Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat ihsan disebut muhsin, berarti orang yang berbuat
baik. Setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap, jiwa dan perilaku yang sesuai atau
dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebut ihsan.
Artinya: “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.” (Q.S Al Baqarah: 195)
Dengan demikian akhlak dan ihsan adalah dua perkara yang berada pada suatu sistem yang lebih
besar yang disebut akhlaqul karimah. Karena agama Islam dibangun di atas 3 pondasi yaitu: Iman,
Islam, dan Ihsan.

B. Penerapan Ihsan
1. Ihsan di dalam Beribadah
Adalah menunaikan ibadah apa pun macamnya, termasuk seperti shalat, puasa, zakat, haji
maupun ibadah lainnya dengan cara yang sebaik-baiknya. Saat menunaikan ibadah ia benar-
benar merasa berada dalam pengawasan Allah, sehingga seakan-akan dia menyaksikan dan
melihat Allah. Atau sekurang-kurangnya dia merasakan bahwa sesungguhnya Allah mengawasi
dan melihatnya. Sehingga ia mampu melaksanakan ibadahnya dengan sebaik-baiknya.
Sebagaimana sabda Nabi saw:
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak
dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Bukhari)
2. Ihsan di dalam Pergaulan
Adalah berbauat baik kepada kedua orang tua, yaitu dengan menaati keduanya,
menyampaikan segala kebaikan kepada keduanya, tidak menyakiti keduanya, mendoakan dan
memohonkan ampun untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, dan memuliakan teman-
teman keduanya (orang tua).
3. Ihsan kepada Sanak Kerabat
Adalah berbuat baik dan menyayangi mereka, memperhatikan dan bersimpati kepada
mereka, membantu memperlancar usahanya, menjauhi hal-hal yang mengganggu mereka berupa
kata-kata atau perbuatan buruk.
4. Ihsan kepada Anak-anak Yatim
Yaitu menjaga harta mereka, melidungi hak-hak mereka, mendidik, membina, dan
membahagiakan mereka, jangan sampai menyakiti atau membentak mereka, berseri wajah
dihadapan mereka, serta mengusap-usap kepala mereka.
5. Ihsan kepada Orang Miskin
Adalah dengan menghilangkan kelaparan dan menutup auratnya, gemar memberi makan
mereka, tidak meremehkan mereka sehingga mereka tidak merasa hina.
6. Ihsan kepada Pembantu
Adalah dengan memberikan upahnya sebelum keringatnya kering, tidak memerintahkan hal-
hal yang tidak perlu atau membebaninya di luar batas kemampuannya, menjaga kehormatannya,
memuliakan kepribadiannya.
7. Ihsan kepada Sesama Manusia
Adalah dengan lemah lembut kepada mereka di dalam bertutur kata, saling kerja sama dan
saling menasihati dengan baik, mengajak mereka kepada kebaikan dan melarang perbuatan
buruk, membimbing mereka saat tersesat, mengajari yang belum pandai, berlaku adil, dan tidak
saling menyakiti mereka.
8. Ihsan kepada Hewan
Adalah mencukupi makanannya jika ia lapar, mengobatinya jika sakit, tidak membebaninya
dengan beban yang tidak mampu dibawanya, memperlakukannya dengan lembut jika
mempekerjakannya dan mengistirahatkannya jika kelelahan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Iman, Islam dan Ihsan merupakan tiga rangkaian konsep agama
Islam yang sesuai dengan dalil. Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan karena seseorang yang
hanya menganut Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan Iman. Sebaliknya,
Iman tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya, kebermaknaan Islam dan
Iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan Ihsan. Sebab Ihsan merupakan perwujudan
dari Iman dan Islam, yang sekaligus merupakan cerminan dari kadar Iman dan Islam itu sendiri.
BAB 4
AKHLAK-AKHLAK MULIA
Akhlak adalah suatu bentuk (karakter) yang kuat di dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan
yang baik atau buruk, indah atau jelek, ia menerima pengaruh pendidikan yang baik dan yang buruk.
Bila karakter akhlak ini dididik dengan baik, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, mencintai
keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi wataknya, maka lahirlah perbuatan-perbuatan yang
indah tanpa keterpaksaan. Inilah yang dimaksud dengan akhlak yang baik, yang disebut dengan Akhlakul
Karimah/ Mahmudah. Contohnya seperti ikhlas, jujur, malu, lemah lembut, sabar, teguh, berani, adil,
ihsan, dan akhlak mulia lainnya.
Sedangkan bila karakter ini dididik dengan pendidikan yang buruk sehingga kejelakan menjadi
kegemarannya, kebaikan menjadi kebenciannya. Maka akhlak yang seperti ini disebut dengan akhlak
tercela atau Akhlakul Madzmumah. Contohnya seperti ingkar janji, khianat, dusta, putus asa, tamak,
kasar, kemarahan, kekejian, berkata kotor, dan akhlak buruk lainnya.
Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Allah swt mengutus
Nabi Muhammad saw untuk menyempurnakan akhlak ini. Beliau bersabda:
‫ِإنَّ َما ب ُِع ْث ُ ُأل‬
ِ ‫َار َم اَأل ْخ‬
‫الق‬ ِ ‫ت تَ ِّم َم َمك‬
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Bukhari dan
Ahmad)

1. Ikhlas
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih dari kotoran.
Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat dengan mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa
menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus
sesuai tuntunan Nabi saw. Tanpa ikhlas, amalan menjadi sia-sia.
Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh
perkataan dan perbuatannya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya
tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan atau kemunduran. 
Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah saw bersabda:
ِ ‫إنَّ َما اَأل ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬
‫ َوِإنَّ َما لِ ُكلِّ ا ْم ِرٍئ َما نَ َوى‬،‫ت‬
“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia
niatkan.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah.
Seseorang dituntut untuk berniat ikhlas dalam seluruh amal shalihnya, baik shalatnya, zakatnya,
puasanya, amar ma’ruf dan nahi munkarnya, serta amal shalih lainnya, termasuk belajar menuntut
ilmu. Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin
mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan
seharusnya yang dicari adalah ridha Allah, bukan komentar dan pujian manusia.
Sehingga dapat disimpulkan makna ikhlas yaitu meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah,
tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal, serta mengharap balasan dari amalannya di
akhirat.
Ikhlas mempunyai manfaat dan keutamaan, diantaranya:
1. Membuat hidup menjadi tenang dan tenteram.
2. Amal ibadah kita akan diterima oleh Allah swt.
3. Dibukakannya pintu ampunan dan dihapuskannya dosa serta dijauhkan dari api neraka.
4. Diangkatnya derajat dan martabat oleh Allah swt.
5. Do’a diijabah oleh Allah swt.
6. Dekat dengan pertolongan Allah swt.
7. Mendapatkan perlindungan dari Allah swt.
8. Akan mendapatkan naungan dari Allah swt di hari kiamat.
9. Allah akan memberi hidayah (petunjuk) sehingga tidak tersesat ke jalan yang salah.
2. Jujur
Seorang mukmin adalah orang yang jujur, mencintai kebenaran, dan senantiasa menetapi
kebenaran, lahir maupun batin, di dalam berkata dan berbuat, karena kebenaran itu menunjukkan
kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukan ke surga. Sedangkan kedustaan itu menunjukkan
kepada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa menunjukkan ke neraka, dan neraka itu seburuk-
buruknya tempat.
Kejujuran adalah penyempurna iman dan Islam seseorang. Sebab Allah yang memerintahkan
demikian, seraya memuji hamba-Nya yang menyandang sifat ini.
“Orang-orang yang membuktikan janjinya kepada Allah.” (Q.S Al Ahzab: 23)
Jujur yaitu sesuai apa yang diucapkan dengan dengan apa yang ada di dalam hati. Ketika
seseorang mengucapkan dengan lisannya, maka hal tersebut sesuai dengan apa yang ada di hatinya.
Adapun jika berbeda antara yang dia tampakkan dan dia sembunyikan, maka ini adalah kemunafikan.
Sungguh kejujuran ini memiliki buah yang bagus yang dipetik oleh orang-orang yang jujur,
inilah macam-macamnya:
1) Leganya hati dan tenangnya jiwa
“Jujur itu adalah ketenangan.” (HR. Tirmidzi)
2) Mendapatkan keberkahan di dalam usaha dan tambahan kebaikan
3) Kebahagian setingkat para syuhada`
4) Selamat dari bencana yang tidak disukai

Tanda-tanda kejujuran yaitu:


1) Bicara Benar
Tidak akan membicarakan selain kebenaran dan kejujuran. Bila memberitakan tidak akan
memberitakan kecuali yang benar. Karena bohong dalam berbicara termasuk dalam kemunafikan
dan tanda-tandanya. Nabi bersabda:
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu: bila berbicara berdusta, bila berjanji mengingkari,
dan bila dipercaya dia berkhianat.” (HR. Bukhari-Muslim)
2) Jujur di Dalam Bekerja
Bila bekerja dengan orang lain maka dia berbuat jujur di dalam kerjanya, tidak mau menipu,
berdusta.
3) Jujur Dalam Bertekad
Apabila berniat melaksanakan sesuatu perbuatan, dia tidak akan ragu-ragu, dia focus dengan
pekerjaanya sehingga pekerjaan dapat selesai dengan sempurna.
4) Jujur di Dalam Berjanji
Jika berjanji dengan seseorang, ia akan memenuhi janjinya. Sebab menyalahi janji termasuk
tanda-tanda kemunafikan.
5) Jujur Dalam Penampilan
Berpenampilan sesuai dengan kondisi. Dia tidak mengenakan pakaian palsu, tidak pamer, tidak
memaksakan apa yang bukan miliknya.
“Orang yang pura-pura memiliki banyak sesuatu yang bukan miliknya, bagaikan orang yang
mengenakan dua pakaian palsu (dusta).” (HR. Muslim)

3. Malu
Seorang muslim itu pandai menjaga diri dan pemalu. Malu adalah salah satu akhlaknya, bahkan
malu itu bagian dari iman yang merupakan pedoman dan penegak hidupnya. Rasa malu dan iman
semuanya saling berkaitan, maka jika salah satunya hilang maka hilanglah yang lainnya.
Iman menyuruh seorang mukmin melakukan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan.
Sedangkan rasa malu mencegah pelakunya dari kurang bersyukur kepada pemberi nikmat (Allah
swt), mencegah dirinya dari berbuat keburukan dan berkata buruk. Maka rasa malu itu baik dan
tidaklah menimbulkan kecuali kebaikan. Sebagaimana sabda Nabi saw:
“Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari-Muslim)
“Mallu itu seluruhnya adalah kebaikan.” (HR. Muslim)
Malu (al-haya’) adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu
yang rendah atau tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak
patut, rendah atau tidak baik dia akan terlihat gugup, atau mukanya merah. Sebaliknya orang yang
tidak punya rasa malu, akan melakukannya dengan tenang tanpa ada rasa gugup sedikitpun. Sifat
malu adalah akhlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran Islam.
Lawan dari malu adalah kekejian, yaitu kotor di dalam berbicara dan berbuat kasar. Sedangkan
seorang muslim bukanlah orang yang suka berbuat keji dan berbicara kotor, tidak pula kejam
maupun kasar, karena ini semua adalah sifat-sifat ahli neraka sedangkan seorang muslim adalah ahli
surga.
Teladan seorang muslim di dalam akhlak utama yang mulia ini adalah Nabi Muhammad saw,
karena beliau adalah orang yang paling pemalu melebihi seorang gadis dalam pingitannya.
Akhlak malu di dalam diri seorang muslim bukanlah penghalang baginya untuk menyampaikan
kebenaran atau menuntut ilmu, atau di dalam mengajak kebaikan maupun mencegah kemungkaran.
Seorang muslim karena malu dari manusia, maka ia tidak akan membuka auratnya untuk mereka.
Nabi bersabda:
“Allah lebih berhak untuk disegani (bersikap malu kepada-Nya) daripada manusia lain.” (HR.
Bukhari, Abu Dawud)
Sifat malu dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Malu kepada Allah, yaitu seseorang akan malu kepada Allah apabila dia tidak mengerjakan
perintah-Nya, tidak menjauhi larangan-Nya, serta tidak mengikuti petunjuknya.
2) Malu kepada diri sendiri, yaitu orang yang malu terhadap Allah, dengan sendirinya malu
terhadap dirinya sendiri. Ia malu mengerjakan perbuatan salah sekalipun tidak ada orang lain
yang melihat atau mendengarnya. Penolakan datang dari dalam dirinya sendiri.
3) Malu kepada orang lain, yaitu setelah malu pada diri sendiri, dia akan malu melakukan sesuatu
yang merugikan orang lain.

Rasa malu berfungsi mengontrol dan mengendalikan seseorang dari segala sikap dan
perbuatan yang dilarang oleh agama. Tanpa kontrol rasa malu, seseorang akan bebas melakukan apa
saja yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Dia akan menjadi manusia lepas kendali yang merasa
bebas melakukan apa saja, tanpa mempertimbangkan halal-haram, baik-buruk dan manfaat-mudharat
perbuatannya tersebut. Dia akan melakukan apa saja untuk memuaskan hawa nafsunya. Segala
macam cara dia halalkan untuk mencapai tujuannya.

Anda mungkin juga menyukai