf
Nama Nama Jabatan Yang Sudah Yang Sudah
Fungsional Fungsional
Instansi Fungsional Diklat Diklat
Laki-laki Perempuan
Laki-laki Perempuan
Pengawas
KLH Kota 0 0 1 0
Lingkungan
Cirebon
Hidup
Pengendalian
KLH Kota 0 0 0 0
Dampak
Cirebon
Lingkungan
KLH Kota PPNS Lingkungan 0 0 0 0
Cirebon Hidup
Sumber: Buku Data SLHD Kota Cirebon 2016 (Tabel UP-12)
Keterangan: (0) Tidak staff fungsional bidang lingkungan hidup

144
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
KOTA CIREBON - 2016

Data Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon seperti yang ditampilkan


pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2016 jumlah
pegawai/staf di Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon hanya satu orang
yang telah mengikuti Diklat Pengawas Lingkungan Hidup. Disisi lain, hingga
saat ini Pemerintah Kota Cirebon juga belum menetapkan jabatan fungsional
PPLHD dan PPNS Lingkungan Hidup dalam struktur organisasi Kantor
Lingkungan Hidup.
Melihat kenyataan ini, pengembangan karir PNS khususnya yang
terkait dengan jabatan fungsional bidang lingkungan hidup menjadi sangat
penting dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kemandirian serta
profesionalisme. Salah satu strategi peningkatan kompetensi tersebut adalah
dengan meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan
kepribadian (attitude) melalui Pendidikan dan Pelatihan, karena Pendidikan
dan Pelatihan mempunyai peran strategis terhadap keberhasilan pencapaian
tujuan instansi serta perlu didukung juga dengan restrukturisasi organisasi
lingkungan hidup yang lebih fungsional.

145
PEMERINTAH KOTA CIREBON
KANTOR LINGKUNGAN HIDUP
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 16
Telp/Fax. (0231) 20398
Kota Cirebon

Anda mungkin juga menyukai