RPAS (Remotely Piloted Aircraft System) merupakan pesawat yang dikemudikan dari
jarak jauh, stasiun pilot jarak jauh terkait, tautan komando dan kontrol yang diperlukan, dan
komponen lainnya sebagaimana ditentukan dalam desain jenis. Sementara itu, drone adalah
pesawat yang terbang dengan sistem robotik dikendalikan oleh pilot yang berada di ground.
Berdasarkan jenisnya terdapat dua jenis drone, yaitu multicopter dan fixed wing. Multicopter
adalah jenis drone yang memanfaatkan putaran baling-baling untuk terbang, sedangkan fixed
wing memiliki bentuk seperti pesawat terbang biasa yang dilengkapi sistem sayap.
Peraturan yang membawahi RPAS yaitu PM 87 tahun 2021 dan PM 37 tahun 2020,
yang mengatur regulasi maupun tata cara dalam penggunaan drone atau RPAS itu sendiri.
Syarat yang harus dilakukan oleh pemilik drone ataupun akan menerbangkan drone yaitu,
drone yang diterbangkan wajib memiliki sertifikat yang mana dapat dibuat melalui website
yang telah dibuat oleh dirjen perhubungan udara serta pilot wajib memiliki lisensi yang dapat
dibuat melalui website tersebut juga. Syarat mendapatkan lisensi drone pilot yaitu, WNI umur
lebih dari 17 tahun, mengikuti aeronautical knowledge training dan kemudian mengikuti
aeronautical knowledge examination. Sistem registrasi drone dan pilot drone Indonesia
diperuntukkan untuk drone dengan berat lebih dari 250 gr sampai 25 kg.
Di Indonesia, syarat untuk menerbangkan drone yaitu,
• Pilot yang bertanggung jawab atas drone yang diterbangkannya, tidak boleh
membawa barang, tidak boleh diterbangkan jika pilot dalam posisi
bergerak/sambil mengendarai kendaraan.
• Drone tidak boleh terbang di atas kerumunan kecuali telah memiliki izin khusus.
• Drone hanya boleh beroperasi pada siang hari dan tidak boleh di malam hari.
• Drone harus selalu terlihat oleh pilot drone dan harus terbang di uncontrolled
airspace.
• Operation altitude drone lebih dari 400ft AGL, max. speed ≤ 87 knots.
Penerbangan drone harus diterbitkan NOTAM mengenai penerbangan drone itu sendiri.
Pilot drone juga wajib untuk melakukan komunikasi dengan ATS unit terkait agar tidak terjadi
kesalahpahaman antara pilot drone dan controller ATS unit terkait. Segala penanganan drone
telah diatur oleh peraturan yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Udara, baik terkait
penanganan kejadian keselamatan karena drone, prosedur ancaman keselamatan drone, serta
tata cara pelaporan jika mendapati drone yang jatuh saat pengoperasiannya.
Alur pengoperasian PUTA/drone adalah
1. Sebelum beroperasi
✓ Registrasi dan sertifikasi UAV & pilot via SIDOPI DKUPPU Kementrian
Perhubungan
✓ Self assessment
✓ Permohonan assessment dan NOTAM ke Airnav Indonesia
✓ Permohonan persetujuan
✓ Pengoperasian ke DNP Kementrian Perhubungan
✓ Penerbitan NOTAM oleh Airnav
✓ Koordinasi Pre OPS dengan PIC Airnav setempat
2. Saat beroperasi
✓ Koordinasi dan komunikasi langsung melalui radio/HT/handphone
dengan PIC Airnav setempat
3. Setelah beroperasi
✓ Pelaporan kegiatan ke DNP dan ATS unit Airnav setempat
Aspek yang terdapat di dalam surat permohonan assessment dan penerbitan NOTAM :
a. General Manager
b. Direktur Keselamatan, Keamanan, dan standardisasi
c. Koordinat area pengoperasian
d. Ketinggian area pengoperasian
e. Ketinggian pengoperasian
f. Waktu/jadwal pengoperasian
g. Contingency procedure
h. Misi pengoperasian
i. Data wahana dan Pilot
j. Asuransi pihak ketiga
k. Surat tugas instansi
Penerbitan NOTAM
✓ 7 hari sebelum pengoperasian
✓ Ruang udara reserved
✓ Awareness bagi penerbangan sehingga keselamatan penerbangan terjaga
✓ Acuan area pengamanan bagi operator jammer
✓ Informasi penggunaan ruang udara update untuk keperluan self assessment
✓ Berbahasa inggris dan standar radiotelephony
Koordinasi dan komunikasi langsung pilot dengan PIC ATS unit (DCPC)
a. Konfirmasi pengoperasian
b. Satu persepsi skenario dan prosedur
c. Alat komunikasi langsung (radio VHF, Handy Talky, handphone, satcom)
d. Standard radiotelephony/phraseology (must be familiar)
e. Patuh terhadap instruksi ATS unit.