Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nailis Sa’adah

Nim : 1510210034

Kelas : PBA-B

Mata Kuliah : Filsafat

Dosen Pengampu : Manijo M.Ag

Filsafat Tentang Penempatan Sumur di Depan


Rumah
Oleh : Nailis Sa’adah

1510210034 / PBA-B

Zaman semakin berkembang dan kehidupanpun menjadi modern. Tak


tertinggal gaya arsitektur rumahpun ikut bergaya modern. Rumah zaman modern
ini serba minimalis apalagi ditengah kota besar. Seperti halnya Jakarta, yang
tanahnya semeter bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta. Dengan biaya hidup
yang juga semakin melangit, kebutuhan papan perlu untuk dipikir berulang kali.
Karena harga tanah yang tak ketinggalan melejit. Maka banyak orang berfikir
untuk memiliki rumah ala kadarnya yang penting bisa melindungi keluarga dari
sengitan matahari dan derasnya hujan. Akhirnya gaya minimalis menjadi pilihan
yang tak terelakkan sehingga banyak rumah di zaman sekarang ini yang berbeda
dari gaya rumah milik orang tua zaman dahulu.

Apabila kita memperhatikan arsitektur rumah orang-orang zaman dahulu


khususnya jawa, maka kita akan mendapati bahwa arsitektur rumah zaman
sekarang berbeda jauh. Karena ada beberapa bagian arsitektur kuno yang tidak

1
dimiliki oleh arsitektur modern. Mungkin, ketika kita berada dalam suatu
pedesaan yang masih belum terjamah dengan gaya modern, maka kita akan dapati
beberapa rumah dengan arsitektur kuno yang memiliki sumur di depan rumahnya.
Ketika kita bandingkan dengan arsitektur rumah zaman modern, maka arsitektur
rumah gaya modern tidak memiliki sumur yang berada di depan rumah. Karena
arsitektur modern yang menggunakan gaya minimalis menempatkan sumur
didalam rumah atau bahkan menghilangkan sumur dan menggantinya dengan
aliran PAM1 atau “sumur bur” 2yang lebih sedikit memakan tempat.

Sumur yang terletak di halaman depan rumah-rumah zaman kuno


merupakan bagian yang tak terpisahkan oleh arsitektur rumah zaman dahulu.
Orang-orang zaman dahulu memang sengaja untuk menaruh sumur mereka di
depan rumah dengan terbuka dan tidak diberi penghalang tembok timggi.
Biasanya sumur-sumur yang berada di depan rumah juga terdapat kolam ikan
disamping kamar mandi. Sehinnga jikalau ingin mengambil air, mandi, atau
mencuci, mereka melakukannya di sumur tersebut yang letaknya di halaman
depan rumah.

Namun, apakah hal itu merupakan sebuah arsitektur yang tak bermakna ?
setelah saya betanya pada nenek saya, beliau bercerita bahwa pembangunan
sumur di depan rumah orang-orang zaman dahulu itu memiliki tujuan tersendiri,
lalu apa tujuannya ? dari sini saya menjadi ingat bahwa 10 tahun yang lalu, rumah
tetangga sayapun berarsitektur seperti itu dengan sumur yang terletak di depan
rumah.

Menurut nenek saya, penempatan sumur didepan rumah memang


disengaja oleh orang-orang zaman dahulu karena ketika ada pemuda yang
menanyakan anak perawan mereka, maka mereka akan menyuruh anak
perawannya untuk mengambil air atau mencuci beras di sumur tersebut sehingga
si pemuda tadi dapat melihatnya dari dalam ruang tamu. “zaman kae wong-wong
1
PAM singkatan dari Perusahaan Air Minum
2
Sumur-sumur modern, terutama di Indonesia di daerah perkotaan, biasanya kecil
dan hanya sebesar pipa pralon saja. Airnya disedot dengan sebuah piranti listrik
yang sering disebut dengan nama "pompa air".

2
tuo iku nganggep wong wadon kuwi dagangan, mulo nek wes umur welasan
utawa wes haid kuwi wong wadon railok nongkrong neng njobo. Terus ngko nek
ono wong lanang lewat langsung cepet-cepet wong wadon dikon mlebu omah”3
tutur nenek saya. Hal ini dikarenakan dahulu, perempuan bak sebuah dagangan
yang harus disimpan rapih dan tidak boleh dijamah oleh sembarang orang.

Beliau kembali menuturkan “mergo dagangan wong wedok kudu disimpen


seng setiti, mulo perawan zaman kae kuwi raoleh metu sembarangan reng jobo.
Mulo ora ono wong wedok do kluyuran neng jobo omah. Nek pas ono wong
lanang seng moro mertamu ape ngarepke, lagi mengko perawan mau dikon wong
tuane etok-etok lapo-lapo neng sumur. Mbuh iku mesusi utowo nimbo seng
penting tujuane ben wong lanang lan keluargane mau iso reti wong wedok seng
dikarepke iku kepiye rupane, mergo sak retiku wong disek iku seng diluru
ayune.”4 Karena perempuan tidak ada yang keluar rumah sembarangan maka
ketika ada seseorang yang mengharapkannya atau ingin meminangnya datang ke
rumahnya bersama keluarga, maka para orangtua akan menyuruh anak perawan
mereka untuk ke sumur, ntah mereka mencuci beras atau menimba air yang
terpenting melakukan sesuatu di sumur, sehingga, nantinya sang lelaki dan
keluarganya dapat mengetahui bagaimana wajah dari perawan yang diinginkan
sang lelaki tersebut. Karena menurut penuturan dari nenek saya kalau orang
zaman dulu itu mencari wanita yang cantik.

Selain itu dalam penempatan kamar mandi (yang dulu disebut pakiwan)
disebelah sumur, hal tersebut dimaknai oleh orang zaman dulu bahwa pakiwan
sebagai symbol agar manusia selalu membersihkan diri, baik fisik maupun rohani.
3
Zaman dahulu, para orang tua menganggap bahwa perempuan (perawan) merupakan
dagangan, maka dari itu, ketika seorang perempuan (perawan) sudah berusia belasan tahun atau
sudah haid, seorang perempuan tidak pantas nongkrong di depan rumah. Lalu ketika ada laki-laki
yang lewat, maka orang tua akan langsung cepat-cepat menyuruh anak perempuannya masuk ke
dalam rumah.
4
Karena dagangan, maka perempuan harus disimpan dengan baik. Maka dari itu zaman dahulu
perawan-perawan tidak boleh keluar rumah sembarangan. Maka tidak ada perawan pada
keluyuran diluar rumah. Tapi ketika ada seorang lelaki yang dating untuk
meminangnya/melamarnya, baru para orang tua menyuruh perawan mereka untuk melakukan
sesuatu di sumur tersebut. Ntah itu mencuci beras atau menimba air, yang penting sang lelaki
dan keluarganya tau mana dan seperti apa wajahnya perawan yang diinginkan, karena setau
saya, orang zaman dulu yang dicari adalah cantiknya.

3
Menurut penuturan kembali dari nenek say bahwasannya, terkadang disekeliling
sumur biasanya ditamanami beberapa tanaman “biasane sumur dok kae iku
ditanduri wit-witan. Koyo wit blimbing, wt pandan, karo wet kembang melati.”5
Setiap pohon, menurut orang zaman dahulu mempunyai makna sendiri-sendiri.
Biasanya pohon belimbing yang mereka tanam mempunyai symbol yang
melambangkan rukun islam. kemudian untuk penanaman pohon pandan menurut
orang terdahulu mereka memaknai sebagai symbol rejeki yang harum/halal.
Sedangkan untuk penanaman pohon bunga melati mereka menjadikan pohon
tersebut sebagai symbol yang melambangkan keharuman yaitu keharuman
perilaku yang baik dan berbudi pekerti yang luhur, jelas beliau.

Itulah filosofi orang zaman dulu tentang sumur yang letaknya berada di
halaman rumah. Mungkin kita akan sudah sangat jarang menemukan rumah
dengan arsitektur yang semacam ini. Walaupun tetap akan kita temui meski 1 atau
2 rumah yang tersisa dengan gaya arsitektur rumah dengan sumur yang ada di
depan rumahnya. Adapun filosofilain mengapa diletakkan disebelah kiri, saya
belum menemukan sumber yang bisa menjawab pasti tentang filosofinya.

Biodata Narasumber :

Nama : Nikmah AM

Tempat, Tanggal Lahir : Kudus, 16 Agustus 1947


5
Biasanya sumur zaman dahulu itu ditanami beberapa pepohonan. Seperti pohon belimbing,
pohon pandan dan pohon bunga melati

4
Alamat : Lemah Gunung 02/02 Krandon Kudus

Tanggal Wawancara : 29 November 2015

Anda mungkin juga menyukai