Nim : 1510210034
Kelas : PBA-B
1510210034 / PBA-B
1
dimiliki oleh arsitektur modern. Mungkin, ketika kita berada dalam suatu
pedesaan yang masih belum terjamah dengan gaya modern, maka kita akan dapati
beberapa rumah dengan arsitektur kuno yang memiliki sumur di depan rumahnya.
Ketika kita bandingkan dengan arsitektur rumah zaman modern, maka arsitektur
rumah gaya modern tidak memiliki sumur yang berada di depan rumah. Karena
arsitektur modern yang menggunakan gaya minimalis menempatkan sumur
didalam rumah atau bahkan menghilangkan sumur dan menggantinya dengan
aliran PAM1 atau “sumur bur” 2yang lebih sedikit memakan tempat.
Namun, apakah hal itu merupakan sebuah arsitektur yang tak bermakna ?
setelah saya betanya pada nenek saya, beliau bercerita bahwa pembangunan
sumur di depan rumah orang-orang zaman dahulu itu memiliki tujuan tersendiri,
lalu apa tujuannya ? dari sini saya menjadi ingat bahwa 10 tahun yang lalu, rumah
tetangga sayapun berarsitektur seperti itu dengan sumur yang terletak di depan
rumah.
2
tuo iku nganggep wong wadon kuwi dagangan, mulo nek wes umur welasan
utawa wes haid kuwi wong wadon railok nongkrong neng njobo. Terus ngko nek
ono wong lanang lewat langsung cepet-cepet wong wadon dikon mlebu omah”3
tutur nenek saya. Hal ini dikarenakan dahulu, perempuan bak sebuah dagangan
yang harus disimpan rapih dan tidak boleh dijamah oleh sembarang orang.
Selain itu dalam penempatan kamar mandi (yang dulu disebut pakiwan)
disebelah sumur, hal tersebut dimaknai oleh orang zaman dulu bahwa pakiwan
sebagai symbol agar manusia selalu membersihkan diri, baik fisik maupun rohani.
3
Zaman dahulu, para orang tua menganggap bahwa perempuan (perawan) merupakan
dagangan, maka dari itu, ketika seorang perempuan (perawan) sudah berusia belasan tahun atau
sudah haid, seorang perempuan tidak pantas nongkrong di depan rumah. Lalu ketika ada laki-laki
yang lewat, maka orang tua akan langsung cepat-cepat menyuruh anak perempuannya masuk ke
dalam rumah.
4
Karena dagangan, maka perempuan harus disimpan dengan baik. Maka dari itu zaman dahulu
perawan-perawan tidak boleh keluar rumah sembarangan. Maka tidak ada perawan pada
keluyuran diluar rumah. Tapi ketika ada seorang lelaki yang dating untuk
meminangnya/melamarnya, baru para orang tua menyuruh perawan mereka untuk melakukan
sesuatu di sumur tersebut. Ntah itu mencuci beras atau menimba air, yang penting sang lelaki
dan keluarganya tau mana dan seperti apa wajahnya perawan yang diinginkan, karena setau
saya, orang zaman dulu yang dicari adalah cantiknya.
3
Menurut penuturan kembali dari nenek say bahwasannya, terkadang disekeliling
sumur biasanya ditamanami beberapa tanaman “biasane sumur dok kae iku
ditanduri wit-witan. Koyo wit blimbing, wt pandan, karo wet kembang melati.”5
Setiap pohon, menurut orang zaman dahulu mempunyai makna sendiri-sendiri.
Biasanya pohon belimbing yang mereka tanam mempunyai symbol yang
melambangkan rukun islam. kemudian untuk penanaman pohon pandan menurut
orang terdahulu mereka memaknai sebagai symbol rejeki yang harum/halal.
Sedangkan untuk penanaman pohon bunga melati mereka menjadikan pohon
tersebut sebagai symbol yang melambangkan keharuman yaitu keharuman
perilaku yang baik dan berbudi pekerti yang luhur, jelas beliau.
Itulah filosofi orang zaman dulu tentang sumur yang letaknya berada di
halaman rumah. Mungkin kita akan sudah sangat jarang menemukan rumah
dengan arsitektur yang semacam ini. Walaupun tetap akan kita temui meski 1 atau
2 rumah yang tersisa dengan gaya arsitektur rumah dengan sumur yang ada di
depan rumahnya. Adapun filosofilain mengapa diletakkan disebelah kiri, saya
belum menemukan sumber yang bisa menjawab pasti tentang filosofinya.
Biodata Narasumber :
Nama : Nikmah AM
4
Alamat : Lemah Gunung 02/02 Krandon Kudus